F I G U R A N (END)

By RusukRusak

463K 29.6K 1.8K

⚠️WARNING⚠️ FOLLOW SEBELUM MEMBACA OKEY!! And semoga suka sama cerita nya. Mengalah bukan berarti kalah, hany... More

prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
PENTING!
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
EXTRA CHAPTER
PROMOSI

Chapter 27

6.1K 430 9
By RusukRusak

Hallo, aduh author cape banget seharian ngebabu, jadi tanpa ba-bi-bu lagi, skuy baca, vote dan komen jangan lupa. Happy reading para readers tercintahhh<3

Agam mengetuk ngetukkan jarinya diatas meja, sambil memikirkan kapan waktu yang tepat untuk balas dendam terhadap gadis itu. Tak ada yang berani menyapa pemuda itu, mereka bahkan tak berani menatap mata elangnya.

Hanya karena guru mendadak tak masuk kelas mereka karena ada rapat dadakan dengan kepala sekolah, bukan berarti kelas Agam tidak berisik walaupun sudah diberi tugas untuk dikerjakan saat itu juga.

Walau tak seberisik yang lain, tetap saja itu mengganggu Agam. Kepalanya hampir pecah karena mendengar semua suara yang tertangkap diindra pendengarannya. Beruntung tidak ada yang menggibah dirinya disana, jika saja itu terjadi dipastikan orang itu akan menjadi sasaran empuk untuk Agam beri pelajaran ditambah lagi dirinya ingin meluapkan semua kekesalannya saat ini.

Decitan kursi mengalihkan perhatian para manusia yang berada disana. Agam berdiri beranjak dari duduknya dan pergi dari sana bahkan sang ketua kelas juga tak berani memprotes tindakan Agam yang meninggalkan kelas tanpa menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu.

Tujuan Agam adalah toilet. Kenapa tidak ke rooftop? Karena pemuda itu harus menyelesaikan sesuatu yang tidak ingin didengar oleh siapapun saat ini.

Memasuki toilet Agam langsung mengeluarkan ponselnya, mencari sebuah nomor dan menekan tombol memanggil. Tak butuh waktu lama untuk seseorang yang berada di seberang sana mengangkat telfon tersebut.

"Ini gue,"

......

"Ternyata lo udah tau harus ngapain."

......

"Nggak sekarang! Tapi, dalam waktu dekat ini!"

......

"Sisanya bakal gue transfer kalau urusan lo dah kelar!"

......

"Oke!"

Percakapan itu terputus karena Agam mematikan sambungan nya. Smirk yang sedari tadi dia tahan akhirnya muncul juga, walau matanya tak bisa berbohong ada sesuatu yang dia rasakan tak sejalan dengan perasaannya.

Meski begitu, tak pernah ada yang tau bagaimana perasaan Agam. Laki laki itu menatap pantulannya dicermin, menyugar sebentar rambutnya lalu mengepalkan kedua tangannya erat. Entah itu karena amarah dan dendam atau justru sebaliknya.

Inilah Agam yang sekarang, lelaki pendendam jauh dari kata pemaaf.

"Gue sendiri yang bakal buktiin kalau selama ini gue nggak pernah salah menilai!"

"Gue muak dengan kehidupan! Semuanya berdrama! Nggak ada satupun yang benar benar tulus!" Satu tonjokan yang dituju pada cermin mengakibatkan tangan Agam memerah dan sedikit berdarah. Kekesalan yang sedari tadi dia tahan kini tercurah lewat satu pukulan pada cermin didepannya. Retak? Tentu saja, pukulannya tak main-main.

Agam keluar toilet dengan kondisi yang ya, sedikit berantakan. Rambut acak-acakan, tangan memerah dan sedikit berdarah, dua kancing baju atasnya yang dibiarkan terbuka, dan dasi yang entah kemana perginya.

Bukannya terlihat seperti gembel, dirinya malah mengeluarkan aura khas seorang badboy. Untung tidak ada siapapun disana. Kalau tidak penampilannya saat ini akan menjadi trending topik para fansnya.

Pintu rooftop terbuka, Agam berjalan kearah Alex tanpa mengatakan hal apapun. Dirinya menyesap rokok dan menghembuskan asapnya dengan kasar. Sesekali memainkan asap rokok tesebut.

"Pelarian."

"Ngaca!"

Keduanya masih sibuk dengan dunia masing-masing. Hingga langkah kaki yang terdengar sangat semangat mendekati mereka berdua.

"Enak ya ngeliat para suami akur begini." Ucap Cipta merangkul bahu Agam.

"Nanti mami bikinin brownis buat para suami." Cipta memonyongkan bibirnya kearah pipi Agam, tapi dengan secepat itu pula telapak tangan Agam menghantam tepat pada bibir Cipta.

"KDRT anjing!"

"Dasar suami nggak ada akhlak! Awas aja kalau dirumah nanti minta brownies."

"Btw yang bikin bunda lo!" Sarkas Alex.

"Mas suami kedua kok ngomong gitu? Mas cemburu? Atau mas mau melakukan KDRT juga?" Ucap Cipta menggebu-gebu.

"Otaknya ketinggalan dimana?" Tanya Agam masih fokus dengan asap yang dihembusnya.

"Mas, kamu toge mas!" Cipta mengeluarkan ponsel nya mengatur volume hingga sebuah lantunan musik terdengar,

Kumenangis membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku...

"Kau duakan cinta ini..." Cipta ikut menyanyi dengan satu tangan memegangi dadanya.

"Cari RSJ terdekat!" Perkataan Alex tak digubris oleh Cipta, pemuda itu masih setia menyanyikan setiap bait dari lagu berjudul Hati yang kau sakiti itu.

Sedikit melempar tatap, Agam dan Alex mendekati Cipta yang sudah duduk dilantai rooftop yang masih bernyanyi.

"Kalau kita suami lo, itu artinya kita bisa berbuat apapun ke istri kita kan?" Ucap Agam bersmirk.

"Lebih tepatnya pada suami?" Timpal Alex.

"Ku menangis mele-, eh apa-apaan ini?" Cipta perlahan mundur dengan cara mengengsot dilantai rooftop, tak peduli jika celana nya sudah kotor akibat debu disana.

"Aku lanang lho mas!" Teriak cipta ketika Agam dan Alex masih setia meju mendekatinya.

"Jangan mendekat, saya sudah minum sudah mandi!" Teriak Cipta lagi.

Cipta menutup dadanya dengan kedua tangannya "Bunda maafin Cipta karena udah nakal." Melihat kelakuan Cipta membuat dua pemuda yang mendekati dirinya menjitak kepala Cipta kuat.

"Nggak waras!"

"Gila!"

"Stress."

Kumenangis membayangkan, betap-

"Gue matiin!" Heboh Cipta ketika keduanya menatap horor pada ponsel berlogo apel digigit itu.

Cipta buru-buru mematikan lagu tersebut diponsel miliknya. Bisa gawat kalau keduanya berbuat sesuatu pada Cipta, bukan hanya tulangnya yang akan retak, jiwa nya juga pasti tak mau bersatu lagi dengan raganya.

Puas dengan apa yang mereka perbuat pada Cipta, kedua laki-laki itu kembali duduk dengan santainya.

"Gue bakal ke Jogja selama tiga hari," Ucap Agam.

"Ngapain?" Tanya Cipta tanpa mengalihkan perhatiannya pada ponsel.

"Papa ngajak ketemu rekan bisnisnya."

"Gila gila! Belum lulus SMA aja udah diajakin ketemu rekan bisnis,"

"Emangnya elu, beban keluarga!" Sinis Alex dengan tangan yang bergerak lincah diatas ponselnya.

"Sialan!" Maki Cipta. Namun, Alex justru tampak tak peduli "Ajak-ajak dong kalau mau keluar kota, hitung-hitung refreshing sama-sama, buat menghilangkan virus virus dikepala biar kalau belajar jadi makin nangkap." Lanjutnya.

"Otak lo nggak perlu refreshing!" Ucap Agam.

"Refreshing pun otak lu nggak bakal nangkap materi dengan baik!" Sinis Alex kembali.

"Kok lu jadi kek perawan pas pms sih Lex? Heran gue? Kelamin lu ketuker dimana?"

Selesai dengan kalimatnya sebuah botol Aqu* mendarat mulus dikepala Cipta.

"What de pak men!" Cipta mengusap kepalanya yang terkena lemparan botol Aqu* oleh Alex.

"Mampus lo!" Agam mengacungkan jari tengahnya kearah Cipta yang kembali menggerutu kesal.

Ada sesuatu yang membuat Cipta tertarik, tangan Agam yang sedikit mengeluarkan darah dan memerah. Sebenarnya Alex sudah lebih dahulu mengetahui itu, dia hanya malas menggerakkan bibirnya dan mengeluarkan suara untuk bertanya.

"Habis gebukin siapa lo?" Bukan Cipta Bagaskara namanya jika tidak kepo seperti ini.

Cipta mengangkat tangan Agam yang terluka, menggerakkannya bagai daging tanpa tulang yang sudah dia gerakkan kesana kemari.

"Wah parah, sampai kegores gini! Hebat juga orang yang lo gebukin. Mukanya pasti kayak aspal makanya tangan lo sampai kayak gini!"

"Brisik!" Agam menarik tangannya kembali.

"Siapa?" Tanya Alex singkat, padat dan jelas.

"Adik kelas," Singkat Agam juga.

"Trus?"

"Masalah kecil." Alex hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sebentar.

"Susah ya ngomong sama manusia kulkas, kata kata nya terlalu sedikit untuk dipahami lebih dalam maksudnya apa." Tak ada yang menjawab setelah ucapan Cipta terlontar begitu saja. Mereka hanya sesekali bertanya dan menjawab seadanya saja. Hingga bel pertanda istirahat pun terdengar nyaring di penjuru sekolah.

***

Sepanjang perjalanan menuju kelas Pita tak bisa berhenti tersenyum sedikitpun, dia terlalu bahagia. Biarlah dia menikmati kebahagiaan itu sesaat sebelum kesedihan menimpanya kembali.

Apa yang diucapkan Cipta memang diluar dugaan Pita. Tetapi, apa yang pemuda itu bicarakan membuat hatinya sedikit menghangat.

"Humm, Pit."

"Iya?"

"Ayah sama Bunda ngajak lo main kerumah, lo mau kan? Soalnya gue udah bilang sama Ayah dan sama Bunda juga kalau lo bakal dateng." Cicit Cipta memelankan suaranya diakhir kalimat.

"Apa? Tapi kan, gue belum ngeiyain Cipta! Dan lo sendiri tau kan-"

"Iya gue tau hubungan lo sama adik gue nggak baik. Tapi, gue bakal pastiin adik gue nggak ada dirumah pas lo dateng."

"Gue terlalu sering keluar rumah akhir-akhir ini Cip." Gue takut nantinya gue bakal kehilangan nyawa gue sendiri kalau gue keseringan keluar, kalimat itu hanya mampu diucapkan Pita lewat batinnya, berharap Cipta mendengar walaupun mustahil.

"Nggak sekarang kok Pit, dua atau tiga hari lagi. Dan gue sendiri yang bakal minta izin ke orang tua lo." Ucap Cipta "Lagian gue udah keseringan cerita tentang lo ke bonyok gue. Jadi, ya mereka ngebet banget pengen ketemu lo." Lanjut Cipta menggaruk belakang lehernya gugup.

"Lo malu-maluin aja Cipta! Kenapa lo harus cerita tentang gue ke bonyok lu sih? Nanti gimana reaksi mereka kalau gue nggak sebaik apa yang lo ceritain?"

Cipta merangkul bahu Pita "Tenang aja, gue cuman ceritain keburukan elo aja kok, nggak kebaikannya. Jadi, udah dipastikan kalau bonyok gue nggak bakal kaget."

"Cipta! Lo nyebelin!" Teriak Pita tertahan.

"Kebiasaan kalau ngomongin sesuatu guenya selalu nggak ikut campur." Sinis Sean dengan satu kantong makanan ringan ditangannya.

"Kita bukan es campur, jadi jangan coba coba menjadi pelengkap didalamnya!"

"Bacot!" Sean melempar satu bungkus ciki kearah Cipta yang dengan cepat ditangkap oleh pemuda itu.

"Gue tunggu Pit," Cipta beranjak dari sana meninggal Pita dan Sean, walau dirinya sendiri tak rela jika harus meninggalkan Sean dan Pita berdua disana.

"Mau kemana lo?" Sean berujar dengan sedikit berteriak.

"Nyari janda!" Cipta juga menjawab dengan sedikit berteriak.

Hanya tinggal mereka berdua. Pita tak terlalu memperhatikan Sean, dirinya sibuk mengobrak abrik kantong kresek yang dibawa Sean.

"Cipta ngomong apa?" Tanya Sean kepo setelah lama Cipta pergi dari sana sambil mengunyah ciki ditangannya.

"Cuman ngajakin ngerjain tugas bareng-bareng!" Hanya jawaban itu yang dilontarka Pita dan Sean sepertinya tak ambil pusing dengan jawaban itu.

Sean mengangguk mengerti, lalu kembali asik dengan ciki yang dia beli menggunakan uang Cipta.

"Pit, gue rasa Cipta suka sama lo." Ucap Sean setelah lama berdiam diri.

"Suka? Nggak mungkin Sean jangan mengada-ada deh." Pita terkekeh kecil.

"Gue beneran Pit, gue kan cowok nih ya jadi gue tau dong gerak gerik cowok kalau suka sama seseorang."

"Kalau Cipta memang beneran suka sama lo. Itu berarti gue ada saingan dong." Ucap Sean menatap Pita dalam. Namun, yang ditatap malah bingung.

Pita menghembuskan nafasnya dalam "Sean, gue udah lama banget kenal sama Cipta. Sikap Cipta ke gue emang kayak gitu."

"Tapi, kalau emang beneran Cipta suka sama lo gimana?"

"Ya nggak gimana gimana, rasa suka ke seseorang itu kan wajar. Emangnya gue harus marah kalau ada seseorang yang suka sama gue?" Sean menggeleng "Kalau lo udah bisa lupain Agam, siapa yang bakal lo pilih, gue atau Cipta?"

***

Pulang sekolah Pita tak ingin merepotkan Sean dan Cipta kembali. Dirinya lebih memilih menunggu angkutan umum yang lewat.

Disaat sedang menunggu atensi nya jatuh ke seorang wanita paruh baya yang terlihat kesusahan menenteng barang belanjaan nya yang jauh dari kata sedikit.

Hati Pita tersentuh lantas bergerak mendekati ibu tersebut dengan sedikit berlari.

"Biar saya bantu Bu." Pita berucap dengan tangan yang sudah menenteng setengah belanjaan wanita tersebut.

"Aduh, makasih ya nak. Ibu jadi ngerepotin kamu."

"Nggak apa-apa Bu. Ibu mau nunggu angkot juga?" Sang ibu terkekeh kecil mendengar penuturan Pita.

Pita sendiripun tau pertanyaannya barusan adalah pertanyaan bodoh yang dia lontarkan. Wanita di depannya mengenakan pakaian yang bagus, jauh berbeda dari pakaian kumal yang dipakai Pita sehari-harinya mana mungkin ibu itu menunggu angkot yang lewat.

"Kok kamu natap saya kayak gitu?"

"Eh, maaf Bu," Pita tersenyum canggung "Saya cuman mikir masa orang kayak ibu nunggu angkot yang lewat, pertanyaan saya pun aneh ya Bu?" Pita kembali tersenyum.

"Nggak aneh kok. Lagian orang kayak saya emangnya nggak boleh naik angkot?" Ibu itu berujar sembari berjalan beriringan bersama Pita.

"Saya nungguin jemputan supir saya, tadi ban mobil saya bocor jadi saya suruh dia untuk ke bengkel dulu. Tapi, sebentar lagi mungkin dia selesai." Pita mengangguk mengerti.

"Makasih ya udah nolongin saya. Ini belanja mingguan jadi agak banyak seperti ini."

"Iya Bu sama-sama. Lagian saya seneng kok bisa ngebantuin sesama."

Wanita paruh baya itu tersenyum mendengar penuturan Pita.

Sudah cantik, sopan, baik pula Batin ibu tersebut.

"Gelang kamu bagus." Ucap ibu itu ketika tatapannya jatuh pada pergelangan Pita.

Pita tersenyum kecil "Hadiah dari orangtua saya saat ulang tahun saya yang kesepuluh tahun Bu. Hadiah yang sangat berarti buat saya." Pita menatap gelangnya lekat.

"Orang tua kamu pasti sangat sayang sama kamu." Dirinya berharap begitu, tapi kenyataannya justru berbanding terbalik, Pita tersenyum kecut.

"Kamu sekolah di SMA Garuda?"

"Iya Bu."

"Wah, pantes ibu nggak asing sama seragam kamu. Nama kamu siapa?"

Belum sempat Pita menjawab suara klakson dari sebuah mobil terdengar.

"Nah, itu supir saya. Kamu mau saya anterin pulang?" Pita menggeleng tak ingin merepotkan.

"Saya nunggu angkot aja Bu."

"Yasudah kalau begitu saya pulang dulu ya, kamu hati-hati pulangnya, mari."

Pita kembali sendiri menunggu angkutan umum yang lewat, tak biasanya dia merasa begitu kesepian seperti saat ini, lebih tepatnya saat wanita paruh baya itu mulai melaju dengan mobilnya.

Ada yang aneh disini Pita bergumam sambil memegang dadanya, bahkan entah karena apa dirinya ingin memutar waktu dimana wanita itu masih ada disampingnya.

Gimana ceritanya? Makin bagus atau justru gimana nih? Semoga setiap part nya nggak mengecewakan para readers<3

See you<3

Continue Reading

You'll Also Like

8.8M 946K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...
4.5M 267K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
379K 21K 71
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
298K 9.9K 24
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...