Night In Bali

By Yourvals

270K 6.8K 1K

Banyak orang iri dan memimpikan hidup sebagai Jecelyn. Kata mereka, hidup Jecelyn terlalu sempurna. Memiliki... More

Republish
Introduce
Prolog
2 - Bohlam yang Pecah
3 - Kejanggalan
4 - Familiar
5 - Ask Him
6 - Teror
7 - Menyangkal
8 - Dia Bagiku
9 - Tak Seharusnya Bertemu
10 - Alasan yang Lain
11 - Paradise Club
12 - Night in Bali

1 - Rahasia

6.8K 580 129
By Yourvals

My love, sebelum membaca mohon beri vote (bintang) dulu sebagai bentuk apresiasi pada penulis.

Thank you and happy reading!

***

Dalam pernikahannya, Jecelyn selalu menerapkan konsep kepercayaan pada Jeffrian. Jecelyn tahu bahwa dalam setiap hubungan, kepercayaan itu sangat penting. Oleh karena itu, segala macam alasan yang Jeffrian buat ketika pulang telat atau tak menepati janji, dia selalu berusaha percaya.

Namun kali ini agaknya cukup sulit bagi Jecelyn untuk mempercayai perkataan Jeffrian barusan. Sebab katanya seorang istri memiliki insting yang kuat ketika suaminya berbohong.

"Enggak, Jeffrian bukan pria seperti itu," monolog Jecelyn berusaha menepis pikiran buruknya.

Ia menarik napas pelan untuk berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak cepat akibat pikiran liar sesaatnya itu. Kemudian Jecelyn bergegas membawa baju kotor Jeffrian ke ruang cuci di sebelah dapur. Saat itu pula ia melirik kabinet di samping rak wine, di mana ia meletakkan paket tadi siang.

Seharusnya Jecelyn menyerahkan paket itu sekarang pada Jeffrian, tapi entah mengapa firasatnya mengatakan untuk ia simpan dulu. Ya, Jecelyn tak akan memberikannya sebelum Jeffrian bertanya. Bukannya jika paket itu penting maka Jeffrian akan menanyakan keberadaannya?

Setelahnya Jecelyn segera menuju ke kamar untuk menyusul sang suami. Jeffrian masih di kamar mandi, Jecelyn mendengar pria itu bersenandung.


"Yang?" panggil Jeffrian dari dalam ketika melihat bayangan Jecelyn menggeser pintu kaca pembatas bath up. Pria yang sebentar lagi menginjak kepala tiga itu tersenyum melihat istrinya.

"Mau bergabung?" tawarnya dengan senyum menggoda.

Jecelyn menggeleng, memainkan gelembung sabun yang menutupi sebagian tubuh suaminya.

"Aku sudah mandi."

"Terus kenapa ke sini? Masuk artinya ingin bermain," alis Jeffrian naik turun, Jecelyn tertawa.

"No... kita minum aja ya?"

Jeffrian tidak sadar bahwa istrinya juga membawa sebotol red wine. Lantas wanita itu mengambil gelas di lemari bawah wastafel. Gelas itu memang selalu tersedia di sana, karena Jecelyn kerap melakukan rutinitas mandi busa sembari menenggak alkohol.

"Wow, you wanna drunk? Bukankah besok ada kunjungan ke luar kota?" Jeffrian bertanya sebab ia tahu jadwal istrinya, tidak biasanya Jecelyn mabuk di hari kerja.

"Hanya dua teguk, aku nggak akan mabuk."

Lalu mereka bersulang. Jecelyn juga mengamati bagaimana cairan merah itu menuruni tenggorokan suaminya yang terlihat dari jakunnya saat bergerak naik turun.

"Why? Kenapa menatapku seperti itu?"

Jujur ketika melihat tatapan dalam Jecelyn padanya seperti itu membuat jantung Jeffrian berdetak bukan main. Kendati tidak bertanya, tapi sorot mata Jecelyn seolah menelanjanginya tentang apa yang ia lakukan tadi siang.

"I miss you," tapi jawaban Jecelyn ternyata tak seperti ketakutannya. Jecelyn hanya merindukan suaminya. Meski setiap malam pria itu tidur memeluknya, tapi Jecelyn merasa bahwa ia masih sangat merindukan Jeffrian. Dia juga tak tahu kenapa.

"I miss you too, My Wife."

Lalu dua bibir itu bertemu, saling melumat sampai Jecelyn tidak sadar bahwa Jeffrian membawanya ke tempat tidur. Mengajaknya melakukan hal yang sangat menyenangkan.

Jecelyn terlelap karena lelah, Jeffrian mengelus surai halus istrinya dan mengecupinya beberapa kali. Tubuh dan pikirannya lelah, tapi Jeffrian masih tak bisa memejamkan matanya.

Teringat kebohongan juga tindakannya pada Jecelyn tidaklah benar. Tadi pagi, setelah meninggalkan istrinya yang masih terlelap, Jeffrian turun dari mobil dengan tergesa. Berlari seperti orang kesetanan di lorong rumah sakit.

Benar, rumah sakit bukan kantor.

Jantungnya hampir berhenti begitu sampai ruang ICU yang tertutup. Kewarasaanya hampir terenggut melihat seorang wanita yang dirindunya justru terbujur kaku di sana.

"Jeff..." panggil seseorang dari belakang. Lalu wanita paruh baya tersebut memeluknya, menumpahkan air matanya lagi. Bahkan pipi yang masih basah itu kian menggenang oleh luapan tangis.

"Tante tidak siap Jeff, jangan biarkan Raline meninggalkan kita."

Jeffrian itu ikut menangis. Dia juga tidak bisa merelakannya begitu saja.

Ini bukan kali pertama Jeffrian mendapat kabar bahwa Raline kritis, dan jantungnya selalu hampir berhenti berdetak. Walau wanita itu bisa melalui masa kritisnya, namun tetap saja, kematian bisa datang kapan saja. Dan Jeffrian tidak pernah siap untuk kehilangannya.

"Apa yang harus kita lakukan jika Raline benar-benar meninggalkan kita?" kata wanita paruh baya yang tak lain ibunda Raline itu.

"Itu tidak akan terjadi Tante."

"Raline harus tetap bersama kita, Daisy membutuhkan Mamanya."

Jeffrian memejamkan mata, tak sanggup menatap balita yang tertidur pulas di atas stroller itu.

Dengan langkah yang lemas pria itu menghampiri ranjang tempat Raline berbaring.

Menggenggam tangan kurus itu, meremat jemarinya. Menatap dengan hampa cincin berlian yang melingkar di jari manis. Cincin yang ia sematkan tiga tahun lalu ketika melamar Raline.


"Maaf, maafkan aku. Hukum aku saja, jangan dirimu," air mata itu tumpah ruah, mengalir begitu saja. Dadanya begitu sesak. Berbagai penyesalan dan rasa bersalah menghimpitnya. Mencekiknya tanpa ampun. Seandainya dia tak serakah, mungkin semua hal ini tidak akan terjadi. Seandainya dia berjuang sedikit saja, mungkin Raline tidak akan menjadi korbannya.

Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki satu rahasia yang ingin disimpannya rapat-rapat. Begitupun dengan Jeffrian. Dia memang memiliki segalanya, hidupnya sempurna. Maka dari itu ia tak bisa mengungkapkan dengan gamblang tentang apa yang ia sembunyikan selama ini. Bahkan kesempurnaan itu sendiri yang membuatnya semakin memendam segalanya, takut kehilangan apa yang sudah ia miliki.

Takut Jecelyn, istri tercintanya akan pergi jika tahu bahwa ia memiliki buah hati dari perempuan lain.

Raline Hanggara, adalah satu sosok yang tidak bisa ia lupa. Cinta masa muda yang begitu menggebu, rasa penasaran dan ketidakdewasaan membuat mereka tenggelam dalam jurang kesalahan.

"Dokter Yola bilang, sangat mustahil bagi Raline untuk bertahan. Dia harus segera mendapatkan donor jantung," ibu Raline kembali menjelaskan.

Jeffrian memejamkan matanya. Jika bisa, ia sendiri yang ingin memberikan jantungnya pada Raline untuk menebus semua kesalahannya. Sayangnya itu mustahil.

"Jika Raline tak kunjung mendapatkannya, apakah artinya kita harus merelakan Raline, Jeffrian?" sambung wanita itu dengan menangis tersedu-sedu.

"Raline akan bertahan Tante. Dia adalah wanita yang kuat."

Jeffrian percaya wanita yang telah melahirkan buah hatinya itu adalah sosok yang tak mudah menyerah. Raline tak akan pergi begitu saja.

"Kumohon, bangunlah. Putri kita membutuhkanmu," bisiknya dan tak henti merapalkan doa. Barangkali esok wanita itu benar-benar membuka mata dan kembali memberinya senyuman serta pelukan hangat.

"I miss you, please buka matamu, Ralineku."









***


"Ralineku" fak kata gue mah Jeff😭

Yang mau memberi kata-kata mutiara untuk Jeffrian sangat dipersilakan ya

Continue Reading

You'll Also Like

6M 313K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
714K 68.6K 32
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
7M 345K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.2M 120K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...