Dear, KKN

By bluubearies

122K 14.4K 1.3K

Kisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selam... More

CAST - Keanggotaan KKN Desa Weringin
PROLOG - Kuliah Kerja Nyata
O1. Pembagian Kelompok
O2. First Meet
O3. Survei Pertama
O4. Tentang Desa Weringin
O5. Program Kerja
O6. Proposal & Dana
O7. Bimbingan Proposal
O8. Survei Kedua
O9. Posko KKN
1O. [ H-3 ] Keberangkatan
11. Keberangkatan KKN
12. Hari Pertama
13. Acara Syukuran
14. [ H-1 ] Penyuluhan Bank Sampah
15. [ D-Day ] Penyuluhan Bank Sampah
16. Musibah Tak Terduga
17. Khawatir
19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah
20. Penghuni Lama
21. Progker Dulu, Liburan Kemudian
22. Kenangan Manis
23. Huru-hara Bendahara
24. Letupan Bahagia
25. Tom & Jerry
26. Yang Malang
27. Cerita Tentang Hari Ini
28. Tamu Tak Diundang
29. Berita Besar
30. "Lo Juga Cantik."
31. One Step Closer โœจ
32. Hari Peresmian Perpustakaan
33. Kembali Pulang
34. Dana Gebyar KKN

18. Sakit

3.1K 414 63
By bluubearies

"Sini kertasnya, biar gue fotocopyin sama Jendra."

Satu kalimat yang diucapkan oleh Yesmin secara spontan tersebut membuat Karin menatap balik perempuan itu dan kertas yang ia bawa secara bergantian. Karin bingung dengan kejadian yang baru saja menimbulkan sedikit kecanggungan tersebut.

Mereka sedang tidak dalam ajang pemilihan, kan?

"Oh boleh," ucap Karin setelah kesadarannya kembali. "Ini nanti lo fotocopy rangkap tiga. Nah yang satunya lo fotocopy jadi lima lembar. Oh iya, kalau ada klip yang kecil beli dua kotak yaa. Duitnya ntar diganti sama Talia. Lo tinggal tunjukin notanya aja."

"Sippp. Yuk, Jen," seru Yesmin setelah paham dengan apa yang Karin jelaskan. Sementara Jendra yang sedari tadi hanya memperhatikan, kini ikut menarik diri dari hadapan Karin, berniat menyusul Yesmin yang sudah lebih dulu pergi dari hadapan mereka.

"Sorry, nggak bisa nganterin lo, hehehe."

"Santai. Gini doang." Karin hanya tersenyum simpul sebagai balasan atas apa yang Jendra katakan.

Sepeninggalan Jendra dan Yesmin yang pergi untuk fotocopy titipan dari Karin, di dalam posko tepatnya di kamar anggota laki-laki sudah ada Ajeng, Shasha, Hilman dan juga Yusuf yang tengah berbaring. Sejak pulang dini hari tadi, keadaan Yusuf terbilang tidak baik-baik saja. Suhu tubuhnya perlahan naik, kepalanya juga terasa pening. Hal itu membut laki-laki dengan kaos hitam polos meringkuk dalam tidurnya.

"Gimana?" tanya Hilman yang nampak khawatir dengan kondisi Yusuf.

"Panasnya masih nggak mau turun. Padahal tadi udah dikasih Paracetamol," ucap Ajeng setelah mengecek suhu tubuh Yusuf pada Termometer yang ia bawa.

"Kayaknya kita harus ke puskesmas deh," usul Shasha.

"Emang di sini ada puskesmas?"

Sejauh Ajeng tinggal di Desa Weringin, perempuan itu belum pernah melihat puskesmas sama sekali. Ia juga lupa menanyakan hal ini kepada Pak Suman. Akibatnya sekarang mereka bingung harus membawa Yusuf kemana. Keadaan hujan deras semalam dan harus terjun langsung ke daerah yang terendam banjir membuat tubuh Yusuf-mungkin sedang memiliki daya tahan tubuh lemah-mengalami demam.

Renan datang dari arah depan ditemani oleh Jev. Keduanya baru saja datang dari kediaman Pak Suman untuk menanyakan perihal puskesmas terdekat.

"Mumpung masih jam sepuluh berangkat sekarang aja. Tadi kata Pak Suman sekitar dua kilo dari sini ada puskesmas," jelas Jev dengan kunci motor di tangannya.

"Terus ke sananya naik apa?" Hilman menimpali.

"Motor? Kita nggak ada kendaraan lain selain motor." Renan tampak bingung. Laki-laki itu juga tidak tahu harus menjawab yang bagaimana. Masalahnya jarak dua kilo tidak terbilang dekat. Dengan jarak seperti itu dan dalam kondisi Yusuf yang tidak baik-baik saja, Renan takut kalau kondisi Yusuf semakin parah.

"Pinjem mobilnya warga." Rupanya usul Shasha tidak cukup bagus.

"Memangnya warga di sini ada yang punya mobil?" tanya Jev yang terdengar sedikit tidak percaya.

Bukan bermaksud merendahkan, hanya saja perekonomian warga Desa Weringin sangat kurang. Jangankan untuk membeli mobil, menyekolahkan anak mereka saja banyak yang tidak mampu.

"Udah-udah. Kita bonceng tiga aja. Gue yang bawa motor, nanti biar Yusuf yang ada di tengah. Jev yang di belakang."

"Aman?"

"Aman," seru Renan yakin. Mau tidak mau, suka tidak suka, ya harus seperti itu. Sekarang ini keadaannya sedang genting. Sangat disayangkan kalau harus membuang-buang waktu.

Lalu setelahnya, Hilman dibantu dengan Jev mulai membopong tubuh Yusuf. Untungnya Yusuf memiliki tubuh yang kurus sehingga mudah bagi mereka untuk membawa Yusuf. Sementara itu Seno dan Sella yang baru saja datang dari arah dapur ikut membantu dengan membawakan beberapa keperluan Yusuf. Ada juga Talia yang mengeluarkan beberapa lembar uang yang nantinya bisa digunakan untuk membayar pengobatan Yusuf-tenang saja, uang tersebut sudah ada rinciannya sendiri, takut-takut jika dalam keadaan tak terduga seperti saat ini.

"Udah siap?"

"Udah," sahut Jev sesudah membenarkan posisi duduknya dan Yusuf yang ada di depannya. Mungkin jika dalam keadaan normal, Jev akan mencak-mencak mendapati dirinya yang ikut terjun dalam kebotian ini-bonceng tiga. Tetapi Jev tidak akan sejahat itu, apalagi Yusuf adalah teman perjametannya selama berada di posko.

"Hati-hati, nggak usah ngebut. Inget, kalian bawa orang sakit," seru Talia mengingatkan.

***

"Obatnya diminum tiga kali sehari. Obat mual sebelum makan, kalau obat panasnya sesudah makan." Jev memberikan bungkus plastik yang berisikan tiga kaplet obat di dalamnya-obat mual, panas dan vitamin-kepada Yusuf yang masih lemas.

"Thanks, yaa. Ntar duitnya gue ganti."

"Yaelah, nggak usah. Duit ini udah ada rinciannya sendiri. Dan kebetulan lo orang pertama yang pake. Oh ya, kayaknya kita bakal pulangin lo dulu deh, Suf. Biar lo bisa istirahat di rumah. Kalau di posko takut nggak ada yang ngurus. Tau sendiri, kan, bentar lagi kita masuk progker inti."

"Nggak usah, Ren. Gue biar di posko aja. Palingan habis minum ini obat besok udah baikan. Kalau gue pulang, takutnya ntar gue nggak balik lagi. Udah keasikan di rumah jadi males balik posko."

Jev yang mendengar perkataan Yusuf sedikit terkekeh. Laki-laki itu memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di sana sebelum kembali menimpali. "Lo sakit aja masih sempet-sempetnya becanda. Inget, siapa tadi yang waktu di posko kayak orang sekarat? Mana kalau diajak ngobrol nggak jawab lagi."

"Ya, kan, kapan lagi diperhatiin sama ciwi-ciwi. Lo tau sendirikan ciwi-ciwi di kelompok kita cantiknya sundul langit semua. Kadang gue heran, perbuatan baik apa yang pernah gue lakuin di masalalu sampai-sampai gue dikasih kelompok yang kayak gini bentukannya."

"Oh, udah sehat ternyata. Ayok, Ren kita tinggal si kunyuk satu ini. Biar dia pulangnya ngesot."

"Ntar gue aduin lo ke mereka." Renan berdiri hendak mengikuti Jev yang terlihat segera pergi.

"Ya jangan dong. Kan, gue beneran sakit ini."

Jev dan Renan tidak memperdulikan Yusuf yang masih terduduk lemas di bangkunya. Yusuf ingin menyusul tapi tubuhnya tidak berdaya. Alhasil ia pasrah kalau Renan dan Jev benar-benar akan meninggalkannya seorang diri.

Ternyata mengerjai Yusuf menyenangkan juga. Kedua orang tersebut diam-diam terkekeh bersama di depan sana. Mana mungkin mereka tega meninggalkan Yusuf sendirian dalam keadaan sakit. Meskipun menyebalkan begitu, Yusuf tetap teman satu kelompok mereka. Mungkin tunggu sepuluh menit lagi untuk keduanya kembali menghampiri Yusuf di dalam puskesmas.

***

Langkah Jendra terhenti saat laki-laki itu ingin menaiki motornya. Netranya menangkap Yesmin yang tengah mengutak-atik ponsel boba miliknya. Wajah cantiknya terlihat tengah mengkhawatirkan sesuatu yang tidak Jendra tahu. Apalagi ketika Yesmin sudah memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang yang selalu ia bawa jika sedang pergi keluar.

"Kenapa?" tanya Jendra saat Yesmin sudah berada tepat di hadapannya.

"Yusuf dibawa ke puskesmas. Tadi gue dapet chat dari Renan."

Tidak perlu membuang waktu lama-lama. Jendra segera merogoh ponsel di balik jaket kulit yang ia kenakan. Siapa tahu ada yang menghubunginya juga. Tapi ternyata nihil. Tidak ada sebaris pesan dari teman kelompoknya yang tertera di atas layar-hanya ada pesan dari kartu perdana yang mengatakan bahwa masa aktif kartunya tinggal satu minggu lagi.

"Yaudah, kalau gitu sekarang kita pulang ke posko."

Yesmin hanya mengangguk sebagai balasan. Perempuan itu segera menaiki boncengan Jendra, bersiap untuk pulang. Memang tadi sebelum ia dan Jendra berangkat untuk fotocopy, kondisi Yusuf tidak sedang baik-baik saja. Wajahnya pucat, bibirnya pecah-pecah seperti tidak minum selama tiga puluh tahun.

"Yes?"

"Iya?"

"Lo sering chatingan sama Renan ya?"

Pertanyaan macam apa ini?

Iya, kira-kira begitu runtuk Jendra ketika menyadari ucapannya barusan. Terdengar sedikit ambigu, tapi apa salahnya bertanya, kan? Semoga saja Yesmin tidak memikirkan hal yang aneh-aneh. Misalnya, Jendra yang menyukainya-mungkin.

"Enggak. Tapi pernah sih sesekali kalau gue mau nitip apa-apa gitu ke Renan. Lagian kenapa juga. Kan, kita satu posko nih. Kayak buat apa gitu loh. Daripada chatingan mending ngobrol langsung aja nggak sih? Mungkin kalau lo tanya gitu, gue bakal jawab iya. Soalnya gue emang sering ngobrol sama Renan."

Ada jeda sebelum Yesmin melanjutkan ucapannya. Begitu pun Jendra yang masih setia menunggu di depannya sembari melihat ke arah kaca spion yang mengarah tepat pada wajah Yesmin.

"Eungg, kayaknya bukan cuma gue aja yang sering ngobrol sama Renan. Karin.....juga, kan?"

Dari nada bicaranya saja, Jendra dapat merasakan ketidak-relaan dari perempuan itu. Entah sudah berapa kali Jendra menghembuskan napasnya kasar selama setengah hari ini. Yang jelas sekarang bukanlah yang pertama kalinya.

"Pegangangan, kita balik sekarang."

"Kenapa?"

"Yusuf sakit, kan. Makanya kita harus balik sekarang." Tanpa sadar Jendra mendengus pelan mendapati pertanyaan konyol dari Yesmin.

"Bukan."

"...."

"Kenapa lo nanya gitu?"

Jendra tergugu, seharusnya ia sudah menduga pertanyaan seperti ini akan diajukan untuknya. Dalam kehidupan yang seperti ini wajar-wajar saja kalau seseorang menanyakan alasan di balik pertanyaan yang mereka dapatkan.

"Gu-gue cuma...."

"Cuma apa?"

"Cu-cuma nanya aja. Soalnya lo sama Renan kelihatan deket."

Yesmin tampak berpikir sebentar. "Eungg, nggak juga. Daripada deket sama gue, Renan lebih deket sama Karin."

"Karin?" Jendra ingat, ia pernah menanyakan hal yang sama kepada Karin tentang hal ini. Seingat Jendra hanya kalimatnya yang sedikit berbeda.

"Lo inget nggak kejadian dimana Renan nuker lauknya dengan lauknya Karin. Darimana Renan tahu kalau Karin nggak bisa makan ayam kalau nggak mereka pernah deket sebelumnya. Gue ngerasa sebelum acara KKN ini, Karin sama Renan udah sama-sama kenal. Mungkin juga hubungan mereka lebih dari yang kita tahu. Eungg, ini cuma pemikiran gue aja, sih. Kalau ternyata bener yaa...yaudah."

"Ternyata lo inget sama kejadian itu. Gue aja udah lupa kalau nggak lo ingetin."

Tanpa Yesmin sadari, suara Jendra memelan di akhir kalimatnya. Jendra juga tidak paham, kenapa tiba-tiba ia sedikit merasakan sesak di dalam dadanya. Hal ini baru pertama kali untuknya. Itulah mengapa Jendra bingung dengan dirinya sendiri.

Saat mereka saling kenal untuk pertama kalinya di atas motor, banyak sekali obrolan yang mereka ciptakan. Terasa menyenangkan dan Jendra mengakui bahwa berbincang di atas motor bersama Yesmin adalah sesuatu yang selalu ingin ia lakukan di kemudian hari.

To be continued...

***

Jangan lupa tinggalkan jejak🐾

Stay healthy semuanya.

Salam hangat,

Dia.

Continue Reading

You'll Also Like

DEWASA II [21+] By Didi

General Fiction

183K 360 61
[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž
SCH2 By xwayyyy

General Fiction

372K 44.9K 100
hanya fiksi! baca aja kalo mau
19.4M 871K 57
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
ALZELVIN By Diazepam

General Fiction

10.3M 538K 51
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...