HELLOWWW BEBIFREND🏴☠️
JAM BERAPA KALIAN BACA INI✨
HAPPY READING!!
--||--
Gavin melepas helmnya secara kasar. Bahunya terasa sakit dan perih. Dengan manik tajamnya yang begitu membunuh, Gavin berjalan menghampiri Gio yang masih setia duduk di atas motornya dikelilingi oleh ketiga sahabatnya tengah tersenyum remeh kearahnya.
"Maksud lo apa, bangsat?" gertak Gavin menarik kerah jaket kulit milik Gio.
"Gue kenapa?"
"Lo sengaja kan naruh batu-batu itu di jalanan buat bikin gue celaka, kan?!" sentak Gavin, suaranya meninggi.
Gio terkekeh kecil, tangannya terangkat melepaskan cengkraman tangan Gavin.
"Bukan gue, tapi temen-temen gue."
"Hah? Masa kita bos? Bukannya lo yang nyuruh?" cetus Elfa langsung mendapat geplakan dari Bayu dan Alwi.
"Bego banget sih lo!" sengit Bayu.
"Udahlah, Gavin. Terima aja, jatoh gak jatoh lo bakal tetep kalah juga."
"GUE GAK BAKALAN JATOH KALAU BOS KALIAN YANG PENGECUT INI GAK MAIN CURANG!"
"Santai dong, heran emosi mulu. Padahal udah kalah," ujar Alwi. Gio tersenyum lalu turun dari motornya berdiri didepan Gavin.
"Liat kan?" Gio merentangkan tangannya, "Malem ini lo kalah lagi, Gavin. Sama seperti malem-malem kemarin. Tepatnya dua tahun lalu." sambungnya.
Gavin yang sudah tersulut emosi melayangkan pukulan kerasnya menghantam sudut bibir Gio hingga mengeluarkan darah segar. Kali ini pukulan itu begitu kuat tak terhindarkan.
"Bacot anjing! Kalau lo ada masalah sama gue malem ini, gak perlu lo ngungkit-ngungkit kejadian yang udah berlalu!" murka Gavin.
Gio tersenyum miring sambil menyeka sudut bibirnya. Ia mendekat mengikis jarak dengan Gavin. Saling menatap tajam tapi entah kenapa Gio tidak membalas pukulan Gavin barusan.
"Itu kenyataan! Kenyataannya lo yang udah nyakitin Valen. Kenyataan lo yang udah buat Valen meninggal. DI TEMPAT INI!" Gio berteriak keras didepan wajah Gavin memperlihatkan bagaimana amarah dan kebenciannya terhadap Gavin selama ini.
"Dan sekarang liat apa yang lo lakuin? Lo lari dan lupain kematian Valen gitu aja? Bahkan lo mulai bergerak licik buat bikin Valen versi dua. Hebat banget lo!" lanjut Gio menepuk tangannya.
"VALEN! VALEN! VALEN!" nafas Gavin memburuh menyebut nama itu.
"Harus berapa kali gue bilang, kalo Valen meninggal bukan karena gue! Lo pikir gue gak terpukul atas kematian Valen? Lo pikir gue baik-baik aja setelah kematian Valen? Nggak! Bahkan gue lebih kesiksa dari lo!" balas Gavin dengan sekali tarikan nafasnya. Tangannya mengepal erat menyalurkan emosi yang meledak-ledak.
"Selagi gue bisa liat Valen lagi, gue bakal percaya kalau bukan lo yang bunuh Valen." gumam Gio dengan suara rendahnya.
"Dan soal taruhan malem ini..." Gio mendekatkan wajahnya kesamping wajah Gavin, "Jauhin Keysha! Atau lo bakal menerima kebencian dari Keysha seumur hidup lo!" bisiknya.
~~~~~
Pagi ini Zean sudah disibukkan dengan berbagai lembaran kertas modul penting ditangannya. Modul-modul yang membuatnya semakin muak dengan keadaan. Modul-modul yang menjadikannya anak yang harus menuruti keinginan dan perintah seseorang yang bahkan tak menginginkannya.
Zean mendongak ketika mendengar suara geseran kursi disamping tempat duduknya. Saat ini Zean berada di perpustakaan.
"Ngapai lo kesini?" tanya Zean lalu kembali fokus pada modul nya.
"Ck, masih aja. Gue kesini mau liat, udah sejauh apa kemampuan lo buat olimpiade beberapa hari lagi." ujar Akra mulai membuka buku yang ia bawa.
Akra melirik modul ditangan Zean. Diam-diam ketua osis SMA Taruna Nusantara itu meyakini kemampuan Zean selama ini. Walaupun keduanya hanyalah rival dalam pembelajaran, namun entah kenapa Zean tidak menyukai Akra dan menganggap Akra adalah musuhnya dalam segala hal.
Akra menghela nafas beratnya, "Jangan dipaksain kalau gak boleh," katanya.
"Dan biarin lo jadi pemenang di olimpiade itu?" Zean menoleh tak bersahabat kearah Akra.
"Lo kenapa sih? Takut banget kalah dari gue." cetus Akra terkekeh kecil.
Zean berdecak dan mengatur modul-modul nya lalu berdiri. Berniat pergi dari perpustakaan. Kehadiran Akra hanya menambah rasa pusing di kepalanya kian terasa.
"Lo gak boleh bersikap kaya gini terus. Lo harus terima semuanya. Karna sampai kapanpun lo gak akan pernah bisa gantiin posisi kejuaraan gue." ujar Akra menghentikan langkah Zean.
Zean memejamkan matanya sejenak sebelum berbalik menatap Akra. Kini tatapan lelaki itu sangat menyorot penuh ketidaksukaan dan kebencian kepada Akra.
"Mau lo itu apa, sih? Bahkan dari awal gue gak pernah ngerasa buat saingin lo?" tanya Zean dengan guratan wajahnya yang tidak mengerti.
"Emang bukan lo! Tapi bokap lo!"
Zean tercengang mendengar ucapan Akra. Bokap? Kenapa dengan Papa nya? Apa yang tidak ia ketahui kali ini? Apa lagi yang dilakukan oleh Harry? Apa segitu marahnya Harry kepada Zean?
~~~~~
"LO GILA? LO MIKIR GAK SIH SEBELUM LAKUIN ITU? OTAK LO DIMANA HAH?" gertak Zelfan menatap tidak percaya kepada Gavin.
"Sabar, Fan. Sabar..." Gidar mengusap-usap punggung Zelfan, guna menurunkan emosi sahabatnya itu yang lagi dalam mode meledak-ledak.
Siang ini perkataan Gavin berhasil membangunkan amarah ketiga sahabatnya. Lebih Zelfan, cowok pendiam itu bahkan sempat menarik kerah kemeja Gavin, untung saja Gidar dan Ragil segera menahan Zelfan. Bagaimana tidak, Gavin memberitahu kepada mereka bahwa ia semalam menemui dan menerima tantangan Gio. Tanpa sepengetahuan inti Xabarca lainnya.
Ragil menyeret Gavin, membawa lelaki itu duduk di pojokan rooftop sedikit menjauh dari Zelfan.
"Jadi alasan lo gak bisa dihubungi semalem karna itu? Kenapa lo gak ngasih tau ke kita, Vin?" tanya Gidar tak habis pikir.
"Gue gak selemah itu," balas Gavin dengan santainya ia menyalakan rokoknya.
"Iya lo kuat, puas lo?" sentak Ragil geram.
"Tapi biar gimanapun, lo gak bisa tau apa yang Gio rencanakan. Dan salah lo, karna lo gak ngabarin kita!" sambung Ragil.
Gavin bergeming, lelaki itu hanya mendengarkan semua ucapan Ragil tanpa ada niatan membela dirinya atau memberi pernyataan lain kepada sahabat-sahabatnya. Baginya memberitahu apa yang sebenarnya terjadi hanya akan menambah masalah baru lagi. Dan Gavin sedang tidak ingin mengaitkan masalahnya dengan orang lain.
Antara Gavin dan Gio, itu adalah kesepakatan mereka. Meski begitu, Gavin mulai dilanda gelisah saat ini. Untuk ancaman Gio samalam. Gavin merasa bahwa ketua Zenios itu benar-benar serius dalam ucapannya.
Gavin menyesap rokoknya dalam-dalam, lalu menghembuskan asap rokoknya ke udara. Pikirannya kacau dan itu karena seseorang.
"Dari mana lo?" tanya Gidar kepada Rakael yang baru saja mendudukkan tubuhnya disamping Gavin.
"Kepo lo!" sahutnya.
"Dihh"
Rakael melirik Gavin sejenak kemudian menatap Zelfan yang tampak berbeda dari biasanya. Meksi Zelfan memang dikenal dengan sosok pendiamnya, tapi kali ini Rakael yakin terjadi sesuatu. Sahabat yang paling dekat dengannya itu memilih duduk sedikit menjauh dari mereka.
"Kenapa?" Rakael menunjuk Zelfan dengan dagunya.
"Hah? Ah itu Zelfan lagi serius main game." alibi Gidar, "Iya kan, Gil?" Gidar menyenggol lengan Ragil berharap sahabatnya itu membantunya.
"Tau, tanya aja sendiri."
Rakael mengedikkan bahunya tidak peduli. Tidak memusingkan hal itu, ia sudah biasa dengan Zelfan diam seperti ini.
Setelahnya hanya ada suara bel istirahat yang mengisi keheningan yang sempat terjadi antara kelima inti Xabarca itu. Sedari tadi Gavin lah yang paling banyak diam dan menatap lurus kedepan.
"Kantin kuy, piaraan gue butuh asupan." ujar Gidar sambil berdiri dari duduknya.
"Makanan aja pikiran lo," dumel Ragil.
Gidar menatap cengo ketiga orang yang belum bergerak sedikitpun dari posisi mereka. Ketiga orang itu malah terlihat sangat sibuk dengan kegiatan masing-masing, tak mempedulikan kebisingan yang mulai terdengar dari murid-murid yang berbondong-bondong menuju kantin.
Gidar menghembuskan nafas beratnya. Dan dalam sekali tarikan nafas ia memanggil ketiga nama sahabatnya sekuat tenaga.
"ZELFAN! GAVIN! KAEL!"
"UDAH BEL WOY! KANTIN HAYUK!"
~~~~~
Sementara ditempat lain apa yang Gidar rasakan tadi tengah Alika rasakan juga. Bedanya, Alika sudah berusaha membujuk dan merayu kedua sahabatnya untuk pergi ke kantin. Namun nihil, Keysha malah menyembunyikan wajahnya ditutupi dengan lengannya dan Chika...gadis itu memilih menyumpal telinganya dengan airpods nya lalu membaca sebuah novel. Dua-duanya tak menghiraukan Alika.
"Aaaaaaa.. gue harus gimana lagi?" ujar Alika frustasi.
"Ayo dong, Keysha, Chika. Lo berdua gak laper? Terserah kalau kalian gak mau makan. Tapi, gue. Gue laper Key, Chik."
"Enggak Alika." tolak Keysha kesekian kalinya.
Alika menggeram tertahan. Rasa laparnya tak bisa diajak kompromi, salahkan saja dirinya sendiri yang tidak sarapan dari rumah. Sebenarnya bisa saja gadis itu pergi sendirian, tapi Alika tidak ingin dan tidak mau jika kedua sahabatnya tidak bersamanya.
"Kalian tega sama gue? Kalau gue gak laper banget, gue gak mungkin maksa-maksa gini." ucap Alika pelan. Suaranya terdengar bergetar.
Spontan Keysha mengangkat kepalanya, menoleh kearah Alika yang memalingkan wajahnya keluar jendela dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah.
"Lo nangis?" Keysha menatap tidak percaya kepada Alika.
"Gak! Apaan sih?" sanggah Alika sewot.
"Alaaa alesan lo! Demi apa sih Alika mami nya Pou nangis?" ledek Keysha menahan senyumannya menjahili Alika.
"Gak ya!" elak Alika lagi. Kali ini ia menoleh kearah Keysha dan Chika, karena kedua gadis itu duduk bersebelahan.
"Hahaha..." Keysha tertawa keras ketika melihat kedua mata Alika berkaca-kaca.
"Sumpah demi apa sih, Lik? Hahah...aduh sakit perut gue.." celetuk Keysha belum berhenti tertawa.
Keysha dan Chika tidak menyangka bahwa Alika bisa menangis seperti ini hanya karena mereka tidak mau diajak untuk ke kantin. Niat awal keduanya hanya ingin mengerjai Alika, karena sejak pagi gadis itu sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Yaitu bermain game kesayangannya─Pou.
"Kasihan, Key." ucap Chika terkikik geli.
Keysha menetralkan nafasnya. Perutnya terasa keram akibat banyak tertawa, "Udah.. ayo-ayo ke kantin." ajaknya meraih tangan Alika.
"Gak usah!" tolak Alika menepis tangan Keysha.
"Lah merajuk lah tuh?"
"Udah, Lik. Gitu aja ngambek. Tadi aja lo ngangurin kita berdua," sahut Chika.
Alika mengernyit, kemudian menatap Keysha dan Chika bergantian, "Jadi lo berdua ngerjain gue?" galaknya.
"Tuh tau, pinter deh pengen bunuh Pou nya." ucap Keysha gemas sambil menarik tangan Alika keluar dari kelas menuju kantin.
Alika mencebikkan bibirnya, ia terlanjur masuk dalam mode ngambeknya. Namun meski begitu, Alika tetap berjalan beriringan dengan Keysha dan Chika.
"Senyum, Lik. Muk─" ucapan Keysha terputus karena teriakan seseorang.
"Kak Keysha!" panggil orang itu berlari kearah Keysha.
"Kenapa, ya?" Keysha mengerutkan keningnya melihat gadis itu berdiri didepan dengan nafas yang tersengal-sengal.
"I-itu kak...kak.."
"Itu? Itu kenapa?"
"Itu...kak Zean sama kak Gavin berantem di kantin." ucap gadis dalam sekali tarikan nafasnya.
"Oh berantem..." gumam Keysha, namun sedetik kemudian Keysha membulatkan matanya, "HAH ZEAN SAMA GAVIN? BERANTEM?" pekiknya, lalu segera berlari menuju kantin.
Zean sama Gavin? Berantem? otak Keysha hanya berputar-putar diantara kalimat tersebut. Kalimat yang menjadi tanda tanya besar untuknya saat ini.
Keysha terkejut melihat murid-murid yang sudah berkumpul membentuk satu lingkaran yang ditengah-tengah nya ada Zean dan Gavin sedang beradu, saling membalas pukulan satu sama lain.
Tanpa pikir panjang, Keysha membela lautan manusia itu. Menghampiri Zean dan Gavin. Atau kalau Keysha mampu, ia akan memisahkan kedua orang yang belum ada niatan mengakhiri perkelahian tersebut.
"STOP!" teriak Keysha keras. Mendapat tatapan tidak percaya dari murid-murid akan kehadirannya. Terlebih Rakael, cowok yang sedari cuek melihat perkelahian sahabatnya menatap Keysha tajam.
"ZEAN STOP!" Keysha menarik Zean kebelakang. Bangun dari atas tubuh Gavin yang terbaring dibawah hujaman Zean yang membabi buta.
"Lepasin! Gue harus beri pelajaran sama cowok brengsek ini." tekan Zean menunjuk Gavin dengan tatapan tajamnya. Tatapan yang tidak pernah Keysha lihat sebelumnya.
"Sampah! Lo dateng-dateng mukul gue, anjing. Masalah lo apaan?" balas Gavin tidak terima. Wajahnya lebam dibeberapa bagian, sudut bibirnya pun sobek karena bogeman mentah dari Zean yang tidak sempat Gavin hindari.
Entah apa yang terjadi kepada Zean.
"Bacot lo. Maksdu lo apa jadiin Keysha tar─"
"ZEAN! CUKUP!"
"Cukup!" ujarnya menatap Zean dengan sorotan yang sulit diartikan.
"Key?"
"GUE BILANG CUKUP YA CUKUP! LO DENGER GAK SIH?" bentak Keysha didepan wajah Zean.
Untuk pertama kalinya. Sejak persahabatan keduanya, Keysha membentak Zean keras didepan banyak orang.
Zean tersenyum tipis sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia cukup terkejut mendengar bentakan Keysha barusan. Diluar dugaannya, Keysha tak mendengarkannya dan menganggap sahabat satu-satunya itu memihak kepada Gavin.
"Untuk pertama kalinya, dan itu semua hanya karena dia." Zean menunjuk Gavin seraya tersenyum penuh arti.
Keysha tersadar dari tindakan dan paham maksud perkataan Zean. Kepalanya menggeleng pelan bersama sorot matanya tidak lagi seperti tadi.
"Ze─"
"Pilihan yang baik." sela Zean memotong ucapan Keysha. Pandangannya menatap Keysha dengan penuh kekecewaan.
-to be continued-
Vote! Komen!
See u next part🙆🏻💘