Daun Pengasuh Bunganya

By Gabrielmalaikatagung

4.3K 407 195

[SELESAI] [FIKSI REMAJA] [13+] [WARNING!! Cerita ini hanya fiktif. Semua yang terjadi di dalamnya hanya berda... More

Surat๐Ÿ€๐ŸŒธ
1.๐Ÿ€๐ŸŒธ
2.๐Ÿ€๐ŸŒธ
3.๐Ÿ€๐ŸŒธ
4.๐Ÿ€๐ŸŒธ
5.๐Ÿ€๐ŸŒธ
6. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
7. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
8. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
9. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
10. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
11. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
12. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
13. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
14. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
15. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
16. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
17. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
18. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
20. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
21. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
22. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
23. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
24. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
25. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
26. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
27. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
28. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
29. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
30. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
31. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
32. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
33. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
34. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
35. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
36. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
37. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
38. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
39. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
40. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
41. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
42. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
43. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
44. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
45. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
46. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
47. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
48. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
49. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
50. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
51. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
52. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
53. ๐Ÿ€๐ŸŒธ
Surat ๐Ÿ€๐ŸŒธ

19. ๐Ÿ€๐ŸŒธ

89 5 0
By Gabrielmalaikatagung

--------
~•🌸🍀🌸•~
------------------
"Tidak semua hal yang kita harapkan terkabul."
------------------
~•🌸🍀🌸•~
--------




~•🌸🍀 Hari ini 🍀🌸•~

"Besok hari ulang tahun kamu, sekaligus hari jadi kita yang ke dua tahun," kata Bimo. "Kamu mau kado apa dari aku?"

Mel seperti sedang berpikir sejenak, lalu ia berkata, "Aku ingin, kita selalu bisa menyelesaikan permasalah dengan bijak. Enggak bertengkar-bertengkar terus. Dan selalu bersama."

"Jadi, kadonya doa?" tanya Bimo.

Mel mengangguk sambil tersenyum. "Kalau barang, agak sulit aku kenang."

"Oke." Bimo menurunkan tas ranselnya, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. "Aku sudah mempersiapkannya."

"Kapan kamu beli cupcake-cupcake itu?" tanya Mel, sambil tersenyum. Terkejut melihat Bimo mengeluarkan sebuah kotak makanan berisi empat cupcake dari dalam tasnya.

"Tadi pagi," jawab Bimo, ia juga mengeluarkan empat lilin dari dalam tas ranselnya. "Tadinya, hari ini, aku memang akan memberimu kejutan. Rencananya, setelah teman-teman aku tadi pergi, aku mau mendatangi kamu. Tapi kamu duluan yang datang."

Mel cemberut. "Padahal tadi aku enggak perlu nyamperin kamu. Pasti bakal so sweet banget."

"Jadi kamu menyesal, sudah minta maaf duluan?" tanya Bimo.

"Sedikit," jawab Mel. Lalu ia tersenyum.

Bimo selesai menyusun lilin di atas setiap cupcake. Kemudian ia mengeluarkan pemantik api dari saku celananya. Lilin pun menyala. Mel tersenyum senang. "Jadi, tadi kamu mau apa?"

Mel mengulangi harapannya, "Aku mau, kita menyelesaikan permasalah dengan bijak, enggak bertengkar-bertengkar terus, dan selalu bersama."

"Selamanya," lanjut Bimo. "Ayo tiup lilinnya."

"Tapi aku enggak meniup lilin saat berdoa," kata Mel.

"Ya, sudah. Kita biarkan saja angin yang meniupnya." Tak selang beberapa lama, angin berhasil mematikan api tersebut.

Mel dan Bimo tersenyum, lalu kembali berpelukan. Mel jadi menginginkan momen seperti ini terus awet, terjalin, dan tidak ada henti-hentinya. Rasanya lelah selalu bertengkar.

Kemudian mereka duduk di salah satu kursi taman yang ada di bawah pohon akasia, dan menikmati cupcake tersebut. Guguran bunga kuning dari pohon akasia menjadi background kenangan manis tersebut. Menambah kesan romantis bagi keduanya.

"Tapi aku lagi diet, Bim," ucap Mel.

"Tenang saja, cupcake ini terbuat dari gandum utuh dan semua topingnya organik. Kamu enggak perlu khawatir jadi gemuk," kata Bimo sambil tersenyum.

Mel meraih satu cupcake. "Aku enggak takut gemuk, aku cuman menjaga makan saja."

"Iya, terserah kamu."

Mel memakan satu cupcake, dan memberikan dua sisa cupcake kepada Bimo. Ia menyuapi cowok berambut mohawk ala Korea tersebut. Bimo memakannya dengan lahap. Suasana seperti inilah yang Mel inginkan.

"Aku masih lapar, kita makan dulu, yuk," ajak Bimo.

Mel mengangguk. "Oke."

Mereka pun beranjak dari tempat bersejarah tersebut, dan meluncur ke restoran steak terdekat. Di hadapan Bimo sudah tersaji steak daging, lengkap dengan french fries, sayuran rebus seperti jagung wortel dan buncis, dan disiram oleh saus steak. Sedangkan Mel memesan salad kentang, yang berisi kentang-tentu saja, timun Jepang, wortel, burkol, jamur, dan jagung. Mereka memakan makanan mereka dengan lahap.

"Kamu enggak cuma makan salad saja? Tapi itu enggak ada proteinnya," kata Bimo.

"Kata siapa?" Mel balik bertanya. "Kentang, jagung manis, dan jamur di sini mengandung protein-ya, meskipun enggak banyak, tapi masih ada proteinnya." Sambil melihat ke makanannya. "Tadinya aku mau pesan menu ikan, tapi enggak ada."

"Aku baru tahu kamu suka ikan air tawar," kata Bimo. "Enggak jijik?"

"Ya, karena aku jarang pesan ikan kalau lagi sama kamu. Biasanya Bi Inah yang memasak," jawab Mel. "Kenapa harus jijik? Ikan itu lebih sehat dari daging yang kamu makan."

"Jadi aku harus makan ikan juga?" tanya Bimo, alisnya mengerut. Seperti terlihat jijik.

"Enggak harus. Tapi ya... makanlah makanan yang beragam. Enggak itu-itu saja," jawab Mel, sambil tersenyum dan menikmati makanannya.

Bimo tersenyum, mereka kembali sibuk dengan makana mereka. Menikmati setiap suapannya. Sampai Mel tiba-tiba berkata, "Bim, apa menurut kamu, teman-teman satu tongkrongan kamu itu, memberikan dampak buruk buat kamu?"

Ekspresi wajah Bimo berubah. Sepertinya Mel salah bicara. "Maksud kamu apa?"

"Maksud aku..." kata Mel, yang sedikit ragu ingin membicarakan ini. "...Semenjak kamu ikut nongkrong di sana, kamu jadi sering tawuran, bentrok, tato. Bahkan enggak sekali dua kali wajah kamu rusak karena perkelahian."

Bimo mengeraskan rahangnya. "Intinya apa?"

"Apa enggak lebih baik kalau kamu, pindah tempat nongkrong saja?" tanya Mel, hati-hati.

Suara garpu dan pisau membentur piring terdengar nyaring. Bimo terlihat marah. Seharusnya Mel tidak mengatakan hal itu di hari-hari seperti ini. "Kamu enggak ngerti sedikit pun, apa? Teman-teman satu tongkrongan aku itu, adalah satu-satunya tempat dimana aku merasakan sesuatu yang disebut keluarga. Di sana aku merasa dianggap, aku merasa selalu didukung, di sana aku merasa enggak kesepian. Tapi kamu malah menyuruh aku pergi dari sana?"

"Terus aku, kamu sebut apa?" tanya Mel, berusaha untuk tidak ikut emosi dan tetap tenang. "Apa aku enggak kamu sebut sebagai keluarga? Apa aku enggak menganggap kamu? Apa aku enggak mendukung kamu? Apa aku masih kurang ada, buat kamu, sampai kamu masih merasa kesepian?"

Bimo menunduk ke arah makanannya. "Itu hal yang berbeda."

"Itu sama, Bim," balas Mel. "Apa, dengan nongkrong di tempat itu, kamu dapat keselamatan dan keamanan? Mereka hanya memanfaatkan kamu. Mereka seolah-olah memberikan kamu kenyamanan dan sebagainya, supaya kamu mau berkorban dan membela mereka."

"Jaga bicara kamu," geram Bimo, sambil menunjuk ke arah Mel. Untung dia tidak membentak, di sini tempat umum, mereka akan jadi tontonan publik. Apa lagi mereka seorang selebgram, cukup dikenal masyarakat.

"Tapi aku benar, kan?" tanya Mel. "Berapa kali kamu berkelahi semenjak nongkrong di sana? Seberapa sering wajah dan bagian tubuh kamu sakit atau luka-luka akibat dari tawuran? Apa itu enggak cukup membuktikan, kalau tempat tongkrongan kamu itu memberikan dampak yang buruk? Apa kamu enggak sayang diri kamu sendiri?"

"Kamu bilang kamu akan menerima segala kekurangan dan kelihatan aku, kenapa sekarang kamu begini?" tanya Bimo. "Mempertanyakan semuanya?"

"Aku cuman ingin kamu memikirkan lagi keputusan kamu." Suara Mel sedikit bergetar.

Bimo tersenyum miring, tanda mengejek. "Oh, kamu mau memakai senjata perempuan, ya?" tanya Bimo. "Kamu mau menangis, dan berkata, kamu pilih aku atau teman-teman satu tongkrongan kamu? Begitu? Iya? Atau... kamu mau berkata, kalau kamu memilih teman-teman di tongkrongan kamu, artinya kamu harus bersikap kehilangan aku. Begitu?"

"Aku enggak menyuruh kamu memilih. Aku cuman menyuruh kamu untuk berpikir."

Bimo menggelengkan kepalanya. "Enggak ada yang harus dipikirkan. Keputusan aku dari awal sudah bulat, aku memang ingin nongkrong di tempat itu sejak dulu. Dan enggak akan ada apa pun yang bisa mengubah itu. Seseorang yang masuk perkumpulan anak motor, enggak akan langsung dicap menjadi seseorang yang memiliki masa depan yang suram. Kita enggak tahu apa yang terjadi di masa depan."

Ya, mereka memang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi Mel tahu kebiasaan buruk yang mereka lakukan bisa berdampak pada Bimo. Mel kembali membujuk Bimo dengan meraih tangannya untuk ia pegang. "Bahkan untukku?"

Bimo melirik Mel, tapi alisnya masih menukik.

"Aku mohon," lirih Mel. "Pikirkan lagi."

Bimo berdecak, melepaskan pegangan tangan Mel, dan kembali memakan steak daging. "Aku enggak mau kamu membahas tentang ini lagi."

Mel tahu ini tidak akan mudah. Sedari awal, teman satu tongkrongannya itu yang selalu menjadi inti permasalahan dari pertengkaran mereka-selain tuduhan selingkuh dan posesif dari Bimo.

~•🌸🍀Satu tahun yang lalu 🍀🌸•~


"Aku daftar di perkumpulan anak motor," kata Bimo, saat pulang sekolah. Mereka baru berpacaran sekitar tiga bulan.

Mel menggelengkan kepalanya. "Enggak."

"Aku sudah daftar."

"Tinggal batalkan saja," balas Mel. "Apa susahnya."

"Kamu kok mengatur, sih?"

Mel menatap Bimo. "Aku enggak mengatur. Aku cuman enggak mau kamu terjerumus hal-hal yang buruk. Geng motor itu banyak hal negatif ketimbang positifnya, Bim. Coba, deh, kamu pikirkan lagi."

"Aku sudah daftar, dan hari Sabtu besok adalah hari pertama aku resmi menjadi anggota," kata Bimo. "Katanya kamu akan mendukung dan selalu ada untuk menemaniku di jalan yang aku pilih. Tapi sekarang apa?"

"Kalau jalan yang kamu pilih itu adalah atlet, sesuatu di bidang seni, pelajaran, atau bakat tertentu, aku akan sangat mendukung kamu," jawab Mel. Ia tahu, sedari awal, Bimo memang tidak terlihat seperti anak-anak lainnya. Tapi Mel pikir, cowok itu tidak akan terjerumus terlalu jauh. "Tapi ini... apa? Geng motor gunanya untuk apa?"

"Aku butuh sesuatu, kegiatan."

"Dengan ikut geng motor?" tanya Mel. "Apa aku kurang memberimu kegiatan? Apa kegiatan di sekolah masih kurang? Kalau kamu merasa kurang kegiatan, buat kegiatan yang positif. Bukan malah yang seperti ini."

"Jadi kamu hanya akan mendukung aku, jika aku menjadi seorang atlet, anggota olimpiade sains, atau anak kutu buku perpustakaan saja?"

"Enggak begitu, aku hanya akan mendukung kamu, jika hal yang kamu lakukan adalah suatu kegiatan positif," jawab Mel.

"Katanya kamu akan menerima semua hal positif maupun negatif dari diriku. Menerima kekurangan maupun kelebihan yang aku miliki," Bimo mengulangi kata-kata, yang hampir sama, seperti kalimat yang pernah ia ucapkan.

Mel mengembuskan napas. "Bim."

"Mel," balas Bimo, dengan penekanan. "Aku ingin ini. Aku ingin berarti untuk sesuatu."

"Kamu sangat berarti buat aku," jawab Mel.

"Aku mohon," bujuk Bimo.

Mel melipat tangannya di depan dada dan membelakangi Bimo. Ia sedang berpikir keras. Ini tidak akan berujung bagus, apalagi tidak ada yang mau mengalah di antara mereka berdua.

Bimo memeluk Mel dari belakang. Ia menciumi dan menempelkan pipinya di puncak kepala Mel. Memeluk Mel dengan penuh kasih sayang. "Aku janji, enggak akan ada yang berubah."

Mel mengembuskan napas. Ini keputusan yang berat. Meskipun ia cukup tahu, mau seberapa keras pun Mel melarangnya, cowok itu akan tetap berada di keanggotaan perkumpulan motor atau apalah itu. Satu-satunya jalan adalah memberikannya pertanyaan pamungkas. Ia akan berkata, "Kamu pilih aku atau teman-teman di satu tongkrongan kamu itu?" Sambil menangis. Tapi Mel sama sekali tidak berniat ingin membuat Bimo merasa kebingungan. Itu hanya pertanyaan selintas, yang sering diucapkan perempuan saat berdebat dengan suami, pacar, atau apa pun, di sinetron-sinetron.

Mel mengangguk lesu. "Aku harap kamu enggak ingkar janji. Dan tetap menjaga dirimu."

"Thank you." Bimo memeluk Mel semakin erat dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Namun, seperti kalimat yang sering kita dengar, "Tidak semua hal yang kita harapkan terkabul." Itu malah menjadi awal dari hubungan yang tidak harmonis dan dipenuhi dengan perdebatan, yang mereka jalani.

~•🌸🍀Hari ini 🍀🌸•~


Bimo mengantar Mel pulang setelah mereka selesai makan di restoran steak. Mel turun dari motor Bimo dan melepaskan helm. Bimo pun melepaskan helm full face miliknya.

"Apa besok kamu ada acara?" tanya Mel.

"Aku ada beberapa pemotretan dan kegiatan endorsement," balas Bimo. "Memangnya kenapa?"

"Aku juga ada jadwal endorsement di klinik Glowlight, yang dilakukan setiap bulan di hari Minggu pertama itu. Tugas brand ambassador," jawab Mel. "Dan beberapa endorse lainnya. Tadinya aku mau meminta kamu buat menemaniku."

Bimo berwajah kecewa. "Jadi, si Pengasuh itu, dong, yang akan menemani kamu?"

"Mungkin," balas Mel. Kemudian ia menatap mata Bimo dengan penuh harap. "Kamu mengisikannya, kan?"

Bimo menatap sekeliling, seperti sedang berpikir.

"Aku janji, dia hanya akan menjadi sopir dan asistenku saja," tambah Mel.

"Sebenarnya aku agak ragu," kata Bimo. "Kenapa enggak ajak Bee atau Pika saja?"

"Mereka sedang sibuk. Bee ada bimbel tambahan, khusus untuk kelas dua belas. Dan Pika ada banyak produk yang harus di-endorse, produknya berbeda dari produk-produk yang aku endorse. Ia butuh tabungan yang penuh untuk biaya kuliahnya," jawab Mel.

Bimo mengembuskan napas. "Si Rimba?"

Mel sebenarnya cukup senang Bimo menyebut dan mengingat nama abangnya, walaupun dengan menggunakan kata si di depan kalimat. "Bang Rimba jadi agak sibuk mengurus Cafe dua tahun terakhir ini. Apa lagi setahun terakhir, dia tambah sibuk karena cabangnya terus meluas."

Bimo kembali terdiam.

"Kalau kamu mengizinkan, aku mau naik taksi saja," kata Mel.

Bimo menggelengkan kepalanya. "Enggak. Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa, hanya karena gara-gara enggak ada yang menjagamu."

"Aku bukan orang penting," jawab Mel sambil tersenyum miring.

"Kamu orang yang sangat penting, buat aku," katanya.

Mel tersenyum. Oh, ke-protektif-an-nya kembali lagi.

"Kita enggak tahu apa yang bisa orang perbuat sama kamu," katanya. "Kamu selebgram dengan followers terbanyak di Cundamani Raya. Dan enggak semua orang menyukai kamu."

Mel terdiam sejenak, lalu mendongak menatap Bimo. "Jadi, kamu izinkan?"

"Aku mengizinkannya."

Mel memeluk Bimo yang masih duduk di atas motor. Bimo balas memeluk. Selama beberapa saat, mereka hanya berpelukan. Sampai akhirnya Mel berkata, "Makasih."

"Sama-sama," balas Bimo.

"Aku masuk dulu," pamit Mel. "Kamu mau masuk dulu atau langsung pulang?"

"Aku langsung pulang saja."

"Oke, benar langsung pulang, kan? Enggak malah pergi-pergi lagi ke suatu tempat?"

Bimo terkekeh kecil, kemudian mengangguk.

Mel merasa hubungannya akan membaik kali ini. Dan hari ini, Bimo cukup membuatnya merasa senang. Mel mengecup pipi Bimo sebelum berjalan menuju rumah. Mel berbalik beberapa kali ke arahnya. Untuk melihat Bimo tersenyum-senyum sambil menggelengkan kepalanya. Mel membalasnya, dengan senyuman senang yang terkesan puas dan manis.

Dan sebenarnya, ada seseorang yang melihat kejadian itu dalam diam.

~•🌸🍀🌸•~

Yuk!! Jumpa lagi sama Author!!!

Terima kasih karena sudah mampir dan membaca cerita ini, terutama buat kalian yang sudah vote.

Yang belum, boleh vote, masukkan ke reading list atau perpustakaan pribadi, komen juga jangan lupa.
Atau share ke teman-teman, keluarga, sanak saudara, sahabat, bestie, musuh juga boleh.
Atau boleh juga follow aku kalau kalian suka sama tulisanku.

Sambil nunggu update bab selanjutnya, boleh loh mampir ke cerita-cerita author yang lain.

Ketemu lagi di bab selanjutnya!!!

Yuk dadah bye bye!!!

S u n d a y , 2 9 M a y 2 0 2 2
P e b i o M a l d i n i P u t r a © c o p y r i g h t

Continue Reading

You'll Also Like

1M 96.7K 53
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.4M 127K 61
"Walaupun ูˆูŽุงูŽุฎู’ุจูŽุฑููˆุง ุจูุงุณู’ู†ูŽูŠู’ู†ู ุงูŽูˆู’ุจูุงูŽูƒู’ุซูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ูˆูŽุงุญูุฏู Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
920 171 5
Nathaya Daisy menyukai Javier Jensen, seorang penyanyi terkenal yang diidolakan oleh banyak orang. Perasaan yang ia kira hanya sebatas fans, tapi nya...
101K 7.8K 49
[Follow dulu sebelum baca] โ ๐™„ ๐™ก๐™ค๐™ซ๐™š ๐™ฎ๐™ค๐™ช ๐™จ๐™ฉ๐™ž๐™ก๐™ก. ๐™„ ๐™–๐™ก๐™ฌ๐™–๐™ฎ๐™จ ๐™ฌ๐™ž๐™ก๐™ก, ๐™š๐™ซ๐™š๐™ฃ ๐™ฉ๐™๐™ค๐™ช๐™œ๐™ ๐™ฎ๐™ค๐™ช ๐™–๐™ง๐™š ๐™ฌ๐™ง๐™ค๐™ฃ๐™œ. โž - Hericane, L...