"Kok lo ada disini Daf...??" Suara Galang membuyarkan lamunan Dafi yang sedang mengamati rumah Aufa. Ia berharap Aufa akan keluar dan ia bisa melihatnya.
"Eng... itu... saya cuma kebetulan lewat aja tadi. Lah kamu sendiri, kok bisa sampai kesini..??" Tanya Dafi balik. Padahal ia tahu niat Galang kesini sama sepertinya.
"Guuueeee... (Galang menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil tengok kanan dan kiri untuk mencari alasan) ah.. gue mau kerumah nenek gue..." jawab Galang akhirnya.
"Nenek kamu..?? (Galang mengangguk) bukannya kamu tinggal serumah sama nenek kamu ya...??"
"Aduh begoo... gue lupa lagi...!!!" Gumam Galang lirih. Dafi hanya cengar cengir melihat ekspresi Galang.
"Maksud gue nenek gue yang satunya." Jawab Galang percaya diri...
"Saya tahu kali... kalau rumah nenek kamu bukan disekitar sini. Kan kamu pernah ngajak kita nginep disana.." jawab Dafi lagi membuat Galang kelimpungan.
"Ma... Aufa mau main kerumah Om Teguh dulu ya... mau ketemu nenek sama kakek.." seketika suara teriakan Aufa membuyarkan percakapan Dafi dan Galang. Mereka berdua langsung fokus kesatu titik yaitu Aufa.
"Iya neng... ati ati... salam buat nenek kakek sama om Teguh kalau ada.." jawab ibunya Aufa, suaranya tak kalah keras dengan Aufa
Aufa keluar menaiki motornya menuju tempat tujuannya setelah tadi menjawab ucapan ibunya.
Dafi dan Galang bergegas untuk mengikuti Aufa. Keduanya tidak memperdulikan satu sama lain. Yang mereka fokuskan sekarang adalah mengikuti Aufa.
Sampai disebuah rumah. Aufa masuk dan disambut oleh sepasang orang tua mungkin itu adalah nenek dan kakeknya. Dan mereka masuk kerumah itu.
Tinggal Dafi dan Galang yang masih menunggu diluar.
"Loh... kok lo disini juga...??" Tanya Galang heran.
"Pertanyaan sama buat kamu juga. Kamu suka sama Aufa kan..??" Tanya Dafi balik
Galang jadi salah tingkah karna perasaannya pada Aufa diketahui oleh Dafi. Namun tiba tiba ia teringat sesuatu.
"Lo juga disini... jangan jangan lo juga suka sama Aufa...??" Tanya Galang sambil menuding kearah Dafi.
Dafi hanya tersenyum kemudian memandang kearah rumah nenek kakek Aufa.
"Waaah... lo senyum... brati bener kan..?? Jadi kita jatuh cinta pada cewek yang sama..??" Pendapat Galang karna melihat ekspresi Dafi.
"Dan untuk pertama kalinya." Tambah Dafi.
"Bener... bener... nasib kita gini amat ya... pertama kali suka sama cewek eh ceweknya sama... bro... (Dafi melihat kearah Galang) kita memang sahabat. Tapi urusan perasaan, kita saingan bro..." ucap Galang serius.
"Kita memang saingan, tapi harus secara sehat. Ok..??" Tambah Dafi. "Ok.. siapa takut...!!!" Kemudian mereka saling berjabat tangan.
Setelah kejadian itu. Dafi dan Galang semakin gencar untuk mengikuti Aufa, mengulik semua kehidupan Aufa.
Sampai suatu saat. Kejadian itu terjadi. Kejadian dimana Galang salah paham atas dirinya dan ayahnya.
"Daf... ibunya Galang meninggal Daf..." suara seseorang di telepon.
"Serius...?? Kapan..??" Tanya Dafi pada orang itu.
"Baru saja. Ini mau dimandikan..." jawab orang itu lagi.
"Ok... saya kesana sekarang." jawab Dafi kemudian Dafi melajukan motornya menuju rumah Galang.
Saat sampai dirumah Galang. Dafi di cegat oleh Sebastian dan Gagah. Mereka membawa Dafi kebelakang rumah Galang.
"Kenapa kalian bawa saya kesini..??" Tanya Dafi bingung.
"Lo nggak tahu kenapa ibunya Galang bisa meninggal..??" Tanya Sebastian pada Dafi.
Dafi menggeleng "saya tahu beliau meninggal juga dari kamu Bas."jawab Dafi.
"Wah... parah lo Daf... bu Gita itu terbunuh oleh 2 orang berpenampilan seperti seorang mafia yang hendak merampas angkot yang sedang membawa bu Gita pergi ke pasar." Cerita Gagah.
"Maksud kamu...??" Tanya Dafi tidak mengerti.
"Jadi begini... lo tau kan Tuan Jatmicko..?" Tanya Sebastian mulai cerita.
"Iya saya tahu. Dia salah satu pelanggan ayah. Penyewa jasa bodyguard di perusahaan ayah. Memangnya kenapa kalian tanya seperti itu..?" Tanya Dafi makin penasaran.
"Jadi itu... pemilik angkot itu punya hutang banyak sama tuan Jatmicko, dia sudah bertahun tahun kabur tidak membayar hutangnya. Tidak sengaja tuan Jatmicko lihat dia sedang mangkal dengan angkot itu di pasar." Cerita Sebastian terhenti. Namun Dafi masih serius untuk menyimak ceritanya.
"Trus hari ini, tuan Jatmicko menyuruh 2 orang berbadan gede, mereka pakai jaket yang sama seperti jaket perusahaan bokap lo. Dan mereka mengambil paksa angkot yang dibawa pemiliknya. Sedangkan disitu banyak penumpang yang mau dianter ke pasar, salah satunya bu Gita ibunya Galang." Lanjut Gagah. Kini fokus Dafi beralih pada Gagah yang sedang bercerita.
"Nah... dari situ muncullah perkelahian antara pemilik angkot dan 2 orang suruhan tuan Jatmico. Pas lagi berantem kan penumpangnya pada keluar termasuk bu Gita. Saat bu Gita mau keluar, pemilik angkot itu berlari melewati ibu Gita, dan ceritanya salah satu dari mereka menembakkan peluruh kearah pemilik angkot. Tapi meleset, peluru itu mengenai bu Gita langsung ke jantung, dan bu Gita tidak tertolong saat itu juga." Sebastian melanjutkan ceritanya lagi.
Seketika tubuh Dafi melemah. Ia mengerti maksud cerita dari dua sahabatnya itu.
"Ayah memang mempunyai perusahaan penyewaan bodyguard, tapi ayah tidak menyewakan bodyguard bodyguardnya untuk menagih hutang. Itu pantangan untuk ayah."ucap Dafi seolah membela ayahnya menjelaskan kepada kedua sahabatnya agar mereka tidak salah paham.
"Bro... kita berdua percaya sama lo dan bokap lo. Tapi Galang... ini ibunya yang jadi korban, dia ditutupi amarah bro mendengar cerita orang orang kalau yang membunuh ibunya adalah dari perusahaan "Bodyguard Garden" milik bokap lo.." kata Sebastian lagi.
"Makanya dia tidak mengabari saya soal kematian ibunya ini..??" Tebak Dafi yang dijawab anggukan dari kedua sahabatnya.
"Lebih baik lo jangan kesana bro. Gue takut Galang nggak bisa nahan emosinya. Jenazah ibunya belum dikuburkan juga, kasihan.." kali ini Gagah yang berpendapat.
"Kalau gitu, saya mau kekantor ayah. Memastikan cerita ini semua.." ucap Dafi pada keduanya.
"Gue pasti bantu lo Daf.." kata Sebastian memberi semangat untuk Dafi. Dafi menganggukkan kepalanya pasti.
"Terima kasih Bas.. Saya titip Galang, bantu semangatin dia..." ucap Dafi sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu.
Dafi segera melajukan motornya menuju perusahaan ayahnya.
"Ayah... siapa dua orang yang sudah membunuh bu Gita yah..?" Ucap Dafi saat ia sampai diruangan ayahnya.
"Kamu duduk dulu sini.." ucap ayahnya lembut. Dafi pun menurut dan duduk di sebelah ayahnya.
"Sejauh mana kamu mengetahui cerita ini..??" Tanya ayahnya pada Dafi.
"Semuanya yah..." jawab Dafi
"Begitu ya...?? (Menatap Dafi lembut) lalu..?? Bagaimana pendapatmu tentang semua ini..??" Tanya ayah Dafi lagi.
"Dafi percaya sama ayah..." ucap Dafi lirih
"Terima kasih karna kamu sudah mau mempercayai ayah." Ucap Ayahnya dengan lembut dan tersenyum kearah Dafi.
"Tuan Jatmicko memang menyewa jasa bodyguard pada ayah, tapi itu hanya untuk mengawalnya kemana mana dan juga menjaga rumahnya. Bukan untuk menagih hutangnya." Cerita Reza ayah Dafi.
"Tapi kenapa mereka bilang orang orang itu memakai jaket perusahaan ayah..??" Tanya Dafi meminta penjelasan.
"Itu yang sedang ayah selidiki..."
"Lalu...?? Apa ada polisi yang mendatangi ayah..?" Tanya Dafi khawatir.
"Mereka sedang memeriksa semuanya. Mencari bukti. Tapi ayah sudah menyewa pengacara untuk antisipasi kalau polisi menuntut perusahaan ayah." Jawab Reza.
"Permisi tuan.." ucap salah seorang yang masuk kedalam ruangan Reza.
Seketika Dafi dan orang itu kaget. Mereka saling memandang seolah mencari jawaban..
"Abang bukannya yang waktu itu jemput Aufa..???" Tanya Dafi setelah ia berhasil mengingatnya.
"Oh iya gue baru ingat. Lo yang nolongin keponakan gue waktu itu kan..??" Jawab orang itu memastikan.
"Aufa... keponakan abang..??" Tanya Dafi memastikan. Sepertinya ada secercah harapan untuknya agar bisa mendekati Aufa.
"Iya. Dia keponakan satu satunya gue.. makasih buat waktu itu ya. Kalau tau lo ternyata anaknya tuan Reza, gue nggak bakal nuduh lo gitu. Sorry soal itu ya.." ucap pria itu tulus.
"Kalian saling kenal..??" Tanya Reza setelah memperhatikan interaksi keduanya.
"Tidak tuan. Hanya kebetulan pernah bertemu, dia yang telah menolong keponakan saya tuan.. anak anda memang berhati baik seperti anda.. saya bahkan tidak menyadarinya kalau ternyata anak anda wajahnya sangat mirip dengan anda." Ucap pria itu panjang lebar.
"(Tersenyum) iya... kamu benar Guh... banyak yang bilang seperti itu. Kalau Dafi adalah saya semasa muda.." jawab Reza. Kemudian mereka tertawa bersama.