Something About Us

Oleh diviana90

6K 1.1K 120

- Something About Us - (Spin Off something about love) Kata orang- tidak, lebih tepatnya kata quotes-quotes d... Lebih Banyak

PROLOG
Bab 1
Bab 2
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7

Bab 3

581 142 36
Oleh diviana90

****

"Ibu-ibu dan Bapak-bapak, selamat datang dipenerbangan Air Asia dengan pelayanan dari Semarang ke Jakarta. Perjalanan akan memakan waktu satu jam untuk sampai di bandara Soekarno-Hatta untuk penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke Labuan Bajo silahkan melanjutkan dengan penerbangan yang sudah ditentukan. Kita sedang berada dalam antrian ke tiga untuk take-off dan diharapkan akan mengudara dalam waktu kira-kira sepuluh menit. Kami meminta anda untuk memasang sabuk pengaman anda saat ini dan simpan semua koper di bawah kursi atau kompartemen atas---"

Pengumuman lengkap sudah diterangkan pramugari, namun yang terekam jelas dalam ingatan Dita adalah tujuan dari penerbangan pagi ini, sontak membuat mata Dita terbelalak dengan lebar. Ia menatap Raga seketika, sementara Raga menatapnya penuh tanya.

"SARAGA PUTRAAAAAAAAAAAAA!" teriak Dita tertahan, ia menggertakan giginya sangking kesalnya karena tidak bisa melakukan apapun saat ini. Jika saja halal untuk melemparkan manusia tidak berguna keluar pesawat, maka Dita akan memilih Raga untuk menjadi korbannya.

Raga buru-buru memasang headset-nya, ia sudah tau apa yang akan Dita lakukan saat ini. Dari teriakannya saja Raga tahu kalau Dita akan mengomelinya habis-habisan lagi.

Pesawat sudah lepas landas, namun kekesalan Dita masih menumpuk di hatinya. Tidak bisa! Emosi Dita harus dikeluarkan sekarang juga. Dengan kasar Dita menarik headset dari telinga Raga, "Tuan Saraga Putra! Apa Tuan benar-benar ingin membunuh saya pelan-pelan?" tanya Dita lembut namun dengan tatapan tajam, setajam omongan tetangga.

Raga mengerutkan keningnya, "Apa sih Dit, kayaknya lo dendam banget sama gue?" tanya Raga pura-pura tidak tahu apa yang sudah dia lakukan.

"LO PESEN TIKET PESAWAT KE LABUAN BAJO TERUS TRANSIT DULU DI SOEKARNO-HATTA ITU GIMANA CERITANYA SOMAD?!!" pekik Dita kesal, sungguh sangat kesal. "Terus perjalanan kita kemarin naik kereta api beberapa jam ke Semarang itu apa gunanya, Hah? Kalo ujung-ujungnya kita balik lagi ke Jakarta?"

"OTAK LO DIMANA HAH?!" teriak Dita tertahan.

"Ya ampun Dit, kalau soal transit. Ya ... nggak apa-apa kali Dit, kan transit doang. Ini gue udah pesen bisnis class loh jadi lo nikmati aja perjalanannya," jawab Raga datar dan tanpa ada dosa sedikitpun.

"Pagi, ini untuk breakfast-nya" suara pramugari yang begitu lembut memecah pertengkaran antara Dita dan Raga. Ia memberikan roti dan susu pada keduanya. "Ada yang bisa saya—"

"Gak dulu Mba, kita lagi berantem dulu soalnya!" sambar Dita memotong ucapan pramugari yang kini tertawa kecil lalu kembali berjalan meninggalkan kursi mereka.

Raga menelan air liurnya yang terasa berat, rasanya pesawat ini seperti sedang dalam perjalanan untuk menembus langit ke tujuh apalagi dengan wajah Dita yang seolah ingin memakannya hidup-hidup. "Dit, udah dong Dit. Ini juga bukan sepenuhnya salah gue, google tuh yang salah. Apa traveloka ya? Soalnya gue checkout-checkout aja gak liat lagi," bela Raga pada dirinya sendiri. Bagaimana pun juga ia punya pembenaran kan?

Dita membuang mukanya dengan kesal lalu melipat tangannya di dada. "Terus pesawat ke Labuan Bajo berangkat jam berapa?"

"Jam sebelas" jawab Raga singkat.

"Pesawat ini sampe jam?"

"Jam delapan."

Lagi-lagi rasa kesal dalam diri Dita meronta keluar, "Terus kita mesti nunggu lagi tiga jam? YA TUHAN!! SEKIRANYA BERSAMA RAGA ADALAH PENEBUS DOSA-DOSAKU TERDAHULU, AKU IKHLAS TUHAN!!" erangnya sambil menutup kedua wajahnya, menahan rasa kesal yang berkecamuk dihatinya.

"Canggih dong ya gue, bisa nebus dosa-dosa lo yang banyak itu?" sambarnya.

"Diem atau lo gue lempar ke luar pesawat? Kebetulan gue duduk disebelah pintu darurat nih," ancam Dita membuat Raga terdiam dan membuka bungkus rotinya.

***

Perjalanan Semarang – Jakarta terasa sangat singkat bagi semua penumpang kecuali Dita. Bagaimana bisa ia menikmati perjalanan singkat ini jika dalam hatinya terpendam lahar panas yang ingin menyiram tubuh Raga, partnernya selama berada di Labuan Bajo nanti.

"Ah ... gak kerasa banget ya?" ucap Raga pada Dita yang berjalan menuju gate selanjutnya untuk berpindah pesawat.

"Mata lo gak kerasa! Sebel banget gue ya Tuhan!!" keluhnya lagi, "Ini Naura harus tau sih kelakuan lo, gue harus claim kerugian gue selama bareng sama lo. Dari mulai pantat gue yang jadi tepos, jam tidur gue yang kurang sampe waktu gue yang terbuang sia-sia buat sampe ke Labuan Bajo!" terangnya mengebu-gebu.

"Lo tahu nggak sih apa yang paling rugi di dunia ini? BUANG-BUANG WAKTU! Ya. Dan lo membuat gue melakukannya!"

Seolah tak mendengar ocehan Dita, Raga melihat jam tangannya. "Masih ada waktu, makan dulu ya? Barusan roti doang, itu bukan makan. Nasi adalah hal pokok, itu baru bisa disebut makan" ajak Raga.

"Bisa lo apa sih? makan, tidur, makan, tidur, buat masalah. ARG! YA TUHAN! Nggak kuat banget gue pengen bejek-bejek lo!"

"Bejek-bejek orang juga butuh tenaga Dit, kita makan dulu ya," ajak Raga.

Entah memang makanan sepenting itu untuk Raga, atau omelan Dita setidak penting itu untuknya, Dita juga tidak mengerti. Ih! Raga memang nyebelin banget!

Tapi omong-omong soal makan, Dita terdiam, jujur perutnya juga keroncongan saat ini. Apalagi saat di pesawat barusan ia sama sekali tidak memakan roti dan susu yang sudah diberikan, ini semua ulah Raga, sehingga Dita kehilangan nafsu makan.

"Lo kalo gak mau yaudah tunggu di gate aja," pesan Raga.

"Enak aja, lo mau makan sendirian? Terus di-claim? Gue juga maulah ..." ucap Dita melengos berjalan mendahului Raga. "Menu sarapan kali ini terserah gue!" tambahnya lagi.

Dengan pasrah, Raga berjalan mengikuti Dita dari belakang. Oke, kali ini ia harus mengalah karena ia sudah melakukan kesalahan. "Yang ada nasi ya Dit!" pintanya.

Setelah cukup lama berputar-putar, pilihan Dita adalah restoran cepat saji yang tentu saja ada menu nasi di sana. Sekesal-kesalnya, semarah-marahnya Dita tetap saja ia tidak tega jika harus menyiksa Raga dengan menahan nasi untuk bertemu dengan lambungnya.

Raga ini cowok Indonesia banget, dia tidak bisa beraktivitas kalau tidak makan nasi. Wah, Dita curiga kalau dulunya Raga adalah tukang cangkul yang dijajah Belanda. Dia harus selalu makan nasi yang banyak karena mau mencangkul banyak lahan yang dikuasai oleh Belanda.

Ck. Tapi alih-alih tukang cangkul, Raga sepertinya jadi manusia biasa saja. Karena kelakuannya yang bodoh, Belanda juga malas tidak sih menjajahnya?

Menggelengkan kepalanya, Dita melanjutkan langkahnya. Ia menoleh pada Raga yang tersenyum saat memasuki restoran, ia terlihat begitu senang.

"Gak perlu senyum-senyum, sok ganteng! Gue udah tau muka lo yang paling jelek sekalipun! Ihh ..." ucap Dita bergidik ngeri.

Mereka memesan makan dan memilih tempat duduk di depan resto sambil melihat orang-orang yang hilir mudik sambil menarik koper di tangannya.

"Lucu banget kopernya" ucap Dita ketika melihat seorang turis asing membawa koper berwarna hijau metalik dengan banyak tempelan stiker. "Dia pasti sering banget travel, banyak banget stiker destinasinya gitu" tambahnya lagi.

Raga melihat apa yang Dita bicarakan, "Siapa tau dia bule Mampang, beli stiker di shopee. Lo mau? Gue pesenin nih?" tawar Raga membuat Dita mendecakan bibirnya. Hingga tak lama pesanan mereka datang.

***

Waktu tunggu tiga jam yang semula terasa begitu lama akhirnya habis juga. Kini keduanya sudah masuk ke dalam pesawat yang akan membawa mereka menuju Labuan Bajo, Dita masih kesal sih, terbukti dengan hentakkan kakinya dari semua langkah kaki yang ia ambil sejak tadi, hanya saja ketika ia sudah duduk di kursinya, senyuman mulai terpancar dari wajah Dita. Mood-nya seolah membaik setelah diisi makanan, pasti usus dua belas jarinya kini ikut tersenyum.

"Perkiraan sampai jam setengah tiga, lo tidur aja dulu," pesan Raga pada Dita, ia memakaikan kaca mata hitamnya pada Dita.

Dita mengerutkan keningnya sambil memicingkan mata penuh kecurigaan, "Baru ngerasa berdosa ya lo sama gue? Udah bikin anak gadis kayak gue ini menderita?" tanya Dita percaya diri.

"Dih, mikirnya kejauhan! Gue minta lo tidur supaya gak ngomel mulu, pusing gue jadi gak bisa tidur. Kan kalo lo tidur gue juga bisa tidur," jawab Raga. Dita mendelik tajam ke arahnya, jawaban laki-laki itu benar-benar diluar ekspektasi Dita.

"Bodo amat ya!" gerutu Dita, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi pesawat dan mencari posisi terbaik untuk terlelap.

Raga melirik Dita sambil tersenyum kecil, ia tak percaya bagaimana ia bisa kuat bersama Dita dalam waktu yang sangat lama padahal setiap lima menit mereka selalu bertengkar? Ah, tentu saja karena pekerjaan! Apa yang ada dalam pikiran kalian?

Dita dan Raga sudah bekerja sama selama beberapa tahun, dan keduanya juga merupakan tim terbaik yang bisa menyelesaikan pekerjaan apapun yang mereka kerjakan, selain itu ... mereka berdua juga sangat professional, keduanya tahu dimana porsi masing-masing dalam pekerjaan, mereka juga tahu waktu, tentang bagaimana saat serius dan bercanda, maka dari itu Naura tentu sangat percaya akan kinerja kedua sahabat sekaligus partner kerjanya ini.

Syukurlah perjalanan menuju Labuan Bajo berjalan dengan baik, terbukti dari posisi Dita yang kini bersandar lemah pada pundak Raga, tertidur dengan nyenyak dan nyaman dengan sandaran yang ia temukan tiba-tiba.

Raga menggelengkan kepalanya melihat Dita. Semenyebal-nyebalkan-nya Raga, ia tetap menghargai Dita sebagai seorang perempuan, ya ... meskipun terkadang Dita lebih mirip perempuan jadi-jadian jika tengah emosi.

"Ya ampun! Nyawa gue kayak ketinggalan di atas," ucap Dita saat terbangun dari tidurnya.

"Untung balik lagi, kalo enggak disangka gue yang sengaja ngilangin nyawa lo!" kekeh Raga, "Lagian dibangunin susah, ini kita udah mau mendarat nih. Hapus iler lo, malu-maluin gue aja ..." goda Raga membuat Dita terburu-buru memegang ujung bibirnya.

"Gue gak ngiler anjir, nipu gue lo! Nyebelin!" cubitan kecil nan pedas kini mendarat pada lengan Raga.

"Aww. Sakit tahu," kata Raga, mengaduh kesakitan dengan suaranya yang dibuat-buat.

Dita mendesis, "Najis! Sok ibeh lo!" teriaknya.

****

"Ga, tolong ini mah. Pintu maaf gue udah terbuka buat lo berkali-kali selama waktu satu hari terakhir, dan kalau harus dibuka lagi. Punten Ga, gue capek banget. Lo jangan buat masalah lagi ya."

Dita mulai menyuarakan kekhawatirannya akan situasinya bersama Raga begitu mereka keluar dari Bandara untuk menunggu jemputan mereka. Iya, katanya sih mereka dijemput oleh para karyawan Pak Hadi yang sekarang sudah dipanggil untuk bekerja lagi, tapi Dita juga tidak tahu menahu soal siapa mereka dan dengan apa mereka menjemputnya. Tapi sumpah, saking traumanya dengan Raga, Dita sudah menyusun skenario-skenario aneh tentang penjemputan mereka. Misalnya saja mereka menjemput Dita dan Raga memakai motor, lalu akhirnya harus bolak-balik karena membawa banyaknya koper. Atau bisa saja mereka menjemput dengan mobil pick up yang membuat Dita harus duduk di belakang dan menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh orang banyak. Ya Tuhan! Sumpah! Dita tidak mau skenario itu terjadi!

"Sebenernya jarak dari sini ke café deket sih Dit, tapi kan kita belum tahu ya. Jadi mending nurut aja, tunggu jemputan."

"Yang jemputnya orang kan Ga?" tanya Dita hati-hati.

Raga melirik ke arahnya dengan kebingungan, "Ya, orang Dit."

Dita menganggukkan kepalanya, "Gue takut aja, yang jemput kita Komodo."

Tawa Raga pecah seketika begitu mendengar kata Komodo terucap dari mulut Dita.

"Anjir! Komodo dia bilang! HAHAHAHAHAHA. Yakali Dit. Kalau Komodo yang jemput, kita ke akhirat nanti," katanya.

Dita menghela napas, "Abis perasaan gue nggak enak Ga. Sumpah. Gue takut aja terjadi sesuatu yang konyol banget gitu sama kayak perjalanan kemarin."

Raga terkekeh, "Percaya sama gue, nggak akan ada yang terjadi."

Dita menggeleng, "Percaya tuh sama Tuhan, kalau percaya sama lo nanti gue musyrik," sahutnya.

Raga menoleh ke arahnya dan mengangkat tangannya, mengepalkan tinjunya di udara, "Suudzon aja lu," kata Raga.

"Ga, gini aja deh ya. Gue mau duduk di dalem dan nunggu sambil berdo'a sama Tuhan. Ketika jemputan dateng, lo samperin gue dan bilang kalau yang jemput beneran orang pake mobil yang bagus. Bukan mobil pick up, atau motor, atau apapun itu yang bisa bikin gue pingsan. Ya?"

Tawa Raga kembali terdengar dengan keras. Ia mendekat pada Dita dan mengacak-acak rambutnya dengan gemas, "Kenapa sih lo gemes banget Diiiit Ya Tuhan!" katanya.

"Ih! Kenapa pake acak-acak rambut segala!" protes Dita.

Ia mengerucutkan bibirnya seraya mendelik ke arah Raga, sementara seseorang menghampiri mereka.

"Mas Putra?" tanyanya.

Raga menoleh dan tersenyum, "Iya, saya Putra," katanya.

"Oh, iya Mas. Perkenalkan saya Abdul, yang menjemput Mas Putra dan Mbaknya," sapa Abdul.

Dita memperhatikan penampilannya dan tersenyum lebar. Si Abdul-Abdul ini terlihat seperti supir keluarga konglomerat yang tampilannya rapi, memakai seragam, dan ... jangan lupa satu hal! Dita melirik kunci mobilnya lalu melihat logo Lexus tertera di sana. YES! MOBIL BAGUS! AKHIRNYA!

"Mas, ini ya barang-barang saya. Mobilnya dimana?" tanya Dita, berjalan lebih dahulu ke arah parkiran sementara Raga dan Abdul membawakan barang-barangnya.

****

"Capek ya? Perjalanan jauh?" tanya Abdul di tengah perjalanan mereka.

Dita yang baru saja menutup matanya, kembali membuka mata dan menjawabnya, "Ini nih Mas, orang satu nyebelin banget."

Abdul tertawa, "Nyebelin juga namanya suami, mau gimana lagi ya Mbak?"

Mata Dita terbelalak, apa katanya? Suami? Ha?! apa-apaan!

"Enak aja suami," gerutu Dita.

"Najis gue nikah sama lo!" gerutunya pada Raga.

Abdul yang mendengar pertengkaran kecil mereka tertawa, "Yah, saya juga sama istri saya suka dibilang begitu Mbak, kalau dia lagi kesel sama saya."

Bodo amat! Tapi kan Raga memang bukan suaminya!

Dita melipat tangannya di dada dan memutuskan untuk menikmati jalanan. Katanya perjalanan mereka dekat, tapi sudah lima belas menit kok belum sampai juga ya?

"Mas Abdul ... ini kita mau kemana dulu?" tanyanya.

"Langsung ke rumah Mbak," sahutnya.

Rumah? Oh, Dita dan Raga diberikan rumah ya oleh Pak Hadi?

"Mbak Rani mau cari makan dulu Mbak?" tanya Abdul.

Tunggu sebentar.

Rani?

Mbak Rani?

Apa katanya?

RANI?

"M—mas, nama saya Dita."

CKIIIT!

Suara rem terdengar dengan keras, Abdul menghentikan mobilnya secara tiba-tiba dan ia melirik ke belakang, menatap Raga dan Dita.

"Tadi saya tanya Mas Putra? Katanya bener namanya Putra?"

Raga mengangguk, "Nama saya Saraga Putra, Mas."

Abdul mengerjapkan matanya, "Tapi yang harus saya jemput ... namanya Putra Agung Setioso."

Dita membelalakkan matanya, begitu juga Raga. Ia menyikut Raga sementara sebuah emosi yang menggunduk dalam hatinya mulai berkumpul dan kini siap untuk tumpah di hadapan Raga.

"GUE BILANG JUGA APA RAGA! YA ALLAH! KENAPA BISA-BISANYA KITA SALAH JEMPUTAN?!!!!!!"

Well, lagi dan lagi. Raga sudah melakukan kesalahan.


TBC

Tepuk tangan buat Dita yang udah kuat banget jalanin hari-hari dengan Raga!!  Sungkem banget ini mah, luar biasa cobaan hidup yang sangat berat! Hahhahaha ...

Coba kalo kalian ada diposisi Dita, enaknya  RAGA diaapain ya?

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

7.6K 564 37
Dahulu kala, di jaman prasejarah!! Hiduplah seorang bocah yang terkenal memiliki mata sipit dan mirip kukang di kompleknya. Sering dibully sama boca...
384K 36.8K 35
Secuil kisah ajaib bin menarik dari keluarga mapia Papi Rion Kenzo dan Mami Caine Chana beserta tuyul-tuyulnya. YES THIS STORY CONTAIN BXB!
13.9M 1.8M 71
[ π™‹π™šπ™§π™žπ™£π™œπ™–π™©π™–π™£! π˜Ύπ™šπ™§π™žπ™©π™– π™¨π™šπ™¨π™–π™©! ] . Amanda Eudora adalah gadis yang di cintai oleh Pangeran Argus Estefan dari kerajaan Eartland. Me...
956K 54.7K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...