We Come And Go

By meynadd

1.4K 279 24

Di antara arak-arakan payung orang yang berlalu lalang, mereka bertemu lagi. Tak ada tegur dan sapa yang mend... More

Prakata
01. Dihujani Rasa Sakit
02. Pindah Rumah
03. Di Atas Hidup dan Mati
04. Tahun Ajaran Baru
06. Perkara Seungbin
07. Dua Saudari, Satu Emosi
08. Alasan Tersembunyi
09. Musuh Lama
10. Tetap Menjadi Rahasia
11. Gara-Gara Contekan
12. Kawan Bisa Jadi Lawan
13. Demi Hidup Ayah
14. Trik Musuh dan Dua Orang Konyol
15. Yang Ingin Dibahas
16. Kepekaan Jihye
17. Adu Debat di Meja Panjang
18. Umpan Pembalasan
19. Sudahi dan Akhiri
20. Polaroid dan Si Penengah

05. Lebih Dekat dari Teman

75 19 6
By meynadd

- Seungbin

Tepat di sebelah kanan pada barisan meja ke empat paling sudut inilah meja belajar yang kutempati sekarang. Posisi tempat duduk paling nyaman, jauh dari jangkauan orang-orang yang kini pecah dalam obrolan mereka masing-masing. Aku menghela napas pelan. Tak terasa sudah, aku menduduki kelas 11. Dan waktu telah berlalu begitu cepat dari yang kubayangkan.

Lalu, adikku, Yeonji. Yang waktu itu masih SMP sekarang sudah masuk SMA yang sama denganku atas usulan dari Ayah supaya kami berdua bisa pergi-pulang bersama. Sesekali aku menguap lalu menjatuhkan kepala yang ditopang kedua lengan yang terlipat di atas meja. Berusaha memejamkan mata untuk terlelap sebentar.

Di saat yang sama suara-suara mereka semakin pecah sehingga membuatku sedikit terganggu. Dengan bermodalkan menyumbat telinga dengan kedua telapak tangan tidak pula membantu. Aku mengerang. Lalu menghempaskan tas selempang hitam ke atas meja yang untungnya tidak memuat banyak barang kemudian kutindihkan tepat di atas kepalaku berharap suara-suara itu meredam seketika.

Kenapa orang-orang sangat berisik sekali di hari pertama bersekolah? Lagipun hari ini adalah hari perkenalan biasa antar murid dengan guru sekaligus wali kelas baru.

"Ya! Han Seungbin!"

Seseorang tiba-tiba menepuk punggungku, begitu aku menengadah ternyata pelakunya adalah Lee Namhyuck. Pemuda tambun berperut buncit itu tengah mengunyah tepat di depanku sembari menggenggam bungkusan makanan ringan di salah satu tangan gempalnya.

Aroma keju merebak indra penciuman. Hingga aku mendengus ketika remahan-remahan oranye berserakan di atas meja sampai-sampai aku harus mengibas-ngibaskan meja belajarku. Sekarang ada apa lagi? Apa Namhyuck akan memintaku untuk membelikan snack seperti yang dia lakukan dulu waktu kelas 10? Dasar anak sialan ini!

"Wae? (Kenapa)" tanyaku sinis sementara dia cengar-cengir tak karuan.

"Jangan harap kalau aku memenuhi permintaanmu untuk kali ini, Namhyuck. Kau tahu kan? Kalau kau meminta apa saja kepadaku hanya sebagai bentuk tutup mulutmu terhadap perkelahianku dengan anak kelas sebelah itu," terangku supaya dia mengerti.

Lagipula hal itu terjadi satu tahun yang lalu. Aku tidak ingin orang-orang sekolah tahu, ditambah aku juga tidak ingin Ayah, Ibu dan Yeonji kecewa padaku.

Namhyuck menggelengkan kepala, "Tahu. Kali ini bukan itu yang kukatakan."

Orang-orang di sekitar masih terus menggaung-gaung obrolan mereka. Suara mereka beradu dan saling bertabrakan. Pupus sudah niatku untuk terlelap.

Tak lama Namhyuck kembali melanjutkan, "Kau tahu, orang-orang sedang membicarakan anak baru pindahan itu. Tak tahu pasti siapa orangnya, yang jelas dia akan masuk salah satu kelas 11. Jika memang ya, aku berharap dia masuk ke kelas kita, Seungbin."

Seketika keningku berkerut. Tunggu dulu, aku tahu siapa yang Namhyuck maksud. Hingga seseorang yang baru saja masuk kelas menginterupsi, sekeliling lantas membisu. Orang-orang kembali ke meja belajar masing-masing termasuk Namhyuck yang duduk tak jauh dariku.

Wanita paruh baya dengan kedua kaca melingkar di pelupuk mata, merotasi penjuru kelas, menatap mata kami satu-satu dengan tatapan bersahabat lalu tersenyum ramah. Di hadapan, dia mulai memperkenalkan diri. Menyebut namanya dan tak lupa bidang studi apa yang dia ajari. Dia mengatakan bahwa mulai saat ini dia akan menjadi wali kelas kami untuk dua semester ke depan.

Sebelum kami semua dipersilakan memperkenalkan diri, dia lantas mengalih pandangan ke arah pintu yang terbuka sambil mengayunkan tangan untuk meminta seseorang yang kuyakini "anak baru itu" untuk masuk.

Dan benar saja. Orang-orang riuh di tempat duduk masing-masing begitu gadis yang berdiri tepat di sebelah guru Moon, melempar senyum kepada kami semua. Lalu, tatapan gadis itu mengarah padaku sambil membulatkan kedua matanya. Aish, harapan Namhyuck kini terkabul. Tapi bagiku ini bukanlah hal bagus.

Yang benar saja? Aku sekelas dengan gadis itu? Gadis yang telah mematahkan harapanku atas taruhan yang kulakukan bersama Dosan. Satu lagi, aku tidak menyangka bahwa dialah putri kerabat jauh yang Ayah maksud saat itu.

"Annyeong," sapanya, membungkukkan tubuh sedikit.

"Namaku, Han Jihye. Pindahan dari SMA Chungdam. Aku pindah sekolah karena aku, kakak dan ibu memutuskan untuk pindah rumah. Jadi mohon bantuannya ya!" Semua orang manggut-manggut, menerimanya dengan tangan terbuka.

"Baiklah, Jihye. Kau bisa duduk di sebelah situ," ujar guru Moon menunjukkan tempat duduk yang kebetulan kosong di sebelahku. Ah, sial. Jangan sampai.

"Eum, maaf Buk. Aku tidak bisa duduk paling belakang. Mataku sedikit rabun. Susah kalau melihat papan tulis."

Aku menghela napas lega. Entah dia benar-benar rabun atau dalihnya agar tidak bersebelahan denganku, tapi itu cukup membuat hatiku sedikit tenang.

"Oh begitu. Bagaimana kalau—"

Hendak saja guru Moon meneruskan perkataannya. Namhyuck tegak dari duduknya sambil menggandeng tas ransel.

"Jihye, kau bisa duduk di tempatku. Biar aku saja yang pindah ke belakang."

Si Tambun itu berjalan menuju ke belakang, duduk sambil menyeringai kepadaku. Astaga, bersebelahan dengan Namhyuck jauh lebih menjengkelkan daripada aku diteriaki "pecundang" berulang kali.

Gadis itu hanya tersenyum kikuk kepada Namhyuck kemudian berjalan ke arah meja belajar tepat pada barisan ketiga dari kanan, duduk paling tengah membelakangi dua meja ke belakang yang sekarang ditempati Namhyuck. Dan mungkin berhari-hari berikutnya akan selalu begini.

"Begitulah cara bersikap seorang lelaki jantan, bro." Kali ini, Namhyuck mencibirku atas perlakuannya barusan.

"Terserah," desisku sambil memutar kedua bola mata, lalu mengarah pandangan ke depan.

Setelah masing-masing dari kami memperkenalkan diri. Guru Moon kembali melanjutkan wacana di depan kelas. Menceritakan segala hal yang tak jauh dari topik pendidikan terutama ketika dia mulai bercerita tentang pengalamannya sebagai dosen bahasa inggris di perguruan tinggi korea.

Ketika yang lain menyimak dengan takzim aku justru berkali-kali menguap sambil menopang kepala dengan sebelah tangan. Ingin saja berniat untuk terlelap. Namun tak lama, aku merasa ada yang melirikku, lalu ku temui presensi gadis itu di seberangku dari depan. Dia membalikkan badan ke belakang.

"Hei," sapanya dengan berbisik lalu melempar bola kertas ke arahku.

Aku menangkapnya sambil mengernyit, "Apa ini?"

"Bukalah," pintanya lalu mengarah badan ke posisi semula. Aku beralih pada bola kertas di genggamanku kemudian membukanya. Sontak aku tercengang begitu melihat sekilas terdapat sebuah tulisan panjang di dalamnya.


Hei, Seungbin.

Mungkin ini terlihat seperti surat dari orang yang sok akrab, tapi aku harus menyampaikan ini padamu walau secara tidak langsung. Kau pasti terkejut saat aku tiba-tiba masuk ke kelas yang sama denganmu. Begitu pula denganku. Padahal dari awal aku berharap agar kita tidak sekelas.

Aku tahu kau pasti berpikiran sama denganku dan itu sudah jelas terlihat sejak kau menatap sinis begitu kita berjumpa di pelataran sekolah tadi. Dan aku terpikir, kau pasti masih marah padaku atas insiden malam itu. Jadi, kutulis surat ini sebagai bentuk permintaan maafku. Maaf kalau membuatmu kesal seharian ini.

Adikmu, Yeonji. Dialah yang membuatku keluar dari asumsi negatif terhadapmu. Dia mengatakan kalau kakak laki-lakinya memang selalu bersikap tidak suka kepada orang yang baru ditemuinya apalagi orang yang telah membuatnya kesal dan itu adalah hal wajar.

Dari situlah, aku mulai memberanikan diri untuk menulis ini padamu. Kalau boleh jujur, aku sedikit ngeri padamu tapi tidak lebih ngeri dari kakak perempuanku, Minhee. Hahaha.

Anggaplah ini percakapan terakhir kita dan seterusnya kita tidak akan pernah mengobrol lebih lanjut lagi. Yeonji bilang, kalau kau lebih suka menyendiri belakang ini daripada bersosialisasi dengan seseorang. Dia juga tidak percaya kalau kita ini saling mengenal dan meledekmu karena punya seorang kekasih. Mendengarnya aku tertawa geli.

Mungkin setelah ini, aku akan coba menjelaskan padanya kalau kita tidak memiliki hubungan apa-apa. Jadi, ya ... senang berkenalan denganmu, Seungbin. Kuharap harimu menyenangkan!

Tertanda,
- Han Jihye

Entah kenapa, aku mulai terenyuh setelah membaca surat ini. Ada segenap pergolakan yang terjadi dari lubuk hati. Menciptakan rangsangan aneh yang menggerogoti sekujur tubuh. Alasan yang lebih logisnya, bukan karena dia meminta maaf padaku. Melainkan dia terlalu peka mengenali perasaanku dan sangat mengerti diriku yang seperti apa.

Tak pernah ada seseorang seperti dia yang bersimpatik padaku. Pada paragraf akhir, dia mengimbuhkan untuk tidak mengobrol lagi denganku. Aku menghela napas dalam. Bagaimana kalau aku berubah pikiran dan mengatakan padanya bahwa kita masih bisa berteman?

"Wah, apa itu?"

Namhyuck menyeringai sambil menunjuk-nunjuk kertas kumuk di genggamanku, lantas aku mengumukkan kembali lalu masuk ke dalam tas. Rupanya si Tambun ini menyadari aksi lirik-melirikku dengan Jihye tadi.

"Bukan apa-apa."

"Aish, di hari pertama sekolah ternyata kau dapat surat cinta dari anak baru. Benar-benar di luar dugaan," godanya yang justru membuatku jengkel setengah hati.

"Padahal sejak kelas 10 kau tidak pernah berkencan apalagi ditaksir seorang gadis."

Si Tambun terkikik riang. Oke, ini benar-benar menjengkelkan. Namun, di tengah-tengah rasa jengkelku, terdapat semacam rasa yang sama sekali sulit untuk ku jabarkan. Tanpa kusadari aku mengulas senyum lebar dan kupu-kupu menari liar dalam perut sambil memandangnya kagum dari belakang. Apakah ini bisa disebut semacam perasaan tertarik?

***

***

Lonceng pun berbunyi, pertanda jam sekolah usai. Orang-orang mulai membenah diri mereka masing-masing tak sedikit pula dari mereka sudah lebih dulu meninggalkan ruangan kelas. Khusus hari ini, para siswa-siswi diperkenankan pulang lebih awal.

Aku melirik ke arah Jihye yang sedang menggandeng ranselnya. Kedua tungkaiku berusaha untuk melangkah ke sana akan tetapi tertahan terhadap hati yang kian ragu dan sungguh melucu. Dan ya, lagi-lagi Namhyuck memergokiku.

"Seungbin, apa jawabanmu? Ya atau tidak?" Namhyuck terkekeh, menepuk punggungku. Ahh, dia salah paham.

"Jadilah jantan, bro. Dekati dia dan semoga berhasil!" Kemudian berlalu menuju pintu kelas. Kini, aku menelan air liur pahit. Lalu menghampirinya yang hendak beranjak dari tempat. Untung saja, hanya aku dan Jihye yang berada di dalam kelas.

"Jihye," panggilku. Tak lupa menutup rasa maluku dengan baik di depannya. Bersikap persis seperti aku pada umumnya.

Sambil menggaruk tengkuk seraya berkata, "Aku sudah membaca suratmu. Dipikir lagi aku tidak setuju dengan apa yang kau sampaikan itu."

Jihye menaikkan satu alis, "Kau tidak setuju karena aku meminta maaf padamu?"

Lantas aku menggerak-gerakkan kedua telapak tanganku kekiri dan kekanan. "Bukan!" seruku yang terdengar panik. Sementara Jihye terkekeh geli.

"Aku memaafkanmu. Dan maaf soal semalam, aku yang tiba-tiba memarahimu."Aku menghela napas, Jihye diam menyimak tanpa ada sepatah kata keluar darinya.

"Hanya saja, aku tidak setuju kalau kita tidak akan pernah mengobrol lagi seperti sekarang. Aku harap kita bisa berteman, Jihye." Jihye hanya diam, sedetik kemudian tersenyum simpul lalu terkekeh pelan.

"Bukankah kita dari awal sudah memiliki ikatan sepupu? Untuk apa kita berteman kalau kita punya hubungan lebih dekat dari teman? Ya, walau sepupu jauh. Tetap saja ini termasuk hubungan keluarga."

Aku menggaruk tengkuk. Ada benarnya juga. Bodohnya aku, kenapa aku tidak memikirkan hal ini dari awal. Lantas Jihye kemudian menjulurkan tangan ke hadapan. Dan memandangku penuh partisipasi. Aku menyambut tangannya lalu menggerak ke atas dan ke bawah seolah aku dan Jihye melakukan suatu transaksi. Aku mengiyakan ucapannya. Lalu kami berdua berjalan keluar dari kelas menuju pelataran sekolah hingga berjumpa dengan Yeonji yang sedari tadi menanti-nanti kami berdua.


Jangan lupa untuk menekan tombol [⭐️] bintang sebelum bergulir bab ya?

Copyright ©2021 - Mey Nadd

Continue Reading

You'll Also Like

288K 1.2K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.5M 37.4K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
3.5M 38.3K 32
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
6.5M 335K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...