Cicatrize ✔️

Autorstwa chocokiiim

48.4K 5.7K 1K

Dia hadir dan memperbaiki semuanya, menjadikanku sosok tangguh yang lebih baik. Dia datang dengan cinta, dan... Więcej

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 - Fin
Epilog
Bonus Chapter - 1
Bonus Chapter - 2

Chapter 16

1.1K 118 17
Autorstwa chocokiiim

Mentari di siang hari menyinari setiap sudut belahan bumi Konoha dengan gagah berani. Udara hangat khas musim semi menerpa kulit dengan lembut, membelai setiap inchi permukaannya guna menghantarkan rasa nyaman. Jalanan Konoha tetap saja ramai di siang hari, dipenuhi oleh para shinobi ataupun pegawai yang berlalu lalang untuk sekedar mencari makan siang. Di tengah hiruk pikuk jalanan desa, tampak pula eksistensi seorang pemuda berambut merah yang dikenal sebagai sosok pemimpin desa tetangga. Langkahnya kakinya ringan. Gurat wajahnya memang datar. Namun jika kita perhatikan baik-baik, ada secuil kehangatan di sana. Setelah berkeliling menyusuri desa bersama kedua jonin utusan Kakashi -Rock Lee dan Tenten, Gaara benar-benar datang ke rumah sakit untuk mengunjungi Sakura. Pemuda itu serius dengan ajakannya untuk mencari kado pernikahan. Ia pikir, Sakura akan paham bagaimana selera Naruto. Setidaknya gadis itu merupakan satu-satunya opsi terbaik yang ia punya setelah dibawa berkeliling seharian oleh Rock Lee dan Tenten guna mencari kado pernikahan.

"Minggir! Tolong beri jalan!"

"Kumohon lebih cepat!"

"Baik, senpai."

Gaara terkejut kala mendengar suara berisik itu. Baru saja ia menapakkan kakinya di lantai rumah sakit, sepasang iris berwarna hijau pudar itu mendapati seorang gadis berambut merah muda tengah melakukan pertolongan pertama di atas brankar, lebih tepatnya di atas tubuh pasien. Jubah putihnya berlumur darah. Ia terlihat buru-buru bersama tiga orang ninja medis lainnya. Wajahnya tampak serius, seolah hal buruk sedang terjadi saat ini.

Ruang operasi.

Diam-diam Gaara mengulas senyum tipis, membatin betapa kerennya Sakura seperti itu. Ini bukan pertama kali ia melihat bagaimana pekerjaan seorang ninja medis namun entah mengapa, ia suka ketika melihat Sakura melakukan hal itu.

Menyelamatkan nyawa seseorang. Sungguh pekerjaan yang mulia, bukan?

Tak lama kemudian ia melihat seorang gadis berambut pirang menghampirinya. Gadis itu tersenyum lebar lalu membungkuk ketika matanya bertemu dengan milik Gaara.

"Selamat siang, Kazekage-sama," sapanya dengan ramah.

"Aa, siang."

"Mencari Sakura, ya?"

Gaara mengerjapkan mata, tak menyangka jika gadis di depannya ini mengetahui tujuannya datang kemari. Gadis itu terkekeh kecil. Ia menunjuk sebuah ruangan di depan sana, membuat Gaara mengernyit heran.

"Sakura sedang melakukan operasi darurat. Mungkin dia akan selesai beberapa jam lagi. Apakah ada yang bisa kusampaikan padanya?"

Gaara menggeleng. Ia menatap gadis itu dengan serius lalu menjawab, "Aku akan menunggunya."

Gadis bermata aquamarine itu tersenyum tipis. Ia mengulurkan tangan, memberi kode kepada Gaara untuk mengikutinya.

"Mari, Kazekage-sama. Aku akan mengantarmu ke ruangan Sakura. Lebih baik anda menunggu di sana."

***

"Kalian sudah bekerja keras."

"Ini semua berkatmu, senpai."

Sakura tersenyum tipis. Ia segera mengelap peluh di dahinya dengan asal. Dua jam melajukan operasi ternyata cukup menguras tenaga. Ia menatap jam dinding yang tertata apik di ruangan ini lalu membatin. Pantas saja perutnya sudah berdemo minta diisi. Ditambah lagi, Sakura melewatkan sarapannya tadi pagi, membuatnya mau tak mau harus mengisi perut sekarang juga.

"Baiklah, aku serahkan sisanya kepada kalian. Jangan lupa setelah ini kalian makan siang, ya."

"Ha'i. Selamat menikmati makan siangmu, senpai."

Sakura tersenyum sebagai balasan. Setelah membungkuk kepada rekan serta juniornya, Sakura segera beranjak dari ruang operasi. Ia menanggalkan semua pakaian operasinya lalu membuangnya ke tong sampah yang telah disediakan. Setelahnya gadis itu melangkahkan kaki menuju ruangannya guna mengambil dompet.

"Sakura!"

"Oh, Ino. Tumben kau datang."

"Shizune-san sedang sakit, jadi dia memintaku untuk menggantikannya sementara."

Sakura mengangguk paham. Sekelibat ide muncul ketika melihat wajah Ino. Gadis itu menggenggam tangan Ino lalu berkata, "Ayo temani aku makan sebentar. Aku sangat lapar."

"Eh?"

Sakura menyeret tubuh sahabatnya begitu saja. Ino pun meronta, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Sakura. Hal tersebut membuat Sakura mengalihkan atensinya. Gadis itu menatap Ino dengan heran lalu berkata, "Kau hanya menemaniku makan, Ino. Jangan takut jika berat badanmu naik tiga puluh gram lagi," ketus Sakura.

"Bukan begitu. Ada seseorang yang lebih pantas kau ajak daripada aku, tau."

"Ha?"

Sakura memasang wajah bingung, tak memahami maksud dari perkataan Ino. Gadis berambut pirang itu menghela napas. Ia menaikkan dagunya sedikit, mengisyaratkan kepada Sakura untuk pergi ke ruangannya.

"Jika dia masih ada di sana, lebih baik kau mengajak dia. tapi jika tidak ada, datanglah ke ruangan Shizune-san. Jaa."

Gadis itu melenggang dengan santai, mengabaikan Sakura yang bertanya-tanya. Dia kedatangan tamu? Tapi siapa?

Tanpa membuang waktu, ia segera menuntaskan rasa penasarannya. Gadis itu membuka pintu bercat putih di depannya. Emerald jernih itu menyapu seluruh ruangan, tak mendapati tanda-tanda kehidupan di sana.

"Dasar. Dia ini menipuku atau bagaima- EH?!"

Sakura terlompat kecil ketika mendapati sosok berambut merah yang tengah bersandar nyaman di sofa. Gadis itu memastikan pandangannya sekali lagi, bahkan ia ikut mengusap-usap matanya. Ia melangkah mendekat, menatap sosok yang tengah terpejam damai dengan posisi yang tak seharusnya.

Sudah berapa lama ia menunggu?

Namun meski demikian, Sakura tak langsung membangunkannya. Ia justru terpaku menatap wajah polos pemuda tersebut. Entah mendapat keberanian dari mana, gadis itu mengulurkan tangan, menyentuh wajah pemuda di depannya. Pertama ia mendaratkan jemarinya di pelipis pemuda itu, mengusap lembut tato bertuliskan 'Ai' di sana. Setelahnya ia menyentuh kelopak mata Gaara. Di balik sana, ada sepasang iris menawan yang selalu berhasil menghipnotisnya. Iris yang indah. Iris yang selalu menatapnya dengan teduh. Kini penjelajahan jemarinya turun menyusuri pipi kemudian berhenti di bibir Gaara. Sakura memainkan bibir tipis itu, mengusapnya dengan lembut ataupun mengerucutkan bilah bibir itu dengan jarinya, membuatnya mirip seperti bebek. Sakura tertawa puas seraya membatin dalam hati betapa menggemaskan Gaara saat ini. Jika dipikir-pikir, kapan lagi ia bisa mengerjai Gaara seperti ini?

"Sudah puas bermainnya?"

"Huwaa!"

Sakura terlonjak hingga terjatuh. Wajahnya memerah sempurna, merasa malu dengan tindakan konyolnya barusan. Setelahnya Gaara membuka mata, menampakkan sepasang jade indah miliknya. Pemuda itu tersenyum tipis melihat Sakura, membuat gadis itu semakin merona dan memutuskan untuk beranjak.

Tap

"Mau ke mana, hm?"

Kini Sakura membeku kala tangannya dicekal oleh pemuda di belakangnya. Gadis itu mengerjapkan mata lalu menjawab, "A-ah, i-itu, emm.."

Sial, kenapa jadi gugup begini?!

Kini giliran Gaara yang bangkit dari posisi duduknya. Ia memiringkan lehernya yang terasa pegal lantaran posisi tidurnya yang tak benar. Setelahnya ia memutar tubuh Sakura hingga gadis itu berhadapan dengannya. Gaara merapikan rambut Sakura, menyisir lembut dengan menggunakan jemarinya.

"Sudah makan?"

Sakura menggeleng sebagai jawaban. Gadis itu menatap Gaara dengan wajah bersalah lalu berkata, "Sudah lama menunggu?"

Gaara masih saja fokus pada surai merah muda di depannya. Sesekali menyisir, kemudian diacak kembali. Lalu ia menyisirnya lagi begitupun seterusnya. Sakura terkekeh pelan. Tindakan Gaara seperti ini mengingatkannya kepada anak kecil yang mendapatkan mainan baru saja.

"Aku sampai ketika kau melakukan aksi heroikmu. Kau terlihat keren, Sakura."

Sakura tersenyum manis. Ia sangat suka ketika kinerjanya dipuji. Itu menandakan bahwa ia telah melakukan yang terbaik dan memberikan kepuasan tersendiri untuknya.

"Terima kasih, Gaara-kun. Kau juga terlihat keren."

"Hm? Benarkah?" tanya Gaara kembali guna memastikan.

"Iya! Kau selalu terlihat keren jika memakai jubah serta topi Kazekage itu. Tapi kau terlihat ratusan kali lipat lebih keren jika menggunakan pakaian seperti ini."

"Kau pernah melihatku memakai jubah Kazekage?"

Sakura mengangguk penuh semangat. "Saat kau menyampaikan pidato di akhir ujian chunin, aku melihatmu menggunakan jubah itu untuk pertama kalinya. Kau terlihat sangat berwibawa dari atas menara itu. Aku sampai kagum melihatmu."

"Kagum atau jatuh cinta?" tanya Gaara dengan nada menggelikan, terlihat jelas jika ia sedang menggoda Sakura.

"B-bicara apa kau ini?" jawab Sakura dengan ketus, menutupi dirinya yang sedikit salah tingkah. Melihat Sakura bertingkah demikian membuat pemuda itu ikut gemas. Ia kembali mengacak rambut Sakura hingga membuat sang empu protes, "Kau tau, tidak ada gunanya kau terus menyisir ini jika kau acak kembali, tuan."

Gaara terkekeh kecil. Ia segera merapikan rambut Sakura -lagi- lalu berkata, "Makanya jangan terlalu manis. Aku kan jadi gemas."

Pipi Sakura kembali merona. Entah dari mana Gaara mempelajari kalimat seperti itu, rasanya cukup menggelikan dan -mendebarkan tentunya. Gadis berambut gulali itu segera memukul dada Gaara guna menyembunyikan rasa malunya.

"Mou. Apa-apaan itu?"

Kini Gaara melepaskan tangannya dari kepala Sakura. Ia meletakkan kedua tangannya pada bahu Sakura, menatap gadis itu dengan tatapan lembut. Sakura hampir saja melemas lantaran tak kuat menatap wajahnya saat ini. Tatapannya, senyumnya, serta wajahnya yang menggambarkan ketulusan. Sejenak ia merasa begitu berharga di depan pemuda ini, membuat dirinya sangat tersanjung.

"Kau tau, aku semakin mencintaimu, Sakura. Bahkan setiap harinya, rasa ini semakin besar."

Sakura membulatkan mata. Ia tau itu. Ia tau jika Gaara memiliki ketertarikan padanya. Setelah apa yang terjadi di antara mereka sejak kemarin, Sakura sadar jika rasa suka yang dipendam oleh Gaara telah berkembang lebih. Sakura senang akan hal itu. Namun di sisi lain ia juga sedih, takut jika suatu saat ia akan menyakiti Gaara.

Ia takut akan kehilangan Gaara. Tapi dia juga tidak bisa menjamin untuk membalas perasaan ini.

Egois, bukan?

"Tapi aku sadar, aku tidak bisa memaksamu. Oleh karena itu, aku akan berusaha lebih keras, Sakura."

Sakura tersenyum lembut setelah mendengarnya. Ia mengangkat tangan kanannya, menangkup pipi pemuda kazekage tersebut. Tak lupa ia memberikan usapan lembut untuknya, membuat hati Gaara menjadi lebih tenang karenanya.

"Beri aku sedikit waktu lagi, ya?"

Jika kalian bertanya, apakah Sakura merasa tertarik dengan pemuda ini, maka jawabannya adalah iya. Dia mulai merasa tertarik sejak Gaara pergi dari Konoha. Dia juga suka ketika Gaara terus mengirimkan surat untuknya. Perlahan rasa kagum itu berubah menjadi suka. Namun untuk cinta, Sakura tak bisa memastikannya sekarang. Ada satu atau dua hal lagi yang perlu dilakukan untuk memastikan apakah ia mencintai pemuda ini. Meski Sakura tak tau apa yang harus dilakukan, namun ia percaya akan datang saat di mana ia akan merasakan cinta itu kepada Gaara.

"Aku akan selalu menunggumu, Sakura."

De javu. Rasanya Sakura pernah mengatakan hal ini. Ia ingat betul jika ia pernah mengutarakan hal yang sama kepada seseorang. Namun bukan kepada pemuda ini, melainkan kepada satu orang yang menjadi pusat gravitasinya sejak lama.

Uchiha Sasuke.

Entah apa yang merasukinya saat ini, yang jelas Sakura tidak tau mengapa ia mendadak mengingat pemuda bersurai raven itu. Akan sangat tidak pantas jika ia memikirkan orang lain di depan seseorang yang terang-terangan menaruh rasa padanya. Gadis itu menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan segala eksistensi si Uchiha terakhir itu dalam pikirannya -setidaknya untuk saat ini.

Jika pilihanku untuk menanti adalah sebuah kesalahan, kumohon segera sadarkan aku, Gaara-kun. 

***

"Jadi, kau ingin membeli apa?"

Kedua insan berbeda gender itu menatap isi toko secara keseluruhan. Kini mereka berada di barisan barang-barang pecah belah. Emerald Sakura terpaku menatap satu set teko dan juga gelas teh bergambar kaktus. Meski bergambarkan karakter, gelas serta teko itu sangat imut menurutnya. Maka tanpa berpikir panjang, Sakura mengambil kotak itu kemudian menunjukkannya kepada Gaara.

"Kau yakin ingin membeli itu?" tanya Gaara. Sakura mengangguk antusias. Ia sangat yakin dengan pilihannya.

"Hm. Pasti Hinata suka ini. Lihatlah, bukankah gambar kaktusnya lucu?"

Gaara tersenyum tipis melihatnya. Ia pun mengiyakan perkataan Sakura dalam hati lalu kembali menyusuri toko. Gaara bingung harus memberikan apa untuk hadiah pernikahan. Maklum saja, ia ini adalah seorang pria yang belum pernah mendatangi acara pernikahan. Oleh karenanya ia sedikit merasa dilema jika dihadapkan dnegan hal-hal seperti ini.

"Ah, bagaimana dengan ini?"

Sakura menunjukkan piyama couple berwarna maroon. Piyama berbahan sutra itu tampak simple namun elegan. Gaara memandang piyama yang diangkat Sakura, menyentuhnya sebentar lalu berkata, "Ini bagus. Aku akan mengambilnya."

Setelahnya Sakura menyerahkan piyama serta set gelas teh yang ada di tangan Gaara kepada pelayan toko. Bahkan Sakura juga meminta kepadanya untuk membungkus kedua benda itu secara terpisah. Pelayan toko mengarahkan Sakura dan Gaara menuju kasir guna membayar belanjaan mereka. Ketika penjaga kasir menyebutkan nominalnya, Gaara dengan cepat menyerahkan sejumlah uang dan membuat gadis di sisinya membulatkan mata.

"Ini saja," ujar Gaara kepada pemuda berseragam biru di depannya.

"Tolong pembayarannya di pisah, ya. Aku akan membayar gelas dan tekonya."

"Ini saja Sakura."

"Tidak mau. Jika kau membayar punyaku, itu artinya kedua hadiah ini darimu. Bukan dariku."

Dahi Gaara mengernyit tipis. "Siapa bilang begitu?"

Penjaga kasir mengerjapkan mata dengan bingung, merasa canggung berada di antara mereka yang tengah berdebat ini.

"Jangan keras kepala, Sakura. Sudah, pakai ini saja," perintah Gaara dengan mutlak.

"Ha'i, Kazekage-sama."

Di sisi lain, Sakura merengut sebal. Dalam hati ia bertekad untuk memaksa Gaara untuk mengantungi uang darinya. Lihat saja nanti.

"Terima kasih sudah berbelanja, Kazekage-sama, Sakura-san."

Sakura dan Gaara berjalan menyusuri pasar. Gadis itu masih diam lantaran kesal dengan Gaara. Tak ayal, Sakura bahkan melupakan perutnya yang lapar sejak tadi. Mereka memutuskan untuk mencari hadiah sebelum makan. Entahlah, ia sangat bersemangat saat sebelum mencari kado pernikahan Naruto dan Hinata. Namun melihat bagaimana menyebalkan si pemuda merah di sampingnya ini membuat semangatnya hilang.

"Apa kau sibuk setelah ini?"

Gaara membuka pembicaraan terlebih dahulu. Ia paham jika Sakura sedang kesal. Meski demikian, ia tetap tidak mengerti penyebab gadis itu kesal. Dia hanya tidak ingin Sakura mengeluarkan uang. Apa itu salah?

"Hm. Aku harus melakukan pemeriksaan rutin pada pasien nanti sore," jawab Sakura dengan nada malas.

"Kita bungkus saja makananmu. Kau bisa memakannya di rumah sakit nanti."

Gaara menarik satu tangan Sakura yang bebas. Kini kaki mereka menapak di sebuah kedai sederhana. Gaara memesankan makanan setelah bertanya apa yang diinginkan Sakura. Sembari menunggu makanan selesai, mereka duduk di salah satu kursi panjang di dalam sana. Tak ada percakapan yang terjadi. Hening di antara mereka membuat Gaara membatin. Sepertinya Sakura masih kesal padanya.

"Maaf."

Sakura melirik pemuda di sampingnya. Ia menghela napas panjang lalu berkata, "Seperti biasa aku tidak bisa marah padamu."

Gaara tersenyum simpul. Ia pun tak menampik jika ia merasa senang. Sakura tidak bisa marah padanya. Entah mengapa kalimat itu menggelitik perutnya.

"Tapi untuk makanan ini, aku yang akan membayarnya."

"Kenapa kau sangat bersikeras, hm?"

Sakura menunduk. Ia menatap dalam hadiah miliknya yang sudah terbungkus di atas pangkuannya. Gadis itu mengulum bibirnya sejenak lalu berkata, "Aku tidak ingin merepotkanmu, Gaara-kun."

"Tapi aku tidak merasa direpotkan."

"Ish. Menurut saja apa susahnya, sih?!"

Sakura menaikkan volume suaranya. Tak lupa tangan kanannya sudah terkepal ke atas, memasang pose untuk meninju pemuda di depannya. Melihat Sakura demikian membuat Gaara mau tak mau harus menurut. Mengingat jika tenaga Sakura ini sebelas dua belas dengan sang kakak, membuat Gaara mengurungkan niat untuk menjawab lebih jauh. Dia datang ke Konoha untuk menghadiri pernikahan Naruto, bukan untuk masuk ke rumah sakit.

"Iya, iya. Lakukanlah sesukamu, Sakura."

Kini keduanya menapakkan kaki di depan rumah Sakit. Masing-masing tangan mereka memegang bungkusan kado dan juga makanan. Sakura tersenyum tipis menatap Gaara. Ia mengangkat belanjaannya lalu berkata, "Terima kasih untuk hari ini, Gaara-kun. Segeralah makan itu. Jangan sampai lupa lagi, loh."

Gaara hanya mengangguk sebagai respon. Ia menatap Sakura dengan dalam lalu berujar, "Jam berapa kau pulang?"

"Hari ini aku harus mengurus laporan bulanan. Mungkin aku akan lembur. Kenapa?"

"Itu, maaf aku tidak bisa menjemputmu."

Gaara menjelaskan alasannya dengan singkat. Ternyata, rombongan kage lain telah tiba sejak tadi siang. Kakashi mengajak para Kage untuk makan malam bersama. Biasanya mereka akan bertemu apabila tengah membahas masalah yang serius, jarang-jarang mereka bisa bertemu santai seperti ini. Oleh karenanya, ide Kakashi disetujui dengan cepat oleh Kage lain sejak jauh hari.

"Tidak masalah, Gaara-kun. Pergilah. Kita pun juga akan bertemu lagi besok."

Ya, besok. Hari di mana teman setim yang telah dianggap Sakura seperti adiknya itu akan memulai kehidupan yang baru. Banyak hal yang telah dilalui oleh pemuda kuning itu. Begitu banyak penderitaan dan air mata yang menemani langkahnya di masa lalu. Kini sudah saatnya ia melengkapi kebahagiaan nya. Ia telah diakui oleh semua orang di desa- bahkan oleh desa lainnya. Ia juga telah menjadi shinobi yang hebat yang melebihi kemampuan para Hokage sebelumnya. Dan besok, ia akan meresmikan hubungannya dengan gadis pujaan hatinya. Sosok yang akan melengkapi sisa kepingan kosong hidupnya.

"Hei, kenapa wajahmu begitu?"

Gaara menatap Sakura dengan khawatir. Melihat bagaimana wajah gadis itu tiba-tiba menjadi sendu membuatnya merasa cemas. Sakura segera mengerjapkan mata. Bahkan ia mengusap matanya yang telah digenangi oleh cairan bening.

"Ah, maaf. Aku hanya memikirkan Naruto. Siapa yang menyangka jika dia akan menikah besok."

Sakura terkekeh setelah berujar demikian. Benar, Gaara pun menyetujui hal itu. Ia sendiri tidak menyangka jika masa depan benar-benar berbanding terbalik dari masa lalu. Sama seperti Sakura, Gaara juga tau bagaimana hidup sahabatnya tersebut. Bahkan bisa dikatakan, ia lebih tau dibandingkan Sakura. Mereka pernah menanggung hal berat yang sama, dan mereka pun memutuskan untuk bangkit bersama. Maka setelah mendengar kabar jika Naruto telah mengalami fase pendewasaan dan menemukan pendamping hidup membuatnya turut merasa senang. Terlebih lagi, pemuda pirang maniak ramen itu bukanlah orang sembarangan baginya.

Naruto adalah salah seorang dari sekian banyak yang berharga untuk Gaara. Ia mengajarkan banyak hal padanya. Mimpi, tekad, dan ikatan. Tiga hal itu hadir setelah Naruto dengan hebohnya mendeklarasikan semuanya. Maka dari itu, Gaara sangat bersyukur karena bisa bertemu dengannya di masa lalu. Mimpinya, tekadnya, dan ikatannya dengan teman serta desa sukses membuat pintu hatinya terketuk.

Naruto adalah orang yang membuat dirinya menjadi seperti ini.

"Kau benar. Dia telah mendapatkan yang seharusnya dia dapatkan sejak dulu. Aku ikut berbahagia untuk dia."

***

Gaara melangkahkan kakinya dengan tenang. Seperti biasa, ia menerima sapaan dari banyak orang yang mayoritas tak ia kenal. Pemuda itu mengangguk singkat sebagai respon. Sepasang jade indah itu menatap sekeliling. Langit malam tampak cerah, terbukti dengan hamburan bintang yang menghiasi permadani gelap itu dengan berani. Cahayanya indah, begitu memanjakan mata.

"Oi, Gaara!"

"Naruto?"

Ya, pemuda yang memanggilnya barusan adalah si pemuda kuning yang akan menjadi bintang di esok hari. Gaara menatap Naruto dengan heran, bingung mengapa pemuda ini bisa berkeliaran di malam hari sementara ia harus mempersiapkan diri untuk besok.

"Kau dari mana? Sendiri saja, ya?"

Gaara mengangguk lalu menjawab, "Aku baru pulang dari acara jamuan Gokage. Kau sendiri?"

"Ah, itu. Aku baru saja bertemu dengan Iruka sensei. Sekarang aku mau pulang."

Gaara menatap teh di depannya dengan tak minat. Ia baru saja minum teh dan kini Naruto menawarinya teh. Setelah saling menyapa sejenak di tengah jalan, Naruto mengajaknya untuk singgah sebentar di salah satu kedai makan. Ingin mengadakan pesta lajang kecil-kecilan bersama Gaara, katanya. Meski demikian ia tak protes. Setidaknya Naruto cukup tau diri untuk tidak menghadirkan sake saat ini.

"Apa persiapannya sudah matang?"

"Aa. Aku dan Hinata tidak akan membiarkan ada celah sedikitpun. Kau jangan datang terlambat, loh. Kau itu tamu pentingku," ujar Naruto kemudian disusul dengan tawa ceria.

"Begitu, ya."

Keduanya kini terdiam. Mereka menatap ke arah luar kedai yang menampilkan ramainya jalanan di luar. Tak sedikit anak-anak yang merengek kepada orangtua mereka untuk membeli sesuatu. Guratan bahagia mereka membuat kedua pemuda itu tersenyum, seolah tengah memikirkan hal yang sama.

"Perdamaian itu indah, ya," ujar Naruto membuka pembicaraan.

"Aa," jawab Gaara. "Sesuai yang kita harapkan," sambung pemuda itu kembali.

"Selamat untuk pernikahanmu, Naruto."

Naruto menoleh heran kepada Gaara. Pemuda itu menunda dango yang hampir masuk ke dalam mulutnya. Ia menatap Gaara dengan senyum tipis lalu menjawab, "Aa, terima kasih."

"Setelah yang kau lalui di masa lalu, kau pantas menerima semua kebahagiaan di dunia ini, Naruto. Aku turut bahagia untukmu."

Naruto tersenyum penuh arti. Ia pun menepuk pundak Gaara dengan kencang, membuat pemuda bersurai merah itu melunturkan senyumnya tanpa sisa.

"Kau juga, kawan. Segeralah menyusul," ujarnya dengan heboh.

Gaara menghela napas. "Entahlah. Kurasa aku butuh lebih lama lagi."

Naruto mengangguk pertanda mengerti. Ia menelan habis dango di dalam mulutnya lalu menjawab. "Aku yakin semuanya akan segera terjawab. Lagipula Sakura-chan pernah berkata jika hubungan kalian mengalami kemajuan.

Kedua mata Gaara mengerjap. Ia menatap tak percaya pada pemuda pirang itu dan disambut dengan cengiran lebar yang cukup menyebalkan.

"Sakura mengatakan itu?"

"Iyap."

Diam-diam pemuda itu mengulas senyum.

"Apalagi yang dia katakan?"

Naruto terkekeh kecil. "Ah, aku sudah berjanji padanya untuk tidak mengatakan apapun padamu. Lebih baik kau tanya saja dia," jawabnya dan membuat Gaara memasang wajah malas.

Kini keduanya dilanda hening. Baik Naruto maupun Gaara sama-sama membuang pandangan ke luar kedai, menatap kembali jalanan yang mulai sepi seiring dengan malam yang semmakin larut.

"Jujur saja, aku sangat gelisah saat ini, hahaha."

Tawa renyah itu membuat Gaara ikut tersenyum samar. Tentu saja ia paham akan hal itu. Meski ia tidak begitu paham tentang seluk beluk pernikahan, namun semua orang pasti akan gugup ketika menyambut hari besar baginya. Gaara pun meyakinkan Naruto jika semua akan baik-baik saja. Kendati demikian, hal itu tak kunjung membuat Naruto tenang.

"Entah mengapa, aku gelisah bukan karena pernikahan besok, Gaara. Tapi ada hal lain, dan aku tidak tau itu apa."

*

*

*

Tbc..

Chapter 16, updated!!

Jujurly ini tuh chapter dengan jumlah words terbanyak sejauh ini. Awalnya aku mau buat chapter ini jadi 2 bagian. Tapi kayaknya terlalu gantung jadi aku satuin aja hahaha. Semoga kalian suka!!

Okede kayaknya cukup sampe di sini aja. Seperti biasa aku mengharapkan vote dan komen dari kalian karena satu vote dan komentar dari kalian adalah semangat aku buat lanjut nulis. Akhir kata, terima kasih buat kaliannn!!!

Salam

Ilaa.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

813K 19K 140
Naruto characters x reader. More simple Naruto Oneshot Stories. Hope you like them. ❤️💜🖤❤️💜🖤
36.7K 1.3K 11
Draco falls hard and Harry is bad at feelings, but it's alright because apples. Amortentia, quidditch, outing, and other disasters ensue.
938K 21.5K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
6.3K 169 4
Ryan laughs, "No, we're just friends. There's nothing between us," Brendon's smile wavers the slightest and he forces a laugh, "Yeah, nothing." Des...