[3] KIMcheees 3x✓

By Arrastory

162K 31.6K 6.5K

[KIMcheees Series] [3] Rumah tak lagi terasa ramai Justru kini teras sepi Tak ada Karaoke ala Hanbin, Bobby T... More

Prolog
Menguatkan Ingatan
Untuk Si Anak Ketiga
Keluarga Kecil Si Sulung
Party
Kakek & Tiga Cucunya
Cerita Cinta Anak Perempuan Satu-satunya
Si Bungsu Dan Para Teman Perempuannya
Kisah Mantan CEO Lambe
Keluarga Lain Haruto
Ruru
Panti Asuhan
Cucu Pertama dan Anak Terandom
Cerita Cinta Si Bungsu
Kapan Nikah?
HMM
Hari Lahir Si Anak Sulung
TV Baru
Golongan Manusia Bucin
Sidang Dadakan
dr. Kim Hanbin
Keluarga Hayi
Harapan yang Terkubur
Sweet Seventeen
Curhat Dooong
Buka Puasa
"Apa pendapat kamu tentang orang yang masih tinggal sama mertua?"
GIMANA CARA NGOMONGNYA?!
Dha's Clothing
Haruto Pernah Merasakannya
Malam Sebelum Lebaran
Lebaran Lagi Kitaaa
Tragedi Lamaran Jilid II
Princess-nya Heechul Cees
Demi Halal
The Ipar's
"... tau gak kenapa Dahyun gak cantik?"
Gabutnya Tuan Muda
Sehari Bersama Sultan
Anak Baru
Kim Donghyuk, S.H
SIRAM SAJA SUDAH!
ALHAMDULILLAH SAAAH!
Target Ngidam Baru
Duta LDR
Impersonate ala Heechul cees
Kado Antimainstream
Cemburu Ala Mereka
Huru Hara Ibu Hamil
Calon Anggota Tetap?
Pasukan Bunda
HBD y
Duo Bungsu
Jadi Pengasuh
Jagoan Lagi
Hayi kapan?
Nama Anak
Rumah Yang Sepi
Si Bungsu
Bukan Satu-satunya
Circle Yang Sulit Ditembus
Harta, Tahta, Rangers Bungsu Bunda
"Bapak Lo Ulang Tahun"
7iKAN is Back
Tempat Ngungsi
Calon Penduduk Sementara Graper 2
Hayi dan Segala Tingkahnya
Little Lambe
Korban Ngidam
Nikah?
Makan-makan
Nggak Jadi Pindah😫
Princess Satu-Satunya
Takut Nikah
Insecure
Nyerah?
CINCIN
Panitai Acara
Datang Lebih Awal
Si Bayi Ajaib
Ritual Penyambutan Kim Hajoon
Pesta Bujang
Akhirnya Nikah Juga

Duta Pariwisata

1.5K 374 67
By Arrastory

Bang Sarden: Lo lagi sama May?
Bang Sarden: Dia belum balik jam segini. Mami udah nyariin.

Haruto bedecak. Matanya melirik pada jam dinding kamarnya. "Masa iya acaranya belum selesai," gumam Haruto. Ia merubah posisi tiduran menjadi duduk. Niat untuk memejamkan mata terpaksa ditunda.

Haruto: Coba lo telpon

Bang Sarden: Nggak diangkat

"Moo, Moo. Gue rukiyah juga lo!" Haruto dengan malas beranjak keluar. Memakai hoodie-nya dan membawa satu hoodie lagi untuk Mao. Ia bergegas menuruni tangga. Lantai satu cukup gelap. Ayah dan Bunda sudah terlelap.

Remaja kelas 2 SMA itu keluar melalui pintu dapur yang terhubung langsung ke garasi. Membuka pagar rumahnya, dan siap melaju keluar tanpa izin orang rumah.

Nada sambung menghubungi Mao terdengar di ponsel Haruto. Ia memiliki nomor lain Mao yang keluarganya tak tahu.

"Apaan?"

"Lo di mana? Masih di Disbudpar?" Haruto langsung balik bertanya. "Abang lo nyariin," jelasnya. "Gue nggak bilang lo lagi ikut seleksi."

"Iya, belum beres ini anjir!" balas Mao. "Gila, gue laper. Deg degan juga."

"Belum tampil?" tanya Haruto. "Mau makan apa? Gue otw, nih."

"Beliin camilan dulu aja. Gue bentar lagi dipanggil."

Haruto hanya berdeham. Panggilan terputus sepihak oleh Mao. Mercedes Benz C300 itu berhenti di sebuah minimarket 24 jam. "Camilan si Mao apaan anjir? Jangkrik?"

Beberapa roti, ciki, biskut dan minuman yang biasa Mao beli kini sudah Haruto ambil. Dengan cepat ia membayar belanjaan tersebut dan langsung kembali ke mobil.

Kantor Dinas Budaya dan Pariwisata menjadi tujuan berikutnya. Mao sedang ikut seleksi duta pariwisata. Tak banyak yang mengetahuinya. Perempuan itu hanya memberi tahu Haruto.

"Pantes aja belum beres," gumam Haruto. "Rame banget ini." Mobil hitamnya sudah masuk ke area parkir Disbudpar yang sangat ramai. "Peserta emang boleh keluar ya?"

Lobi kantor dinas itu sangat ramai. Haruto terlihat bingung karena tak melihat satupun orang yang ia kenal. "Si May di mana sih?" gerutunya. Ia terus berjalan tanpa arah dengan tangan menjinjing plastik.

"Mau ke mana, Mas?" Seorang pria bertanya saat melihat Haruto kebingungan. "Mungkin saya bisa bantu."

Ruangan peserta ada di mana ya, Pak?" tanya Haruto. "Saya mau nitipin barang."

"Ruangan peserta seleksi duta pariwisata? Ada di lantai 3, Mas. Tapi, itu ruangan steril. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk."

"Kalau nitip makanan bisa?" Haruto memperlihatkan plastik di tangannya. "Temen saya kelaparan, Pak."

Senyuman terbit di wajah pria tersebut. Name tag di kalungnya menjelaskan bahwa ia adalah panitia. "Semua pesertanya juga pasti lapar, Mas. Acaranya bentar lagi selesai, kok. Mas bisa tunggu di lobi."

Haruto hanya mengangguk. Ia langsung kembali ke lobi setelah mengucapkan terima kasih. "Yang lain datang ditemenin. Lah, Si Mao malah ogah bilang ke orang-orang," gumamnya. Mata Haruto sudah fokus pada ponsel di tangan. Ia mengirim pesan kepada Mao.

Haruto: Gue tunggu di lobi. Nggak boleh nyamperin lo. Lo bawa mobil?

Mao: Okay. Mobil gue ada di rumah Mara. Tadi izin ke sekolah pake supir Mara.

"Si Mara tau?" tanya Haruto pada dirinya sendiri. "Tapi, dia keliatan santai aja. Apa May ngebohong?"

Haruto sudah duduk lesehan di pojok dekat meja resepsionis. Lelaki itu menunduk, fokus pada ponselnya. Walaupun hanya berselancar di sosial media, setidaknya ia tidak kebosanan.

"GUE LOLOOOS!"

"LO LOLOS? AAAAA!"

Teriakan para perempuan dan gerombolannya membuat fokus Haruto terlalihkan. Suara ribut semakin terdengar karena banyak kelompok yang merayakan keberhasilan temannya.

"Wanying, Si Mao mana?" gumam Haruto. Ia langsung beranjak. Tubuh tingginya bisa dengan mudah melihat keadaan sekitar, meradar keberadaan Mao. "Itu manusia kagak bunuh diri, kan?"

Langkah Haruto semakin melebar. Beberapa kali ia menabrak orang-orang. "Moo!" panggilnya saat melihat Mao yang linglung di depan lift. "Anjir! Gue kira lo jadi tumbal gedung baru!"

"Hah?" Mao menoleh ke pada Haruto. Ia terlihat kebingungan. Sudah seperti korban hipnosis yang baru sadar.

"Hah, heh, hah, hoh! Ayok, balik." Haruto dengan santai menggenggam tangan Mao. Ia menuntun perempuan itu keluar dati kerumunan manusia yang sedang bersuka cita.

"Lo bawa mobil?"

"Gue nggak punya motor," jawab Haruto asal. Ia membukakan pintu untuk Mao. "Makan ini dulu aja. Sekalian cari tempat makan yang buka."

Mao dengan santai membuka bungkus roti coklat. Ia melewatkan makan siang dan malam. Rasa lapar bahkan sudah tak lagi terasa.

"Mara tau lo ikut seleksi duta pariwisata?" tanya Haruto. Ia mengemudikan mobilnya menuju jalan raya. "Terus itu lo pake alasan apa sampe bisa pinjem supirnya Mara?" Haruto kembali bertanya saat mendapatkan gelengan kepala dari Mao.

"Gue bilang ada casting film," jawab Mao. "Mara yang emang selalu suport gue langsung ngasih naskah skenario ke supirnya yang tiba-tiba berubah jadi Om gue."

Haruto langsung mengumpat. "Anjim! Si Mara anaknya nggak pernah ngebohong!" sewot Haruto. "Terus tadi gimana? Lolos?"

Pertanyaan Haruto tak mendapatkan jawaban dari Mao. Perempuan itu masih tetap diam dan memilih untuk menghabiskan roti di tangannya. Mao bahkan sudah membuka ciki untuk makanan berikutnya.

"Moo, lolos kagak?" tanya Haruto sekali lagi.

Sayangnya, bukan jawaban yang Haruto jawab. Tangis Mao yang ia dapat. "Gu-gue udah capek-capek hafalin semua materi. Tiap hari latihan nari. Gagal cuma gara-gara ada anak Walikota ikutan."

"HAH?" pekik Haruto. "Wah, anjing. Perlu dibantai kagak?"

Mao tak menjawab perkataan Haruto. Perempuan itu masih sakit hati karena tidak lolos dengan cara licik. Pointnya jauh lebih tinggi dari anak pejabat itu.

"Udah, masih ada tahun depan." Haruto membukakan air mineral untuk Mao. "Daftar lagi. Buktiin lo bisa jadi nomor 1 tanpa ada orang dalam."

"Ini udah dua kali gue gagal," gumam Mao di sela-sela tangisnya. "Untung aja sekarang cuma lo yang tau, jadi gue nggak malu-malu banget."

"It's Okay. Lo ada di titik ini aja udah keren," kata Haruto yang mengusap pucuk kepala Mao. "Mau McD atau Pecel Lele?"

💃

"Lo tau Jack Ma?" tanya Haruto tiba-tiba. "Dia selalu gagal ujian di sekolah. Terus, dari 24 pelamar di KFC. 23 keterima, cuma dia yang gagal."

Mao hanya diam. Sakit hati karena gagal masih terasa jelas. Berada di titik ini, ia tidak membutuhkan cerita motivasi.

"Bill Gates, Colonel Sanders, Stephen King, bagkan Mang Tatang. Mereka semua pernah gagal."

"Mang Tatang siape?" sewot Mao. Tawanya tak bisa tertahan. Celetukan Haruto selalu berhasil mengusik humornya.

"Ada," jawab Haruto. "Tukang tahu keliling di gerbang tol."

"Dia gagal apa?"

"Dia gagal jadi petugas jalan tol." Penjelasan Haruto membuat tawa Mao semakin pecah. "Tapi, dia nggak mau nyerah. Akhirnya dia jualan tahu dorong di pintu tol."

Mao mengusap air matanya. Kali ini ia menangis karena cerita karangan Haruto tentang Mang Tatang. "Makasih, Mang," ucap Mao saat penjual pecel lele datang membawakan pesanan ia dan Haruto.

"Mang, pernah gagal nggak?" tanya Haruto tiba-tiba.

"Gagal naon, Aa Kasep?" (Gagal apa, Aa ganteng?)

"Naon waeee," (Apa aja,) jawab Haruto santai. "Nu penting gagal." (Yang penting gagal.)

"Aya. Keur ngora Mamang pernah gagal tes jadi petugas di jalan tol." (Ada. Waktu muda Mamang pernah gagak tes jadi petugas di jalan tol.)

Mao berusaha menahan tawanya. Cerita kegagalan penjual pecel lele ini hampir sama dengan karangan Haruto.

"Terus Mamang milih dagang pecel lele?"

"Muhun. Akhirnya Mamang buka usaha pecel lele," cerita pria tinggi kurus itu. "Pecel Lele Mang Tatang."

Tawa Mao langsung pecah. "Aduh, Maaf, Mang," ucap Mao tak enak. "Ceritanya menginspirasi, tapi muka temen saya kayak alien salah habitat."

"Teu sawios, Neng. Mamang pamit ngagoreng dei, nyah. Seeur pesenan." (Nggak apa, Neng. Mamang pamit ngegoreng lagi, ya. Banyak pesanan)

"Ralat," kata Haruto. "Ternyata Mang Tatang nggak jualan tahu. Dia pengusaha pecel lele dan ayam."

💃

"Makasih ya, To."

"Elah, pecel lele doang," balas Haruto. Sekarang ia sedang mengantarkan Mao menggunakan mobil perempuan itu, sedangkan mobilnya ditinggal di rumah Mara.

"Makasih udah nyimpen semua rahasia gue, selalu maju paling depan kalo gue butuh, dan suport apapun yang sedang gue lakuin," jelas Mao.

Haruto mengangguk paham. "Gue pernah ada di posisi lo sama Asahi," cerita Haruto. "Dibenci sama sodara sendiri itu sakit banget rasanya, Mo. Makanya gue nggak mau lo benci sama Asahi."

Mao hanya terdiam. Ia menyetujui perkataan Haruto. Lelaki ini memang menjadi juru selamat di persaudaraan Mao dan Asahi.

"Gue nggak pernah punya cita-cita, gue nggak pernah peduli sama nilai karena orang tua gue juga nggak akan peduli. Itu semua pernah gue rasain sebelum ketemu sama keluarga gue yang sekarang." Haruto masih terus bercerita sembari mengemudikan mobil Mao. "Gue emang nggak bisa nyelamatin semua orang, tapi setidaknya gue akan pastiin orang-orang di sekitar gue akan selamat. Termasuk lo."

"Sekarang ..., lo punya cita-cita?" tanya Mao.

"Punya."

"Apa?"

"Pastiin hidup semua Kakak perempuan gue baik-baik aja."

"Semua?" Mao menoleh bingung. "Teh Dahyun sama siapa?"

Senyuman Haruto terbit bersamaan dengan air matanya yang menetes. Ia dengan cepat mengusap sungai kecil di pipinya. Suasana di dalam Juke biru tersebut seketika menjadi hening.

"Baek-baek lo sama keluarga yang sekarang. Mereka sayang sama lo, jangan buat mereka kecewa."

Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

495K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
240K 36K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
31.6K 2.5K 49
4 cegil dengan kisah mereka masing-masing Karina si gagal move on Giselle si paling Friendzone Winter si paling gak peka Dan Ningning si paling gak j...
2.4K 133 7
" Rumah itu gak selalu bentuk bangunan, bisa aja bentuknya orang orang dongo, bucin, banyak omong, bawel, galak, kayak di kelas Ips 2" 2004z universe