ET CETERA

By youraraa_

3.9K 431 990

[END] Jung Jaehyun ft. You; Short Stories Cover: pinterest.com © Youraraa, 2023 More

0 #등등
1 #단 하루만
2 #희생
3 #더 사랑하는 쪽이 아프다
4 #내 눈물 모아
5 #나의 모든 날
6 #별처럼 빗나는 시간
7 #운명 이라면
8 #조금만 더
9 #비가 오는 날엔
10 #너의 하루는 좀 어때
12 #여자이나까
13 #처음 만날따처럼
Imperfect: Instagram

11 #거짓말 처럼

98 9 0
By youraraa_

Backsound #11

Punch ㅡ As it was a Lie

Title: My Precious Stepbrother (Pt. 3)

***

Kamu terdiam di dalam kamarmu, masih merasa sesak setelah melihat dengan mata kepalamu sendiri apa yang terjadi pada Jeffrey. Selama di dalam bus ketika perjalanan kembali ke rumah, kalian berdua sama-sama terdiam dalam keheningan. Lidahmu terasa kelu hingga tak tahu harus berkata apa, sedangkan Jeffrey merasa jika kamu sudah mengetahui penyakitnya. Kini, Jeffrey sendiri tengah berbincang dengan ayahmu, dan menceritakan semua yang terjadi hari ini diantara kalian berdua.

"Semalam Nana tertidur di kamarmu. Adikmu itu sudah mengetahui semuanya."

Jeffrey menghela napas dengan kasar sambil mengacak rambutnya. Ia tidak suka jika kamu menjadi baik kepadanya hanya karena kasihan. Apalagi menyetujui perjodohan tersebut juga karena kasihan padanya. Ayahmu tahu apa yang kini sedang dirasakan oleh Jeffrey, dan beliau hanya bisa mengusap tangan Jeffrey dengan lembut.

"Kenapa kamu tidak mencoba mendekati Nana? Selama ini kamu belum pernah mencobanya, bukan? Papa yakin Nana setuju untuk menikah denganmu bukan karena kasihan. Papa tahu betul bagaimana anak papa. Dan papa juga tidak bisa memaksa jika kamu memang tidak ingin melakukan pengobatan. Tapi, jika kamu ingin membahagiakan Nana ke depannya, tolong pikirkan nasihat papa baik-baik. Papa percaya padamu, Jeff."

Jeffrey hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu masuk ke dalam kamarnya. Ayahmu hanya bisa menghela napas, dan membiarkan kalian berdua menghabiskan waktu sendiri di kamar masing-masing. Beliau tahu betul seberapa besar rasa sayang Jeffrey padamu, dan beliau juga yakin jika Jeffrey pasti bisa membuat keputusan yang bijak.

Tak terasa hari telah berganti, dan kamu yang tertidur sangat lama sambil menangis semalam pun pada akhirnya terbangun dengan mata bengkak. Hari ini ada ulangan matematika, tidak mungkin kamu izin lagi. Terpaksa, untuk menutupi kedua matamu yang bengkak itu, kamu menggunakan kacamata hitam. Terlihat aneh, namun kamu tidak peduli.

Jeffrey tersentak kaget ketika melihatmu keluar kamar dengan menggunakan kacamata hitam. Ia pun hanya bisa mengelus dada perlahan karena benar-benar terkejut melihat penampilan anehmu ketika hendak berangkat ke sekolah.

"Kenapa? Kaget melihat penampilanku? Pasti kamu belum pernah melihat wanita secantik diriku ini. Iya, kan? Ini namanya fashion, kamu tidak akan paham."

Jeffrey tertegun melihat sikapmu yang kembali seperti biasanya. Sebenarnya, Jeffrey hendak menjaga jarak sejenak darimu jika sikapmu tiba-tiba menjadi baik seperti kemarin, tapi ia urungkan niat tersebut setelah berpapasan denganmu pagi ini.

"Terserah apa katamu. Apa kamu mau aku antar ke sekolah? Tidak, bukan? Kamu berangkat sendiri saja, ya? Sudah besar juga."

Belum sempat kamu menjawab pertanyaan tersebut, Jeffrey dengan seenak jidat sudah menjawab pertanyaannya sendiri, lalu berjalan mendahuluimu karena hari ini ia juga ada kuliah pagi. Kamu menendang angin dengan kesal, lalu berlari mendahului Jeffrey untuk menghampiri ayahmu yang juga sudah bersiap untuk berangkat ke kantor.

"Pahㅡ"

"Kamu bisa berangkat sendiri, kan? Papa ada meeting pagi ini, jadi tidak bisa mengantarmu ke sekolah. Kalau saja arah sekolahmu sama dengan arah tempat kerja papa dan kampus Jeff, kita tentu bisa berangkat bersama. Lain kali jika papa tidak ada meeting, nanti papaㅡ"

"Ya, ya. Aku tidak peduli. Lebih baik papa urusi saja anak kesayangan papa itu. Aku berangkat dulu. Bye!"

Jeffrey hanya bisa tersenyum tipis melihat tingkahmu yang terlihat begitu menggemaskan di matanya. Meskipun kamu kembali bersikap dingin, Jeffrey tetap merasa bahagia karena kemarin kamu terlihat begitu khawatir terhadapnya. Dan Jeffrey pun sebenarnya tahu jika kamu menangis semalaman suntuk hingga harus memakai kacamata hitam ke sekolah.

'Nanti aku akan menjemputmu setelah kuliahku selesai, Nana.'

***

"Nana, mengapa kamu memakai kacamata hitam ke sekolah? Matamu sedang sakit?"

"Ah, iya, pak. Saya sedang sakit mata."

Tian hanya mengangguk paham, lalu segera membuka pelajaran pada jam pertama. Sialnya, jam pertama kamu sudah harus merasakan rasanya sakit kepala karena ulangan matematika, dan matamu pun terasa perih akibat menangis semalaman.

Tian yang tengah mengawasi jalannya ulangan matematika di kelasmu itu, secara diam-diam selalu mengambil kesempatan untuk melirik ke arahmu yang terlihat seperti tidak fokus mengerjakan. Ia pun mendekat, lalu melihat lembar jawabanmu yang masih kosong. Sontak kamu terkejut karena tiba-tiba saja Tian membisikkan sesuatu padamu.

"Kalau tidak bisa, tidak perlu dipaksa. Saya tetap akan memberikan nilai yang bagus untukmu, sayang."

Merinding, kamu merasa merinding mendengar ucapan Tian yang tiba-tiba memanggilmu dengan panggilan sayang. Padahal, kemarin ketika kamu menghabiskan waktu bersama dengan gurumu itu, kamu tidak melihat sisi seorang Tian yang seperti ini. Kamu pun hanya mengangguk, lalu segera fokus untuk mengerjakan ulangan matematika hingga jam selesai.

"Nanti sepulang sekolah, temui saya di dekat gerbang sekolah. Ada yang mau saya katakan padamu."

Kamu hanya mengangguk, lalu bergidik ngeri ketika gurumu itu tersenyum tipis kepadamu. Entahlah, rasanya terlihat aneh, padahal sebelumnya kamu sempat terpesona dengan Tian. Dan berkat kata-katanya tersebut, kamu tidak fokus hingga jam pelajaran terakhir berakhir. Bel sekolah sudah berbunyi, dan kamu pun segera bergegas untuk pulang karena khawatir dengan Jeffrey.

"Nana? Kenapa buru-buru? Saya mau bicara sebentarㅡ"

"Maaf, pak. Saya ada urusan yang lebih penting. Saya harus segera pulang."

"Nana!"

Kamu tersentak kaget karena mendengar suara seseorang yang sudah tidak asing lagi bagimu. Dan kamu bisa melihat jika Jeffrey saat ini tengah berlari mendekatimu, lalu dengan sengaja memelukmu di hadapan Tian. Tian mengepalkan tangannya dengan geram melihat kedatangan Jeffrey, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ia masih berada di lingkungan sekolah.

"Mas Jeff kenapa ada di sini? Mau jemput aku? Tumben."

"Iya, sayang. Kebetulan aku meminjam mobil papa, jadi sekalian aku jemput kamu. Sekarang kita pulang, yuk?"

Kamu seketika terpana mendengar kata-kata yang teramat halus keluar begitu saja dari bibir Jeffrey. Orang yang selama ini selalu berbicara ketus dan dingin denganmu, ternyata bisa berbicara dengan selembut itu. Memanggilmu sayang pula. Siapa yang tidak luluh jika dipanggil seperti itu oleh orang yang kamu suka?

'Sepertinya aku memang mulai menyukai mas Jeff.'

"Maaf, Nana harus pulang sekarang. Dan tolong jauhi Nana, karena Nana setelah lulus akan resmi menjadi istri saya. Lalu, lebih baik anda cari korban lain saja untuk menjadi taruhan anda. Tidak pantas seorang guru bertaruh dengan berpura-pura mendekati Nana hanya untuk kepuasan pribadi anda."

Jeffrey segera menarikmu pergi menjauhi Tian, dan mengajakmu masuk ke dalam mobil ayahmu yang berada tepat di seberang. Kamu sebenarnya masih bingung dengan semua ucapan Jeffrey tadi, namun ketika melihat raut kekesalan Tian, kamu sepertinya agak sedikit paham. Paham jika dirimu dijadikan sebagai bahan taruhan oleh gurumu sendiri.

"Maaf, aku tidak bermaksud mempermalukanmu di depan gurumu. Sebenarnya, sebelum aku kembali ke rumahku, aku memang tidak sengaja bertemu dengan gurumu itu, dan tidak sengaja juga mendengar perkataannya jika dia sengaja mendekatimu agar memenangkan taruhan bersama teman-temannya. Pada akhirnya, aku pun menghajarnya karena tidak tahan."

"Jadi, karena itu kemarin sudut bibirmu terluka? Astaga! Aku sampai kehilangan kata-kata. Apa mas Jeff sudah gila, hah?! Kalau mas Jeff kemarin terluka parah, bagaimana? Berhenti membuatku khawatir!"

Jeffrey tersenyum tipis mendengar kata-kata yang selama ini tidak pernah ia sangka akan keluar dari mulutmu. Ia ingin memelukmu saat ini juga, tapi dirinya tidak berani. Wajahnya kini tiba-tiba saja mendadak murung, dan tentu saja kamu kembali dibuat khawatir olehnya.

"Mas, kamu kenapa? Kalau ada yang mengganjal di pikiranmu, ceritakan saja padaku. Lagi pula, aku juga sudah tahu tentang penyakitmu, dan aku tidak masalah dengan hal itu."

"Akuㅡaku tadi sempat tersesat, dan mengelilingi tempat yang sama berulang kali. Aku bahkan hampir lupa di mana letak sekolahmu, membuatku merasa sangat tidak berguna. Maafkan aku."

Untuk pertama kalinya, kamu melihat ekspresi Jeffrey yang terlihat begitu menyayat hati. Hatimu pun kembali terasa sakit, dan entah mengapa semua kebencianmu padanya selama puluhan tahun ini langsung sirna begitu saja. Kamu memberanikan diri untuk memeluk Jeffrey, dan berusaha untuk mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja.

"Kalau memang kita akan menikah setelah aku lulus nanti, apa mas Jeff bersedia menjalani pengobatan? Aku juga ingin hidup bahagia bersama dengan suamiku dalam waktu yang lama."

"Baiklah, apapun demi kamu. Terima kasih karena kamu mau menerima keadaanku. Dan semoga aku bisa menua bersamamu."

***

"Mas Jeff, obatnya sudah diminum?!? Duh, aku ada presentasi pula hari ini. Kalau mas Jeff aku tinggal di rumah sendirian, gak apa-apa, kan???"

Pukul 10 pagi ini kamu ada presentasi di kampus, dan mau tidak mau kamu harus meninggalkan Jeffrey sendirian di rumah. Biasanya, ada bibi yang membantu keperluan rumah tangga kalian atau sekadar menjaga Jeffrey, namun hari ini beliau izin karena harus mengantarkan suaminya berobat ke rumah sakit.

Tidak ada jawaban dari Jeffrey, padahal kamu tadi sudah sedikit berteriak agar suamimu itu dengar. Terpaksa, kamu yang sudah hendak berangkat ke kampus itu pun harus kembali ke kamar sejenak hanya untuk mengecek keadaan Jeffrey. Sebenarnya Jeffrey masih baik-baik saja, karena ia rutin mengonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter, setidaknya untuk membantu memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer yang dideritanya.

"Mas?"

Kamu membuka pintu kamar, melihat Jeffrey yang masih terfokus di depan laptopnya. Kamu pun mendengus kesal, karena bisa-bisanya Jeffrey tidak menyadari kehadiranmu saat ini. Kamu memasang wajah cemberut sembari menghentakkan kaki dengan suara yang keras, membuat atensi lelaki tersebut beralih kepadamu.

"Sayang? Belum jadi berangkat?"

"Astaga! Daritadi dengar apa tidak sih kalau aku panggil? Mas Jeff juga jangan kerja terus! Lagi pula, papa juga sudah memberikan posisi jabatan yang beban kerjanya tidak terlalu berat untuk mas di perusahaan. Aku tidak mau kalau mas Jeff tiba-tiba saja melupakanku!"

Jeffrey tersenyum manis sembari mengangguk. Ia lalu melepas kacamata bacanya, dan menarikmu ke dalam pelukannya. Jeffrey mengecup keningmu perlahan, lalu mengecup bibirmu dengan cepat.

"Tenang saja, aku sudah meminum obatku. Hari ini aku berjanji tidak akan pergi kemana-mana sampai kamu pulang kuliah. Jadi, kamu tenang saja, ya? Pekerjaanku juga sebentar lagi selesai. Lebih baik kamu berangkat kuliah sekarang, daripada telat."

Kamu mengangguk sembari menghela napas lega. Jika Jeffrey terlihat baik-baik saja seperti ini, tentu kamu tidak akan khawatir jika harus meninggalkan suamimu sendirian di rumah. Semenjak kamu menikah dengan Jeffrey setelah lulus dari sekolah menengah atas, kamu belum pernah sekalipun meninggalkan Jeffrey sendirian.

Sejak kamu masuk kuliah pun, terkadang kamu akan mengajak Jeffrey untuk ikut menemanimu ke kampus. Terkadang, ayahmu juga akan mengajaknya ke perusahaan, dan terkadang juga ada bibi yang akan menjaganya ketika ia sendirian di rumah. Baru kali ini kamu membiarkan Jeffrey sendirian di rumah, tentu hal tersebut membuatmu agak sedikit khawatir.

"Ya sudah, jangan keluar dari rumah, ya? Tunggu aku pulang. Kalau mas Jeff lapar, sudah aku siapkan makanan di meja. Intinya, jangan keluar rumah sebelum aku pulang. Paham?"

"Iya, sayang."

Kamu pun megelus rambut Jeffrey dengan sayang, lalu mencium punggung tangan Jeffrey sebelum meninggalkannya di rumah sendirian. Dengan langkah yang mantap, kamu pun berangkat ke kampus dengan perasaan yakin jika Jeffrey pasti akan mengingat pesanmu tadi.

"Suami gantengmu itu ke mana? Tumben tidak diajak."

Kamu hanya mengendikkan bahu, lalu duduk di bangku tengah, bersiap untuk melakukan presentasi bersama dengan anggota kelompokmu. Teman-temanmu pun sebenarnya juga sudah tahu jika kamu menikah di usia yang sangat muda, tapi untungnya mereka semua memiliki pemikiran yang terbuka. Lagi pula, kamu belum berniat untuk memiliki momongan terlebih dahulu, jadi tentu pernikahanmu itu bukan karena kamu hamil di luar nikah.

"Seharusnya kamu ajak ke kampus saja, biar aku bisa cuci mata."

"Mohon maaf, dia sudah memiliki istri yang sah. Aku tahu suamiku sangat tampan hingga kamu tergila-gila dengannya, tapi asal kamu tahu, hanya ada aku di dalam hatinya."

Teman terdekatmu di kelas itu hanya mencibir perkataanmu, karena ia pun sebenarnya hanya bercanda denganmu. Lagi pula, ia juga tahu tentang penyakit Jeffrey karena kamu bercerita hanya kepadanya, jadi kamu tidak perlu khawatir karena tidak akan ada yang merebut Jeffrey darimu.

Presentasi kelompokmu berjalan dengan lancar, dan kini kamu langsung bersiap untuk pulang karena sudah tidak ada jadwal kuliah lagi. Siang itu, kamu melihat langit mulai mendung, dan yang ada di pikiranmu saat ini adalah Jeffrey. Satu-satunya hal yang kamu takutkan adalah ketika sudah memasuki musim penghujan. Setiap kali hujan turun, Jeffrey akan selalu membawa payung dan memaksa ingin menjemputmu pulang sekolah, meskipun pernah saat itu kamu sedang ada di rumah mengerjakan tugas kuliahmu.

Dan perasaan was-was dalam dirimu pun muncul kembali. Kamu bergegas berlari dan memanggil taksi, berharap hujan turun ketika kamu sudah sampai di rumah. Mirisnya, hujan sudah turun ketika kamu baru menginjakkan kaki masuk ke dalam taksi. Segera setelah itu kamu menyuruh sang supir untuk mengebut, dan kamu mencoba untuk memanggil Jeffrey melalui ponselmu.

"Tolong angkat! Aku mohon angkat teleponku!"

Gelisah, panggilan darimu pun tidak diangkat olehnya. Kamu sudah mencoba menghubunginya beberapa kali, namun sang pemilik ponsel tidak kunjung mengangkatnya. Kamu mulai menangis, takut jika Jeffrey tiba-tiba saja berlari keluar rumah dan pergi menuju ke sekolah lamamu.

Hujan semakin deras, dan kamu semakin gugup memikirkan keadaan Jeffrey. Sesampainya taksi di depan rumahmu, kamu pun langsung menghambur keluar sembari berlari menembus hujan, lalu mendobrak pintu dan langsung mencari Jeffrey ke seluruh penjuru rumah.

Kamu panik. Hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Jeffrey tidak ada di rumah, dan kamu segera menelepon ayahmu karena takut jika terjadi sesuatu pada Jeffrey. Ayahmu langsung bergegas mencari Jeffrey dengan menyuruh beberapa bawahannya untuk membantu mencarinya, dan kamu kini berinisiatif untuk pergi ke sekolah lamamu, berharap Jeffrey ada di sana.

Kamu kembali masuk ke dalam taksi karena kamu memang belum membayarnya, lalu taksi tersebut langsung melesat di tengah derasnya hujan. Kamu mencoba untuk terus menelepon Jeffrey, namun tetap tidak ada jawaban. Kamu menangis histeris karena begitu mengkhawatirkan suamimu, dan hal tersebut membuat sang supir kebingungan.

"Non, ada apa? Kenapa menangis? Apa terjadi sesuatu?"

"Suami saya, pak. Suami saya tidak ada di rumah."

"Loh, mungkin suaminya masih ada di tempat kerja, atau mungkin sedang berkumpul bersama dengan rekan kerjanya. Ini juga masih siang."

"Tidak. Suami saya spesial, pak. Tolong, tolong sedikit lebih mengebut, pak. Saya takut terjadi sesuatu pada suami saya."

Tanpa bertanya lagi, sang supir segera menambah kecepatannya, mendadak ikut khawatir karena kamu menangis begitu histeris. Untungnya, jarak rumah dengan sekolah lamamu tidak terlalu jauh, sehingga kamu pun segera menyuruh sang supir menunggu sembari kamu mencari suamimu di bawah guyuran hujan. Sang supir hanya menurut, karena ia juga tidak tega melihatmu yang kalang kabut seperti itu.

"Mas? Mas Jeff? Kamu ada di mana? Biasanya kamu pasti akan berdiri di depan gerbang sambil menungguku pulang, kan? Mas Jeff sekarang ada di mana?!?"

Kamu berteriak dengan kencang, dan suaramu hilang ditelan derasnya suara hujan yang turun. Kamu mencoba untuk mencari di dalam lingkungan sekolah, siapa tahu Jeffrey sedang berteduh di sana. Namun nihil, kamu tidak melihat siapapun di sekolahmu. Kamu tertunduk lesu sembari membiarkan tubuhmu basah kuyup, bimgung harus mencari Jeffrey kemana lagi.

Beberapa saat berlalu, seseorang tiba-tiba saja memayungimu dari belakang, sontak membuatmu langsung menoleh ke arahnya. Tangisanmu semakin pecah, karena yang memayungimu itu adalah suamimu, Jeffrey. Dengan senyuman manis yang terukir di bibirnya, Jeffrey menyerahkan sekantong kresek yang sudah bisa kamu tebak jika isinya pasti adalah es krim kesukaanmu.

"Nana? Kamu masih hobi hujan-hujanan ternyata. Ini, aku belikan es krim kesukaanmu."

Tanpa kata-kata, kamu langsung menghambur ke dalam pelukannya, merasakan ada perasaan sesak yang luar biasa di dalam dirimu. Jeffrey akan selalu seperti ini setiap hujan turun, dan kamu tidak tahu apa alasannya. Kamu masih memeluk Jeffrey dengan erat, seakan kamu takut jika kehilangan dirinya. Mulai detik ini, kamu berjanji pada dirimu sendiri untuk tidak akan pernah meninggalkan Jeffrey, bahkan sedetikpun.

"Mas Jeff sayang banget sama aku, ya? Sampai rela membeli es krim sambil menungguku di sekolah seperti ini. Padahal hujan sedang turun dengan derasnya."

"Iya, aku sayang banget sama kamuㅡ"

Tiba-tiba saja, senyuman di bibir Jeffrey yang tadinya mengembang, kini menghilang. Wajahnya terlihat murung, dan ia segera melepaskan pelukanmu sembari menatapmu tepat di kedua matamu.

"Sayang? Apa aku lupa lagi? Kenapaㅡ kenapa aku ada di sini? Kenapa aku ada di sekolah lamamu? Seharusnya aku ada di rumahㅡ"

Kamu membungkan mulut Jeffrey dengan memberikan ciuman sekaligus lumatan kecil. Hatimu terasa teriris, dan kamu tidak sanggup berkata-kata lagi. Kamu pun menangkup wajah Jeffrey, dan memberikan senyuman terbaik yang kamu punya.

"Mau berapa kali pun mas Jeff lupa, aku tetap bisa menemukanmu. Mulai sekarang, aku akan selalu menempel di sisi mas Jeff ketika hujan turun. Aku janji."

***

FIN ㅡ


Continue Reading

You'll Also Like

260K 8.4K 60
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
77.7K 9.8K 46
Kau tahu apa yang paling aneh dengan diriku? Aku tetap mempertahankan hubungan ini meski situasi kita salah, dan masih mencintaimu walaupun kau telah...
357 162 28
Semua manusia pasti menginginkan kehidupan normal, hidup sewajarnya berdampingan dengan manusia yang lain. Mulai dari bayi, masa kanak-kanak, remaja...
EX- By delicious

Fanfiction

53.9K 4.9K 27
"kak Tzuyu ya?" "iya kenapa?" "mantannya kak Jungkook ya?" started 15/04/18 End 25/06/18 [private acak]