ET CETERA

Af youraraa_

3.9K 431 990

[END] Jung Jaehyun ft. You; Short Stories Cover: pinterest.com © Youraraa, 2023 Mere

0 #등등
1 #단 하루만
2 #희생
3 #더 사랑하는 쪽이 아프다
4 #내 눈물 모아
5 #나의 모든 날
6 #별처럼 빗나는 시간
7 #운명 이라면
8 #조금만 더
9 #비가 오는 날엔
11 #거짓말 처럼
12 #여자이나까
13 #처음 만날따처럼
Imperfect: Instagram

10 #너의 하루는 좀 어때

81 9 0
Af youraraa_

Backsound #10

Gummy ㅡ Your Day

Title: My Precious Stepbrother (Pt. 2)

***

"Dibilangin jangan ujan-ujanan! Bandel banget, sih!"

Kamu mendengus kesal dan menjauhkan payung yang dibawa oleh Jeffrey. Padahal niat Jeffrey baik, kakak tirimu itu hendak memayungimu yang sedang asyik bermain di bawah guyuran hujan yang cukup deras.

"Nanti kamu sakit."

"Bodo. Gak usah peduliin aku! Sana! Hush!"

"Ya udah!"

Jeffrey melempar payung tersebut ke tanah, lalu segera pergi meninggalkanmu yang sama sekali tidak peduli dengan kehadiran Jeffrey. Saat itu usiamu baru 10 tahun, dan hubungan kalian tetap tidak bisa seperti kakak adik yang lainnya. Kamu membenci kehadiran Jeffrey, dan Jeffrey tahu akan hal itu. Apalagi ayahmu terlihat selalu pilih kasih, dan sampai kamu dewasa pun, kamu tetap membenci Jeffrey.

Sebenarnya Jeffrey sudah tahu sejak awal bahwa ia akan dijodohkan denganmu ketika dewasa nanti, dan ia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena perjodohan itu adalah wasiat dari orang tuanya. Oleh karena itu, ayahmu berpura-pura untuk mengadopsi Jeffrey dan mengajak Jeffrey untuk tinggal bersama, berharap jika kalian bisa akrab sejak kecil.

Namun, pemikiran ayahmu ternyata salah. Kamu terlampau membenci kehadiran Jeffrey, dan Jeffrey juga menyadarinya. Agar kamu tidak tahu perasaannya yang sebenarnya, Jeffrey pun mengikuti alur permainanmu. Ia juga selalu bersikap jahat, kasar dan tidak peduli kepadamu, padahal sebenarnya Jeffrey sudah menaruh rasa suka padamu sejak pindah ke rumahmu.

Jeffrey selalu memerhatikanmu secara diam-diam, selalu mencari tahu apa yang kamu sukai, meskipun sebenarnya Jeffrey belum ada niat untuk mulai mendekatimu. Ia ikhlas jika sampai dewasa kamu tetap membencinya, asalkan ia bisa selalu berada di sisimu. Entah, Jeffrey pun tidak paham mengapa ia malah bersikap ketus padamu sampai dewasa, dan ia pun merasa bahwa kamu mungkin tetap tidak akan bisa menerima perjodohan itu.

Nana sangat menyukai es krim rasa vanilla dan strawberry.

Nana sangat menyukai hujan.

Nana lahir pada awal musim gugur.

Nana takut gelap, Nana tidak bisa tidur jika tidak memeluk boneka teddy bear kesukaannya.

Nana sering mengigau ketika tidur, dan menurutku itu sangat lucu.

Nana selalu menatap langit malam sebelum tidur.

Nana selalu lupa membawa payung ketika musim hujan, dan ia pasti selalu pulang dalam keadaan basah kuyup.

Nana selalu menatapku dengan penuh kebencian ketika ia berpapasan denganku.

Nana terlihat cantik ketika tersenyum, dan jantungku selalu berdebar karenanya.

Nana tetap membenciku, ia tidak menyukai kehadiranku.

Aku menyukai Nana sejak awal aku pindah ke rumahnya.

Aku selalu mengikuti Nana ke mana pun ia pergi, dan aku selalu berusaha menjaganya dari jauh.

Nana tersenyum kepada pria lain untuk pertama kalinya, dan pria itu bukan aku.

Aku mengidap alzheimer karena bawaan dari ayahku, dan semoga Nana tidak mengetahuinya.

Aku takut jika aku melupakan Nana suatu saat nanti.

Aku ingin menyatakan perasaanku, tapi Nana pasti akan mengira jika aku gila.

Seharusnya aku sadar diri, meskipun aku dijodohkan dengannya, aku tak mungkin bisa memiliki hatinya.

Setiap aku terbangun pada pagi hari, hal pertama yang harus ku ingat adalah Nana.

Sekarang aku tinggal di rumah ayah Nana dan diadopsi oleh pak Aditama, bukan di rumah peninggalan orang tuaku sendiri.

Ingat! Namaku adalah Jeffrey Rajaswara, bukan Jeffrey Aditama.

Kamu terduduk lemas di lantai kamar Jeffrey setelah membaca semua notes yang tertempel di dinding kamar kakak tirimu itu. Airmatamu lolos begitu saja, tidak menyangka jika Jeffrey memiliki rahasia sebesar ini.

"Apa papa tahu? Apa papa tahu kalau diaㅡ"

Kamu tidak bisa meneruskan kalimatmu. Dadamu terasa sakit, melihat betapa selama ini kamu begitu membenci kehadirannya. Tidak pernah sekalipun kamu menganggap Jeffrey ada, tidak pernah. Meskipun kamu terkadang merasa jika kakak tirimu itu seperti ingin mendekatimu, tetapi kamu selalu berhasil untuk menjauh darinya.

Kamu tidak pernah memberinya kesempatan untuk mendekatimu, dan mungkin itu yang membuat sikap Jeffrey selalu berusaha terlihat dingin di depanmu. Namun, setelah kamu membaca semua catatan yang tersebar di dinding kamar Jeffrey itu, kamu sadar jika selama ini Jeffrey selalu memerhatikanmu dari jauh.

Bahkan, semua hal yang tertempel di dinding kamarnya adalah tentang dirimu, seakan Jeffrey sadar jika suatu saat nanti perlahan-lahan pasti ingatannya tentangmu akan memudar. Apakah memang Jeffrey sesayang itu padamu? Hal itulah yang sedang mengusik dirimu, dan kamu pun kini takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan pada Jeffrey di luar sana. Jeffrey sedang sendirian, dan kamu mulai mengkhawatirkannya.

"Apa dia benar-benar sudah didiagnosis mengidap penyakit yang sama seperti ayahnya? Semoga saja tidak. Aku yakin tidak! Tidak boleh, dia tidak boleh mengidap penyakit itu!"

***

"Pah, rumah peninggalan orang tua yang dimaksud mas Jeff semalam ada di mana? Aku mau ketemu mas Jeff sekarang."

Pagi hari setelah kamu tidak sengaja tertidur di kamar Jeffrey, kamu pun segera bersiap-siap untuk menjemput Jeffrey di rumahnya. Kamu hanya tahu jika rumah peninggalan orang tua Jeffrey masih terletak di kota yang sama, tapi kamu belum tahu di mana lokasi tepatnya. Kamu pun berinisiatif menanyakan hal tersebut pada ayahmu, namun ayahmu terlihat bingung melihatmu yang sudah berpakaian rapi di pagi buta.

"Kamu mau ke mana pagi-pagi begini? Bukannya hari ini kamu sekolah? Kenapa memakai pakaian bebas?"

"Aku mau menjemput mas Jeff, papa! Tadi kan aku sudah bilang, aku mau menjemput mas Jeff. Papa jangan membuatku kesal! Aku sedang tidak ingin bercanda sekarang."

"Mas Jeff? Memangnya kamu sudah mau menerima Jeffrey sebagai calon suamimu, hmm? Mesra sekali kamu bisa memanggil Jeffrey seperti itu."

Kamu merasa gemas karena ayahmu malah menggodamu, padahal saat ini kamu tengah khawatir dengan keadaan Jeffrey. Kamu pun berasumsi bahwa ayahmu tidak tahu mengenai penyakit yang Jeffrey derita, padahal ayahmu mengetahui segalanya. Hanya saja, ayahmu berusaha bersikap seolah tidak tahu demi kebaikan kalian berdua. Dan ayahmu pun tahu jika kamu sudah mengetahui penyakit yang diderita Jeffrey.

"Papa! Cepetan! Aku mau jemput mas Jeff balik. Aku izin sekolah hari ini aja kok, pah. Ya? Izinin Nana, ya? Nana mau naik bus aja ke sana. Ayolah, pah? Beritahu aku di mana alamat rumahnya."

Ayahmu hanya menghela napas perlahan, lalu menyebutkan alamat rumah Jeffrey. Sebenarnya ayahmu pun pagi ini mau menjemput Jeffrey karena khawatir kepada anak tirinya itu, tapi sepertinya beliau bisa menitipkan Jeffrey padamu. Beliau tahu kalau kamu sudah dewasa, dan sudah saatnya juga kamu membuat pilihan sendiri. Pagi itu, ayahmu terlihat sangat bangga padamu. Dan beliau hanya berharap jika kamu nanti benar-benar bisa mengajak Jeffrey pulang.

Bus berhenti di terminal kota, dan kamu segera mencari taksi menuju ke alamat rumah Jeffrey. Selama di perjalanan menuju rumahnya, kamu merasa sangat gelisah. Namun, kamu juga bingung harus berkata apa jika bertemu dengannya. Jeffrey pasti akan marah jika kamu jujur telah mengetahui penyakitnya.

"Sudahlah, hadapi saja nanti. Kalaupun dia marah, itu memang haknya. Aku siap jika harus dimaki-maki olehnya."

Tak terasa, kamu sudah sampai di alamat yang disebutkan oleh ayahmu. Kamu pun turun dari taksi setelah membayar, lalu menatap ke arah rumah minimalis yang kamu percayai sebagai rumah peninggalan milik orang tua Jeffrey. Perlahan, kamu berjalan mendekat ke arah rumah tersebut, mencoba mencari alasan mengapa kamu datang jauh-jauh hanya untuk menemuinya.

Langkahmu terhenti ketika sudah berada tepat di depan pintu. Kamu terdiam sejenak, takut jika kedatanganmu membuat Jeffrey marah. Namun setelah berpikir beberapa saat, kamu dengan mantap mulai membunyikan bel, berharap Jeffrey ada di rumah.

Beberapa menit kamu menunggu, tapi tetap tidak ada respons dari pemilik rumah. Kamu pun masih mencoba untuk memencet bel beberapa kali lagi, namun hasilnya tetap nihil. Kamu sebenarnya merasa jika Jeffrey ada di rumah, dan berpikir mungkin saja lelaki itu sedang tidur atau memang tidak mendengar bunyi bel. Iseng, kamu dengan perlahan mencoba membuka knop pintu, dan nyatanya pintu tersebut terbuka.

"Huh? Pintunya tidak terkunci?"

Pikiran-pikiran aneh kini mulai muncul di dalam benakmu. Dengan panik, kamu langsung masuk ke dalam rumah dan mencari keberadaan Jeffrey. Nyatanya, setelah kamu cari di setiap sudut rumah pun, Jeffrey tetap tidak ada di sana. Namun, matamu tidak sengaja melirik ke arah ponsel yang sedang tergeletak di atas meja, dan kamu langsung mengambil ponsel yang kamu yakini sebagai milik Jeffrey.

'Dia memakai fotoku sebagai wallpapernya. Haruskah aku merasa senang?'

"Sedang apa kamu di sini? Kamu mengendap masuk ke rumah orang tanpa permisi, lalu membuka ponsel milik orang lain dengan sengaja, hah?!?"

Kamu terkejut ketika Jeffrey muncul di hadapanmu dan langsung merebut ponselnya darimu. Bisa kamu lihat jika kini wajah Jeffrey terlihat sangat marah, dan kamu hanya bisa merutuki dirimu sendiri karena merasa bersalah. Namun, pandanganmu yang tadi tertunduk, kini kamu arahkan tepat ke wajah Jeffrey, di mana kamu bisa melihat ada luka di sudut bibirnya.

"Bibirmuㅡterluka?"

"Untuk apa kamu datang ke sini dan masuk ke rumahku seperti seorang pencuri?"

"Kamu dari mana saja? Mengapa pintu rumahmu tidak terkunci? Kalau ada maling masuk, bagaimana? Akuㅡ"

"Dan maling itu adalah kamu. Kalau tidak ada urusan, lebih baik kamu pulang. Tenang saja, aku akan tinggal di sini jika kamu muak melihat wajahku. Dan aku juga bisa membatalkan perjodohan itu kalau memang kamuㅡ"

"Aku mau menikah denganmu, setelah aku lulus nanti."

Kening Jeffrey mengerut. Ia bingung mengapa tiba-tiba kamu bersedia menerima perjodohan itu. Jika harus jujur, sebenarnya Jeffrey merasa bahagia karena tiba-tiba saja kamu datang hanya untuk menemuinya. Tapi, mungkin saja kedatanganmu ke sini karena paksaan dari ayahmu, bukan dari kehendakmu sendiri.

"Apa papa yang menyuruhmu ke sini? Nanti aku akan bilang papa kalau kamu tidak perlu repot-repot mengunjungiku. Lebih baik sekarang kamu pulangㅡ"

"Aku ingin pulang bersamamu."

Dengan tidak tahu malunya, kamu malah mendekat ke arah Jeffrey dan memeluknya begitu saja. Jeffrey hanya bisa terdiam, badannya pun menegang, dan ia juga berusaha menetralkan degup jantungnya agar kamu tidak menyadari perasaannya. Jeffrey bingung dengan perubahan perilakumu, meskipun sebenarnya ia juga merasa senang jika kamu berubah seperti ini.

"Mas Jeff, aku lapar."

***

Dan kini, kalian berdua sedang makan bersama di rumah Jeffrey. Kebetulan Jeffrey membungkus makanan di sebuah kedai yang tak jauh dari rumahnya, karena ia tidak sempat memasak. Hening. Tidak ada yang membuka suara diantara kalian. Hanya suara dentingan sendok yang saling beradu menyentuh piring, yang dapat mencairkan suasana.

"Setelah ini aku akan mengantarmu pulang."

"Mas Jeff jawab dulu pertanyaanku tadi. Kenapa rumah ini tidak terkunci? Untung saja aku yang masuk, kalau maling? Bagaimana?"

"Aku sudah mengunci pintu rumah semalam."

"Tapi tadi tidak terkunci, loh! Nyatanya aku bisa masuk. Terus tadi mas Jeff ke mana? Kenapa tidak mendengar ketika aku memencet bel?"

"Apa kamu tadi memencet bel? Aku hanya tahu kamu tiba-tiba sudah ada di dalam rumahkuㅡ"

Jeffrey mendadak terdiam. Ia menaruh sendok di piringnya dan berusaha mengingat apa yang ia lakukan tadi. Sayang, ia tidak bisa mengingat apa-apa, dan ia pun langsung beranjak masuk ke dalam kamar, takut jika kamu mengetahui penyakitnya.

Kamu menggigit bibir bawahmu, tidak menyangka jika Jeffrey sudah mulai melupakan kejadian yang bahkan belum lama terjadi. Kamu tidak tahu harus bagaimana, namun tentu kamu tidak tega jika harus meninggalkan Jeffrey tinggal sendirian di rumahnya. Bagaimanapun juga, kamu harus membujuknya untuk ikut pulang ke rumah, dan kalau bisa kamu juga ingin membujuknya untuk segera berobat.

Dengan hati-hati, kamu mencoba mengetuk pintu kamar Jeffrey dan berharap Jeffrey mau membuka pintu kamarnya. Baru hendak memanggil namanya, kamu dibuat terkejut karena pintu kamar tiba-tiba terbuka, menampilkan Jeffrey yang sudah berpakaian rapi.

"Kamu tunggu di sini, aku mau ke minimarket sebentar."

"Tunggu! Mas Jeff mau membeli apa? Biar aku sajaㅡ"

"Tunggu saja di sini."

Jeffrey menepis tanganmu yang sejak tadi berusaha untuk menahannya agar tidak pergi, dan kamu pun tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya, kamu memilih untuk membiarkannya pergi, namun kamu tetap akan mengikuti Jeffrey secara diam-diam.

Kamu sukses mengikuti Jeffrey tanpa ketahuan, dan kini kamu masih mengintai dari kejauhan sembari menunggu Jeffrey selesai membeli sesuatu. Sebenarnya kamu penasaran dengan apa yang Jeffrey beli, dan kamu pun berusaha memperjelas penglihatanmu begitu Jeffrey keluar dari minimarket sembari membawa sebuah kantong kresek berwarna putih.

Kamu mengernyitkan keningmu karena tidak bisa menebak apa yang dibeli Jeffrey, namun kamu tetap terus mengikuti ke mana arah perginya Jeffrey yang menurutmu pasti akan langsung pulang ke rumah.

Tapi tiba-tiba saja langkahmu terhenti ketika kakak tirimu itu mendadak memilih untuk duduk di sebuah halte bus, yang tentunya membuatmu semakin kebingungan. Tanpa diduga, hujan tiba-tiba saja turun, dan mau tidak mau kamu harus mencari tempat berteduh selagi mengintai Jeffrey yang masih terdiam di halte bus tersebut.

"Hujan? Nana pasti tidak membawa payung. Aku harus segera menjemput Nana dan membawakan payung untuknya."

Hatimu terasa sakit begitu mendengar apa yang Jeffrey katakan. Ketika kakak tirimu itu berlari menembus hujan, kamu pun terpaksa ikut berlari di belakangnya. Kamu panik, kamu benar-benar tidak habis pikir jika ternyata penyakit Jeffrey sudah separah itu. Airmatamu pun bercampur dengan tetesan air hujan yang mengenai wajahmu, begitu sakit melihat Jeffrey yang terlihat gelisah karenamu.

"Rumah, di mana rumahku? Argh! Tolong! Aku tidak boleh lupa di saat seperti ini! Tenang, Jeff, tenang. Jangan panik. Nana pasti akan berteduh di dekat sekolahnya. Sekarang aku harus mengingat jalan pulang untuk mengambilkan payung dan menjemputnya pulang."

Kamu menangis histeris mendengar perkataan Jeffrey. Ingin rasanya kamu bersujud sambil meminta maaf atas semua kesalahan dan rasa bencimu kepadanya, namun rasanya masih belum cukup. Dan sekarang kamu sudah tidak peduli lagi. Kamu segera berlari ke arah Jeffrey yang masih berusaha mengingat alamat rumahnya, dan kamu pun langsung memeluknya dengan erat sembari menangis di pelukannya.

"Huh? Nana? Kamu kehujanan? Kenapa kamu ada di sini? Bukankah sudah kubilang untuk menunggu di rumah saja?"

Jeffrey tersadar jika dirinya tadi kembali lupa, lalu ia segera melepaskan pelukanmu yang masih memeluknya dengan erat, karena ia tidak mau kamu sadar jika dirinya sedang sakit. Ia lalu secara tidak sengaja menjatuhkan kantong kresek yang dibawanya, dan kamu pun langsung mengambilnya.

Kantong kresek tersebut ternyata berisi beberapa es krim rasa vanilla dan strawberry kesukaanmu, dan kamu hanya bisa menjatuhkan dirimu di tanah sembari menangis dengan kencang. Jeffrey yang masih belum sadar dengan maksud tangisanmu itu malah meminta maaf padamu, dan berniat untuk membelikanmu es krim yang baru.

"Maaf, aku akan membelikan es krim lagi untukmu."

"Tidak perlu, lebih baik kita pulang. Papa sudah menunggu kita."

"Tapi, es krimmu terjatuh."

"Aku bisa membeli es krim sendiri. Aku ini bukan anak kecil lagi yang harus kamu belikan es krim! Sudahlah, mas Jeff menurut padaku saja. Sekarang kita pulang ke rumah!"

***

To Be Continued ㅡ

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

258K 8.3K 60
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
1.6K 71 3
Hanya bunga tidur. Mostly, mature contents 🔞 Cho Kyuhyun x Kim Hyo Jung
IN SILENCE Af Galail

Teenage Fiktion

59K 8.3K 30
Ini hanya sebuah cerita sederhana yang mengisahkan tentang seorang gadis yang diam-diam mencintai pujaan hatinya tanpa diketahui oleh siapapun kecual...
1.9M 86.7K 46
Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seangkatannya waktu sekolah dulu, hingga samp...