***
Sudah hampir dua jam berlalu setelah Varun dan Ashmita pergi dari mansion Keluarga Maholtra itu sekarang. Dan keempat saudara yang lainnya kini sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Mereka sama-sama pasrah saja sekarang. Dan hanya terdiam sambil duduk tepat di atas sofa yang ada di ruang tamu itu. Nenek Arshia dan Bibi Taani pun juga masih ada di sana, serta sama-sama terdiam.
"Seandainya saja aku tidak pernah menyetujui semua rencana balas dendam itu." gumam Akash yang seketika saja membuat semua orang yang ada di sana menatap tepat ke arahnya. "Seandainya saja aku memiliki keberanian untuk menolak, mungkin aku menikahi Ashmita dengan cinta dan kami berdua bisa bahagia bersama. Mungkin, kami akan berdiskusi untuk memiliki anak. Tapi tidak. Aku sudah berjanji pada Nenek untuk terus menjalankan rencana balas dendam ini."
"Aku mulai merasa menyesal sekarang." ucap Prem yang sudah sejak tadi menundukkan kepalanya di sana. "Seandainya saja aku tidak memutuskan hubunganku dengan Soniya. Mungkin kami berdua pun sudah menikah dan bahagia sekarang. Dan tidak perlu lagi memikirkan balas dendam."
"Mungkin saja juga, jika aku dan Rohit, kami berdua memiliki keberanian. Mungkin kami masih bisa bebas untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kami. Atau menikmati masa kuliah dengan tenang. Tidak ada dendam dan hal yang lainnya." gumam Vinay dengan nada suaranya yang terdenga sedih di sana itu.
Nenek Arshia merasa sedih saat mendengarkan ucapan ketiga cucunya di sana itu. Tapi seperti pepatah selalu mengatakan, bahwa nasi sudah menjadi bubur. Maka apa pun yang akan mereka ubah sekarang, masa lalu tetaplah sama. Kelima cucunya dan dirinya telah melakukan penipuan untuk menikahi Ashmita atas dasar balas dendam.
"Aku tidak percaya bahwa aku akan mengatakan ini sekarang, Nenek." ucap Rohit yang secara tiba-tiba saja di sana berdiri dari duduknya dan menatap lurus tepat ke arah Neneknya itu.
Nenek Arshia, Bibi Taani dan ketiga saudara Rohit lainnya seketika saja menatap terkejut dan bingung tepat je arah Rohit. Dia terkenal yang paling tidak banyak bicara di antara mereka berlima bersaudara itu. Tapi sekarang semuanya seperti sedang berubah.
"Sejak awal aku tidak pernah suka dengan ide balas dendam kepada Ashmita. Aku sudah pernah mengatakannya kepada Vinay, tapi karena Vinay terlalu patuh kepada Nenek, lalu apa yang bisa kami semua lakukan?! Nenek terlalu banyak mengekang kami selama bertahun-tahun. Nenek memaksa kami untuk selalu mengikuti hal apa pun yang Nenek inginkan. Dan jika ada yang disalahkan, bukanlah kami dan perasaan kagum kami terhadap Ashmita. Tapi yang harus disalahkan atas semua yang sudah terjadi kepada kami semua selama ini adalah Nenek. Nenek yang bertanggung jawab atas semua rencana omong kosong balas dendam ini. Lalu jika terbukti semuanya salah paham saja, apa yang akan Nenek lakukan? Menyesal? Aku pikir itu sudah akan sangatlah terlambat." ucap Rohit yang mengutarakan semua keluh kesah yang selama ini sudah dia pendam di dalam hatinya itu.
Sedangkan Nenek Arshia secara tanpa sadar bahkan membuka mulutnya cukup lebar dengan kedua matanya yang membulat. Dia terlihat tidak lagi bisa berbicara sepatah kata pun. Dia merasa semakin hancur. "Rohit... Nenek... Nenek tidak berniat seperti itu, sayang. Kalian semua tahu atas apa yang sudah dilakukan Kakek Ashmita kepada Kakek dan orang tua kalian, bukan? T-tapi kenapa kalian mengatakan semua itu?" gumam Nenek Arshia yang masih saja tidak merasakan rasa bersalah atas apa yang sudah dia lakukan kepada mereka di sana itu.
"Sudah cukup ibu." Bibi Taani menyela. "Sudah cukup sekarang. Semua yang sudah terjadi saat ini sudah berlebihan. Aku tahu, Ibu merasa kecewa dan patah hati atas kematian mereka. Tapi apa yang bisa kita lakukan atas hal itu? Aku sudah sering mengingatkan kepada ibu, bahwa suatu hari nanti seluruh rencana balas dendam ini akan hancur. Dan sekarang sudah terbukti. Entah rencana apa yang Ibu berikan kepada Varun sekarang kepada Ashmita, tapi aku sangat yakin jika Varun tidak akan pernah melakukan apa pun untuk bisa menyakiti diri Ashmita." ucap Bibi Taani dengan dinginnya lalu melangkah pergi.
Diikuti oleh keempat bersaudara itu di sana dan meninggalkan Nenek Arshia yang terdiam saja di sana itu sekarang. Dengan air mata membasahi wajahnya dan rasa penyesalan di dalam hatinya.
***
Ashmita mengerutkan dahinya dalam-dalam di sana. Rasa pusing memenuhi setiap bagian pikiran, dahi dan kepalanya dari depan hingga belakang. Dia bahkan mulai mengangkat telapak tangan kanannya dan mulai menekan-nekan dahinya yang terasa sakit. Kedua matanya mulai terbuka secara perlahan dan mulai menyadari bahwa saat ini dia sedang berada di sebuah tempat yang asing. Seketika saja Ashmita mendudukan dirinya sambil menatap ke sekelilingnya dengan kebingungan. Ashmita menyadari bahwa dia saat ini sedang berada di sebuah kamar yang sangatlah dia yakini bukan salah satu kamar dari kamar yang ada di dalam mansion Maholtra itu.
"Kamu sudah sadar???" tanya Varun yang secara tiba-tiba saja muncul di depannya itu.
"Astaga. Kau mengagetkanku saja..." Ashmita bergumam sambil mengelus dadanya secara perlahan.
Varun tidak menjawab dan mulai mendekat ke arah Ashmita sambil memberikan sebuah gelas berisi air di sana itu. Ashmita menerimanya dengan perasan yang ragu, tapi tetap saja dia menerimanya dan menatap isi air yang ada di dalam gelas itu sekarang. Varun yang melihat itu seketika saja menghela napasnya dengan perlahan. "Tenang saja, aku tidak mencampurkan apa pun di dalamnya. Aku juga sudah mengobati luka-lukamu, hanya saja aku tidak menggantikan pakaianmu yang kotor ini." gumamnya memberitahu. Dan setelah itulah baru Ashmita meminum air itu secara perlahan. Setelahnya dia memberikan kembali gelas itu kepada Varun.
Ashmita kembali memperhatikan sekeliling mereka. "Varun, dimana kita sekarang?" tanya Ashmita dengan penasaran.
"Aku... Aku membawamu jauh dari mansion Maholtra."
Ashmita seketika saja langsung menatap lurus ke arah Varun yang terlihat sedikit melamun seketika saja di sana itu. "Apakah ini atas perintah Nenekmu? Apakah ini termasuk rencana balas dendam kalian lagi?" tanya Ashmita mencari tahu.
Varun mengangkat kepalanya perlahan dan tersadar dari lamunan singkatnya itu. Lalu menggelengkan kepalanya secara perlahan. "Tidak. Ini tidak termasuk rencana. Sebelumnya Nenek memang memintaku membawamu pergi untuk..."
"Untuk apa??"
"Untuk bisa menghabisimu." Ashmita terkejut akan hal itu. "Tapi aku berbohong dengan mengatakan bahwa aku menyanggupi untuk melakukannya. Karena pada dasarnya aku tidak akan pernah melakukan semua itu, terlebih lagi kepadamu, Ashmita."
"Tapi kenapa?? Apa alasanmu dengan selalu saja berusaha untuk melindungiku, Varun? Bahkan mengkhianati kepercayaan Nenekmu?" Ashmita semakin dibuat kebingungan dengan sikap Varun yang pada dasarnya kaku dan dingin pada saat berbicara itu.
"Karena aku memang ingin untuk selalu bisa melindungimu, Ashmita. Karena aku... Jatuh cinta padamu sejak pertama kali kita bertemu."
Varun dan Ashmita seketika saja saling bertatapan. Ashmita sendiri sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Varun itu. "Kamu jatuh cinta padaku sejak pertama kali bertemu? Apakah itu hari dimana kalian datang dengan membawa lamaran untukku?" Ashmita bertanya sambil mengingat-ingat kembali pertemuan mereka.
Tapi Varun menggelengkan kepalanya. "Aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya saat kamu sedang ada di pekan raya." jawab Varun yang seketika saja membuat Ashmita terkejut.
"Pekan raya? Tapi aku tidak..." ucapan Ashmita terhenti saat kilasan di dalam pikirannya mengingat kembali saat di mana ada seorang pria yang dengan lancangnya menyentuh rambutnya yang beterbangan waktu itu.
Varun tersenyum kecil di sana. "Kita juga bertemu saat kamu sudah sampai di rumah dan aku berdiri tepat di bagian bawah lampu jalan."
Ashmita lagi-lagi hanya terdiam dan kilasan ingatan pikirannya kembali muncul. Yang mana saat itu dia merasa sangat takut ketika melihat sosok bayangan hitam seorang pria yang menyeringai tepat di bawah lampu jalan. Ashmita semakin menatap terkejut dan tidak habis pikir ke arah Varun.
"Selain itu juga, aku bertemu denganmu saat kamu baru saja selesai membeli bumbu. Dan terakhir aku mengikutimu memanjat pohon."
"Lalu kenapa kamu selalu mengikutiku? Apakah kamu tidak tahu jika apa yang kamu lakukan waktu itu benar-benar membuatku takut?!!" tanya Ashmita dengan nada suaranya yang terdengar keras itu.
"Aku tahu.. Hanya saja aku sama sekali tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan semua hal itu kepadamu, Ashmita. Aku terikat pada sumpah saat itu. Nenek adalah sosok yang paling menyayangiku setelah ayah dan ibuku meninggal. Itulah kenapa, aku selalu menghormatinya."
Varun menjeda ucapannya. "Hari dimana aku tahu bahwa kamulah gadis yang menjadi sasaran balas dendam Nenekku, aku merasa hancur karena tidak bisa berbuat apa pun untuk mencegah hal itu terjadi. Jadi, aku hanya mengikuti alurnya, itulah kenapa aku sebisa mungkin menjagamu dengan caraku. Aku tidak ingin Nenek merasa curiga dan semakin berusaha menyakitimu."
Ashmita terdiam. "Sejak awal, entah kenapa aku merasa lebih mempercayai kamu dibandingkan keempat saudaramu yang lainnya. Tapi katakan dimana kita sekarang kalau begitu?"
"Aku membawamu ke rumah yang ku beli sendiri. Daerah ini sangat jauh dari mansion Maholtra. Tidak ada satu pun orang dari keluargaku yang tahu jika aku sudah membeli rumah sendiri. Aku membelinya pada saat aku menyadari bahwa aku sudah jatuh cinta kepadamu, aku dengan cepat membeli rumah ini, dan aku berharap jika suatu hari nanti bisa hidup berdua bersama denganmu di sini."
Ashmita seketika saja tersenyum. Dia merasa bahagia. Dia kini juga tahu alasan kenapa jantungnya sering sekali berdebar-debar keras saat bersama dengan Varun, itu dikarenakan dia juga mulai mencintai Varun. Secara perlahan. "Varun, sebenarnya, aku juga mulai mencintaimu sejak kamu mulai melindungiku." gumam Ashmita di sana.
Varun sendiri membulatkan kedua matanya karena tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ashmita di sana. "Benarkah? Kamu juga mencintaiku?"
Ashmita mengangguk dan saat itulah seketika saja Varun memeluk erat tubuh Ashmita dan Ashmita pun membalas pelukan itu. Tak lama mereka saling melepaskan pelukan. Mereka berdua saling menatap dengan rasa haru. "Tapi, Ashmita... Masih ada banyak hal yang perlu kamu selesaikan." ucap Varun memberitahu.
"Apa??"
"Akan ku jelaskan nanti. Tapi sekarang, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu. Dan akan membantu untuk bisa menjelaskan dan menyelesaikan semua masalah yang sudah terjadi ini..."