4 Brother'z | TERBIT

Da AriraLv

6.3M 574K 18.2K

"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?" "Kakak aja." -Alderion "Abang." -Alzero "..." -Alvaro "Sayang juga... Altro

Prolog
Cast
πŸŒ™γ…£1. Lun adalah Panggilannya
πŸŒ™γ…£2. Mereka yang Sama
πŸŒ™γ…£3. Sebuah Keputusan Besar
πŸŒ™γ…£4. Acaranya Datang!
πŸŒ™γ…£5. Datang Untuk Menjemput
πŸŒ™γ…£6. Kediaman yang Baru
πŸŒ™γ…£7. Hanya Panggilan Saja
πŸŒ™γ…£8. Aktivitas Baru Dimulai
πŸŒ™γ…£9. Perkenalan & Hilang
πŸŒ™γ…£10. Dia adalah Korban
πŸŒ™γ…£11. Dia yang Selalu Berbeda
πŸŒ™γ…£12. Permintaan Maaf Ditolak
πŸŒ™γ…£13. Keluarga Baru? Rumit
πŸŒ™γ…£14. Ada Mereka yang Siap
πŸŒ™γ…£15. Alderion Jadi Galau
πŸŒ™γ…£16. Mirip dengan Alderion
πŸŒ™γ…£17. Jus Alpukat dan Petaka
πŸŒ™γ…£18. Balapan Liar Malam Ini
πŸŒ™γ…£19. Grup Chat "Brother'z"
πŸŒ™γ…£20. Dua Pengawal yang Siap
πŸŒ™γ…£21. Keributan di Jalan
πŸŒ™γ…£22. Melarikan Diri ke Bukit
πŸŒ™γ…£23. Dia Adalah Penyebabnya
πŸŒ™γ…£24. Hanya Sekedar Pengganti
πŸŒ™γ…£25. Perasaan yang Bimbang
πŸŒ™γ…£26. Hubungan Antarsaudara
πŸŒ™γ…£27. Ini Akan Semakin Rumit
πŸŒ™γ…£28. Semua yang Telah Terjadi
πŸŒ™γ…£29. Pertemuan yang Kedua Kali
πŸŒ™γ…£30. Pengakuan Empat Kakak
πŸŒ™γ…£31. Kedatangannya, Masa Lalu
πŸŒ™γ…£32. Harapan untuk Mereka
πŸŒ™γ…£33. Dimulai dari Sini, Bersama
πŸŒ™γ…£34. Si Kembar, Memperebutkan
πŸŒ™γ…£36. Katanya, Benih Cinta?
πŸŒ™γ…£37. Dirinya dan Dendam
πŸŒ™γ…£38. Dia, Rembulan Zanava
πŸŒ™γ…£39. Belum Bisa Pulang
πŸŒ™γ…£40. Cahaya yang Meredup
π™šο½₯ Awan untuk Rembulan
π™šο½₯ Segera Terbit
π™šο½₯ Vote Cover
π™š- Pre-Order
π™š - Hard Cover & Cash Back

πŸŒ™γ…£35. Pertama Kalinya Terpesona

125K 14.3K 1.3K
Da AriraLv

''Hal sekecil apapun, jika berarti, kita pasti akan terus mengingatnya''

“Bulan, Kakak punya sesuatu!” baru keluar dari lift, Alderion sudah mengeluarkan suaranya membuat adik-adiknya yang damai di lantai tiga terkejut dan menolehkan kepala mereka kompak pada lelaki bertubuh tinggi itu.

“Aba-aba dulu kalau mau datang, Bang!” Alvano langsung protes, satu tangannya berada di dada. “Ginjal gue mau terjun bebas ke lutut.”

Alzero memutar bola matanya mendengar itu. “Jantung, lo tahu ‘kan bedanya jantung sama gin--udahlah, terserah. Bang Rion ada apa?”

Alderion tersenyum, ia langsung mendudukkan dirinya di samping Rembulan dan menunjukkan sebuah paper bag berwarna lavender. “Ini hadiah buat Bulan. Dari kak Rion, sama saudara Bulan yang lain.”

Rembulan melihat tangan Alderion yang terjulur ke hadapannya, memberikan paper bag tadi. Dengan ragu ia menerimanya, melihat sebuah kotak yang tersimpan di dalamnya. Begitu ia ambil, ternyata benda itu adalah ponsel yang terbungkus cantik dengan pita ungu. Sebuah ponsel baru untuknya.

“Udah beberapa minggu yang lalu Vano bilang ke kakak mau beliin kamu Hp, soalnya Hp kamu rusak. Tapi baru sekarang kakak beliin, baru ada waktu. Oh, ini hasil patungan kami, biar gak pada ribut mau dari siapa uangnya,” jelas Alderion.

“Padahal uang gue sendiri juga mampu, Bang.” Alzero cemberut, melipat kedua tangannya di depan dada.

Alvano tidak mau kalah. “Tabungan gue juga masih mampu beli yang di atas ini!”

Di sisi lain, Alvaro tidak mau ikut ke dalam keributan yang mendadak tercipta ini. Ia memperhatikan raut wajah Rembulan yang belum berubah sama sekali dari tadi. Belum ada ekspresi yang tergambar di wajahnya membuat Alvaro mengernyit.

“Bulan suka?” suara Alvaro yang sedikit berat itu mengudara, mengalihkan atensi.

Rembulan terperanjat, ia memperhatikan ponsel baru di genggamannya. Ponsel itu jauh lebih bagus dibandingkan ponselnya yang dulu. Rembulan yakin harganya tidak satu atau dua juta saja.

“Kakak, ini pasti mahal.” Rembulan membuka suaranya. “Padahal Bulan bisa beli dari tabungan Bulan, atau perbaiki Hp Bulan yang dulu.”

“Eh?” Alderion tampak terkejut, bahkan yang lain juga begitu. Mereka menatap Rembulan dengan serius hingga Alderion menghela napas. “Bulan, maaf ya. Harusnya kami tanya dulu ke Bulan.”

“Kayaknya Bulan gak suka sama model Hp-nya.” Alzero menambahkan.

“Hm, ganti lagi.” Alvaro berkata dengan mudah.

Lengkungan bibir Alvano juga menurun, namun kemudian kembali terangkat dengan semangat. “Gimana kalau sekarang beli lagi tapi kita ajak Bulan sekalian? Biar bisa pilih langsung.”

“Oh, iya. Ide bagus.”

“Boleh, tuh. Hp itu buang aja.”

Kedua bola mata Rembulan membulat sempurna. Dirinya terkejut bukan main ketika mendengar obrolan para saudaranya itu. Mereka salah paham dengan maksud Rembulan. Ia hanya tidak mau merepotkan mereka, dan bermaksud mengatakan ia akan mengganti uangnya, bukannya ia tidak suka.

Rembulan menggeleng menghentikan diskusi yang mendadak dibentuk itu. “Kak, maksud Bulan bukan gitu. Bulan suka Hp-nya, tapi ini beneran pantas buat Bulan? Ini bagus banget, ini ... kayaknya gak cocok di Bulan.”

Mendengar alasan yang keluar dari mulut Rembulan, semuanya jadi diam. Keempat lelaki di sana saling pandang untuk menukar pikiran mereka masing-masing. Sampai akhirnya tatapan mereka berakhir pada Alderion. Mengorbankan kakak pertama adalah solusinya.

Alderion yang mengerti langsung tersenyum terpaksa, lantas dirinya mendekat pada Rembulan untuk meraih kedua tangan gadis itu, ia mengusap punggung tangannya perlahan-lahan. “Jangan merasa begitu, Bulan. Kamu udah bagian dari kami, kamu tahu nama Zanava ‘kan? Kamu udah masuk ke dalamnya, dan artinya kamu berhak dapat ini semua, bahkan harus dapat lebih dari ini. Kalau Bulan masih ragu, Bulan bisa tanyain ke Mama.”

Melihat Rembulan yang tidak merespons, Alderion kembali menggenggam tangan Rembulan lebih erat. “Bulan pantas dapat semua yang Bulan mau. Ini kesempatan Bulan. Kondisi Bulan dulu sama yang sekarang itu beda. Dulu, mungkin Bulan gak bisa dapat apa yang Bulan mau. Tapi sekarang, Bulan bisa, Bulan bebas mau apa aja. Ada Papa, ada kakak, ada bang Zero, ada Kak Varo, ada bang Vano. Iya ‘kan?” Alderion mengalihkan pandangannya pada tiga adiknya yang lain.

"Bener." Alvaro langsung menyahut.

Alzero menganggukkan kepalanya tanpa ragu. "Kita itu ada buat Bulan. Tinggal bilang apa yang Bulan butuhin, kami bakalan turutin selama kami mampu."

"Jangan anggap Bulan gak pantas dapat perhatian kayak gini. Kata bang Rion itu bener, Bulan udah bagian dari kami," tambah Alvano yang kini lebih bisa mengontrol suara.

Kepala Alderion mengangguk membenarkan itu semua. "Dengar 'kan, Bulan? Semuanya udah berubah, keadaan Bulan udah berubah dan gak sama kayak dulu lagi. Kalau Bulan ngerasa cuman punya Mama, sekarang ada Papa. Kalau Bulan nganggap Bulan cuman sendirian, sekarang ada kami."

Rembulan menunduk, tatapannya tertuju pada semua kakaknya yang tersenyum, termasuk Alvaro yang mengangguk untuk membenarkan perkataan Alderion. Rembulan jadi balas menggenggam tangan Alderion, kemudian beranjak untuk memeluk Alderion, menumpukan wajahnya pada pundak kakak pertamanya.

Perasaan ini. Mengenai keinginannya yang selalu ditahan karena keterbatasan dan kondisinya, sekarang Rembulan seolah-olah dipaksa lepas dengan belenggu itu oleh kehadiran sosok baru. Rasanya tidak ada batasan yang perlu Rembulan pikirkan. Apakah ini rasanya menjadi orang yang memiliki segalanya? Sepuas dan sebahagia ini?

Rembulan terisak, terharu karena ia juga bisa merasakannya setelah sekian lama hanya berharap dan terus berusaha sesuai kemampuannya. Dulu, ia hanya bisa membayangkan tanpa bisa mewujudkan. Ia hanya mengungkapkan dalam hati jika ia menginginkan sesuatu. Sekarang, sudah berbeda. Waktu menjawabnya, waktu sudah berbaik hati padanya.

Alderion yang merasakan pundaknya diusap oleh Rembulan terkekeh kecil. “Mau ingus kamu yang nempel atau air mata kamu, gak papa Bulan,” ucapnya dan merengkuh Rembulan, mengusap punggung gadis itu.

Sementara yang lain, melihat Rembulan hanya memeluk Alderion langsung menampilkan wajah tidak bersahabat. Terutama Alvano yang mendengkus keras. “Oh, Bulan cuman sayang sama bang Rion, ya. Cukup tahu.”

“Gue iri gue diem.” Alzero menambahkan.

Alvaro sendiri hanya mengedikkan pundak, ia hendak kembali ke depan televisi namun tiba-tiba lengannya ditarik ke belakang. Alvano pelakunya, berniat memeluk Rembulan bersama saat gadis itu mengurai pelukan dengan Alderion.

“Lucu banget deh, adik abang akur semua.” Alderion tersenyum teduh melihat pemandangan itu.

- 4B -

“Maaf ya Bulan, Mama ngerepotin.”

Rembulan menggeleng, membawa dua kantong kresek sampah dari Laila. “Cuman buang ke depan doang ‘kan, Ma. Nggak repot,” ucapnya kemudian keluar dari rumah untuk membuang sampah.

Seharusnya ini tugas pembantu rumah. Tadi Laila hendak memanggil pembantu untuk membuangkannya, tapi Rembulan lebih dulu menghampiri dan menawarkan diri. Lagipula ini pekerjaan mudah, Rembulan masih memiliki sepasang tangan dan kaki.

Langkah kaki Rembulan terhenti saat ia tak jauh dari gerbang, matanya melihat satpam yang sedang berbicara dengan seseorang di luar gerbang. Rembulan mendekatkan diri untuk melihat lebih jelas, dan terkejut saat melihat sekumpulan motor ada di depan sana, seperti hendak menyerbu.

“Pak, saya serius. Saya disuruh Pak Anggara buat ke sini lagi setelah seminggu.”

“Maaf, saya tidak bisa--”

“Kenapa, Pak?” Rembulan hadir di antara mereka, menatap satpam kemudian pada sosok yang ada di luar gerbang. Saat itu juga, Rembulan ingat jika lelaki itu adalah musuh dari Alvaro.

“Nah, lo!” Agraska memekik nyaring seraya menunjuk Rembulan. “Lo ceweknya Alvaro ‘kan? Lo percaya ‘kan gue gak akan bikin kacau di si--” ucapan Agraska seketika berhenti. Ia ingat jika pertemuannya dengan gadis itu tidak pernah ada kesan baik. Mana mungkin gadis itu percaya padanya. Jadi ia menarik napasnya dalam, berusaha tenang. “Gue mau ketemu Alvaro. Seminggu lalu, gue ke sini mau minta maaf karena dia emang gak salah apa-apa tentang kasus abang gue, tapi dia gak ada. Pak Anggara nyuruh gue ke sini lagi setelah seminggu.”

Rembulan memperhatikan Agraska dari atas sampai bawah, kemudian ia melirik sekumpulan motor di belakang Agraska. “Terus, kenapa kamu bawa geng motor? Kesannya kayak mau ribut.”

“O-oh ini.” Agraska menggaruk tengkuk. “Mereka anggota Axares, mau ngewakilin maaf abang gue.”

Rembulan tidak langsung menerima begitu saja. Permasalahan antara Agraska dan Alvaro itu berat, ia takut Alvaro terbawa masalah lagi setelah ini. Jadinya Rembulan memutuskan keluar dari gerbang, ia membuang sampahnya terlebih dahulu kemudian berdiri di hadapan Agraska.

“Boleh Bulan tahu kenapa kamu mutusin buat minta maaf sama Kak Varo?” tanya Rembulan.

Agraska segera mengangguk. “Setelah lo sama Varo ninggalin gue di makam waktu itu, gue langsung ke kantor polisi buat nanyain kasus abang gue. Selama ini, gue emang gak pernah tahu gimana kasus yang sebenernya, gue dimanfaatin abang biar gue balas dendam dengan alasan yang salah. Setelah gue tahu lengkap kronologinya ... ya, ternyata gue emang salah karena dengerin abang gue tanpa tahu fakta. Ucapan lo bener, kalau ini salah paham.”

Kepala Rembulan mengangguk-ngangguk. “Setelah ini kamu janji gak akan gangguin kak Varo?”

Senyuman Agraska terbit, terlihat yakin. “Serius, gue janji gak akan ngusik dia. Gue cuman mau minta maaf. Gue gak akan maksa dia buat maafin gue, karena gue tahu, ini emang salah gue yang cuman bisa dibodohin abang sendiri. Jadi, tolong panggilin pacar lo itu.”

Rembulan mengerjap, ia menggeleng secepatnya saat sadar dengan ucapan barusan. “Bulan bukan pacarnya, Bulan adik kak Varo.”

“Hah?!” Agraska membelalak. Ia jadi salah tingkah karena salah mengira. “Sorry, gue pikir lo pacarnya. Soalnya gue gak pernah lihat dia sama cewek. Sorry, deh. Btw, gue Agraska.” Tangan Agraska terulur pada Rembulan.

Rembulan tersenyum, ia menarik lengan baju panjangnya untuk menutupi telapak tangan kemudian menjabat tangan Agraska. “Rembulan. Maaf, tangan Bulan habis megang kresek sampah. Bulan panggilin kak Varo dulu, kalian masuk aja ke halaman biar gak di tengah jalan.”

Kekehan Agraska terdengar, bukan riang tetapi miris. "Padahal gue juga sama kayak sampah."

Kening Rembulan mengerut mendengar itu, lalu refleks menggeleng. "Orang-orang yang kerjanya ngangkut sampah aja nggak dicap sebagai sampah. Apalagi kamu," ucapnya, kemudian Rembulan menyuruh satpam membukakan gerbang rumah lebih lebar. Ia sendiri masuk, namun sebelumnya ia berbalik terlebih dahulu pada Agraska. “Makasih ya, udah mau nyari tahu semuanya, dan nuntasin salah paham sama kak Varo. Bulan harap, gak ada lagi kejadian kayak gini. Sekali lagi, makasih.”

Tidak langsung menanggapi perkataan Rembulan, Agraska tidak tahu harus menjawab apa. Untuk pertama kalinya seseorang memberikan bantahan bahwa Agraska tak pantas disebut sebagai sampah, bahkan berterima kasih atas hal seperti ini padanya. Ini aneh, ucapan terima kasih itu sudah asing di telinga Agraska. Mendengar dari suara tulus dan lembut, jadi membekukan dirinya, tak sadar jika Rembulan sudah kembali berbalik menuju ke rumah.

“Pak ketu lagi terpesona, tuh! Kiw kiw!!” salah satu anggota Axares terkekeh, disusul siul-siulan yang lain.

“Diem lo!” Agraska menyentak, lelaki itu segera masuk ke halaman rumah kediaman Zanava.

Ya, Agraska mengakui. Anggotanya tidak salah mengapa ia terdiam tadi.

Gimana sama chapter kali ini? Udah puas belum?

Jangan puas dulu, ada sesuatu yang lebih dari ini. Tunggu kelanjutannya dan tinggalin komentarnyaa yaaa💜

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

3.8M 136K 64
PUBLISH ULANG DAN REVISI Kembar-Kembar Somplak menceritakan tentang si kembar tiga-Dava, Davi dan Diva yang memiliki sifat saling bertolak belakang...
3M 255K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
3.7K 477 55
Tentang si pria misterius yang memiliki banyak rahasia dibalik muka polosnya "lo tuh orang ternyebelin yang pernah gue kenal" - Adindayani Damara Ha...
34.1K 1.6K 49
[biasakan follow sebelum membaca] Arniken elios jaffier cewek yang lebih mendekati kata cowok .memuat kata kasar. ⚠️18++ ⚠️Dilarang keras anak dibaw...