4 Brother'z | TERBIT

By AriraLv

6.3M 574K 18.2K

"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?" "Kakak aja." -Alderion "Abang." -Alzero "..." -Alvaro "Sayang juga... More

Prolog
Cast
šŸŒ™ć…£1. Lun adalah Panggilannya
šŸŒ™ć…£2. Mereka yang Sama
šŸŒ™ć…£3. Sebuah Keputusan Besar
šŸŒ™ć…£4. Acaranya Datang!
šŸŒ™ć…£5. Datang Untuk Menjemput
šŸŒ™ć…£6. Kediaman yang Baru
šŸŒ™ć…£7. Hanya Panggilan Saja
šŸŒ™ć…£8. Aktivitas Baru Dimulai
šŸŒ™ć…£9. Perkenalan & Hilang
šŸŒ™ć…£10. Dia adalah Korban
šŸŒ™ć…£11. Dia yang Selalu Berbeda
šŸŒ™ć…£12. Permintaan Maaf Ditolak
šŸŒ™ć…£13. Keluarga Baru? Rumit
šŸŒ™ć…£14. Ada Mereka yang Siap
šŸŒ™ć…£15. Alderion Jadi Galau
šŸŒ™ć…£16. Mirip dengan Alderion
šŸŒ™ć…£17. Jus Alpukat dan Petaka
šŸŒ™ć…£18. Balapan Liar Malam Ini
šŸŒ™ć…£19. Grup Chat "Brother'z"
šŸŒ™ć…£20. Dua Pengawal yang Siap
šŸŒ™ć…£21. Keributan di Jalan
šŸŒ™ć…£22. Melarikan Diri ke Bukit
šŸŒ™ć…£23. Dia Adalah Penyebabnya
šŸŒ™ć…£24. Hanya Sekedar Pengganti
šŸŒ™ć…£25. Perasaan yang Bimbang
šŸŒ™ć…£26. Hubungan Antarsaudara
šŸŒ™ć…£27. Ini Akan Semakin Rumit
šŸŒ™ć…£28. Semua yang Telah Terjadi
šŸŒ™ć…£29. Pertemuan yang Kedua Kali
šŸŒ™ć…£30. Pengakuan Empat Kakak
šŸŒ™ć…£32. Harapan untuk Mereka
šŸŒ™ć…£33. Dimulai dari Sini, Bersama
šŸŒ™ć…£34. Si Kembar, Memperebutkan
šŸŒ™ć…£35. Pertama Kalinya Terpesona
šŸŒ™ć…£36. Katanya, Benih Cinta?
šŸŒ™ć…£37. Dirinya dan Dendam
šŸŒ™ć…£38. Dia, Rembulan Zanava
šŸŒ™ć…£39. Belum Bisa Pulang
šŸŒ™ć…£40. Cahaya yang Meredup
š™šļ½„ Awan untuk Rembulan
š™šļ½„ Segera Terbit
š™šļ½„ Vote Cover
š™š- Pre-Order
š™š - Hard Cover & Cash Back

šŸŒ™ć…£31. Kedatangannya, Masa Lalu

103K 11K 82
By AriraLv

'' Perasaan bersalah memang tidak bisa hilang dengan mudah''

"Laila, keadaan mereka bagaimana?" Anggara menghela napasnya beberapa kali dengan tatapan kosong ke depan. Dua hari ia ditinggalkan anak-anaknya, dan ia sudah kacau sekali. Padahal dulu Anggara pernah menyuruh anak-anaknya untuk tinggal di luar negeri tak sekalipun ia begini. Merasa bersalah, hampa, dan selalu dibayangi wajah anak-anaknya jika terpejam. Perkataan Alderion berefek hebat padanya. Juga menyadarkannya bahwa dirinya memanglah salah. Embusan napas Anggara terdengar berat saat pria itu kembali termenung.

"Barusan Rion ngabarin semuanya baik-baik aja. Zero, Varo, Vano, sama Bulan tetep sekolah, Mas." Laila menjawab, ikut mendudukkan diri di kursi untuk menemani Anggara. Tak dapat dipungkiri jika Laila juga khawatir sekali dengan kondisi anak-anaknya yang menginap di tempat yang cukup jauh dari sini. Beruntungnya, Alderion masih bisa ia hubungi dan memberinya kabar tanpa diminta.

Laila sebenarnya kecewa dengan sikap Anggara yang baru ia ketahui. Sejauh Laila mengenal, Anggara adalah pemimpin yang sangat cerdas mengambil keputusan, bahkan selalu mendapat banyak pujian karena tindakannya. Namun, Anggara kacau dalam membina keluarga sendiri, tak bisa dan juga tak mau mengerti perasaan anak-anaknya yang secara tak sadar ditelantarkan begitu saja. Laila ingin ikut pergi, membiarkan Anggara merenungkan semuanya sendirian, hanya saja Laila tahu jika Anggara bukanlah sosok yang bisa menyelesaikan masalah ini tanpa bantuan. Sebagai istrinya, Laila sudah tentu wajib menemani dan membantunya. Setidaknya, Laila menjalankan perannya di sini.

Kepala Anggara menoleh pada Laila, wanita itu sudah menyimpan segelas teh di meja untuk ia minum. Anggara tersenyum, setidaknya ia tidak benar-benar ditinggalkan. "Terima kasih Laila, padahal Mas udah keterlaluan sama kamu. Udah nganggap kamu gak perlu ikut campur sama urusan ini. Kamu juga tahu Mas egois, tapi kamu tetep di sini."

Balas tersenyum, Laila mengusap pundak Anggara dengan lembut. "Aku gak mau lihat keluarga aku yang baru harus jadi kacau. Aku gak mau anak-anak aku yang sekarang harus ngalamin hal lebih buruk dari ini."

Anggara tidak menjawabnya, ia menunduk untuk mendengarkan semua yang Laila hendak katakan. Ia diam, tak mau menghentikan apa yang Laila lontarkan, ia akan menerimanya sekalipun itu adalah luapan amarah Laila yang selama ini belum pernah dilihatnya.

"Alderion, anak pertama kamu. Dia harus tanggung jawab atas adik-adiknya. Ngasih perhatian yang gak kamu kasih ke mereka, harus lindungin mereka gantiin kamu yang selalu sibuk. Alzero, dia harus bantu kakak pertamanya, harus belajar lebih dewasa lagi padahal di usianya yang sekarang dia masih mau keluar sama temen-temennya. Alvaro ... dia harus nanggung perasaan bersalah karena kamu terus nyalahin dia, Mas. Alvano, dia bahkan sampai ngalamin trauma. Mas, apa ini kurang buat kamu?" Laila menekan pundak Anggara, agar mereka bertatapan. Untuk kali ini, Laila ingin berbicara serius dan menegaskan sesuatu pada Anggara. "Kamu mau siksa mereka seperti apa lagi? Mereka udah nanggung luka masa lalu, berharap kamu bakalan obatin mereka, dan bantu mereka bangkit, tapi justru sebaliknya."

Tatapan Anggara pada Laila tak bertahan lama, kepalanya kembali menunduk tak sanggup untuk melihat Laila. Apa yang Laila berikan padanya begitu menyayatnya, membuat perasaan bersalah semakin kentara menyelimutinya. Tapi, ini memang yang seharusnya Anggara terima. Sudah lama ia menyiksa anak-anaknya secara tak langsung, dan apa ia harus tetap baik-baik saja? Rasanya tidak adil.

"Mas, apapun yang terjadi sama istri pertama kamu dan anak kamu itu bukan sepenuhnya salah Alvaro. Seandainya Alvaro tahu itu bakalan terjadi, aku yakin dia bakalan cegah semampu dia. Mas, yang kehilangan itu bukan hanya kamu. Yang sedih di sini bukan hanya kamu. Anak-anak kamu juga. Mereka harus kehilangan ibu sama adik mereka, yang sakit hati bukan Mas aja." Laila meloloskan napasnya, menghadap ke depan membiarkan Anggara tetap diam. "Perbaiki semuanya, Mas. Ini belum terlambat. Anak-anak kamu masih dekat sama kamu. Kalau kamu tetap seperti ini, tetap dalam pendirian kamu yang buruk ini, aku takut mereka pergi, gak mau lagi nerima orang seperti kamu."

Anggara mengangguk-ngangguk, tak lagi sanggup untuk mengeluarkan suara. Apa yang Laila katakan benar, Anggara tak bisa terus egois dengan menganggap dirinya yang menderita. Padahal masih ada anak-anaknya yang jauh lebih menderita dibanding ini.

Anggara harus memperbaikinya dari detik ini dan tak bisa ditunda lagi. Ia harus memulai semuanya menjadi lebih baik, kembali meyakinkan anak-anaknya agar bisa menerimanya kembali, membangun sebuah keluarga utuh yang harusnya membawa kebahagiaan bukannya terjebak terus dalam masa lalu yang tak kunjung selesai. Sepertinya, Anggara akan bertindak hari ini, mencari anak-anaknya dan meminta maaf.

Di tengah obrolan itu, penjaga rumah Anggara mengetuk pintu, masuk ke dalam menghampiri Anggara.

"Maaf, Pak. Ada segerombol anak motor datang di depan. Katanya ingin menemui bapak secara langsung," ucap penjaga.

Anggara mengernyit, ia segera bangkit diikuti Laila dan keluar dari rumah. Baru sampai teras, tapi ia sudah bisa melihat jelas di depan gerbangnya sekumpulan motor berjajar. Saat Anggara maju beberapa langkah ke depan, salah satu pengendara motor di sana turun, membuka helm namun belum bisa melangkah lebih karena gerbang ditutup rapat.

Tidak pernah terbayangkan oleh Anggara jika sekumpulan motor seperti geng ini datang dan menyerbu rumahnya. Ia jadi bertanya-tanya ada apa, karena sebelumnya tidak pernah seperti ini.

Ditemani dua penjaga lain, Anggara tiba di depan gerbang, di celah-celah besi ia menatap sosok yang berdiri di hadapannya. Lelaki yang bisa dibilang masih remaja, entah siapa. "Ada keperluan apa dengan saya?" tanya Anggara.

Lelaki di depan Anggara itu tampak ragu, ia berbalik ke belakang untuk menyuruh semua anggota geng motornya turun dari motor dan membuka helm. Begitu semuanya menurutinya, ia kembali menghadap Anggara.

Ia berdeham sejenak, dan tanpa aba-aba langsung berlutut. "Maaf, Pak. Saya salah."

Begitu suara itu terdengar, sekumpulan orang di belakang lelaki itu ikut berlutut, menundukkan kepalanya saat Anggara menatap mereka kebingungan. Jelas Anggara terkejut, tidak bisa mencerna situasi yang mendadak ini.

"Ada apa ini?" Anggara membuka gerbang, membuatnya bisa dengan jelas menyaksikan sekumpulan lelaki di hadapannya. Ia menepuk pundak lelaki paling depan. "Jangan buat keributan di sini, sebaiknya kita bicarakan di dalam. Memangnya ada urusan apa dan masalah apa dengan saya?"

"Sebelumnya, saya Agraska. Perwakilan dari geng motor Axares. Saya memohon maaf." Lelaki itu menempelkan kedua tangannya ke tanah, semakin menundukkan kepalanya enggan menatap Anggara. "Jika bapak tidak ingat, geng ini di bawah kepemimpinan Rexa, kakak saya yang sudah bersalah pada keluarga bapak."

Kening Anggara tambah berkerut, hingga kemudian terlintas satu nama di benaknya kala remaja di hadapannya menyebutnya tadi. Rexa adalah sosok yang ia ingat sebagai ketua geng motor dan ia laporkan pada pihak polisi dengan kasus pembunuhan berencana. Anggara tidak mungkin lupa, apalagi korban dari kejadian itu adalah istri dan anak bungsunya.

Langkah Anggara bergerak mundur, tatapannya menajam pada Agraska. "Kejadian itu sudah lama. Lalu ada perlu apa lagi kalian meminta maaf kemari?"

Mendengar nada suara Anggara yang berubah, Agraska semakin menunduk tak berani. Namun, ia belum selesai mengatakan semua maksudnya ke sini. Agraska harus menyelesaikan ini.

"Saya mohon maaf, Pak. Saya ke sini harus meminta maaf pada Alvaro juga. Ada kesalahpahaman antara saya dengan Alvaro. Saya harus bertemu dia, Pak."

"Tidak bisa."

Mata Agraska terpejam mendengar suara Anggara, sontak saja ia menempelkan keningnya ke tanah, bersujud di sana. Agraska tidak peduli saat ia merendahkan diri seperti ini, sebab dirinya memang salah. Semua yang dikatakan gadis yang bersama Alvaro dulu menyadarkannya. Gadis itu mengungkapkan semua kesalahpahamannya terhadap Alvaro. Kini, Agraska harus meminta maaf apapun caranya.

Agraska memang egois, tempramental, juga memiliki gengsi yang tinggi. Tetapi, dalam hal bertanggung jawab, ia tidak segan-segan merelakan nyawanya. Ia bukan tipe orang yang menyembunyikan kebenaran, menutup-nutupi kesalahan. Agraska tidak bisa diam saja saat ia mengetahui fakta bahwasannya Alvaro tidak bersalah dalam kasus penahanan kakaknya di penjara, sementara ia mencoba balas dendam pada Alvaro selama ini.

"Pak, saya mohon!" Agraska megencangkan suaranya, tidak peduli lagi dengan keningnya yang mengeluarkan darah karena hantaman kerasnya ke tanah.

Melihatnya, Anggara menghela napas. Ia membungkuk untuk menarik pundak Agraska supaya menatapnya. "Saya bukannya melarang, tapi Alvaro sedang tidak di rumah. Datang saja ke sini seminggu lagi," ucap Anggara.

"O-oh ...." Agraska mengusap keningnya, tersenyum kikuk pada Anggara. "Kenapa gak bilang dari tadi, Pak."

"Daripada itu, lebih baik suruh mereka kembali berdiri." Anggara menatap beberapa lelaki yang pastinya anggota dari geng motor Axares itu. "Jika tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, seperti yang saya bilang, datang saja setelah seminggu."

Agraska mengangguk kaku. Sebenarnya ia ingin protes kenapa harus seminggu, itu waktu yang sangat lama baginya dan pasti membuatnya tidak tenang. Namun apa daya, Agraska tidak bisa melawan selain mengangguk. Lelaki itu berpamitan pergi pada Anggara.

"Mas?" Laila datang begitu segerombol motor tadi pergi, ia meraih lengan Anggara dengan cemas. "Mereka siapa? Mau apa?"

Anggara berbalik dan tersenyum. "Hanya ingin menemui Alvaro. Katanya ada urusan. Laila, sepertinya Mas harus segera menjemput anak-anak agar mereka pulang."

Akhirnya aku update!!
Jangan lupa tinggalkan jejaknya yaa. Dan share cerita ini💜

Continue Reading

You'll Also Like

71.4K 5.3K 51
#01 boyfriend 18/03/22 ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢~ā€¢ā€¢ā€¢ Vania Scarlet Praspati, cewek ambis dalam mengejar apa yang di inginkan 'nya. Mempunyai sahabat se...
2.7K 94 24
"lo suka sama gue?" "i-ya tau dari mana?" "bram kenapa gak bilang?" Arkaela gadis yang polos tapi jangan tertipu dengan kepolosannya kaela menyukai e...
754K 35.5K 40
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
3M 255K 62
āš ļø BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...