4 Brother'z | TERBIT

By AriraLv

6.2M 573K 18.2K

"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?" "Kakak aja." -Alderion "Abang." -Alzero "..." -Alvaro "Sayang juga... More

Prolog
Cast
πŸŒ™γ…£1. Lun adalah Panggilannya
πŸŒ™γ…£2. Mereka yang Sama
πŸŒ™γ…£3. Sebuah Keputusan Besar
πŸŒ™γ…£4. Acaranya Datang!
πŸŒ™γ…£5. Datang Untuk Menjemput
πŸŒ™γ…£6. Kediaman yang Baru
πŸŒ™γ…£7. Hanya Panggilan Saja
πŸŒ™γ…£8. Aktivitas Baru Dimulai
πŸŒ™γ…£9. Perkenalan & Hilang
πŸŒ™γ…£10. Dia adalah Korban
πŸŒ™γ…£11. Dia yang Selalu Berbeda
πŸŒ™γ…£12. Permintaan Maaf Ditolak
πŸŒ™γ…£13. Keluarga Baru? Rumit
πŸŒ™γ…£14. Ada Mereka yang Siap
πŸŒ™γ…£15. Alderion Jadi Galau
πŸŒ™γ…£16. Mirip dengan Alderion
πŸŒ™γ…£17. Jus Alpukat dan Petaka
πŸŒ™γ…£18. Balapan Liar Malam Ini
πŸŒ™γ…£19. Grup Chat "Brother'z"
πŸŒ™γ…£20. Dua Pengawal yang Siap
πŸŒ™γ…£21. Keributan di Jalan
πŸŒ™γ…£22. Melarikan Diri ke Bukit
πŸŒ™γ…£23. Dia Adalah Penyebabnya
πŸŒ™γ…£24. Hanya Sekedar Pengganti
πŸŒ™γ…£25. Perasaan yang Bimbang
πŸŒ™γ…£26. Hubungan Antarsaudara
πŸŒ™γ…£27. Ini Akan Semakin Rumit
πŸŒ™γ…£28. Semua yang Telah Terjadi
πŸŒ™γ…£29. Pertemuan yang Kedua Kali
πŸŒ™γ…£31. Kedatangannya, Masa Lalu
πŸŒ™γ…£32. Harapan untuk Mereka
πŸŒ™γ…£33. Dimulai dari Sini, Bersama
πŸŒ™γ…£34. Si Kembar, Memperebutkan
πŸŒ™γ…£35. Pertama Kalinya Terpesona
πŸŒ™γ…£36. Katanya, Benih Cinta?
πŸŒ™γ…£37. Dirinya dan Dendam
πŸŒ™γ…£38. Dia, Rembulan Zanava
πŸŒ™γ…£39. Belum Bisa Pulang
πŸŒ™γ…£40. Cahaya yang Meredup
π™šο½₯ Awan untuk Rembulan
π™šο½₯ Segera Terbit
π™šο½₯ Vote Cover
π™š- Pre-Order
π™š - Hard Cover & Cash Back

πŸŒ™γ…£30. Pengakuan Empat Kakak

117K 12.8K 620
By AriraLv

''Pikiran orang-orang tak akan pernah sama dengan apa yang kita harapkan''

"Bangunin, bukan ditekan-tekan kayak remote begitu pipinya." Alderion menepuk pundak Alvaro, menghentikan aksi adiknya yang asik memainkan pipi seseorang yang sedang tertidur di kursi.

Alvaro menoleh sebentar pada Alderion yang sudah duduk dan menyalakan televisi. Kemudian ia kembali menatap gadis yang masih tertidur di hadapannya. Posisi Alvaro terduduk di lantai, satu tangannya bergerak memainkan pipi yang seperti mochi, satu lagi menopang dagu.

"Bang, Varo udah jahat sama dia. Padahal dia gak tahu apa-apa."

Kening Alderion mengerut, pandangannya tak lagi fokus pada berita pagi, ia memandang Alvaro dengan lekat kemudian pada Rembulan yang masih tertidur di kursi. Padahal, gadis itu jam empat pagi tadi bangun, ingin melihat sunrise di pantai, tapi karena masih sangat gelap, Alderion menyuruhnya untuk menunggu dan berakhirlah Rembulan yang terlelap hingga pukul setengah enam pagi ini. Mendengar perkataan Alvaro barusan, Alderion tak bisa menahan senyumannya.

Melihat cara menatap Rembulan, berbicara, serta memegangnya membuat Alderion tahu jika Alvaro sudah berubah. Mungkin, sedang berusaha. Saat ini masih pada prosesnya.

"Kamu gak terlambat buat memperbaiki, dan nutupin semua perbuatan kamu ke dia. Ganti semuanya, ulang lagi jadi yang baik," jawab Alderion dengan tulus.

"Gue juga jahat, Bang." Alzero muncul, baru keluar dari kamarnya. Niatnya akan ke dapur untuk mengambil minum, tapi saat mendengar percakapan di ruangan berkumpul, ia jadi berbelok ke sini. "Gue sempat salah sebut namanya. Seolah-olah dia cuman pengganti luka lama gue."

"Gue bahkan nganggap dia penghalang awalnya." Alvano ikut muncul, mendudukkan diri segera di sebelah Alderion. "Gue salah paham ke dia, ngira bakalan ngerebut semua yang gue punya di rumah. Tapi nggak. Gue juga udah jahat ke dia."

Entah mengapa, pagi ini di penginapan empat lelaki itu berkumpul untuk mengakui dosanya. Benar, empat-empatnya sekaligus karena sekarang Alderion juga bergabung.

"Sama," ucap Alderion mengejutkan yang lain. "Abang pertama kali lihat dia di pernikahan Papa sama Mama. Abang pikir, dia manja dan mungkin masih kekanak-kanakan, sampai bikin abang ngeluh kalau abang bakalan susah ngimbangin dan adaptasi sama dia. Abang takut kewalahan, Abang belum sepenuhnya nerima dia ... tapi, sekarang abang kaget, dia bisa dewasa di waktu yang benar. Dia berusaha buat gak manja, dan gak bikin hal-hal yang ngerepotin di rumah."

Semuanya jadi diam, menyisakan suara televisi yang menyiarkan berita pagi. Mereka berkecamuk dengan pikiran masing-masing, mengingat bagaimana mereka kembali berkumpul, mengobrol, saling bercanda, dengan sosok baru. Sosok yang tak pernah mereka duga sebelumnya.

"Kita semua pikir, dia yang bakalan ngerepotin kita, atau mungkin bikin kita kacau." Alderion berucap pelan, mata sayunya bergerak untuk menatap gadis yang masih tidur di kursi itu. "Tapi ternyata sebaliknya. Justru kita yang buat dia terluka. Apalagi sama masalah Papa, dia harus diseret-seret kayak gini." 

"Jadi, sekarang kita harus gimana?" Alzero mengangkat wajahnya untuk menatap Alderion.

"Perbaiki." Alvaro yang menjawab, membuat tatapan kini terfokus padanya. "Kata yang abang bilang 'kan? Harus diperbaiki. Seenggaknya jaga dia baik-baik, semampu kita. Dan bikin dia bahagia, selagi kita ada."

Mendengarnya ucapan yang jelas sekali tak terbayangkan dari Alvaro, Alvano tentu saja menganga, ia langsung menutup mulutnya dengan dramatis kemudian menatap Alvaro. "Var, sejak kapan gue punya kembaran bijak kayak lo? Sejak kapan lo mau ngomong panjang begitu?!"

Alderion dan Alzero yang tadinya larut dalam suasana jadi terkekeh. Mereka berdua kompak menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir bagaimana Alvano bisa mengubah keadaan dengan secepat kilat.

Alvaro sendiri mendengkus, mendorong kepala Alvano yang ingin memeluknya paksa. "Lo diem," ucapnya dan tetap berusaha menjauh.

Di tengah keributan itu, Rembulan mengerjapkan matanya, tubuhnya langsung duduk dan memindai keadaan sekitar. Ia masih belum bisa melihat apa-apa karena belum memakai kacamatanya, saat tiba-tiba saja seseorang memeluknya dengan erat.

Rembulan terdiam sesaat, sampai ia mengenali wangi khas Alvaro. Coffee lembut dan menenangkan. Rembulan bingung, kenapa Alvaro tiba-tiba memeluknya seperti ini, namun ia tak lagi diam, saat wangi buah-buahan khas Alvano ikut mendekat dan memeluknya.

"Pagi." Sapaan itu keluar bersamaan dari mulut si kembar. Sesuatu yang jarang sekali terjadi.

"Pagi!" Rembulan balas menyapa. Ia memundurkan tubuhnya, pelukan terlepas membuat tangannya terjulur ke depan. "Maaf, Kak. Boleh ambilin kacamata Bulan?"

Alvaro mengangguk, segera mengambil kacamata di meja. Ia juga membantu Rembulan untuk memakainya, menyingkirkan rambut panjang yang menghalangi wajah gadis itu dan juga merapikannya.

Perlakuan Alvaro sangat asing bagi Rembulan. Ia belum terbiasa karena sebelum ini yang selalu memperhatikannya hanyalah Alderion, Alzero, dan Alvano. Pagi ini, Alvaro berubah. Alvaro perhatian, bisa menunjukkan senyumnya, bahkan menyapanya. Ini adalah hal yang Rembulan tak sangka-sangka.

"Makasih, Kak." Rembulan berkata pelan, kini pandangannya teralih pada jendela yang terbuka. "Eh, udah gak gelap lagi."

"Iya, Bulan! Ayo lihat sunlight!" Alvano berseru, segera menarik lengan Rembulan agar bangkit.

"Sunrise!" Alzero berdecak kesal, namun ketika ia mendapatkan juluran lidah dari Alvano, ia mendengkus. "Terserahlah."

Alderion terkekeh. "Udah, ayo cepet ke pantai. Kita lihat sunrise!" ucapnya segera melangkah mengikuti yang lain disusul Alzero.

Semalam, Alderion memang pergi dari rumah meninggalkan Anggara yang bungkam. Ia juga mengajak Alzero dan Alvano hingga kedua adiknya itu ikut. Bukan itu saja, Alderion bahkan mengajak Laila agar ikut bersamanya. Niatnya, Alderion akan membiarkan Anggara sendirian agar bisa merenungi semua sifat dan keegoisannya. Tapi, Laila memang setia. Wanita paruh baya itu hanya menitipkan Rembulan pada Alderion, sementara Laila memilih untuk membantu Anggara.

Alderion tidak keberatan dengan itu, ia malah bersyukur Laila masih mau menemani Anggara dalam kondisi seperti ini, dan setia pada Anggara walaupun Papanya itu sudah berbicara keterlaluan. Terlepas dari itu, ia memesan penginapan di dekat pantai, sekalian untuk menenangkan diri mereka dari permasalahan di rumah dan menenangkan perasaan masing-masing terlebih dahulu sebelum kembali.

Kini, dalam terpaan cahaya matahari yang hadir, kelima remaja berdiri tanpa alas kaki, menatap ke depan dengan deburan ombak yang menjadi musik di telinga.

Semuanya diam, menikmati suasana itu. Tidak ada yang membawa ponsel untuk mengambil foto, semuanya hanyut dalam lamunan masing-masing, benar-benar menghayati.

Di antara itu semua, Rembulan berdiri di tengah-tengah. Di samping kirinya ada Alderion dan Alvano, kemudian di samping kanan ada Alzero dan Alvaro. Rembulan menoleh pada mereka sebentar, sebelum akhirnya kembali menatap ke depan dengan sebuah senyuman.

"Impian Bulan buat bahagia ternyata bisa dicapai." Rembulan berkata dengan senang, tak bisa menyembunyikan binaran matanya, atau rona di kedua pipinya. "Bulan pikir, Bulan cuman bisa hidup berdua sama Mama, jalanin hidup gitu-gitu aja. Gak ada yang peduli sama kami, gak ada yang mau bantu kami. Bahkan keluarga mama sama ayah Bulan juga gak lagi nemuin kami. Bulan pikir, dunia ini emang nolak impian Bulan. Tapi ternyata bukan gitu. Karena semuanya dijawab sama waktu."

Keempat lelaki di sana menoleh, memusatkan pandangan mereka pada gadis satu-satunya di sana. Pemandangan matahari yang terbit tak lagi jadi menarik, karena adanya Rembulan yang menjadi pusat mereka saat ini.

"Terima kasih. Kalian udah mau nerima Bulan, mau hadir di kehidupan Bulan sampai saat ini. Mau jadi kakak buat Bulan dan nemenin Bulan. Kalian harus percaya ... Bulan ngerasa hidup Bulan gak gelap lagi karena kepergian ayah." Rembulan melebarkan senyumannya, apalagi saat Alderion dan Alzero mendekat dan berdiri di belakang tubuhnya, mengusap kepala dan pundaknya.

"Kami juga harus ngucapin terima kasih karena Bulan mau hadir di keluarga kami." Alderion berkata pelan, ia tersenyum melihat Rembulan berbalik menatapnya. "Sekalian, kami harus ngucapin maaf, karena kami--"

"Bulan tahu, kok." Rembulan tersenyum, kembali menatap ke depan. "Bulan dengar semuanya tadi. Jadi jangan minta maaf lagi. Bulan tahu, ini sulit buat kalian semua."

Tarikan napas Rembulan terdengar, ia berbalik ke belakang untuk menghadap Alderion dan Alzero. Semua yang Rembulan katakan adalah kejujurannya, pengakuannya pada empat kakak lelakinya. Karena ia memang mendengar apa yang mereka bicarakan di penginapan tadi. Rembulan tidak tersinggung atau merasa dirinya asing, justru ia lega karena bisa tahu semua perasaan saudara tirinya. Selain itu, karena kehadiran mereka, hidup Rembulan jauh lebih baik, melebihi harapan untuknya bahagia.

"Bulan bahagia," ucap Rembulan lagi. Kali ini, gadis itu langsung mendapat usapan di kepalanya, juga pelukan hangat.

Bukan hanya Rembulan yang bahagia karena mendapatkan sosok baru. Empat lelaki di sana juga bahagia, bisa kembali mendapatkan adik perempuan seperti dulu. Sekarang, mereka hanya perlu memulainya kembali, dari yang baik menjadi lebih baik.

Sekarang masalahnya tinggal Papa Anggara ya? Oh tentu nggak. Masih ada lagi.
Jadiiii, terus ikuti 4B yaa!

Jangan lupa tinggalkan jejak dan share cerita ini💜

Continue Reading

You'll Also Like

4.9K 1.4K 30
{ JANGAN LUPA FOLLOW AKUN TERLEBIH DAHULU, SEBELUM MEMBACA! } Athaya, gadis yang memiliki keperibadian seperti seorang lelaki, tidak sengaja di pert...
71.3K 5.3K 51
#01 boyfriend 18/03/22 β€’β€’β€’~β€’β€’β€’~β€’β€’β€’~β€’β€’β€’~β€’β€’β€’~β€’β€’β€’~β€’β€’β€’ Vania Scarlet Praspati, cewek ambis dalam mengejar apa yang di inginkan 'nya. Mempunyai sahabat se...
2M 112K 46
Pembaca lama jangan kaget ini cuma covernya aja yang ganti bukan cerita lain oke disini menceritakan tentang seorang gadis kecil yang imut dia mempun...
1.4K 202 44
⚠️IKUTI CERITA SAMPAI ENDING, JANGAN SIMPULKAN BAGAIMANA CERITA INI JIKA HANYA BACA PART BELUM SAMPAI ENDING. ⚠️ Brilliant Sly Harmoni. Parasnya memp...