Feeling Perfect

By diaryalna

2.6M 405K 39.3K

Gimana sih rasanya dijodohin sama cowok ganteng, paham agama, lemah lembut, cintanya tulus banget, tapi tunan... More

PROLOG
BAGIAN 1 : CALON ISTRI
BAGIAN 2 : KELULUSAN
BAGIAN 3 : DIJODOHIN?
BAGIAN 4 : HARI H
BAGIAN 5 : PINDAH RUMAH
BAGIAN 6 : MALAM PERTAMA
BAGIAN 7 : SISI LAIN QIA
BAGIAN 8 : UNGKAPAN CINTA
BAGIAN 9 : PERTEMUAN PERTAMA
BAGIAN 10 : CEMBURU?
BAGIAN 11 : SAKHA MARAH?
BAGIAN 12 : HADIAH DARI SAKHA
BAGIAN 13 : UNDANGAN PESTA
BAGIAN 15 : UJIAN MENTAL
BAGIAN 16 : ORANG GILA!
BAGIAN 17 : SUNNAH HARI JUMAT
BAGIAN 18 : IMPIAN
BAGIAN 19 : SAKHA KENAPA?
BAGIAN 20 : PENJELASAN
BAGIAN 21 : MAAF
BAGIAN 22 : HAMIL?!
BAGIAN 23 : KESERUAN
BAGIAN 24 : USTADZ SAKHA
BAGIAN 25 : RAISA NEKAT
BAGIAN 26 : BERITA PERJODOHAN
BAGIAN 27 : BUNUH DIRI?
BAGIAN 28 : PERMAINAN
BAGIAN 29 : KADO PERNIKAHAN
BAGIAN 30 : TEROR?
BAGIAN 31 : DONOR MATA
BAGIAN 32 : HUJAN
BAGIAN 33 : KUE KERING
BAGIAN 34 : KECELAKAAN
BAGIAN 35 : TUGASNYA SELESAI
BAGIAN 36 : JANGAN PERGI
BAGIAN 37 : KENAPA BISA?
BAGIAN 38 : MERASA BERSALAH
BAGIAN 39 : MENGHILANG
BAGIAN 40 : PENYESALAN SESUNGGUHNYA
BAGIAN 41 : SEDEKAT NADI
EPILOG
SPECIAL PART

BAGIAN 14 : TELEDOR

45K 8.6K 611
By diaryalna

Ke-kenapa kalian pada nyalahin Dev, sih? Dev, kan, gak tau apa-apa😔

Bacanya pelan-pelan aja, ya. Hari Minggu nih, sengaja up pagi😍

Kalau ada yang salah koreksi, ya?

Istighfar dulu, yuk sebelum mulai! Astagfirullahalazim 😭🤣

Ambil baiknya, buang buruknya, ya⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Bagian 14 : Teledor
____

Dev membawa Sakha ke tempat yang tidak terlalu ramai. Tempat yang penerangannya tak secerah di dalam ballroom hotel. Sekarang ini mereka sedang menuju kolam renang. Meski begitu, tetap ada beberapa orang yang datang kemari.

"Assalamualaikum." Dev memberikan salam, menyapa teman-temannya yang berdiri di dekat kolam. Masing-masing dari mereka membawa gelas di tangan berisi sirup bewarna.

"Wa'alaikumussalam."

"Akhirnya lo dateng juga!" seru salah satunya seraya memeluk Dev dengan ramah. Diikuti dua lainnya.

"Iya, dong." Ekspresi Dev tak kalah gembira menerima sambutan dari mereka. Detik selanjutnya, Dev teringat sesuatu.

"Oh, ya, gue mau kenalin kalian sama seseorang."

"Siapa?" tanya lelaki berambut agak gondrong.

Dev melirikkan matanya ke samping, tepat ke arah menantu atasannya itu. Ketiga temannya langsung terfokus pada tongkat yang dibawa Sakha.

"Dipanggilnya Pak Sakha. Wakil direktur dari Fathul property, perusahaan tempat gue kerja. Pak Sakha ini menantunya Pak Rafka. Umurnya sebaya sama kalian," tutur Dev memperkenalkan, merangkul Sakha layaknya teman.

Ketiga teman Dev membuka mulut kaget mendengar penuturan laki-laki dengan tatanan rambut agak berantakan itu. Namun setelahnya mereka tersenyum lebar. Salah satu di antaranya mengulurkan tangan untuk berkenalan.

"Salam kenal, Pak Sakha. Saya Andre, kerja di perusahaan e-commerce," kata laki-laki dengan jas itu. Sakha menyambut jabat tangan orang di hadapannya secara bergantian.

Giliran lelaki berambut gondrong yang menjabat tangan Sakha. "Salam kenal juga, Pak Sakha. Saya Haikal, satu tempat kerja dengan Andre."

"Kalau saya Saga, manajer salah satu restoran di Jaksel," ujar laki-laki dengan brewok tipis di wajahnya.

Sakha tersenyum ramah. "Senang sekali bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti kalian."

"Hebat banget, ya, Pak Sakha ini. Seumuran, tapi nasibnya jauh di atas kita." Andre mendahului percakapan sembari terkekeh ringan.

"Sulit dipercaya!" Haikal menatap Sakha kagum. "Pak Sakha ini suaminya Qiara, ya?"

"Qiara yang---"

"Iya, Qiara. Anak bungsu Pak Rafka," sela Dev memotong tebakan Saga. Mereka terlihat dekat, seolah sudah berteman sangat lama. Padahal memang iya.

"Pak Sakha saya izin ke toilet sebentar ya, dapat panggilan alam." Dev segera pergi setelah Sakha mengangguk.

Namun sebelum itu, ia tersenyum miring mengarahkan pandangan ke arah tiga temannya dan juga Sakha. Andre, Saga, dan Haikal tersenyum dan mengacungkan kedua ibu jarinya seolah mengerti dengan kode tatapan dari Dev.

"The power of orang dalam," kata Haikal menyeruput minumannya. Melangkah mendekat lalu merangkul bahu Sakha.

"Kalau saya yang di posisi Pak Sakha, beuh ... paling-paling saya jadi gelandangan. Seriusan!" lanjutnya diakhiri tawa. Tawa mereka membuat Sakha tak nyaman.

"Baru kali ini saya ketemu orang hebat seperti Pak Sakha. Buta, tapi bisa jadi pemimpin perusahaan." Haikal menyambung sambil tersenyum kecut.

"Udah dapet cewek cantik, jabatan tinggi, keluarga orang kaya lagi," tambah Andre makin semangat saat melihat wajah Sakha yang nampak kesal. Karena berulang kali Sakha kedapatan sedang mengatur napasnya.

Saga semakin gencar mengolok. Memandang remeh Sakha yang ada di hadapannya. "Saya jadi meragukan kejayaan Fathul property. Saya takut, kalau tiba-tiba perusahaannya gulung tikar. Kayak dulu."

"Padahal, posisi wakil direktur itu bukan posisi main-main. Posisi yang penting, seharusnya gak bisa ditempati sembarang orang." Haikal kembali memberikan argumen.

"Lah, ini ...." Andre melirik ke arah Sakha dengan senyum meremehkan.

"Mohon maaf sebelumnya. Saya rasa perkenalan kita cukup sampai di sini saja. Saya harus pergi sekarang," potong Sakha mengusung senyum palsu, merasa tak tahan untuk lebih lama di tempat ini.

"Mau pergi kemana Pak Sakha?" Saga menarik tangan Sakha yang hendak berbalik badan. Alisnya naik-turun memandang rendah lelaki berkebutuhan khusus di hadapannya ini.

"Memangnya bisa pergi sendiri? Nanti nyasar gimana? Saya antar, ya." Andre menawarkan diri. Ia hendak memegang lengan Sakha bermaksud menuntun, tapi Sakha langsung menepisnya pelan.

"Tidak perlu, saya bisa sendiri."

"Ada apa ini?" Dev kembali begitu cepat, mendorong Andre menjauh dari Sakha. Dev juga memberikan tatapan tak suka ke arah Andre dan yang lainnya.

"Gak usah dorong-dorong bisa gak lo?!" sungut Andre mulai emosi.

"Harusnya kalian bisa lebih sopan! Untuk apa jabatan tinggi kalau tak punya adab?!"

"Banyak bac*t lo!" Saga dengan kuat mendorong tubuh Dev yang sedari tadi memang berdiri di depan Sakha.

Karena dorongan itu, mengakibatkan Sakha terhuyung ke belakang dan tercebur tepat ke kolam yang cukup dalam. Semua orang yang melihat kejadian tersebut memekik kaget.

"Pak Sakha!" teriak Dev memandangi Sakha yang berusaha menyembulkan wajahnya, meraup oksigen. Tongkatnya terjatuh. Lelaki itu seperti tidak bisa berenang.

Dev membalikkan badan mendorong kesal Saga, ingin meninju muka lelaki tersebut, tapi urung ketika terdengar teriakan menyahut di antara suara air.

Sakha yang berusaha untuk mempertahankan dirinya agar tak tenggelam, ingatannya justru memutarkan kejadian bertahun-tahun silam bak film dokumenter.

Dering telepon rumah mengambil atensi perempuan yang sedang duduk di gazebo bersama dengan sang putra. Sebelum pergi menghampiri asal suara, perempuan berhijab itu mengelus kepala Sakha yang tengah bermain beberapa mainan anak-anak.

"Mas Sakha di sini aja, ya, jangan ke mana-mana," peringat Mama. Sakha mendongak kemudian mengangguk manis.

"Mama angkat telepon sebentar." Mama pun mengusap kembali kepala Sakha. Anak laki-laki itu menyengir dan bermain puzzle lagi.

Perempuan itu tersenyum kemudian berdiri. Turun dari gazebo lantas mempercepat langkah sebelum dering telepon berhenti bersuara.

Selepas Mama pergi, tiba-tiba saja semilir angin datang menerpa sejuk. Bola plastik berukuran kecil yang berada di dekat Sakha ikut hanyut terbawa angin. Anak balita itu menoleh dan berusaha menangkap bola yang menggelinding.

Sakha mengembuskan napas melihat bola itu justru jatuh ke kolam. Namun ia tak kehabisan akal. Sakha kecil berjongkok mencoba meraih bola yang semakin menjauh terkena gelombang air.

Sayangnya, setelah Sakha menginjakkan kaki di ujung kolam yang licin, ia tak bisa menyeimbangkan diri. Sakha jatuh ke kolam rumahnya. Ia berteriak memanggil mamanya karena tak mahir berenang apalagi kolamnya cukup dalam.

"Mam—ma!" Kepala Sakha menyembul naik-turun ke permukaan.

Perempuan yang baru tiba di halaman belakang rumahnya, merasa mengenali suara itu. Perempuan itu melebarkan mata terkejut mendapati putra semata wayangnya nyaris tenggelam.

Buru-buru perempuan itu mendekat dengan langkah tergesa-gesa. Teriakannya menggema membuat Sakha kembali menyebut namanya.

"Ma ...!"

"Mas Sakha!"

"MAS SAKHA!"

Qia menjerit panik melihat suaminya hampir tenggelam di tengah kolam. Lelaki itu nampak tak ada pergerakannya lagi, seperti pasrah tubuhnya ditarik ke bawah. Hal itu membuat Qia semakin kalang kabut.

Tanpa banyak berpikir, gadis dengan gamis hitam itu berlari setelah melepas dan melempar sepatu putihnya ke sembarang arah. Menyemburkan diri ke dalam kolam bermaksud menyelamatkan Sakha.

Setelah berenang mendekat, Qia segera menarik tubuh Sakha yang lumayan berat. Membawa suaminya ke pinggiran kolam. Dibantu Dev yang sudah menunggu dan menidurkan Sakha yang setengah tidak sadar.

"Mas, Mas Sakha!"

Qia terus saja memanggil-manggil nama Sakha dengan nada cemas sembari menepuk-nepuk pipi lelaki itu. Beberapa saat berikutnya Sakha terbatuk-batuk. Kemudian bayangan tentang kejadian masa lalu langsung lenyap dan tergantikan oleh kegelapan.

"Mas gapapa?" Qia membingkai wajah Sakha, dan membenahi rambut basahnya yang menutupi mata. Ekspresi Sakha sulit ditebak, ia hanya diam saja.

Sakha terduduk dengan memejamkan mata, menarik napas kemudian membuangnya perlahan-lahan sembari berucap hamdalah. Mengusap wajah sampai ke rambut, mencoba menenangkan diri.

"Mas Sakha kok bisa jatuh ke kolam kayak tadi, sih? Kakinya kram atau gimana? Ada yang sakit gak?"

Qia memandangi setiap inchi tubuh Sakha, memastikan bahwa laki-laki itu tidak terluka secara fisik. Namun tetap saja, Sakha tak menjawab pertanyaan sang istri barang satupun. Ia masih terguncang dengan peristiwa tadi sehingga mulutnya pun ikut kelu.

Bukannya menanyakan bagaimana keadaan seseorang yang sempat dibelanya tadi, Dev justru salah fokus dengan gamis bagian belakang yang Qia gunakan.

"Qiara," panggil Dev pelan.

"Kamu lagi haid? Atau ...." Ucapan Dev terhenti ketika ia menangkap raut wajah Qia yang seakan-akan baru menyadari tentang dirinya sendiri.

Gadis yang tengah basah kuyup itu menepuk jidatnya pelan sambil berdesis. "Ya Allah, kenapa Qia bisa lupa kalau lagi haid?"

Qia benar-benar lupa kalau ia sedang haid deras. Saking paniknya, akalnya tak dapat berpikir jauh. Sakit perut pun tidak terlalu dirasakan.

"Ya udah, kamu pakai jas punya saya aja, nanti kamu kedinginan malah jadi sakit."

Dev berdiri melepaskan jasnya lalu berjalan ke dekat Qia dan akan menyampirkan jasnya di bahu gadis itu. Namun buru-buru Qia mengangkat satu tangannya dan mendongak.

"Gak perlu, Mas. Pakai aja, nanti juga---"

"Qiara, Sakha!" Panggilan dari Naura membuat semua yang ada di sana menaruh antensi pada perempuan yang berlari kecil dengan wajah cemas itu. Termasuk Qia yang langsung menghentikan ucapannya.

"Kalian kenapa kok bisa basah kayak gini?" tanya bundanya Qia.

Naura ikut duduk di dekat putrinya, membuat Dev refleks berdiri dan menjauh. Naura mengusap kepala Qia yang masih tertutup jilbab yang basah dengan perasaan sangat khawatir.

Qia menyengir, sementara Sakha sedari tadi masih saja terdiam. "Gapapa, Bunda. Tadi habis seru-seruan renang bareng."

"Seru apaan, muka tegang kayak gitu?" sangkal Naura memperhatikan secara bergantian muka putri dan menantunya yang terlihat mengenaskan.

Setelah itu Rafka datang membawa dua handuk bersama dengan Sahid di sampingnya. Air muka mereka tak kalah terkejut, tapi tidak terlalu ditunjukkan agar tak menimbulkan kepanikan yang berlebihan.

"Cepat keringkan. Setelah ini kita pulang," ucap Rafka ketus, raut wajahnya pun nampak datar.

***

"Sakha itu gak bisa renang, Qi. Bukan karena kakinya kram!" Rafka menekan setiap kata-katanya seolah sedang menahan kesal, sembari tetap fokus menyetir mobil.

Qia refleks terperanjat ketika mendengar suara berat Rafka meninggi seperti itu. "Qia, kan, gak---"

"Harusnya kamu itu sebagai istri bisa lebih telaten lagi ngurus suami. Jangan teledor kayak gini!"

"Sayang ... udah," ucap Naura memperingatkan, berusaha menenangkan Rafka yang kelihatan sedang dilanda emosi seraya mengusap-usap lengan suaminya.

"Kenapa kamu biarin Sakha pergi tanpa orang rumah, hm? Di sana itu ramai banget, Qiara. Ayah udah pesan sama kamu biar gak jauh-jauh dari Sakha, kan?"

"Tadi Mas Dev yang ngajak. Dia juga bukan orang asing, Yah!" Qia yang duduk di belakang bersama Sakha tak sengaja meninggikan suaranya. Telinganya sudah panas disalahkan sedari tadi.

"KALAU TADI TERJADI APA-APA SAMA SAKHA GIMANA, HAH?!"

Bersamaan dengan teriakan itu, Rafka mengerem mobilnya secara mendadak di pinggir jalan. Memukul stir kuat melampiaskan emosi. Menatap ke belakang memandangi Qia dengan sorot mata tajam.

Rafka menyayangi Sakha seperti putranya sendiri. Ia merasa bertanggungjawab karena telah membawa Sakha kembali ke Jakarta setelah bertahun-tahun ditinggalkan. Tempat ini pasti menjadi asing untuk Sakha mengingat kondisinya yang tak seperti dulu.

Apalagi Sakha adalah putra semata wayang dari sahabatnya yang telah tiada. Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Sakha, rasanya Rafka tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Qia menggeleng pelan dengan kedua mata yang berkaca-kaca, bibirnya terkatup rapat, memandangi Rafka yang terlihat mengerikan di matanya sekarang. Ia sama sekali tak menyangka.

Hanya karena Sakha, ayahnya bisa semarah itu padanya.

"Ayah, istighfar ... Dek Qia gak salah apa-apa. Semua ini murni karena Sakha yang gak hati-hati," bela laki-laki dengan kemeja putih setengah basah dan selimut abu-abu yang tersampir di pundaknya itu.

Mendengar peringatan tersebut, Rafka membalikkan tubuhnya menghadap ke depan, beristigfar pelan sembari mengusap wajahnya. "Astagfirullahalazim ...."

"Dek Qia?" kata Sakha berbisik menolehkan kepalanya ke arah kanan, posisi dimana istrinya duduk sekarang. Merangkul pundak gadis itu yang juga tengah mengenakan selimut yang sama.

Namun Qia menggeliat, mencoba melepaskan rengkuhan Sakha padanya. Kepala Qia terus menunduk, ia kemudian menggeser duduknya sedikit menjauh.

"Qiara sayang ... maafin Ayah, ya? Maaf, tadi Ayah benar-benar gak bisa ngendaliin emosi," lirih Rafka melihat pada kaca spion.

Qia membuang pandangannya ke kaca jendela, mengamati dengan tatapan kosong seraya menggigit kuku jari telunjuk kananya. Ia berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh, akan tetapi gagal.

Lelehan hangat itu meluruh bebas ketika suara lembut sang ayah merasuki gendang telinganya. Pertahanannya runtuh seketika.

"Qia gak mau maafin A---"

"Qia capek, pengen pulang," sela Qia tanpa menolehkan kepalanya sama sekali.

Naura yang paham dengan perasaan putri dan menantunya segera turun dari mobil. Membuka pintu di dekat Sakha dan meminta lelaki itu untuk duduk di depan saja.

Sakha mengangguk setuju, ia sendiri pun tak tahu harus berbuat seperti apa. Qia menjauhinya, sementara Sakha tak dapat melihat bagaimana keadaan Qia sekarang ini. Ia takut perbuatannya justru akan memperparah keadaan.

Setelah semua sudah kembali ke dalam mobil, Naura mendekat pada Qia dan membujuk gadis itu sejenak. Qia menoleh ke belakang mendapati senyum menenangkan sang bunda. Ia lantas memeluk Naura dan melampiaskan semua tangisnya di dekapan itu.

"Qia mau pulang, Bunda. Qia mau pulang. Qia capek, mau istirahat," racau gadis itu diiringi isakan pilu.

"Iya, Sayang, iya. Kita pulang sekarang." Naura membelai lembut kepala anak gadisnya.

Rafka pun mengemudikan mobilnya setelah Naura melemparkan senyum padanya, menandakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sedangkan Sakha sejak tadi masih belum berkata apapun.

Sakha masih bergelut dengan pikiran dan batinnya. Berusaha tenang, tapi tak bisa. Dalam diamnya, Sakha menyalahkan diri sendiri karena tak bisa berbuat apa-apa disaat sang istri sangat membutuhkannya.

Kekurangan yang ada pada dirinya saat ini, membuatnya merasa tak berdaya. Kondisi matanya sekarang---

"Qia baik-baik aja. Dia lagi dipeluk sama bundanya. Jadi, kamu gak perlu cemas," kata Rafka memberitahu dan menyentuh tangan Sakha yang sedang memangku tongkat.

---begitu membatasinya untuk mengetahui sesuatu yang sedang terjadi.

***

TO BE CONTINUE.

Jangan marahin Dev, ya. Dia gak salah, kan, dia ganteng😔✌🏻

Kasian Mas Sakha :( Pengen banget dia bisa lihat lagi, tapi enaknya siapa yang harus donorin mata?😭🤣

Spoiler: InsyaAllah, kalau jadi part selanjutnya bakal muncul orang yang ada di prolog, siapa dia? Yang pasti dia cowok, ngeselin lagi☺️🙏🏻

Lanjut kapan lagi, nih?

See you ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

10.3K 243 6
Cinta yang menjadi lara kan amerta dalam prosa Kau ... wanita yang membuatku jatuh cinta, aku masih mengingat senyummu hingga senja tiba. Shakira Kha...
41.6K 1.9K 26
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...
1M 137K 53
Qiandra Nixie Xaquila, seorang gadis yang memiliki masa lalu buruk dan berusaha untuk berhijrah, ia adalah penulis buku, dan dirinya menulis buku ten...
9.7K 1.3K 34
"Kenapa harus lo sih! Kan ada gitu guru privat lain kenapa om Sero harus milih lo!" "Bawel!" "Nyebelin tau gak! Dapet guru privat kek lo! Pinter gak...