Starlit Night - [nomin]

Bởi dazzlingyu

34.9K 3.2K 447

Sepenggal kisah tentang Lee Jeno dan dunianya, Na Jaemin. [nomin short story collection] dazzlingyu, 2020. f... Xem Thêm

1. sembilan belas
1.1. sembilan belas
1.2. sembilan belas
1.3. epilog
2. light my cigarette
2.1. always taste like you
2.2. hoping things would change
3. kamu yang paling bisa
4. my muffin, my pumpkin, na jaemin<3
5. roommate
6. pacaran by accident
7. overprotektif
8. classmate
8.1. soulmate
9.1. all i can do is say that these arms were made for holding you
9.2. i've loved you since we were 18, long before we both thought the same thing
10. si manis na jaemin
11. into your skin
12. merry kissmas
13. last chance
13.1. final chance
13.2. epilog
14. movies
15. nala
16. benefits
16.1. i like u
17. green eyes with malibu indigo

9. the broken leg and those lingering feelings

910 67 4
Bởi dazzlingyu

Ketika usianya enam tahun, Jeno pernah mematahkan kakinya.

Murni karena ketidaksengajaan, ia sedang berlari dari kejaran kakaknya beserta teman-temannya ketika kakinya tergelicir di tanah basah, membuatnya terguling ke bawah tebing dengan tidak elitnya. Namun, wangi rumput gunung yang menguar basah sehabis hujan seolah membuat dada Jeno meletup-letup dipenuhi rasa bebas yang entah mengapa terasa begitu mengasyikkan.

Begitu tubuhnya tergeletak tak berdaya di dasar tebing dengan kaki yang berdenyut nyeri karena patah, Jeno mendongak menatap langit biru berawan yang tampak cerah. Meskipun habis hujan, rintik air tidak serta-merta membawa mendung yang dibenci Jeno. Tak ingin mengurangi bias indahnya, Jeno memutuskan untuk tersenyum, tidak menganggap pengalaman menyakitkan hari itu sebagai hari sialnya walaupun air mata mengalir deras menuruni pipinya.

Ia lebih muda kala itu, ketika ia mulai menyadari arti dari perasaan sakit hati yang muncul dari dalam diri ketika ia menjalin sebuah hubungan pertemanan dan kehilangannya di tahun-tahun berikutnya, ketika Jeno merasa rindu dengan segala kenangan yang ia tinggalkan dibelakang.

Dan rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ia melihat hamparan luas padang rumput yang menghiasi alam kampung halamannya. Terasa atmosfer euforia yang kentara ketika wangi rumput yang baru dipotong dan angin sejuk pedesaan menerpa wajah Jeno dari jendela mobil jeepnya yang terbuka lebar.

Jeno sadar ia sudah bertumbuh dewasa, dan ia tidak sabar untuk pulang.

Mengendarai jeepnya dengan kecepatan 90 di jalanan pedesaan yang selalu sepi, terakhir kali Jeno ingat jalan utama menuju desa itu hanyalah tanah keras berbatu cadas, yang kalau hujan menciptakan genangan keruh yang lama surutnya, bukan aspal hitam legam mulus seperti saat ini.

Sambil menyayikan "Tiny Dancer" milik Elton John yang mengalun apik dari radio mobilnya, beribu kenangan yang tertinggal tanpa permisi menyeruak memenuhi benak.

Dari ribuan adegan demi adegan kenangan yang berputar di benaknya, Jeno paling merindukan kenangan ketika ia duduk dengan begitu damai di suatu senja, terasa begitu nyata ditemani oleh seseorang yang begitu Jeno rindukan sembari bergandengan tangan atau berpelukan, menonton matahari terbenam dari pondok kecil di puncak yang mereka sebut sebagai 'Kastil di Atas Bukit'.

Adegan tersebut berganti dengan adegan ketika Jeno berusia lima belas, merokok di ladang belakang rumahnya bersama si Lee yang dengan kurang ajarnya mencuri tembakau milik kakeknya, lalu Jeno mencuri kertas gambar milik kakaknya, merobeknya menjadi empat bagian yang lalu ia gunakan untuk menggulung tembakau dan dibakar, tepat sebelum kakaknya keluar dari pintu belakang untuk memberi makan ayam, memergoki Jeno dan Mark karena asap yang mengepul pekat serta bau tembakau bakar yang menyengat. Jeweran di telinga hari itu takkan pernah Jeno lupakan. Bagaimana kemarahan tercetak jelas di wajah kakaknya, juga omelan khasnya yang terdengar kelewat biasa di telinga Jeno.

Lalu, adegan kembali berganti. Ketika usianya enam belas, Jeno ingat ia pernah berlari melewati kebun belakang milik Paman Ahn bersama Hyunjin, Mark, Woojin, dan Felix. Empat kotak rokok dan empat botol minuman keras ia dekap erat-erat di balik jaket kulit lusuhnya untuk lalu mereka nikmati di pos jaga yang sudah sepi karena tidak ada jadwal jaga malam itu. Mereka pulang dengan keadaan mabuk dan setengah sadar pagi harinya akibat liquor murahan yang mereka curi dari minimarket Paman Bang.

Kaset terus berputar, mengganti adegan ketika Jeno berusia tujuh belas. Ketika itu Hyunjin mengundang ia dan teman-temannya untuk merayakan pesta ulang tahunnya. Saat itu malam Jumat ditengah musim semi yang sejuk, Jeno mengantar pulang salah seorang teman perempuannya yang bernama Siyeon. Mereka sedang menunggu bus ketika Siyeon berdiri merapat padanya dengan alasan udara dingin dan lupa membawa jaket.

Lalu Jeno yang memang dasarnya memiliki hormon seperti lelaki normal lainnya pun membalas lampu hijau dari Siyeon. Tangannya tanpa sadar sudah naik menangkup pipi gadis cantik yang seumuran dengannya itu sebelum ia mengikis jarak dan mencium Siyeon. Ia tidak tahu apakah ia melalukannya dengan baik dan benar, namun setelahnya mereka menjalin sebuah hubungan dan putus sebulan kemudian.

Jeno lebih muda kala itu ketika ia dan Mark melakukan pekerjaan mingguan di pasar kota, membantu kakek Mark menjual barang-barang antiknya yang disimpan keluarganya secara turun-temurun, namun terpaksa harus berpindah kepemilikan karena masalah ekonomi yang mereka hadapi.

Yah, niat awal Jeno hanya untuk membantu sahabat sehidup sematinya itu, namun Kakek Lee datang dengan segenggam won di tangan, memberikannya pada Mark dan Jeno yang langsung melesat ke toko arak untuk membeli soju murah. Euforia malam itu terasa kembali ketika rasa panas liquor bening pembakar tenggorokan memenuhi jasmani dan sanubari. Mereka langsung meminumnya di gang kecil samping toko setelah membayar, membiarkan cairan pahit tersebut memenuhi tenggorokan dan melepaskan dahaganya hingga tetesan terakhir menyentuh lidah mereka sebelum Jeno muntah bersama Mark akibat efek arak yang terlampau keras.

Keduanya berjongkok lemah setelah mengeluarkan isi perut mereka di sungai belakang toko. Keduanya berpandangan sebelum tertawa keras dan saling berangkulan, memutuskan untuk tidak lagi mencoba arak murahan yang dijual Paman Choi di tokonya yang tak terjamin kebersihan.

Oh, betapa Jeno kini sudah tumbuh dewasa, dan ia benar-benar tidak sabar untuk pulang.

Tiny Dancer masih mengalun dari radio bersamaan dengan terus melajunya jeep Jeno menembus jalanan desa. Ia lalu berhenti di sebuah restoran yang sudah ada semenjak dirinya masih belia, memarkirkan jeepnya di pekarangan sempit restoran daging bakar milik Keluarga Moon tersebut.

Jeno memasuki kedai dengan perasaan hangat yang memenuhi relung hati. Aroma lezat kecap asin dan bumbu daging bakar menyeruak memasuki penghidu, membuat perutnya ganti merespon dengan bunyi gemuruh pelan di dalam sana.

Ia lalu melangkah mendekati meja bar yang kini sudah dilengkapi turntable, memandang interior sekitarnya yang sudah berubah total sejak terakhir kali ia singgah untuk mengisi perut disana.

Seorang koki datang dengan apron dan buku menu, yang lalu disambut Jeno dengan senyum tipis, membuat koki yang baru saja menyodorkan buku menu menariknya kembali, menatap wajah Jeno untuk meyakinkan dirinya bahwa apakah benar ini adiknya si Lee yang kabur tujuh tahun lalu?

"Jeno? Lee Jeno? Kamu kah itu?"

"Hai, Kak Taeil. Lama tidak bertemu."

Detik berikutnya, pria Moon itu sudah memeluk Jeno begitu eratnya, membuat Jeno terkekeh dan membalas pelukannya tak kalah erat.

"Kamu masih ingat rumah ternyata?" Tanya Taeil begitu pelukannya terlepas, terkekeh sembari mengambilkan minum untuk adik dari sahabatnya itu.

"Tentu saja aku masih mengingat kalian," Jeno menjawab sambil berterima kasih menerima gelas berisi bir dari Taeil. "Apa kabar yang lainnya?"

"Banyak sekali yang telah berubah disini selama kamu pergi," jawab Taeil. "Kamu ingin makan?"

"Boleh, Kak. Bulgogi satu ya."

"Bulgogi akan siap dalam sepuluh menit!"

Jeno tersenyum bangga melihat figur kakak yang berjeda usia dengannya sejauh enam tahun itu. Ia kembali memandang berkeliling, menemukan figura foto Taeil bersama seorang pria jangkung yang dipajang di dekat pintu masuk dapur. Detik berikutnya, Jeno mengenali sosoknya. Itu-

"Kudengar adiknya Taeyong disini? Mana?"

"Kak Youngho!" Jeno berseru senang, melompat turun dari kursinya sebelum melompat memeluk Youngho.

"Aduh, adikku sudah besar rupanya!" Youngho berjengit kaget ketika Jeno menubruknya begitu saja, merasakan pinggangnya mungkin saja akan patah karena tenaga kuat dari Jeno. Ayolah, ia sudah sudah tiga puluh, tidak sebugar dulu ketika Jeno masih remaja puber dan bisa ia gemblok di punggungnya dengan senang hati. "How's life?" Tanya Youngho kemudian sembari menarik kursi di samping Jeno.

"Super fine. Long time no see," Jeno tersenyum sumringah. Setelah sekian lama, akhirnya ia bertemu lagi dengan sosok yang sangat ia kagumi tersebut. "How's yours?"

Johnny mengedikkan bahunya enteng, "Yeah, pretty much great. Marrying Taeil, running this restaurant together 'til we're gray and old. It's fun."

"Sungguh? Kalian sudah menikah?!" Sergah Jeno kaget, terlebih ketika melihat sudah ada cincin yang melingkah di jari manis Youngho.

"Maaf ya, aku tidak jadi kakak iparmu," Youngho nyengir enteng. "Belum berjodoh dengan kakakmu."

Jeno cuma membalas dengan senyum tipis, seketika memikirkan kakaknya yang entah sedang apa di rumahnya sana.

"Kapan?" Tanya Jeno kemudian.

"Sebulan setelah kamu pergi dari sini," Jawab Youngho. Taeil kemudian datang untuk membawakan suaminya minum. "Kamu sendiri bagaimana, Jen? Sudah menikah? Kulihat kamu sudah mapan."

Jeno tertawa canggung, "Belum, kok. Aku mapan apanya?"

"Jangan begitu, miskin begini kami punya televisi."

Jeno melotot memandang Youngho yang kini tertawa terbahak-bahak, menepuk-nepuk punggung Jeno yang langsung tersipu malu akibat ucapannya.

"Yah, jadi apa yang membuat pebisnis muda dan sukses seperti Lee Jeno ini belum menikah?"

Jeno terdiam, jemarinya ia tautkan satu sama lain dengan gugup dan bimbang. Ia melirik Youngho yang sedang menegak bir, pikirannya seketika berkelana lagi ke memori lama.

"Jangan bilang, perasaanmu masih tertinggal disini? Di desa terpencil yang jauh dari keramaian kota ini?"

Jeno menarik napasnya canggung seraya tersenyum tipis menatap Youngho.

"Bagaimana kabarnya, Kak?"

"Dia?" Youngho melirik Jeno penuh selidik sebelum senyum tipis penuh arti tampak pada wajahnya.

Jeno mengangguk malu.

"Masih setia menunggumu, tampaknya."

Bahu Jeno langsung tertarik naik. Beban perasaan yang selama tujuh tahun belakangan telah ia pikul dengan begitu resahnya pun terangkat sudah dari pundaknya.

"Kamu tahu, Jen. Sudah tujuh tahun semenjak kepergianmu yang tanpa kabar itu, tidak hanya kakakmu saja yang sakit hati karena ditinggalkan tanpa pemberitahuan, namun dia juga."

Jeno termenung. Pikiran berat mulai merasuki benak dan pundaknya mungkin akan terasa terbeban sebentar lagi.

"Bagaimana kabarnya?"

"Ia selalu duduk sendirian di pondok ladang bunga hampir setiap hari, entah menunggumu, atau ada hal lain. Tiap kusapa hanya senyum yang kuterima, tak ada lambaian tangan atau tawa atau yang lainnya seperti biasa."

Pundak Jeno merosot turun bersamaan dengan helaan napas panjang yang keluar dari bibir tipisnya. Bulgogi kemudian diantar Taeil, namun Jeno menjadi tidak bernafsu lagi untuk makan meskipun aromanya begitu menggugah iman.

"Ia masih mengantar bunga?"

"Tentu saja. Ibunya meninggal tahun lalu. Siapa lagi yang bisa ia andalkan selain ladang bunganya?"

Gerakan tangan Jeno yang sedang menjepit daging dengan sumpit terhenti di udara. Ia memandang Youngho meminta penjelasan, namun pria itu hanya tersenyum penuh makna dan alasan.

"Temui kakakmu dulu, mintalah maaf lalu temui dia. Rumahnya masih sama, tempat kamu biasa kepergok menginap dulu."

Nada bicara Youngho terdengar menggoda Jeno. Namun pria yang terpaut usia lima tahun dengannya itu hanya mengangguk paham dan mulai memakan bulgogi pesanannya. Youngho tersenyum kembali sambil saling lirik dengan Taeil yang berada di balik turntable.

"Aku harus pergi ke kota untuk belanja. Selamat datang kembali, Jeno. Semoga kamu betah."

Youngho bangkit dari tempat duduknya setelah menghabiskan isi gelasnya. Pria itu menghilang di balik pintu dapur, meninggalkannya sendirian bersama bulgogi yang tinggal tersisa seperempat mangkuk. Jeno termenung, ia menunduk menatapi kedua tangannya, pikirannya berkelana, memikirkan kesalahan-kesalahan yang telah ia perbuat pada dua insan pemilik hati luar biasa malaikat.

Taeil keluar masih dengan topi koki dan apron yang melekat di tubuh depannya. Ia tersenyum tipis, menarik mangkuk Jeno yang telah kosong dan menjejalkannya ke kitchen sink yang dipenuhi dengan tumpukan alat masak kumal dan tua.

"Kami semua memang sudah berubah, karena kami tidak bisa melawan segala kehendak waktu. Namun, dia masih menunggumu, dengan sisa hatinya yang telah kamu bawa setengahnya tujuh tahun lalu," Taeil tersenyum tipis begitu melihat adiknya Taeyong itu mendongak menatapnya. Memori ketika Jeno sering berkunjung kesini untuk bolos sekolah terlintas begitu saja di benaknya. "Bulgoginya gratis, aku yang traktir. Anggap saja untuk menyambutmu yang baru saja kembali dari perantauan."

"Terima kasih," Jeno tersenyum lebar, memeluk Taeil sekali lagi sebelum pamit pergi untuk pulang. Jeno benar-benar sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kakaknya. "Kak, apakah menurutmu, kakakku bakal-"

"Jangan membuatnya menunggu lama, Jeno," Taeil menyela. "Kakakmu selalu menunggumu pulang, sampai kapan pun."

Dan menit berikutnya, mobil jeep Jeno kembali melaju menembus jalanan desa yang sepi dan minim penghuni.




















Sudah lamaaaa banget aku juga gak update cerita ini :" semoga masih ada yang baca dan simpan di library ekekeke~

Anyway, tadinya ini mau jadi satu book sendiri, tapi kupikir tiga chapter aja cukup, dan ini udah lamaaa banget mengendap di draft, kayaknya sejak pertengahan september 2020 haha.

Cerita ini terinspirasi dari suatu lagu. Pasti udah ketebak lah ya dari kalimat pertama wkwk.

Ini kuupdate langsung sampai kelar ceritanya, jadi selamat membaca~

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

75.3K 12K 35
MOHON BACA DESKRIPSI. [ Dalam tahap revisi ] Berawal dari salkir, eh kok malah jadi cinta?  ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ Hight rank - 1 #sakusa - 1 #suna - 1 #humorgarin...
66.6K 8.3K 20
COMPLETED!! Judul lengkap : Only Love Can Hurt Like This. Jaemin terjebak pada sebuah pekerjaan gelap yang mempertemukan dia dengan seorang gangster...
79.7K 7.8K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
61K 5.5K 47
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...