4 Brother'z | TERBIT

Av AriraLv

6.3M 574K 18.2K

"A-aku h-harus panggil kalian ... a-apa?" "Kakak aja." -Alderion "Abang." -Alzero "..." -Alvaro "Sayang juga... Mer

Prolog
Cast
🌙ㅣ1. Lun adalah Panggilannya
🌙ㅣ2. Mereka yang Sama
🌙ㅣ3. Sebuah Keputusan Besar
🌙ㅣ4. Acaranya Datang!
🌙ㅣ5. Datang Untuk Menjemput
🌙ㅣ6. Kediaman yang Baru
🌙ㅣ7. Hanya Panggilan Saja
🌙ㅣ8. Aktivitas Baru Dimulai
🌙ㅣ9. Perkenalan & Hilang
🌙ㅣ10. Dia adalah Korban
🌙ㅣ11. Dia yang Selalu Berbeda
🌙ㅣ12. Permintaan Maaf Ditolak
🌙ㅣ13. Keluarga Baru? Rumit
🌙ㅣ14. Ada Mereka yang Siap
🌙ㅣ15. Alderion Jadi Galau
🌙ㅣ16. Mirip dengan Alderion
🌙ㅣ17. Jus Alpukat dan Petaka
🌙ㅣ18. Balapan Liar Malam Ini
🌙ㅣ19. Grup Chat "Brother'z"
🌙ㅣ20. Dua Pengawal yang Siap
🌙ㅣ21. Keributan di Jalan
🌙ㅣ22. Melarikan Diri ke Bukit
🌙ㅣ23. Dia Adalah Penyebabnya
🌙ㅣ24. Hanya Sekedar Pengganti
🌙ㅣ25. Perasaan yang Bimbang
🌙ㅣ26. Hubungan Antarsaudara
🌙ㅣ28. Semua yang Telah Terjadi
🌙ㅣ29. Pertemuan yang Kedua Kali
🌙ㅣ30. Pengakuan Empat Kakak
🌙ㅣ31. Kedatangannya, Masa Lalu
🌙ㅣ32. Harapan untuk Mereka
🌙ㅣ33. Dimulai dari Sini, Bersama
🌙ㅣ34. Si Kembar, Memperebutkan
🌙ㅣ35. Pertama Kalinya Terpesona
🌙ㅣ36. Katanya, Benih Cinta?
🌙ㅣ37. Dirinya dan Dendam
🌙ㅣ38. Dia, Rembulan Zanava
🌙ㅣ39. Belum Bisa Pulang
🌙ㅣ40. Cahaya yang Meredup
𐙚・ Awan untuk Rembulan
𐙚・ Segera Terbit
𐙚・ Vote Cover
𐙚- Pre-Order
𐙚 - Hard Cover & Cash Back

🌙ㅣ27. Ini Akan Semakin Rumit

110K 12.2K 275
Av AriraLv

''Sifat egois itu dibutuhkan, hanya saja harus pada waktu yang tepat''

Benar apa yang telah Rembulan katakan, Alderion dan Alvaro memerlukan waktu mereka, hingga di hari ke lima mereka tak pulang seperti yang seharusnya, kini keduanya muncul. Sore hari, pukul 16.00 mereka berdua datang dan kebetulannya, Anggara sedang berada di rumah karena ini hari libur.

Anggara, Laila, dan tiga anaknya yang lain sedang berkumpul di meja makan. Membahas beberapa hal di sekolah, ketika suara Alderion yang lembut menguar.

Anggara yang pertama kali tersadar sontak berdiri dari tempatnya. Bukannya menyambut, tetapi segera melayangkan sebuah tamparan keras pada Alderion, melunturkan senyuman hangat dari wajah anak sulungnya.

"Puas?!" suara Anggara meninggi, emosinya jelas sekali meluap. "Puas tinggal gak jelas di luar?! Bikin cemas yang ada di rumah?! Alderion kamu itu kenapa?! Bukannya buru-buru laporin ke papa di mana Alvaro, malah ikut-ikutan hilang! Mau jadi apa kalian berdua ini?! Hidup gelandangan di luar?! Kayak gak punya orang tua, begitu?!"

"Mas." Laila menarik lengan Anggara, memperingatkan. "Alderion pulang, Alvaro pulang. Mereka berdua ke sini, jangan mulai lagi."

Anggara menepis genggaman Laila padanya. "Diam, Laila. Ini urusan anak mas, kamu jangan terlalu terlibat."

Mendengarnya, Laila tak berkutik. Langkah kakinya mundur perlahan-lahan hingga berdiri di samping Rembulan membuat gadis itu segera menggenggam lengannya erat, tentu gemetar ketakutan melihat Laila diperlakukan seperti itu di hadapan anak-anaknya.

Sementara Anggara, masih dalam balutan emosi. Menatap nyalang pada Alderion, termasuk pada Alvaro. "Kenapa gak sekalian aja pergi?! Gak perlu lagi tinggal di sini! Anak-anak yang gak ngehargain orang tua itu bisanya kayak gini! Ngerepotin orang-orang!"

"Pa?" Alderion sedari tadi masih bersabar, ia enggan melawan Anggara yang merupakan papanya, lebih tua dibanding dirinya. Tapi Alderion tidak bisa diam saja saat hantaman keras itu ia dapatkan ke dalam hatinya. "Kami pulang. Kami butuh waktu, Pa. Memangnya siapa yang gak peduli di sini? Rion sama Varo yang ninggalin rumah, atau Papa yang gak pernah baca atau angkat telepon Rion selama ini, Pa?"

"Apa?" Anggara mengernyit. "Telepon dari mana? Papa sama sekali--"

"Ada, Pa. Ada. Kemarin Rion coba telepon Papa buat ngabarin, bahkan dari empat hari lalu, Rion hubungin Papa karena Rion rasa Papa perlu tahu kami di mana. Rion gak hubungin adik-adik Rion biar Papa yang pertama tahu, biar Papa gak marah karena Papa gak tahu."

Anggara mendengkus. "Kalau benar, Papa sudah lama mengangkat teleponnya. Jangan berani-berani berbohong, Alderion."

"Rion gak bohong, Rion--"

"Kamu bohong demi adik kamu. Kamu cuman mau lindungin Alvaro--"

"Nggak, Pa!"

"Iya, Rion, iya!"

"Pa--"

"Mengaku Rion--"

"NGGAK, PA!! PAPA JANGAN NYALAHIN RION KARENA PAPA GAK PERNAH SIMPAN NOMOR TELEPON RION DI HP PAPA!!" emosi Alderion yang terpendam sudah meledak keluar. Lelaki ramah yang sama sekali tak pernah meninggikan suara kini berubah, hampir menyamai Anggara ketika marah. Ini semua, karena Alderion tak bisa lagi menahan, tak bisa memendam semua yang sudah ia ketahui.

"RION TAU!" Alderion masih membentak, menatap Anggara dengan sorot mata kecewa. "Rion tau kenapa Papa gak angkat telepon Rion. Papa sibuk kerja, Papa sibuk sama kegiatan Papa dan gak ada waktu buat ini semua. Bahkan Papa gak ada waktu buat simpan nomor anak-anaknya. Rion tau, Papa gak angkat telepon Rion karena Papa lihat deretan angka di layar, bukan nama Rion. Bener 'kan, Pa? Rion tau, Rion tau itu!"

Karena ucapan Alderion, Anggara tak bisa berkutik di tempatnya. Dalam hati membenarkan apa yang Alderion katakan. Ia tak menyimpan nomor Alderion di ponselnya, dan apa yang Alderion katakan itu akurat, ia tak mengangkat beberapa telepon akhir-akhir ini dari nomor yang selalu muncul di layar ponselnya, karena Anggara mengira itu adalah nomor orang iseng atau penipu.

Anggara tak bisa berkata apa-apa, selain menatap Alderion yang pertama kali mengeluarkan amarahnya sebesar ini.

"Papa sadar gak?" Alderion kembali bersuara. "Papa sadar gak sama perbuatan Papa? Papa harus sadar kalau Papa itu egois dari dulu. Papa gak bisa ngontrol emosi, gak bisa ngertiin kami. Papa lebih bisa ngeluapin, lebih bisa nyalahin, tapi gak introspeksi."

"Sifat Papa yang asli ini, keluar karena Bunda udah gak ada lagi. Sifat Papa yang bikin kami nyerah ini karena Bunda yang gak bisa nemenin Papa lagi. Rion, sama adik-adik Rion yang lain bingung, Pa. Tapi kami tetap ngasih waktu, kami ngasih kesempatan buat Papa. Papa nyuruh adik Rion tinggal di luar negeri dan mereka nurut 'kan? Mereka ngehargain keputusan Papa, mereka percaya sama Papa! Tapi Papa sendiri seakan-akan nganggap kami ini cuman hama, penghalang, dan yang perlu disalahin! Papa egois!"

Alderion menarik napasnya panjang. Ia ingat sekali, saat Anggara menghubunginya, menyuruh adik-adiknya untuk pulang ke Indonesia agar bisa kembali berkumpul seperti dulu, namun dengan tambahan anggota keluarga. Anggara mengutarakan semua niat pernikahannya yang kedua dan Alderion menyetujui, asalkan mereka bisa berkumpul lagi. Alderion juga mengabarkan itu semua pada adik-adiknya, berharap akan ada cahaya dan perubahan yang baru. Ia sungguh berpikir jika Anggara akan kembali menjadi Papa yang lembut dan perhatian, melupakan semua kesalahan di masa lalu untuk membangun hubungan baru. Tetapi nyatanya Alderion salah. Harapannya tidak terkabul, harapannya salah.

Sekarang, Anggara tidak bisa mengatakan apa-apa karena semua yang Alderion hantamkan padanya. Ia diam sepenuhnya meninggalkan sebuah keheningan yang panjang.

Hingga akhirnya tangan Alvaro bergerak untuk meraih lengan Alderion. Kakak pertamanya itu berbalik, menatapnya dengan tatapan tak seperti biasa.

"Maaf." Alvaro berucap pelan, sebelum akhirnya ia berbalik pergi dari sana.

"Varo?!" Alderion hendak menyusul, namun ia kalah cepat saat Rembulan lebih dulu berlari kencang mengikuti Alvaro. Alderion terdiam sejenak, ia mengembuskan napas perlahan dan membiarkan mereka, lantas ia kembali menghadap Anggara. "Sekarang Papa mau apa? Mau Rion pergi? Kalau itu yang Papa mau, Rion bisa. Asalkan adik-adik Rion ikut Rion, bukan ikut Papa. Rion gak percaya lagi sama Papa."

Anggara masih belum bersuara, ia tak bisa menjawabnya. Ia hanya bisa menatap Alzero kemudian Alvano yang balas menatapnya juga. Ternyata, kesalahannya selama ini sangatlah besar dan parahnya ia baru menyadari karena anak pertamanya meluapkan emosinya. Anggara seolah-olah dipaku di tempatnya berdiri.

"Pa, gimana?" Alderion terus mendesak, sampai ia tersadar dengan kehadiran Laila di sana. "Mama, maafin Rion. Ini semua buat adik-adik Rion nanti. Rion gak mau Papa maksain diri buat merhatiin kami padahal dia gak peduli sama sekali. Maaf, Ma. Ini keputusan Rion yang gak bisa diubah lagi."

Laila menatap Alderion dalam, senyuman lembutnya keluar dengan tetesan air matanya yang mulai mengalir. "Mama dukung keputusan yang terbaik di sini, Rion."

Tak ada yang bisa Laila putuskan di sini, ia sadar akan posisi apalagi setelah Anggara memperingatkan tadi, bahwa Laila tak bisa pergi untuk ikut lebih jauh dalam urusan ini.

Akhirnya bisa update lagi!!
Setelah ini kita menyelam ke hubungan Alvaro dan Bulan yaaa!💜
Tinggalkan jejaknya yang banyak!

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

2.4M 128K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
71.4K 5.3K 51
#01 boyfriend 18/03/22 •••~•••~•••~•••~•••~•••~••• Vania Scarlet Praspati, cewek ambis dalam mengejar apa yang di inginkan 'nya. Mempunyai sahabat se...
6.2K 777 10
Ketika hati tidak tahu dimana dan pada siapa akan berlabuh, perasaan Rey justru terperangkap pada orang yang usianya tiga tahun lebih dewasa darinya...
39.5K 2.5K 57
-TAMAT✅- ✨Tahap Revisi✨ [Start :02|04|2020] [Finish :15|05|2020] Kebohongan adalah sebuah ledakan. "Ini serius sakit, relakan yang tak seharusnya u...