ALDEN

Od bxrnadette

437K 20.7K 822

Alden Joshua Gracio. The Leader of Dankevoort โ€’Geng yang dinyatakan sebagai geng paling berbahaya dan paling... Viac

Cast
Prolog
Dankevoortโ˜ 
#1 โ€’ Aretha Nathania Elaine
#2 โ€’ Pertemuan Pertama
#3 โ€’ Pusat Perhatian
#4 โ€’ Kasus
#5 โ€’ UKS
#6 โ€’ Alden Gila!
#7 โ€’ Rumah Aretha
#8 โ€’ Pertemuan Kembali
#9 โ€’ Mulai Tertarik?
#10 โ€’ Kembali Menjadi Pusat Perhatian
#11 โ€’ Balapan
#12 โ€’ Kejadian Tidak Terduga
#13 โ€’ Kemarahan Alden
#14 โ€’ Kejahilan Alden
#15 โ€’ Malu
#16 โ€’ Care
#17 โ€’ Terror
#18 โ€’ Kotak Hadiah
#19 โ€’ Perlakuan Manis
#20 โ€’ Pembullyan
#21 โ€’ I'm Sorry
#23 โ€’ Late Night Talk
#24 โ€’ Pasar Malam
#25 โ€’ Back to School!
#26 โ€• Salah Paham
#27 โ€’ Bandung
#28 โ€’ Surprise!

#22 โ€’ Ketakutan Alden

11.8K 553 25
Od bxrnadette

Hi Hi!!🥰

Maaf telat 30 menit omg😭

Seminggu ini aku gak sempat terus untuk review akhir padahal chapter udah readyyyy, maaf ya guyssss😢

Anywayyy, Alden udah 5K readers!!!!! Gila gak nyangka banget cerita yang awalnya gak mau aku update karena takut a b c d sampai aku keep selama 3 tahun ini, sampai akhirnya memberanikan diri dan ternyata ada aja yang suka yaaaa😭💖

Aku mau bilang makasih banyaaakk buat kalian yang masih setia nungguin Alden update, aku pasti gak akan bisa sampai di titik ini tanpa adanya kaliannnn, ilyyy!🤗

Anywayyy, aku minta vote + comment juga gapapa kannnn?? hehe😋 jangan malu-malu buat spam comment bb!🥰😍 jujurrr, comment kalian tuh bikin mood aku naik bangeeettt!!!

Selamat membaca!!😆

♚☠♛

Sesampainya di mobil, Nando, Nico, dan Andra dapat melihat Alden terlihat sangat panik sampai-sampai ia jadi bingung sendiri harus melakukan apa. Akhirnya mereka pun langsung mendekati Alden dengan Aretha yang berada di gendongannya.

"Gue aja yang bawa mobil Al." ucap Nico yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Alden. Melihat kondisi Alden sekarang, dapat dipastikan pria itu tidak akan bisa fokus menyetir.

Alden sudah tidak bisa berpikir jernih. Pada kejadian-kejadian kemarin, Aretha masih dalam kondisi sadar, membuat Alden menjadi tidak terlalu panik. Setidaknya ia bisa mengajak gadis itu berbicara. Tapi sekarang? Untuk sekadar menatapnya saja Aretha tidak bisa.

Menyaksikan Aretha yang pingsan dalam rengkuhannya tadi, membuat dunianya serasa hancur. Lagi dan lagi ia telat menyelamatkan Aretha nya.

Alden tidak melepaskan Aretha sama sekali dari rengkuhannya. Bahkan posisi mereka sekarang, Aretha yang berada di pangkuan Alden dengan Alden yang tidak hentinya mengecup dan mengusap kepala gadis itu, seperti menyalurkan kekuatan pada Aretha walaupun Aretha tidak memberikan respon apa pun.

Nando hanya melirik Alden yang berada di sebelahnya sudah seperti orang yang sudah kehilangan arah. Baru pertama kali dalam hidupnya melihat Alden seperti ini. Matanya yang selalu menatap orang-orang dengan tajam sudah sirna, tergantikan dengan tatapan cemas dan takut.

Tiba-tiba Alden berdecak kesal lalu melirik jalanan dan Nico dari kaca secara bergantian, "LO BISA BAWA MOBILNYA CEPETAN GAK SIH?!" teriak Alden pada Nico, membuat pria itu mendecakkan lidahnya, "Sabar kenapa sih? Lo gak lihat dari tadi macet?!" memang sore ini entah mengapa jalanan terlihat sangat padat.

"Ck, gue berhenti disini aja. Kelamaan!" Alden hendak membuka pintu mobil ketika lengannya tiba-tiba ditahan oleh Nando, "Lo jangan gegabah gitu Al." ucap Nando, membuat Alden langsung menghembuskan napasnya kasar dan menarik lengannya dari genggaman Nando. Ia kembali mendekap Aretha dan mengusap kepalanya pelan. 

Sedangkan Andra yang duduk di kursi pengemudi disamping Nico, sudah menelan ludahnya dengan cukup sulit, ia cukup kaget mendengar teriakan Alden yang tiba-tiba. Tidak pernah ia melihat ketuanya seperti ini. Biasanya Alden merupakan orang yang sangat handal dalam menjaga ekspresi wajahnya. Tetapi sekarang? Entahlah, ia juga bingung mengapa gadis di pelukannya itu sangat mempengaruhi ketuanya itu.

Alden mendekatkan bibirnya ke telinga Aretha, "Reth... Bangun dong?" bisik pria itu sembari mempererat rengkuhannya, "Jangan buat gue khawatir kayak gini." Alden terdengar putus asa. Ia membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada gadis di rengkuhannya ini.

Bayangan akan kehilangan gadis itu sudah memenuhi isi kepalanya. Membuatnya menggelengkan kepala berkali-kali.

Untuk pertama kalinya, Alden takut kehilangan seseorang.

♚☠♛

Si pembuat onar di kelas tadi, Johan dan Romeo, yang baru saja menyelesaikan tugas dan menerima ceramah dari Bu Sari, hendak menyusul ketiga temannya yang selesai terlebih dahulu.

"Pada kemanain tuh manusia-manusia laknat? Katanya teman tapi boro-boro bantuin!" oceh Romeo yang langsung dihadiahi pukulan oleh Johan, "Gimana mau bantuin kalau lo sendiri biang onarnya goblok!" perkataan Johan berhasil membuat Romeo mendecakkan lidahnya, ya gak salah sih ucapan Johan.

"Terus sekarang lo mau kemana Jo?"

"Nyusulin Nando sama Nico lah. Al mah pasti lagi nganterin si Aretha balik." ucap pria itu tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang berada di genggamannya.

"Ya nyusulin kemana? Lo mau muterin satu Dirgantara gitu nyari mereka? Gue sih ogah." Romeo sudah memutarkan kedua bola matanya, malas.

"Bentar gue telepon aja deh."

Johan segera mencari kontak Nando dan langsung menekan tombol hijau tersebut. Tidak lama kemudian panggilannya langsung terhubung ke Nando, "Do, dimana?"

"Lah ngapain?" Romeo hanya memperhatikan Johan sembari bersandar di dinding, tepatnya memperhatikan para murid perempuan yang masih berlalu lalang disana.

Tiba-tiba Johan membelalakan kedua matanya kaget, "HAH?! Rumah sakit mana anjir?!" teriak Johan yang membuat Romeo mengerutkan dahinya bingung, siapa di rumah sakit?

"Kok bisa pingsan?" Johan sudah menggigiti kukunya panik.

Romeo langsung mencolek-colek lengan Johan, "Siapa Jo?" yang langsung ditepis dan dihadiahi tatapan tajam dari Johan.

"Ya udah gue kesana deh." setelah itu Johan mematikan panggilannya dan kembali memasukkan ponselnya ke kantong celananya.

"Siapa anjir di rumah sakit?" tanya Romeo penasaran.

"Si Aretha dipukulin katanya terus sampai pingsan gitu!" jawab Johan yang membuat Romeo membelalakan kedua matanya kaget, "Demi apa?"

"Mending nyusul mereka deh sekarang." Johan langsung berlari menuruni tangga, "Kacau sih." ucap Romeo pelan dan langsung menyusul Johan yang sudah terlebih dahulu meninggalkannya.

♚☠♛

Sesampainya di Rumah Sakit Bhayangkara, Alden langsung turun dari mobil dengan Aretha yang berada di gendongannya. Perawat yang melihat itu langsung membawa brankar kosong dan mendekatkannya ke Alden. 

Alden meletakkan tubuh Aretha disana dan langsung beberapa perawat disana langsung mendorong brankar menuju ruang Unit Gawat Darurat sembari memeriksa denyut nadi gadis itu. Alden pun tidak mengalihkan pandangannya dari gadis itu sama sekali. Tangannya masih setia menggenggam tangan Aretha erat.

Sesampainya di UGD, tiba-tiba Alden merasa ada lengan yang menahan bahunya, "Mohon maaf, anda tidak boleh memasuki ruangan. Silahkan menunggu di depan." ucap perawat tersebut yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Alden.

Nico yang melihat perubahan raut wajah Alden langsung buru-buru menahan bahu pria tersebut, "Nurut Al. Demi kebaikan Aretha juga." ucap Nico.

Nico yakin kalau ia tidak segera menahan Alden, dapat dipastikan perawat pria itu akan habis oleh Alden kalau dilihat dari kedua tangannya yang sudah terkepal erat. 

Alden langsung membuang tatapannya dari perawat tersebut dan berjalan mundur, menyandarkan tubuhnya pada dinding rumah sakit lalu mengusap wajahnya kasar.

BUG! BUG!

Alden meninju dinding rumah sakit dengan sangat keras berkali-kali, menyalurkan rasa kesal, emosi, dan kecewanya pada dinding tersebut. Dapat dilihat terdapat bercak merah menempel di dinding tersebut, bercak merah tersebut merupakan darah yang keluar dari kepalan tangan Alden akibat tinjuan pria itu yang sangat keras dan bertubi-tubi.

Nico yang melihat kondisi Alden seperti itu langsung menahan lengan Alden agar berhenti menyakiti dirinya sendiri, "Udah Al. Stop. She will be okay." membuat pria itu menyandarkan kepalanya ke dinding dan menghela napasnya kasar. 

Tiba-tiba tubuh pria itu jatuh ke lantai. Alden menatap pintu UGD di seberangnya dengan tatapan kosong.

Nando mendekati Alden dan Nico, lalu menundukkan tubuhnya dan menepuk pelan bahu Alden, semacam menyalurkan semangat kepada ketuanya itu, "Aretha bukan cewek lemah. Lo tenang aja." ucap Nando.

♚☠♛

Sudah 20 menit berlalu, tetapi tidak ada tanda-tanda kemunculan dokter yang menangani Aretha disana. 

Nando sudah memberitahu pihak sekolah mereka membawa Aretha ke rumah sakit mana karena tadi pihak sekolah sempat menghubunginya. Pihak sekolah pun harus memberitahu orang tua gadis itu karena kasus ini merupakan kasus yang cukup besar. 

Alden masih sama, masih menatap pintu UGD tersebut dengan tatapan kosong. Jantungnya sudah berdegup cukup kencang. Ia sedang menahan diri agar tidak menerobos pintu putih di hadapannya itu. Ia tidak mau membuat segalanya menjadi semakin kacau karena sekarang yang terpenting adalah keselamatan Aretha.

Tidak lama setelahnya, dapat dilihat sepasang pria dan wanita berjalan ke arah mereka, jangan lupakan raut wajah cemasnya yang terpampang dengan jelas. Mereka adalah Robert dan Adhisti, kedua orang tua Aretha. 

Tadi disaat Adhisti sedang bersantai di ruang tamu, tiba-tiba ia mendapatkan telepon yang berasal dari SMA Dirgantara. Pihak sekolah menelepon Adhisti dan mengabari anak gadis satu-satunya mereka terlibat dalam kasus pembullyan, Adhisti makin terkejut ketika diberitahukan kondisi Aretha yang tidak sadarkan diri dan sedang dibawa ke rumah sakit. 

Dunianya serasa hancur berkeping-keping. Tetapi di satu sisi ia juga harus tetap tenang dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setelahnya ia langsung menghubungi Robert dan langsung menyusul menuju rumah sakit yang tadi di infokan oleh pihak sekolah. 

Sesampainya di depan UGD, Robert dan Adhisti dapat melihat beberapa pria disana yang menggunakan seragam yang sama dengan Aretha sedang bersandar di dinding dan ada juga yang terduduk di kursi. Salah satu pria yang terduduk di lantai cukup menarik perhatian Adhisti. 

'Itu Alden, yang pernah dibawa Aretha ke rumah.' ucap Adhisti dalam hati.

Adhisti yang mengenali Alden langsung mendekati pria itu, Alden sepertinya tidak menyadari kedatangan kedua orang tua Aretha. Adhisti menatap Alden yang kondisinya cukup kacau. Pria itu sedang duduk di lantai dengan tatapan kosong, tangannya yang bergetar dan terdapat darah yang sudah mengering disana.

Nando, Nico, dan Andra yang menyadari kedua orang tersebut ialah orang tua Aretha pun langsung menjauh dari sana, memberi ruang untuk kedua orang tersebut dan Alden.

Adhisti yang berdiri di samping Alden pun langsung mengusap bahu pria itu pelan, "Nak Alden." sedangkan Robert hanya menatap istrinya dan pria yang masih terduduk di lantai itu, 'Oh ini Alden yang diceritakan Adhisti.' ucap Robert dalam hati.

Alden yang merasakan bahunya diusap itu pun langsung mengangkat kepalanya dan melihat Adhisti dan seorang pria yang dapat ia pastikan ialah ayah Aretha ada disana. Alden langsung bangkit dari duduknya, "Tante, Om."

Adhisti tersenyum, lalu menghela napasnya pelan, "Aretha kenapa?" 

Alden menatap Adhisti dan Robert bergantian, "Saya minta maaf Om, Tante. Ini semua salah saya. Saya gak jagain Aretha dengan baik sampai-sampai Aretha seperti ini." setelahnya pria itu sedikit menundukkan tubuhnya. Rasa bersalah semakin menyelimuti dirinya.

Tiba-tiba Alden merasakan ada tepukan pelan di bahunya, ketika ia menegakkan tubuhnya, Robert sudah tersenyum menatapnya, "Gak usah merasa bersalah."

Adhisti menggenggam lengan Alden, semacam menyalurkan kekuatan ke pria itu, "Sekarang kita berdoa aja ya biar Aretha baik-baik aja." 

Tiba-tiba dokter dan beberapa perawat keluar dari ruang UGD, "Apakah keluarga dari pasien yang bernama Aretha Nathania Elaine ada disini?"

"Iya saya Mamanya Dok." Adhisti, Robert, dan Alden langsung mendekati dokter tersebut, "Aretha gimana Dok?!" tanya Alden dengan wajah cemasnya.

"Pasien tidak sadarkan diri akibat rasa sakit yang sepertinya sudah tidak dapat ditahan oleh pasien. Terdapat luka di beberapa titik tubuh anak Bapak dan Ibu akibat benturan yang cukup keras, terdapat lebam juga yang ada di bagian perutnya yang sudah saya obati. Kami menyarankan agar pasien dirawat disini untuk beberapa hari kedepan agar kami dapat mengawasi pasien dengan baik. Kami harus menunggu pasien siuman dan memeriksanya kembali. Kalau dalam beberapa hari kedepan pasien tidak memiliki keluhan apa pun, pasien dapat diperbolehkan untuk kembali ke rumah. " ucap dokter itu.

Robert dan Adhisti mengangguk paham mendengar penjelasan dokter tersebut, "Baiklah. Terima kasih Dok." ucap Robert lalu merangkul bahu Adhisti yang sepertinya sudah ingin menangis itu. Ia tahu betul pasti Adhisti sangat sedih mendengar ucapan dokter mengenai penyebab anak gadis satu-satunya itu pingsan.

"Saya mohon Dok, tolong berikan perawatan terbaik untuk Aretha." ucap Alden yang langsung dijawab dengan anggukan oleh dokter tersebut, "Baik, akan saya usahakan semaksimal saya untuk membantu proses penyembuhan pasien."

Setelahnya dokter pamit dan meninggalkan mereka disana. Alden masih belum bisa bernapas lega karena gadis itu masih belum siuman jadi Aretha masih belum bisa dijenguk sekarang. Mereka harus menunggu gadis itu dipindahkan ke kamar inap baru bisa menjenguk gadis itu.

Alden langsung beralih mengurusi biaya administrasi rumah sakit agar Aretha dapat segera dipindahkan ke ruangannya. Sebenarnya tadi Robert sudah menahan pria itu agar Robert saja yang membayarnya. Tetapi Alden bersikukuh agar dirinya saja yang membayarnya.

Yang ada di pikirannya sekarang, ia sangat ingin cepat-cepat bertemu dengan Aretha.

♚☠♛

Setelah Alden mengurus biaya administrasi, pria itu segera menaiki lift menuju lantai 15, lantai dimana ruangan Aretha berada. Alden sengaja meminta agar Aretha diberikan VIP Room karena Alden mau Aretha mendapatkan yang terbaik.

Tadi pun Romeo dan Johan sudah sempat mendatangi rumah sakit, tetapi karena Aretha masih belum bisa dijenguk jadi kelima temannya tadi langsung kembali ke markas dan berkata bahwa akan kembali lagi ke rumah sakit nanti malam.

Sesampainya Alden di depan ruangan bernomorkan 1502, Alden langsung menghembuskan napasnya kasar sebelum memutuskan untuk membuka pintu di hadapannya itu.

Ketika Alden memasuki ruangan tersebut, Alden langsung terpaku melihat ranjang yang ditempati oleh Aretha.

Disana, Aretha-nya sedang duduk bersandar di ranjang sembari berbincang riang dengan kedua orang tua gadis itu.

Aretha sudah siuman.

Aretha, Adhisti, dan Robert yang tadi asik berbincang pun langsung mengalihkan tatapan mereka ketika mendengar suara pintu terbuka.

Aretha memiringkan kepalanya sedikit, lalu menatap ke arah pintu dan langsung tersenyum ketika melihat pria yang tadi merengkuhnya sebelum ia tidak sadarkan diri ada disana, Alden Joshua Gracio.

Aretha langsung mengangkat tangannya ke arah Alden, "Hai Kak Al!"

Alden masih terpaku disana, seperti ada batu yang diangkat dari bahunya ketika melihat Aretha sudah siuman dan tersenyum kepadanya. Perasaan lega langsung melingkupinya, 'Thanks God!' ucap pria itu dalam hati.

Adhisti hanya tersenyum melihat anak gadisnya itu yang masih tersenyum manis ke Alden, ia merasa harus memberikan ruang untuk Aretha dan Alden, "Mama sama Papa pulang dulu ya sayang. Mama siapin barang-barang keperluan kamu dulu, nanti Mama sama Papa balik lagi kesini." Adhisti mengusap rambut anak gadisnya itu pelan. 

Aretha menganggukan kepalanya, "Iya Ma. Hati-hati ya Ma, Pa!" 

Setelah mereka bergantian mencium pipi Aretha, Adhisti dan Robert segera bergegas keluar, "Jagain Aretha dulu ya Nak Alden." ucap Adhisti sembari menepuk pelan bahu Alden yang jauh lebih tinggi darinya, yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Alden. 

Setelah kedua orang tua gadis itu keluar, Alden masih berdiam diri diposisinya.

"Lo ngapain deh Kak disana? Sini!" panggil gadis itu.

Ucapan Aretha seperti mantra untuk Alden. Alden langsung berjalan mendekati ranjang gadis itu, menatap Aretha yang masih tersenyum manis kepadanya walaupun di wajahnya terdapat lebam dan luka cakaran di beberapa titik, tetapi gadis itu masih terlihat cantik.

Alden tidak dapat menahan dirinya lagi, Alden langsung menarik Aretha ke pelukannya dan mendekap tubuh mungil gadis itu dengan cukup erat. 

"Reth..." suara Alden terdengar putus asa.

Aretha membalas pelukan Alden dan mengusap punggungnya pelan. Aretha tahu betapa khawatirnya Alden mendengar tadi Mamanya cerita mengenai kondisi Alden pada saat Mama dan Papa nya baru saja sampai di rumah sakit.

"Maafin gue. Gue telat nyelamatin lo." suara Alden terdengar parau. 

"Ssstt, ih bukan salah lo kali." Aretha beralih mengusap bagian belakang kepala Alden. 

"Gak," Alden sudah menggelengkan kepalanya pelan di pelukan Aretha, "Ini salah gue. Pasti lo kayak gini ada hubungannya sama gue." 

Aretha tidak dapat memungkiri bahwa pembullyan tadi memang berhubungan dengan Alden. Tetapi Aretha pikir lebih baik tidak memberitahukan hal tersebut pada Alden. Karena ia yakin kalau Alden mengetahui hal itu, sudah dipastikan ketiga perempuan yang membullynya tadi akan habis di tangan Alden.

"Dih, kata siapa? Mereka mah sirik doang sama gue, gue terlalu cantik soalnya, makanya mereka iri sama gue." 

Aretha, seperti ini pun masih sempat-sempatnya bercanda. Alden tahu betul pasti Aretha ingin menyembunyikan ini semua dari dirinya.

Alden hanya tersenyum dan melepaskan pelukannya dari Aretha.

Alden mengusap rambut gadis itu, "Iya-iya gue tau lo cantik. Tapi si cantik satu ini udah punya gue." ucapan Alden berhasil membuat kedua pipi gadis itu memanas, lagi dan lagi Alden meng-claim bahwa Aretha miliknya.

Alden yang melihat wajah Aretha memerah langsung panik, "Lo kenapa? Ada yang sakit?" Alden meletakkan tangannya di kening Aretha mencoba memeriksa suhu tubuh gadis itu, membuat gadis itu langsung menepisnya, "Gak kenapa-kenapa." Aretha sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain, menghindari tatapan Alden yang bisa membuat jantungnya berdetak semakin tidak karuan.

Alden memperhatikan Aretha dan tiba-tiba ia teringat apa yang tadi dikatakan oleh dokter, "Lo tiduran aja ya? Perut lo pasti masih sakit."

Aretha memang dari tadi merasakan nyeri pada perutnya. Mengingat tendangan Kelly tadi yang benar-benar mengarah ke perutnya, dapat ia pastikan perutnya pasti sedang tidak baik-baik saja.

Aretha hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum, Alden langsung mengatur posisi ranjang gadis itu dengan remot yang berada di samping ranjangnya. Mencari posisi ternyaman untuk Aretha.

Setelah itu, Alden duduk di kursi samping ranjang Aretha dan langsung menggenggam tangan gadis itu lalu mengusapnya pelan.

"Lo gak tahu seberapa takutnya gue pas lo pingsan gitu aja di pelukan gue Reth," Alden menghela napasnya kasar, "Disitu gue gak berhenti nyalahin diri gue sendiri." Alden menggenggam tangan Aretha dengan kedua tangannya dan menggosoknya pelan, memberi kehangatan dari sana.

"Gue gak bisa bayangin kalau lo kenapa-kenapa." ucap Alden terdengar frustasi.

"Gue gak bisa Reth." lanjut pria itu dengan suara seraknya.

Aretha langsung memegang tangan Alden dan mengusapnya pelan, "Jangan dibayangin. Gue udah gapapa kok Kak." Aretha tersenyum memastikan Alden bahwa dirinya memang tidak apa-apa.

"Lo jujur aja sama gue, lo dibully karena gue kan?" Alden sudah menatap Aretha tepat di matanya dengan intens.

Aretha yang ditatap seperti itu pun langsung gugup. Ia langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Alden menggoyangkan tangan Aretha yang berada di genggamannya, "Reth? Jawab dong?" 

Aretha menggigit bibir bagian bawahnya, ia bingung sekarang harus menjawab apa.

Alden yang melihat Aretha menggigit bibir bawahnya itu pun langsung mengarahkan tangannya ke bibir gadis itu dan mengusapnya pelan, "Jangan digigit, nanti luka." 

Usapan Alden di bibirnya berhasil membuat gadis itu tersipu malu. Alden sangat membahayakan bagi jantungnya dengan tingkah laku pria itu yang tidak dapat ditebak.

"Reth, lihat gue." perintah pria itu.

"Gak ah, tatapan lo nyeremin!" bohong gadis itu. Padahal ia hanya malu saja untuk menatap Alden.

"Reth." panggil Alden lagi.

"Apa?"

"Kalau orang ngomong tuh lihatin. Bukannya merhatiin yang lain." ucap pria itu tetapi tidak berhasil membuat Aretha mengalihkan pandangannya.

'Gak ada pilihan lain.' batin Alden.

Alden lalu berdiri dari kursinya dan meletakkan kedua tangannya di kedua sisi ranjang, tepatnya di samping bantal Aretha. Mengukung gadis itu dan langsung mendekatkan wajahnya pada Aretha, persis seperti kejadian di UKS waktu awal mereka bertemu.

Mau tidak mau Aretha langsung menatap Alden yang wajahnya hanya berjarak 10 cm darinya, Aretha langsung menahan dada Alden agar tubuh pria itu tidak terlalu dekat dengannya, "K-Kak! Jangan gini dong..." ucap Aretha terdengar gugup. Bagaimana tidak gugup? Ia dapat melihat jelas wajah Alden dari posisinya sekarang.

"Ya siapa suruh lo diajak ngomong gak mau natap gue. Ada apa sih di jendela? Apa yang bikin jendela lebih menarik dari gue? Mending lo lihatin gue dari pada lihatin jendela." ucap Alden sembari menatap Aretha dengan intens.

"G-gak ada apa-apa kok." Aretha kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain, lagi. Menatap Alden terus-terusan membuat jantungnya berdetak semakin tidak karuan.

Sebelah tangan Alden berpindah, memegang dagu gadis itu dan membuat gadis itu kembali menatapnya.

"Kalau gak ada apa-apa ya jangan lihat kesana terus dong? Lihatin gue aja." ucap Alden dengan suara rendahnya yang dapat membuat Aretha menelan ludahnya gugup.

"K-Kak ih! Jangan gini ah!" Aretha sudah merengek kesal. Alden tak kunjung menjauh dari dirinya.

"Kalau gue maunya gini gimana?" Alden memiringkan wajahnya, menatap gadis itu semakin intens.

"J-jangan dong, na-nanti dilihat orang loh!" Aretha kembali menggigit bibir bagian bawahnya, gugup.

"Ya emangnya ken-"

BRUK!

"RETHHH-"

"WOI RETH LO KENA- EH WOI?!"

♚☠♛


Ah ganggu orang mesra-mesraan aja nih!
Tapi itu siapa ya kira-kira???
Penasaran gak nihh?!!

Kalau penasaran, kita lihat di chapter selanjutnya aja yaa??
Sooo, see u on the next chapter guysss!!

Jangan lupa mampir ke ig aku juga yaaa @ameliamonc😋
Yuk kita ngobrol-ngobrol lewat dm!!!

*psstt jangan lupa vote+commentnyaaa!🥰

**all photos from Pinterest/Instagram/Twitter




Pokraฤovaลฅ v ฤรญtanรญ

You'll Also Like

246K 17.6K 30
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
359K 14.6K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
1.2M 43.4K 44
Hay guys ini cerita pertama aku, jadi kalau misal ada typo atau kurang seru maap yaa, hehehe soalnya masih pemula. aku harap kalian sukaaa Azka Raffa...