New Project: REIN

By Remiliaemil

1.5K 111 26

[PENGERJAAN DIHENTIKAN] Jeon Jungkook merasa aneh dengan dirinya, terutama dunianya. Mengapa ia begitu pemara... More

REIN
REIN: Apa Kau Takut?
REIN: Apa yang Salah Denganku?
REIN: Waktunya Melarikan Diri
REIN: Di Mana Aku?

REIN: Jaga Dirimu

136 18 5
By Remiliaemil









Jungkook pikir hidupnya sempurna.

Ia memiliki segala yang dibutuhkannya, yang diinginkannya, dan seluruh obsesinya. Sangat lengkap tanpa batas dan begitu serakah. Suatu pagi yang dingin, Jungkook terbangun dengan sakit kepala yang hebat dan dirinya pikir itu normal. Jungkook sangat menyukai anggur merah yang dibuat di tahun yang sama dengan tahun kelahirannya, malam itu ia mabuk dan jatuh tertidur dengan linglung. Tidak heran sakit kepala dan perasaan tidak nyaman menyerang seluruh tubuhnya.

Sepasang matanya yang hitam dan indah memandangi langit-langit kamarnya dengan kepuasan yang meluap-luap, ia terkekeh begitu gembira, "Akhirnya, akhirnya Taehyungku benar-benar menjadi kekasihku!" Matanya menyipit ketika tawa datang dari mulutnya yang kaku akibat terlalu lama tertidur.

Jungkook beranjak dari ranjangnya yang berantakan, berjalan dan tersandung di pintu kamar mandi. Seluruh isi perutnya keluar akibat terlalu banyak minum, tetapi senyum riang masih tergantung di wajahnya yang rupawan. Tidak ada hadiah ulang tahun yang lebih istimewa daripada tahun ini, tidak mungkin Jungkook bisa menahan suasana hatinya yang gembira.

Saat Jungkook sedang mandi, pengingat di ponselnya berdering nyaring, rentetan ucapan selamat ulang tahun dan doa-doa yang ditulis dengan hati-hati memenuhi notifikasi ponselnya. Jungkook mengeringkan rambut hitamnya dan mengenakan pakaian hangat, menghindari angin dingin yang menyelinap dari jendela.

Ruang kamarnya yang gelap membuatnya merasa sesak, namun tidak merusak kesenangannya, "Terima kasih semuanya!" Jungkook mengetik balasan kepada orang-orang yang memberinya ucapan selamat ulang tahun ataupun doa, kakinya melangkah mengelilingi kamar dan kemudian membuka jendela besar yang menghadap ke timur.

Alis Jungkook sedikit mengernyit saat melihat kekacauan kamarnya, lalu ia berteriak.

"BIBI LEE, BERSIHKAN KAMARKU!"

Suara seorang wanita datang dari jauh, setelah itu pintu diketuk dan dibuka dengan lembut. Sebelum Jungkook bisa mengatakan apa-apa, seekor rubah salju berbulu lembut telah melompat ke arahnya dan menggosokkan kepala kecilnya ke wajah Jungkook. Pemuda itu kembali tersenyum ketika menangkap rubah peliharaannya, "Winey! Anak nakal! Apa kau sudah makan, hm?" Winey menggerakkan kaki depannya untuk menepuk pipi putih tuannya. Seakan mengatakan dirinya sudah makan, Jungkook tersenyum puas akan kepintaran hewan peliharaannya.

Diam-diam Bibi Lee membersihkan lantai, ranjang, dan memindahkan pakaian kotor di kamar mandi. Gerakkannya sedikit lambat, namun Jungkook menatapnya acuh tak acuh, "Bibi sangat lambat, apakah Bibi sudah bosan bekerja membersihkan kamar tidurku?" Ia mengatakannya sambil lalu, lagipula Bibi Lee sudah terlalu tua untuk terus bekerja. Bibi Lee tersenyum seperti biasa, "Tidak, Bibi baik-baik saja di sini." Suaranya yang lembut dan terdengar menyenangkan dibalas dengan anggukan singkat oleh tuan mudanya.

Puas bermain dengan Winey, Jungkook berjalan keluar kamar diikuti oleh Winey. Mengabaikan notifikasi dari sosial medianya, Jungkook beralih ke ruang obrolan antara ia dan kekasihnya. Jantungnya berdebar lebih kuat, kegembiraan memenuhi seluruh tubuhnya dan kembali berubah menjadi sosok yang bersemangat. Menanyakan tentang kegiatan sehari-hari dan mengingatkan untuk makan dengan baik, setelah itu hening. Tanpa daya Jungkook berhenti menatap ponselnya, bagaimanapun juga kekasihnya memiliki kepribadian yang sedikit tertutup. Jadi ia tidak bisa memaksa lebih jauh lagi, tetapi hatinya menjadi gelisah.

Winey memandang tuannya dengan heran, kaki depannya bertumpu di lutut Jungkook untuk menghiburnya. Jungkook menunduk, merasa senang karena dihibur, "Kemari, teman kecil. Kau benar-benar cantik," pujinya sambil mengangkat Winey ke atas pangkuannya. Jungkook menghela napas dengan melankolis, Winey adalah rubah yang diberikan oleh kekasihnya tahun lalu sebagai hadiah ulang tahun ketujuh belas. Ia tidak bisa tidak menyayangi Winey, meskipun rubah kecil itu terkadang nakal dan sering menyelinap ke bantalnya setiap malam.

"Selamat ulang tahun juga, Winey."

Winey mendengkur ringan di bawah telapak tangan Jungkook yang menggelitik tubuhnya, "Tepat satu tahun kau menemaniku dan akhirnya aku bisa memberimu Ayah Taetae sebagai hadiah, apa kau suka?" Rubah salju itu kembali menggosokkan kepalanya ke telapak tangan Jungkook dengan cara yang intim, membuat tuannya berpikir dirinya menyukai apa pun yang ia katakan. Tiba-tiba Jungkook kembali gelisah, kepalanya sangat sakit dan seakan ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Jungkook merentangkan tangan untuk menggapai apa saja yang ada di sekitarnya, dengan putus asa pemuda itu memanggil-manggil Bibi Lee.

Ketika kepalanya terasa kosong, suara Bibi Lee datang mendekat. Jungkook menggapai ke sekelilingnya, "Bibi Lee?" Suara Bibi Lee datang dan pergi tanpa bisa didengar lebih jelas. Jungkook ketakutan, tubuhnya seolah-olah tenggelam ke dalam kegelapan tanpa dasar. Dirinya berusaha bergerak, mencari-cari jalan keluar. Kepalanya yang sakit perlahan-lahan mati rasa, segalanya hening dan damai.

Jungkook pikir hidupnya sudah sempurna, ia baru saja merasa sangat sempurna hari ini. Apa yang terjadi?

Keinginannya untuk sadar begitu kuat, tetapi ia justru dihadapkan pada sesuatu yang mengerikan. Itu adalah kematiannya sendiri, tubuhnya hancur di tangan seseorang. Jungkook terperangah, ia ingin melarikan diri, tetapi kepanikan membanjiri kepalanya dan membuat pemuda itu semakin tenggelam dalam rasa takutnya. Napasnya memendek, terengah-engah sebelum akhirnya bisa membuka kedua matanya yang memerah. Tubuhnya jatuh terduduk akibat syok, yang mengejutkan semua orang. Matanya memandang sekeliling dengan hati-hati, ini kamar tidurnya. Akhirnya Jungkook bisa bernapas dengan tenang dan menyadari kehadiran orang tuanya, bibi dan pamannya, dan juga kekasihnya yang berdiri di belakang keluarganya.

Pria itu tinggi, sedikit membungkuk, wajahnya dipenuhi dengan kemuraman, dan ada seikat bunga kapas di tangan kanannya.

Ada sesuatu yang salah, tetapi Jungkook tidak tahu apa itu. Bibirnya terangkat yang akhirnya membentuk senyum aneh, "Aku..." Suaranya sangat serak dan tenggorokannya serasa terbakar, ibunya segera memberinya minum.

"Jangan katakan apa-apa. Kau telah lama tertidur, mungkin ada yang salah dengan tubuhmu."

Kenapa? Jungkook memandang ibunya dengan bingung. Jika memang ada yang salah, kenapa ia tidak dibawa ke rumah sakit pusat? Jungkook menatap wajah ibunya, dengan linglung ia merasa tidak mengenal siapa wanita yang tadi memberinya minum. Ibunya tersenyum ringan, "Istirahatlah, kami akan menjagamu. Apa kau lapar?" Jungkook mengangguk pelan. Paman dan bibinya mendoakan kesembuhannya dan segera pergi, meninggalkan dirinya bersama orang tua dan pria yang tampak menyendiri.

Ayahnya memiliki penampilan yang tegas dan masih tampak penuh semangat, tetapi nada suaranya monoton, "Jangan sering minum anggur, ibumu membawakanmu buah anggur yang lebih baik. Istirahat, bukankah kau akan pergi ke perguruan tinggi?" Dengan tatapan kosong Jungkook mengangguk, "Ya, Ayah." Kemudian pria paruh baya itu kembali melanjutkan, "Jurusan ekonomi hampir tidak memiliki kuota, cepat sembuh agar kau bisa mendaftar tahun ini." Ayahnya terdiam untuk beberapa saat dan pergi setelah ibunya mengatakan sesuatu yang Jungkook sendiri tidak begitu mendengarnya.

Melihat kepergian kedua orang tuanya, tatapan Jungkook beralih pada sosok pria tinggi dengan bunga kapas cantik di tangannya. Hati Jungkook yang muram kembali hidup, dengan gembira ia menatap pria itu, "Taehyungku datang menemuiku, aku sangat bahagia!" Pria itu tidak mengatakan apa-apa, tetapi langkahnya mantap. Taehyung meletakkan bunga kapas di meja samping, lalu menatap Jungkook.

"Bibi Lee mengatakan kau sakit dan jatuh pingsan."

Jungkook hampir melompat bahagia, ia mengangguk antusias, "Ya, ya. Apa Taehyungku khawatir?" Ia telah lama menyukai pria ini, sejak dirinya masih muda Jungkook hanya memiliki mata untuk pria ini. Entah itu penampilan Taehyung yang sangat mengesankan atau sesuatu yang lain, hatinya hanya terpikat pada sosok pria Kim. Sekalipun Taehyung diam dan menyendiri, Jungkook tetap menyukainya.

Matanya beralih pada buket bunga kapas yang dibungkus dengan kertas cokelat, samar-samar tercium aroma matahari. Matanya menyipit seperti bulan sabit, "Aku suka bunganya, dari mana kau mendapatkannya?" Ujung jarinya membelai kapas yang lembut, seperti bulu Winey.

Alis pria itu mengernyit, detik berikutnya kenyitan itu menghilang tanpa jejak, "Di hutan, semuanya kering tapi mencolok di kegelapan. Bagus jika kau menyukainya," ujarnya tanpa emosi. Jungkook terbiasa dengan ini, tetapi tatapan matanya yang membara sama sekali tidak padam. Untuk jatuh cinta di usia muda, semua orang mengatakan dirinya tidak masuk akal. Jungkook telah mencintai Taehyung selama bertahun-tahun, mengejarnya tanpa henti dan mengikutinya seperti penguntit. Ia juga tidak mengerti alasannya, ia hanya menyukainya dan ingin selalu bersama Taehyung.

"Taehyungku sangat perhatian. Apa kau sudah makan? Bagaimana jika makan bersama?"

"Tidak, tidak perlu repot. Aku akan kembali setelah ini."

Kegelisahan itu datang lagi, dengan cemas Jungkook menarik tangan Taehyung dan membujuknya, "Duduk di sini, temani aku. Berapa lama kita tidak bertemu? Kau sangat sibuk, apa yang kau kerjakan? Ceritakan padaku, aku ingin mendengarnya." Jungkook sangat cemas, ia menggenggam tangan Taehyung seolah pria itu akan menghilang dari pandangannya. Jungkook menarik Taehyung agar duduk di sebelahnya, bahkan matanya berlama-lama menatap pria itu. Apakah itu rasa posesif yang kuat atau hanya cemas, Jungkook tidak yakin.

"Apa yang kau katakan? Ayo bercerita!" Jungkook ingin memaksanya bercerita, tapi melihat jejak ketidaksenangan di mata pria itu, ia menyerah. Hatinya menjadi dingin tanpa bisa dijelaskan dan ada rasa takut yang aneh.

Dengan hati-hati kepalanya bersandar di bahu Taehyung, "Apa Taehyung tidak menyukaiku? Apa kau risih?" Ia hanya bisa melihat tampilan tenang di diri Taehyung, semakin dia tenang, semakin Jungkook merasa tidak nyaman. Perbedaan usia mereka hanya dua tahun, kesan pertama juga tidak buruk. Tetapi ada kepingan yang hilang di antara itu semua dan Jungkook tidak bisa mengingat apa yang telah hilang.

Taehyung diam, membalas tatapannya. Matanya yang kecokelatan itu menatap pada Jungkook, seperti sedang memikirkan sesuatu. Taehyung menggelengkan kepalanya perlahan, "Tidak, aku menyukaimu." Itu kalimat yang sederhana, sayangnya tidak ada emosi di dalamnya. Jungkook linglung dan tersenyum malu, "Itu sudah cukup! Apa kau tahu? Aku menyukaimu sejak dulu, sejak..." Jungkook termenung, "Aku tidak tahu sejak kapan, tapi aku sangat menyukaimu. Aku ingin bersama denganmu." Ada keheningan yang tidak nyaman di kamar itu.

"Seberapa lama?"

Pertanyaan Taehyung sangat aneh, Jungkook juga tidak bisa memikirkannya, "Tidak tahu, bisakah itu berlangsung lama? Aku pikir, aku ingin menghabiskan seluruh waktuku denganmu. Jika kita bisa, kita akan melakukannya untuk seterusnya." Taehyung melepaskan tangan Jungkook dan beranjak berdiri, ia menyentuh hidung Jungkook dan menjentikkan jarinya hingga hidung Jungkook tampak memerah. Taehyung tersenyum tipis, "Sudah waktunya aku pergi, besok aku akan datang lagi. Apa kau mau susu pisang?" Mendengarkan kata-katanya, Jungkook merasa dibanjiri oleh perhatian kecil dan ia kembali bersemangat. Susu pisang merupakan salah satu minuman favoritnya, ia mengangguk beberapa kali.

Meski tidak ingin pria itu pergi, Jungkook hanya bisa melihat bagian belakang punggung Taehyung. Setelah beberapa saat, Jungkook meraih bunga kapas berbatang cokelat tua dan kering. Kapas putihnya seperti mutiara malam, begitu cemerlang dan indah. Untuk sesaat Jungkook mengaguminya, ia memandangi bunga kapas dan berpura-pura merajuk, "Bukankah dia tahu aku tidak menyukai bunga kapas?" Walaupun begitu, ada senyum tidak terkendali di bibir tipisnya. Aroma bunga kapas seperti aroma Taehyung, aroma matahari sekaligus rumput basah.

Sebelum Jungkook tertidur, Bibi Lee mengetuk pintu dan membawakannya nampan kayu dengan bubur yang dilapisi kaldu ayam. Bibi Lee meletakkan nampan kayu di atas meja dan membantu Jungkook menyesuaikan bantal, "Tuan Muda sudah merasa lebih baik?" Jungkook mengangguk pelan dan menerima mangkuk bubur. Mungkin hanya perasaannya saja atau ia memang hanya mengenal Bibi Lee? Kenapa sosok kedua orang tuanya tampak jauh dan dingin? Jungkook hampir berpikir bahwa pasangan paruh baya sebelumnya bukan orang tua kandungnya.

Baru saja sesuap bubur masuk ke mulutnya, Jungkook segera memuntahkannya ke lantai, "Asin..." Matanya memerah, dengan marah ia membuang mangkuk bubur beserta sendoknya.

"PERGI!"

Bibi Lee sangat terkejut, dengan tergesa pergi meninggalkan Jungkook yang tampak tidak terkendali. Emosinya yang aneh menguasai dirinya untuk beberapa waktu, Jungkook memandangi kedua telapak tangannya, sangat bingung, "Ada apa denganku?" Jemarinya yang gemetar membuktikan keanehannya adalah nyata. Sebelum Jungkook bisa memikirkan keanehannya, Winey melompat dari bawah ranjang. Bulu putihnya yang lembut menenangkan Jungkook, pemuda itu sangat senang dan menggosok perut Winey, ia berkata dengan sedih, "Ini sangat aneh, aku merasa aneh. Winey, apa aku tidak normal? Apakah aku masih sakit?" Sepasang mata cerah menatap wajah Jungkook.

Sembari memegang Winey di tangan kiri, Jungkook menghidupkan ponselnya. Rasa gelisah itu menghampirinya, membuat Jungkook merasa tidak aman. Tanpa pikir panjang, Jungkook membuat panggilan pada kontak bernama Yume. Bayangan seorang perempuan muda yang elegan muncul di kepalanya, namun tidak ada kenangan yang mendalam tentangnya. Entah mengapa, Jungkook sangat memercayainya, "Hai? Apa aku mengganggumu?" Suara tegas Yume menjawabnya secara teratur dan kemudian Jungkook menjadi lebih tenang. Tanpa tergesa-gesa Jungkook menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Apakah biasanya aku sangat emosional?"

"Aku pikir itu normal, kau tertidur selama beberapa hari."

"Apa? Katakan lagi!"

"Apa kau tidak tahu? Setidaknya lima hari, sekarang tanggal tujuh September."

Jungkook mendengarkannya dan melihat tanggal, kemudian tidak lagi peduli. "Omong-omong, kenapa aku harus mengambil jurusan ekonomi? Aku bahkan tidak bisa menghitung pengeluaran harianku sendiri, pasti ayahku melakukan kesalahan." Jungkook membelai bulu-bulu lembut Winey.

Matanya memandangi jam dinding yang berputar lambat, "Ini sudah September, apa aku masih bisa mendaftar?" Ia tidak membutuhkan jawaban dan kembali berbicara, "Yume, ketika aku tertidur, aku bermimpi sangat mengerikan. Bisakah kau membayangkan melihat dirimu sendiri mati di depan matamu? Aku pingsan tanpa bisa melakukan apa-apa, sepertinya tubuhku tenggelam di dasar laut dan tidak ada yang bisa mendengarku. Aku sangat takut," katanya, napasnya hampir tersedak saat memikirkan mimpi itu.

"Itu hanya bunga tidur."

"Ya, kau benar."

Jika dipikirkan dengan hati-hati, Jungkook tidak memiliki sesuatu yang harus dikhawatirkan. Keluarganya memiliki uang, ayah dan ibunya sosok yang penyayang, dan ada banyak teman-teman baik di sekitarnya. Sekarang ia memiliki seorang kekasih, bukankah ini sempurna? Jungkook tertawa, ia pikir dirinya seperti seorang tokoh utama. Ia membagikan pemikirannya pada Yume, "Aku sangat sempurna, bukan?" Perkataannya ringan, setengah bercanda.

"...Ya, anggap saja kau adalah protagonis di hidupmu."

Mereka berbicara untuk waktu yang lama hingga akhirnya Jungkook mengantuk dan mengucapkan selamat tinggal pada lawan bicaranya. Winey tidur di sebelah bantalnya, Jungkook menarik selimut ke atas tubuh mungil Winey sebelum akhirnya menenggelamkan dirinya sendiri ke dalam selimut. Ketika terbangun di pagi hari, pecahan mangkuk dan bubur di lantai telah menghilang. Aroma segar lemon membuat paginya menyenangkan, Jungkook mengirim pesan ucapan selamat pagi pada Taehyung dan membersihkan dirinya.

Winey tidur sangat nyenyak, rubah salju itu baru membuka matanya ketika Jungkook sudah selesai berpakaian. Jungkook membawa Winey dalam pelukannya, "Apa kau lapar, teman kecil?" Di luar sangat sepi, Bibi Lee telah menyiapkan sarapan di atas meja dan mungkin sedang pergi berbelanja. Setelah sarapan, Jungkook duduk di depan televisi dan menonton berita harian. Reporter wanita membagikan berita tentang flu yang menjangkit orang-orang, gejalanya sangat ringan tetapi tidak pernah sembuh. Tenaga kesehatan sedang mencari tahu pemicu flu untuk mengetahui penanganan seperti apa yang sesuai.

Masyarakat hanya mengatakan itu flu akibat cuaca yang ekstrem, dari panas ke dingin yang membekukan. Angin yang bertiup juga tidak dalam keadaan normal, terkadang ada bencana alam seperti gempa kecil yang akhir-akhir ini tidak bisa diprediksi. Jungkook mengalihkan tatapannya saat mendengar suara pintu dibuka, Bibi Lee baru saja kembali dengan kantung kertas besar di pelukannya, "Tuan Muda sudah sarapan?" Wanita itu bertanya dengan ramah seperti biasa. Acuh tak acuh, Jungkook mengangguk ringan.

"Bibi Lee harus membeli banyak makanan, akhir-akhir ini orang-orang mudah terkena flu. Cuaca di luar sangat dingin dan berangin, jangan sampai sakit dan menularkannya padaku!"

"Baik, Bibi akan membeli bahan makanan besok pagi."

Tidak lagi peduli, Jungkook kembali menonton berita. Angin laut berembus kuat dan beberapa kapal barang tidak bisa berlayar, penerbangan juga dibatalkan. Jungkook hanya merasa aneh untuk sepersekian detik dan kembali bermain dengan Winey, tiba-tiba Winey meringkuk di dadanya, membuat sang tuan menjadi khawatir, "Hei, ada apa? Apakah kau kedinginan, teman kecilku?" Winey mengeluarkan suara seperti cicitan dan menggulung dirinya menjadi bola bulu.

Reaksinya tidak wajar sehingga Jungkook lebih cemas, "Jangan takut, aku ada di sini untuk menjagamu." Setelah menenangkan Winey yang bertingkah aneh, Jungkook masuk ke ruang obrolan. Taehyung membalas pesannya, hanya mengatakan ia sudah makan dan akan kembali bekerja.

Pria ini! Jungkook mendengus tidak puas, kemudian memarahi Winey yang tertidur, "Lihat Ayah Taetae-mu, dia sangat tidak acuh padaku!" Jungkook terlahir dengan harga diri yang tinggi, itu membuatnya sangat berbesar hati.

Keluarganya mendominasi puncak kekuasaan, wajahnya juga cukup baik dan memuaskan untuk dipandang dalam waktu lama. Kekurangannya hanyalah Jungkook menyukai laki-laki, terutama Taehyung. Penilaiannya terhadap pasangan hidup juga sangat mempengaruhi suasana hatinya, dengan berdiri bersama Taehyung, Jungkook sudah sangat puas. Tidak ada ruang di hatinya untuk orang lain, hal ini juga yang menyebabkan kekecewaannya pada sikap dingin Taehyung semakin tidak tertahankan.

Untuk menghibur dirinya, Jungkook kembali memarahi Winey, "Apakah aku tidak tampan? Aku bercermin setiap hari dan wajahku tidak memiliki masalah, aku tampan dan sangat tampan! Apakah Ayah Taetae-mu tidak puas denganku?" Jungkook tidak peduli apa yang Taehyung sukai, selama ia bisa dekat dan meraihnya, Jungkook akan melakukan segala cara.

"Bahkan jika aku tidak cukup menarik, setidaknya aku mencintainya 'kan?"

Winey yang tertidur sama sekali tidak terganggu dengan segala omong kosong tuannya. Jungkook sangat kesal dan tiba-tiba berkecil hati, berulang kali ia menghapus pesan yang sudah diketik. Berkali-kali sebelum akhirnya mengirim balasan, "Aku merindukanmu, cepat datang." Ada stiker merah hati dan stiker lain yang tampak lucu. Meski pria itu menyebalkan, Jungkook tidak bisa marah padanya.

Sosial medianya sangat ramai, orang-orang memposting langit yang berwarna kemerahan. Lingkaran pertemanannya juga memposting hal yang sama dengan deskripsi romantis, Jungkook mengerutkan alisnya dan mengirim pesan pada salah satu temannya, "Jaehyun, hati-hati di luar. Bukankah sedang banyak kasus flu?" Jaehyun tidak segera membalasnya.

Pada sore hari, Taehyung datang membawa sekantung susu pisang dan roti isi daging. Lagi-lagi pria itu membawa seikat bunga kapas yang mekar sempurna, kapas-kapas itu putih bersih dan cantik. Jungkook menerimanya dengan hati yang manis, "Apa kau sudah makan?" Taehyung menggeleng. Jungkook mengajukan diri untuk membuatkannya nasi goreng dan telur dadar daun bawang, tangannya yang tidak terampil membutuhkan banyak waktu. Nasi gorengnya agak manis dan telurnya hambar, tetapi melihat Taehyung memakannya tanpa banyak mengeluh, Jungkook tetap merasa senang.

Mempertahankan suasana yang harmonis itu sulit, Jungkook tidak ingin menyia-nyiakannya, "Besok hari Sabtu, bisakah kita pergi bersama? Menonton film akan sangat menyenangkan!" Pria di depannya makan dengan tenang, Jungkook tidak bisa menerka apa yang ada di dalam pikirannya.

Jungkook sangat ingin pergi dan mulai membujuknya, "Ini adalah kencan pertama, bisakah kita pergi?" Namun, hingga Taehyung menyelesaikan makannya, tidak ada suara di antara mereka.

"Tidak, masih ada pekerjaan. Mungkin Sabtu depan," ujar Taehyung.

Tidak apa-apa, Jungkook tersenyum puas, "Ya, ya. Sabtu depan kita bisa pergi bersama, apa yang ingin kau tonton?" Jungkook ingin mendengarkan pendapat kekasihnya, sayangnya Taehyung hanya menjawab, "Kau yang memilih." Mereka duduk berdua di ruang tamu, kebanyakan Jungkook yang berbicara. Taehyung pulang ketika hari mulai gelap, sama sekali tidak mengindahkan keinginan Jungkook untuk tetap tinggal di apartemennya.

Kakinya mengentak lantai, wajahnya muram, "Kenapa kau sangat dingin setelah kita bersama?!" Jungkook memarahi pintu rumahnya seakan-akan ia sedang memarahi seseorang yang tadi menutup pintu.

Sebelumnya Taehyung juga acuh tak acuh, tapi ada sedikit perhatian di dalamnya. Pria itu masih sering menjawab pertanyaan-pertanyaan konyolnya dan semua omong kosongnya masih mendapat tanggapan. Jungkook sedih, ia teringat kata-kata Jimin yang menusuk titik rasa sakitnya. Jimin mengatakan Taehyung tidak menyukainya, Jungkook sangat marah dan pergi tanpa berbalik.

Semua orang mengatakan cintanya konyol dan menyedihkan. Jungkook tidak ingin percaya, tapi kenyataan selalu menyakitkan.

Malam itu ia kembali berbicara dengan Yume, "Jika aku hanya suka pria, kenapa aku harus menyukai laki-laki seperti itu?! Aku ingin memiliki kekasih yang lembut dan perhatian, yang mencintaiku dan memiliki perasaan yang saling menguntungkan." Jungkook mengeluh tanpa henti, sesekali memakan anggur merah yang dibawakan oleh ibunya.

"...Karena kau menyukainya, tidak ada lagi orang lain yang lebih menarik darinya."

"Perasaan ini menyebalkan! Hari ini dia memberiku bunga kapas, ini sangat lembut dan cantik."

"Apa kau menyukai bunganya? Atau orang yang memberikannya?"

Jungkook terdiam, ia memandangi bunga kapas yang membengkak. Secantik apa pun bunga itu, Jungkook tetap tidak menyukainya. Untuk menghargai usaha Taehyung, Jungkook menyimpannya di kamar dan tidak mengizinkan siapa pun untuk menyentuhnya. Kata-kata Yume membuatnya tersentak dan tidak nyaman, "Aku tidak suka bunganya, tapi aku menyukai orang yang memberikannya." Jungkook sangat jujur, ia meletakkan kembali bunga kapas ke vas besar di meja sebelah ranjang.

"Tidak apa-apa, kau bisa menyimpannya. Bagaimana dengan keadaanmu? Akhir-akhir ini orang-orang terkena flu, entah perasaanku saja atau bahkan flu ini bisa menyebabkan kematian?"

Pikiran Jungkook teralihkan, "Tidak yakin, tapi beberapa orang meninggal setelah menderita flu untuk waktu sangat lama, dokter mengatakan itu kematian alami." Cuaca yang berangin itu sama sekali tidak normal, kadang kala Jungkook melihat awan-awan gelap berarak tanpa menurunkan hujan.

Langit hampir tidak pernah cerah, Jungkook mengerutkan dahinya, "Tidak ada hujan, tapi sangat gelap. Apakah akan ada badai?" Tangannya menyingkap gorden untuk melihat keadaan di luar.

"...Jangan ke mana-mana."

Entah mengapa itu seperti peringatan baginya, "Tidak janji, aku sangat ingin berkencan dengan Taehyung. Kami hanya akan menonton film dan jalan-jalan di mal, tidak akan terjadi apa-apa." Untuk beberapa menit, Yume tidak membalas. Jungkook pikir teleponnya sudah diputus, tapi ia mendapati masih tersambung.

"Jaga dirimu, jangan menyia-nyiakan waktumu untuk seseorang yang tidak pernah menempatkanmu di hatinya."

"Apakah aku sangat menyedihkan?"

"Ini seperti sebuah cerita, pembaca bisa menerka seperti apa akhirannya, tetapi penulis tidak selalu memiliki pikiran yang sama dengan pembaca."

Artinya jelas, ia bisa menerka seperti apa hubungan dirinya dan sang kekasih. Tetapi, bisa saja suatu hari sikap kekasihnya berubah dan mereka bersama untuk seterusnya. Sayangnya akan selalu ada kemungkinan, yang mana Jungkook tidak akan pernah tahu sebelum mengalaminya sendiri.

Setelah waktu yang lama, Jungkook mengucapkan selamat tinggal dan pergi tidur.














Halo, apa kabar?

Apakah Taehyung akan terus acuh tak acuh?

Apakah flu adalah gejala menuju zombifikasi?

Sampai jumpa minggu depan! \(m)/






Ditulis pada November 2020.

Dipublikasikan pada 19 Oktober 2021.

Tertanda, Re.

Continue Reading

You'll Also Like

20.3K 1.1K 33
Eh ini dimana dattebayo"naruto bingung melihat sekeliling Hn. Tidak tahu"sasuke datar dan tak peduli Bukannya kita tadi di panggil oleh kakashi sense...
129K 8.9K 24
menceritakan seorang pemuda yang lagi membaca novel yang ia beli di toko buku tapi dia tidak menyangka kalo novel yang ia beli ini tidak seperti yang...
6.7K 580 14
Sebuah Geng motor yang berambisi untuk mengembalikan Hak mereka yang hilang karena oknum yang tidak bertanggung jawab Saksikan Kisah selanjutnya... ...
7.1K 583 20
TENTANG SEORANG MATA MATA YANG TERCIDUK DENGAN TARGETNYA SENDIRI APAKAH SANG MAFIA AKAN MENEMBAK SANG MATA MATA ATAU ADA OPSI LAINNYA??? WARNINGS🚨 ...