MY BOYFRIEND IS FAKBOI

By divatania_

695K 59.4K 18.7K

"FROZEN! GUE BAKAL JADI PACAR, BAHKAN SUAMI LO, LIAT AJA NANTI!" GENRE : FIKSI REMAJA Teejay Albert Kalandr... More

⚠️PENGUMUMAN⚠️
PROLOG
1. Pertemuan Singkat
2. Panah Bakso Asmara
3. Jadi Pacar Gue!
4. Tercyduk Selingkuh
5. Edisi Ngambek
6. Tantangan Dari Elsa
7. Kehadiran Lidia
8. Fakboi Insyaf?
9. Pembalasan
10. Pahlawan untuk Elsa
11. Cemburu
12. Pesan Misterius
13. Hati-hati untuk Elsa
14. Hadiah & Surat
15. Perkara Haus
16. Ulang Tahun Agnes
17. Elsa Hilang!
18. Balas Dendam
19. Janji
20. Telur Dadar Istimewa
21. Hujan & Masa Lalu
Webtoon?
22. Ramalan?
23. Cinta di Rumah Hantu
24. Terungkap
'25. Belum Berakhir
26. Kakak?
27. Dia Safira, Adikku
28. Elsafira
29. Lebih penting siapa?
30. Minta maaf, ya?
31. Bolu Pisang untuk Oma
32. Tamu tak Diundang
33. Nasi Goreng istimewa
34. So who is wrong?
35. Gelisah
36. First Kiss gue?!
37. Bahagia Sesaat
38. Dua Hati Satu Cinta
39. Kita udahan aja
40. Mencoba Bersabar
41. Masalah Hati
42. Lagi dan lagi
43. Bukan Prioritas
44. Cinta itu buta
45. Senjata Makan Tuan
46. Lelah
47. Bertahan atau lepaskan
48. Insiden
49. Menghilang
50. Amarah
51. Kita Break!
52. Hal tak Terduga
53. Berakhir
54. Ungkapan Rasa
55. Menyesal?
56. Naura Sadar?
57. Bunuh Diri?
58. Salah Sangka
59. Sisi Lain Safira
60. Kesaksian
61. Berjuang lagi?
62. Masa lalu Safira
63. Teejay Vs Eric
64. Ayo, balikan!
65. Tragedi, Fakta & Penyesalan
66. Damai
67. Siswi Baru
68. Camping
69. Balikan atau...?
70. Fakta Baru
71. Kabar Buruk

72. Ingatan Masa Lalu

7.2K 680 273
By divatania_

"K-koma?" Bibir Elsa bergetar, matanya tersirat keterkejutan dan kesedihan yang mendalam.

Sarah mengangguk sambil menangis, beberapa menit yang lalu, Sarah mendapat telepon bahwa Teejay tak kunjung sadar dan saat sampai disana Teejay dinyatakan koma. Itu membuat Sarah syok dan rasa bersalahnya semakin besar.

Agnes memeluk Elsa memberikan ketegaran, ia tau sahabatnya itu mempunyai hati yang sangat baik. Tidak mudah bagi seseorang untuk menerima begitu saja setelah apa yang Elsa dapatkan dari Teejay. Sakit, sakit dan sakit.

"O-oma, Elsa boleh liat Teejay?" ucap Elsa bergetar.

Sarah mengangguk, ia mengizinkan Elsa untuk menengok Teejay di dalam. Sarah mengusap bahu Elsa ketika gadis itu mendekatinya.

Elsa menatap Gerry Theo dan Agnes meminta izin, Elsa tau kedua teman Teejay pasti ingin melihat kondisi Teejay juga.

Mereka bertiga mengangguk ikhlas, setelahnya Elsa segera masuk kedalam ruangan dimana Teejay dirawat.

Pertama kali yang Elsa dengar adalah monitor, monitor itu terus berbunyi dengan garis-garis di layarnya.

Elsa melipat bibirnya menahan isakan, perlahan ia melangkahkan kakinya mendekati cowok yang terbaring lemah dengan banyak alat menempel di tubuhnya.

Kedua mata Elsa menatap Teejay dengan sayu, tangannya bergetar saat hendak memegang tangan Teejay. Belum sempat menyentuhnya, Elsa menurunkan tangannya kembali. Elsa iba, namun sesekali ia teringat kala Teejay menyakiti hatinya.

Wajah putih mulus Teejay kini terdapat beberapa jahitan. Kepalanya di perban sebagian. Membuat Teejay terlihat sangat menyedihkan.

Elsa mengusap air matanya yang sempat turun. "J-ja, bangun!" Elsa tidak membentak, Elsa berbicara dengan penekanan di kalimatnya.

"Kenapa lo malah tidur disini, setelah lo nyakitin gue gitu aja?" Elsa menatap nanar.

"Kenapa? Lo takut? Makanya lo tidur disini 'kan? Lo pengecut Ja, lo harus bangun buat hadapin gue!"

Tidak ada sautan, hanya monitor yang menjawab. Elsa menatap pilu, gadis itu memegang tangan kanan Teejay dan menenggelamkan kepalanya di sela-sela tangannya seraya terisak.

"Hiks... Lo harus bangun Ja..."

***

Satu hari di sekolah tanpa Teejay, Gerry melangkahkan kakinya melewati koridor. Ia baru saja menjenguk Teejay di rumah sakit, ya, walaupun laki-laki itu sedang tidak sadarkan diri.

Mata Gerry menyipit, Gerry melangkahkan kakinya dengan cepat.

"Tunggu!" pekik Gerry.

Gadis berambut blonde itu menoleh.

"Apa aja yang udah lo omongin sama temen gue waktu camp?" selidik Gerry dengan nada mengintimidasi.

"Temen lo? Temen lo siapa?" balas Laura dengan acuh tak acuh.

"Teejay." Gerry menjawab dengan cepat.

"Ohh... Dia temen lo?"

"Kenapa? Lagi nangis di pojokan Gara-gara hubungan nya berantakan?" Gadis itu bersedekap dada.

"Dia koma dan gue yakin, lo salah satu penyebabnya," jawab Gerry.

Ekspresi gadis itu berubah seketika, ia terdiam, tangannya yang baru saja ia silangkan di depan dada perlahan menurun.

"Koma?" ulang Laura.

Gerry memajukan wajahnya dan berucap pelan, "gue tau siapa lo, gue tau semua masa lalu Teejay dan gue juga tau apa aja yang udah lo lakuin pada masa itu."

"...dan kalo sampe lo bikin semuanya lebih kacau, gue gak akan tinggal diam." Suara Gerry terdengar datar namun mengancam.

Gadis itu terdiam, hawa dingin terasa saat Gerry berbicara dengannya sejak tadi.

"Kak?" panggil Agnes.

"Ngapain disini?" tanya Agnes yang baru saja datang dan melihat Gerry sedang berbicara dengan perempuan.

Gerry langsung berdiri tegak dan mengalihkan pandangannya. Ekspresi Gerry berubah seketika, laki-laki itu tersenyum tipis. "Gak ngapa-ngapain, kamu udah sarapan?" ucap Gerry lembut seraya memegang kedua bahu Agnes.

Agnes melirik perempuan disampingnya sebentar, Agnes tau itu musuh Camelia.

Agnes menggeleng polos, membuat Gerry tersenyum gemas, ia mengacak rambut Agnes pelan dan merangkulnya.

"Let's go! Kita ke kantin peri kecil," seru Gerry yang sudah lima langkah berjalan bersama Agnes.

Gadis itu sedikit terkejut dengan perubahan sikap Gerry yang drastis. Namun kini pikirannya teralihkan dengan kata-kata Gerry tadi. "Koma?"

***

Hari demi hari berganti, bangku kosong di pojok kelas yang sudah hampir dua minggu lebih tidak dihuni itu kini semakin berdebu. Deretan kolom Absen nomor 25 dengan nama Teejay Albert Kalandra juga dipenuhi dengan huruf S, yang artinya sakit.

Sudah enam belas hari lamanya Teejay tidak masuk sekolah, tentu saja karena Teejay masih belum bangun dari tidur panjangnya, alias koma. Entah mimpi apa yang Teejay impikan sampai-sampai tidak kunjung bangun.

Hari-hari seperti biasanya dijalani oleh Elsa dan teman-teman Teejay. Namun, tidak ada canda tawa yang keluar dari mulut mereka. Terutama Theo. Cowok yang terbilang humoris itu, kini menjadi pendiam dan acuh tak acuh. Gerry yang notabene nya sudah dingin, kini menjadi lebih dingin tiga kali lipat, kecuali dengan teman-teman dekatnya.

Hari ini, Gerry, Theo, Elsa dan kedua temannya berniat untuk menjenguk Teejay bersama-sama setelah pulang sekolah. Dan ya, beberapa menit lagi  bel pulang pasti berbunyi.

Kringgg!

Jam belajar telah selesai...

"Baik, pelajaran telah selesai, pr nya jangan lupa di kerjakan. Selamat sore semuanya."

Mendengar itu, Elsa, Agnes dan Camelia bergegas membereskan barang-barangnya dan memasukannya ke dalam tas. Sama seperti murid lain yang tak sabar ingin segera pulang.

Satu kelas berdoa untuk pulang yang rutin di lakukan setiap harinya. Setelah berdoa selesai, mereka semua keluar dari kelas masing-masing. Termasuk Elsa dan kedua temannya.

"Elsa, katanya Kak Gerry sama Kak Theo udah nunggu di parkiran," ucap Agnes seraya menunjukan ponselnya.

Elsa mengangguk, mereka melanjutkan langkahnya. Namun, langkah mereka bertiga terhenti kala seseorang menghadang mereka.

"Kalian mau ke rumah sakit, 'kan buat jenguk Teejay? Gue mau ikut."

Mereka bertiga saling pandang aneh. Camelia menatap gadis berambut blonde yang ia tak tau siapa namanya itu dengan sengit.

Camelia bersedekap dada. "Gini ya Nek." Camelia menjeda kalimatnya, mendengar hinaan Camelia, gadis itu melotot kesal.

"Pertama, kita nggak kenal dan kita bukan temen."

"Kedua, lo siapa? Ngapain lo mau ikut kita buat jenguk Kak Teejay? Ibunya? Bukan 'kan?"

"Ketiga, lo nggak inget lo udah songong sama kita bertiga hah?" Ucap Camelia menyindir.

Gadis itu merasa gondok dengan ucapan pedas Camelia, ia mengepalkan tangannya. "Gue nggak cari masalah ya sama lo! Tinggal jawab aja ribet! Fuck!"

Gadis itu mengacungkan jari tengahnya dan pergi dari sana dengan perasaan kesal.

"Dih, dasar nenek aneh sok kenal!" celetuk Camelia. 

Elsa tersadar dari lamunannya, ia mengangguk cepat, namun lagi-lagi otak nya bekerja keras untuk berfikir.

Siapa gadis itu? Kenapa dia ingin menjenguk Teejay? Apa mereka saling mengenal? Begitulah kira-kira isi pikiran Elsa sekarang.

***

Beramai-ramai, Elsa dan teman-temannya sampai di depan ruang rawat Teejay.

Kebetulan sedang ada dokter yang memeriksa kondisi Teejay di dalam. Setelah selesai mengecek, dokter dan satu perawat itu keluar dan langsung di hadang oleh Theo.

"Dok, gimana keadaan temen saya? Kenapa sampai sekarang belum sadar juga, Dok?" tanya Theo bertubi.

"Alhamdulillah, bagian kepala yang di operasi waktu itu kini sudah membaik. Luka-luka di wajahnya juga sudah kering dan sebentar lagi sembuh."

"Tapi, saya tidak bisa memberi jawaban kapan teman kalian akan sadar dari koma. Terlebih lagi cedera kepalanya yang berat saat itu."

"Hanya Tuhan yang tau kapan pasien sadar."

Theo hanya terdiam, sedangkan Gerry dengan sopan mewakili ucapan terimakasih nya kepada dokter itu.

📢 Theo ganteng bingit ultah!

📢 Theo ganteng bingit ultah!

Mata mereka saling pandang dan menatap Gerry intens. Gerry langsung terkesiap dan merogoh saku celananya. Gerry mengeluarkan ponselnya yang terus berbunyi nyaring dengan suara Theo yang dibuat-buat.

Tap

Gerry mematikannya, Gerry menatap Theo, ia tau pasti Theo yang sengaja memasangnya. Di setiap tahun, Theo selalu memasang alarm ulang tahunnya di ponsel Gerry dan Teejay, agar mereka berdua tidak melupakan ulang tahunnya.

"Yo---sorry, gue lupa," ucap Gerry tak enak, ia memegang pundak Theo yang hanya diam.

"Gak apa-apa Ger, lo sama Jay kan selalu ngelupain ultah gue. Makanya gue pasang alarm di hp kalian."Theo tertawa hambar.

Bukan karena Gerry melupakan ulang tahunnya. Tapi karena ia mengingat bagaimana masa-masa indah mereka bertiga dahulu. Tidak seperti sekarang.

"Yo---"

"Ulang tahun gue sama Jay deketan Ger, jangan lupa itu, hahaha." Theo masih saja tertawa palsu.

"Kalo di ultah gue sebelumnya, gue minta motor ninja..." Theo menjeda kalimatnya.

"...nggak di ultah gue yang sekarang. Gue cuma minta Jay sadar dan bisa kumpul bareng kita lagi." Theo tersenyum simpul. Harapan Theo kali ini adalah harapan mereka semua. Gerry menepuk pundak Theo sambil tersenyum yakin.

"Dan buat kalian, gue mau malem ini kalian nginep di sini sebagai perayaan ulang tahun gue."

Apresiasi mereka kepada Theo seketika lenyap, mereka melotot kaget mendengar permintaan Theo yang menyebalkan. Untung saja besok hari Minggu.

***

Di sepanjang pinggiran jalan yang sepi, udara sejuk menerpa bersamaan dengan bunga dan daun-daun yang berjatuhan..

Terlihat seorang anak laki-laki berusia lima tahun sedang mengamati pohon yang menjulang tinggi di atasnya.

"Bunda, itu pohon apa nama nya? Pohon oyen, ya?" Anak itu menatap seorang perempuan cantik berambut panjang yang sedang menjahit sebuah boneka.

Perempuan itu tersenyum, ia menyimpul mati benang jahitnya kemudian mengelus rambut anak itu dengan lembut. Ditariknya tangan anak itu pelan, memeluknya dari belakang dan memposisikan kepalanya di samping kepala anak itu.

Jari telunjuknya menunjuk ke atas seraya tersenyum. "Itu namanya pohon Flamboyan."

"Famboyan?" Anak itu menoleh ke samping dan mengedipkan matanya dengan raut wajah polos.

Perempuan itu tersenyum ceria, ia mengangguk. "Itu yang warna oren, bunganya. Indah ya?"

Anak kecil itu mengangguk. "Iya, kaya bunda, antik."

Lagi-lagi, perempuan itu tersenyum dibuatnya, ia membalikan badan anak kecil itu menghadapnya dan mengambil boneka yang ia buat tadi.

"Ini, buat Ejay." Perempuan itu menggerakkan boneka kelinci yang terbuat dari sisa kain perca itu.

Anak kecil itu tersenyum, lantas ia mengambil boneka buatan ibunya dengan senang. "Yey, Ejay punya temen balu."

Perempuan itu tersenyum, ia mengangkat tubuh anak itu dan mendudukkannya di bangku panjang sampingnya seraya bergurau dan bercerita dengan putra semata wayangnya itu.

Gelap, terasa air terus-terusan menghujami anak laki-laki itu, pekik-annya teredam oleh derasnya hujan. Ia menatap ke sekelilingnya, kosong dan gelap, hanya suara guyuran air hujan yang mendominasi.

Anak laki-laki itu menangis, berjalan kesana-kemari ditengah gelapnya malam dan derasnya hujan.

Mata anak itu menyipit kala melihat sorot cahaya sangat terang di hadapannya. Ia tidak tahu itu apa. Tiba-tiba suara teriakan keras di balik derasnya hujan masuk ke indra pendengarannya.

BRUK

"AAAA!"

Benturan keras antara kepala dan aspal jalanan mengenai kepala anak itu. Sedangkan perempuan yang mendorong anak tersebut memantul di kaca mobil seorang pengemudi lalu menggelinding jatuh ke bawah.

Sontak, sang pengemudi langsung menginjak rem dengan mendadak, sampai badan mobil sedikit terhuyung ke depan.

"Bunda..."

Elsa terbangun dari tidurnya saat merasakan pergerakan yang mengusik tidurnya. Dilihatnya jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

Elsa menegakkan badannya, ia tidur dengan kepala yang ia letakkan di pinggir brankar dimana Teejay terbaring.

Penglihatan Elsa yang masih sayup-sayup pun seketika menderang, Elsa terdiam sesaat saat melihat jari jemari laki-laki yang terbaring lemah itu bergerak. Elsa menoleh kala kepala Teejay ikut bergerak ke kanan dan ke kiri secara cepat dengan pergerakannya yang kecil.

"Ja?" lirih Elsa, ia menutup mulutnya tak percaya dan menangis terharu.

Cepat-cepat Elsa membangunkan teman-temannya yang tertidur pulas.

"Kak Gerry bangun, Teejay mulai sadar."

"Kak Theo, Agnes, Amel, ayo bangun."

Elsa membangunkan satu persatu tanpa membuat kegaduhan, sampai semuanya terbangun dan mendekati brankar Teejay dengan penasaran.

Mereka mengamati pergerakan kecil dari tubuh Teejay. Theo mengusap sudut matanya yang berair, ia sungguh berterimakasih kepada Tuhan karena telah mengabulkan permintaannya di hari ulang tahunnya itu.

Tubuh Teejay bergerak gelisah, monitor di sampingnya pun terus berbunyi nyaring. Mereka semua mendadak panik, takut terjadi sesuatu.

"Elsa, panggil dokter sekarang!" seru Gerry, Elsa mengangguk dan cepat-cepat keluar. Padahal, di sebelahnya ada tombol untuk memanggil otomatis. Karena panik, mereka melupakan semuanya.

Nafas Teejay naik turun tak beraturan, kepalanya terus bergerak gelisah.

"Bundaa!" batinnya menjerit.

Teejay terbangun dari mimpi panjangnya, kedua mata Teejay terbuka sempurna.

Gerry dan Theo saling tatap bahagia, Gerry bisa melihat mata sahabatnya lagi setelah sekian lama tertutup rapat.

Gerry memegang lengan Teejay. "Jay, lo sadar."

Tubuh Teejay mengelak kaget merasakan sentuhan di lengannya.

"Jay?" ucap Gerry bingung.

Tubuh Teejay yang terbaring kini terbangun dan duduk. "Bunda, jangan..."

"Bunda jangan tinggalin Ejay," gumam Teejay seakan ketakutan.

"Gelap bunda, gelap... Ejay takut..."

Teejay mengangkat tangannya meraba-raba sekitarnya dan bergerak gelisah.

Gerry dan Theo seketika terdiam dengan pikiran yang sama. Sementara Agnes dan Camelia juga saling tatap.

Theo menggapai tangan Teejay yang meraba secara acak. "Jay lihat gue. Gue Theo."

"Jangan! Jangan dekat!" Teejay menjauhkan tangannya takut.

Teejay berusaha turun dari brankar, namun Gerry, Theo, Agnes dan Camelia menahannya dari segala sisi.

"Siapa kalian?! Bunda gelap, tolong Ejay, Ejay nggak bisa lihat apa-apa." Raut wajah Teejay sangat panik, Teejay memberontak seraya menatap mereka berempat, padahal di dalam penglihatannya hanya gelap gulita yang ia lihat.

Gerry dan Theo mematung tubuh mereka melemas, mereka kemudian melepaskan tangannya yang semula memegang erat lengan Teejay.

Gerry menjauh, tak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia lihat. Ruangan rawat ini terang, bahkan sangat terang. Ia juga bisa melihat Teejay membuka matanya.

Agnes menghampiri Gerry, menahan tubuh Gerry yang linglung. "Kak, tenang dulu."

Gerry menatap Teejay dengan iris matanya yang nanar. "J-jay, Nes..." ucapnya terbata.

Sedangkan Theo terus menyadarkan Teejay. "Jay, liat gue anjing! Ini gue Theo, temen lo!"

Theo berjalan, memutar posisinya, mensejajarkan tubuhnya di depan mata Teejay.

"Jay! Liat gue! Lo bisa lihat gue 'kan?!" Theo mencondongkan wajahnya, iris mata Theo menatap Teejay lekat. Tetapi, tatapan kosong kearah lain lah yang Theo dapatkan.

Sesak menghantam dada Theo, kantung mata Theo bergetar tertahan. Theo memegang kedua bahu Teejay. Menggoyangkannya pelan, tak peduli dengan keadaan Teejay yang belum stabil.

"Jay, jangan prank gue! Nggak lucu bego! Lihat gue Jay!" Theo terus menatap Teejay intens.

"Lihat gue Teejay! Teejay lihat gue..." Air mata Theo merembes keluar, Theo menatap Teejay nanar, laki-laki frustasi lalu memukul tembok dengan kepalan tangannya.

Denyutan keras menghantam kepala Teejay, Teejay memejamkan matanya, tangannya terangkat memegangi kepalanya yang sakit.

Sedangkan di balik pintu, seseorang menyaksikan semua itu dengan tatapan kosong dan tak percaya.

Elsa menyaksikan semuanya, dimana ia melihat Teejay menatapnya setelah sekian lama. Rasa senang di hati Elsa seketika padam saat Teejay berkata semuanya gelap.

Elsa melangkahkan kakinya dengan tubuh yang bergetar, ia mendekati brankar Teejay dengan pelan.

Belum sempat ia menyapa, seorang laki-laki berjas putih, yang tentunya dokter langsung mengecek keadaan Teejay.

Sama seperti respon sebelumnya, tubuh Teejay kaget saat mendapat sentuhan dari dokter itu.

"Tenang, saya dokter, kamu sekarang berada di rumah sakit."

Teejay merespon dengan baik, ia menurunkan tangannya yang tadi memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Rumah sakit? Kenapa disini gelap, dokter? Saya nggak bisa lihat dokter. Disini mati lampu?" ucap Teejay dengan polosnya.

Theo menyala, ia menatap Teejay dengan bengis. "Nggak mati lampu bodoh, lo buta! Lo buta Teejay!" Theo memaki Teejay, urat-urat di lehernya terlihat, Theo mengusap air matanya dengan kasar dan berlari pergi keluar.

Dokter itu terdiam, ia bisa melihat sorot mata Teejay yang kosong dan tidak menatapnya.

Tubuh Teejay mulai syok. "Buta?" ulangnya.

"Kamu baru saja bangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpa kamu beberapa Minggu yang lalu."

"Kecelakaan?" gumam Teejay, kepalanya semakin berdenyut nyeri.

Teejay menggeleng keras. "Nggak, saya nggak mau! Dokter, saya nggak mau buta, gelap dokter! Saya takut sendirian." Teejay memberontak di tempatnya, laki-laki itu bergerak gelisah.

Sedangkan Elsa, gadis itu terdiam lemah. Air matanya yang sedari tadi ia tahan, kini mengalir deras. Rasa sesak di dadanya menjalar.

Elsa tidak bodoh, teman-teman Elsa juga tidak bodoh saat mendengar Teejay berkata seperti itu. Mereka semua hanya berusaha yakin kalau semuanya tidak mungkin. Tapi kenyataan tetaplah kenyataan.

"Tenang, disini kamu nggak sendiri. Ada teman-teman kamu," kata dokter itu berusaha menenangkan Teejay.

Teejay menggeleng, pipi Teejay sudah basah air mata. "Saya tidak mengenal mereka dokter. Saya cuma punya bunda. Tolong saya dokter, saya nggak mau buta..." mohon laki-laki itu.

Dokter itu mengernyitkan keningnya. "Kamu ingat siapa nama kamu?"

"Nama... Nama saya, Ejay."

"Keluarga kamu?" tanya dokter itu mengintrogasi.

"Bunda, saya cuma punya bunda, ayah saya sudah meninggal."

Elsa langsung berdiri, menghampiri Teejay dengan terburu-buru.

"Ja, ini gue, Elsa!" Bibir Elsa bergetar, ia memegang tangan Teejay dengan erat dan berusaha mengingatkan tentang dirinya.

"Dokter, dia siapa?! Tolong saya dok!" Teejay menghindar.

Elsa menggeleng tak percaya. "Ja, lo nggak inget sama gue? Lo nggak inget udah buat kehidupan gue jadi seperti ini? Ja, gue Elsa! Pacar lo!" jelas Elsa dengan menekankan kata pacar agar laki-laki itu mengingatnya.

"Lo nggak inget, disini ada sahabat-sahabat lo, ada Kak Gerry, Kak Theo, Agnes, Amel, gue!"

Teejay tidak menjawab pertanyaan Elsa, ia terus memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Elsa, cukup. Teejay udah nggak ingat semuanya," sahut Gerry dengan pelan.

Genggaman erat di tangan Teejay terlepas, Elsa tersenyum kecut, lama kelamaan senyumnya memudar dan berubah menjadi tangisan pilu. Agnes memeluk sahabatnya dengan erat untuk memberikan ketegaran.

Teejay terus memegangi kepalanya yang berdenyut dan menampilkan potongan-potongan kejadian acak.

"Argh, sakit..." Erang Teejay, rasa nyeri terus menjalar di kepala Teejay, rasa itu semakin lama semakin kuat dan...

Bruk

Teejay kehilangan kesadarannya, lagi.

***

"Pasien mengalami kebutaan akibat serpihan kaca yang masuk dan merusak kornea matanya."

Sarah menahan isak tangisnya, tetapi tidak dengan air matanya yang sudah turun dengan derasnya.

"Untuk masalah ingatannya..." Dokter itu menggantung ucapannya.

"Apakah pasien pernah hilang ingatan sebelumnya?"

Sarah menatap dokter itu lalu mengangguk, dengan suara yang bergetar Sarah mulai berbicara.

"Sebenarnya saat berumur 6 tahun, dia kehilangan ingatannya karena trauma kecelakaan dok. Karena saya tidak ingin membuatnya sedih, saya membohonginya dan memberikan identitas palsu."

"Maksud Ibu?" Dokter itu sedikit bingung.

"Sebenarnya...dia adalah anak yang saya angkat dari panti asuhan."

Dokter mengangguk mengerti, walaupun ada sedikit rasa terkejut dalam dirinya.

"Seperti dugaan saya, karena kecelakaan ini, pasien justru mengingat kembali beberapa ingatan yang dulu hilang dan malah melupakan identitas dan hal-hal penting lainnya di masa sekarang."

Oma Sarah tertegun. "Mengingat ingatan yang dulu?" Ulangnya.

"Ya, pasien selalu menyebut-nyebut bundanya. Pasien hanya mengingat satu orang itu Bu, pasien selalu mengatakan itu."

"Setelah saya tanya lebih jelas, pasien menceritakan beberapa potongan yang terlintas di otaknya. Pasien mengatakan kalau ia melihat sebuah pohon, mobil, cahaya terang dan seorang perempuan."

"Dan saya yakin, itu adalah memori yang membuatnya amnesia saat itu," terang dokter yang berumur sekitar 30 an itu.

"Lalu dok, a-apakah ingatan dan mata putra saya bisa disembuhkan?" Oma Sarah berusaha setegar mungkin.

Dokter itu melipat bibirnya ke dalam, tak enak hati melihat wanita di depannya ini. Ia tau rasanya menerima kenyataan yang begitu pahit. Tetapi, ia harus profesional.

"Maaf Bu, mata anak ibu mengalami kebutaan permanen, yang artinya tidak bisa melihat untuk selama-lamanya."

Sesak dan rasa bersalah kembali menjalar di tubuh Sarah.

"Tetapi, seperti yang kita semua ketahui, orang yang mengalami kebutaan bisa melihat lagi apabila pasien mendapat donor mata."

"D-donor mata?" ucap Oma Sarah terbata.

"Betul Bu, tapi jarang sekali orang lain ingin mendonorkan matanya. Sebab, orang tersebut harus merelakan nyawanya jika ingin mendonorkan matanya."

"Lalu saya harus bagaimana Dok..." Oma Sarah tidak bisa membendung tangisannya lagi, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.

"Ibu yang tabah, saya dan rumah sakit akan terus mencari pendonor untuk anak ibu," balas dokter itu.

Oma Sarah mengangguk lemah. "Lalu, dengan ingatannya Dok?"

"Mungkin tadi saya menyampaikan beberapa hal yang membuat ibu sedih, tapi mungkin hal ini akan membuat ibu merasa sedikit tenang."

"Amnesia yang dialami putra ibu tidak permanen, ingatan pasien bisa pulih kembali jika rutin melakukan pengobatan dan dibantu untuk mengingat hal-hal kecil dengan keluarga dan teman-teman dekatnya."

"Yang harus dilakukan sekarang adalah berdoa dan terus berusaha Bu, karena yang kuasa akan menentukan semuanya."

***

😭

Sedih ngga? Atau seneng Teejay dapet karmanya?

Apakah ini balesan untuk Teejay? Dan, kira-kira gimana ya masa lalu Teejay saat itu? Ayo tebak!

Apakah kalian mencium bau-bau SAD ENDING or HAPPY ENDING?

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 119K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
496K 18.7K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1.3M 97.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
255K 11.7K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓵𝓲𝓼𝓪𝓷�...