Hujan Rinduku (Keluarga, Cint...

By FitriaImraatul

6.2K 833 369

Asyifa Safitri, gadis pecinta hujan dan senja yang memiliki banyak impian di hidupnya, ia suka menuliskan mim... More

🌈Kenalan dengan Penulis🌈
🌈Prolog🌈
🌈Bab 1- Keluarga Sumber Kebahagiaan🌈
🌈Bab 2- Semua Berubah🌈
🌈Cast🌈
🌈Bab-3 Bertahan atau Menyerah?🌈
🌈Bab-4 Rahasia Aldo dan Fikri🌈
🌈Bab 5- Katanya Peduli🌈
🌈Bab 6 - Merencanakan Misi 🌈
🌈Bab 7 - Kamu dan Rasa Bersalahku🌈
🌈Bab 8 - Ke Rumah Ayah🌈
🌈Bab 9 - Pengkhianatan Cinta🌈
☔Bab 10 - Kamu dan Hujan ☔
🌈Bab 11 - Dilemaku🌈
🌈Bab 12 - Salah Paham Lagi🌈
🌈Bab 13 - Persembahanku di Acara Perpisahan🌈
🌈Bab 14 - Ungkapan Cinta🌈
🌈Bab 15 - Misi Kita🌈
🌈Bab 16 - Ungkapan Kekecewaan🌈
🌈Bab 17 - Kamu Pergi🌈
🌈Bab 18 - Perpisahan🌈
🌈Bab 19 - Sebuah Pengakuan Ibu🌈
🌈Bab 20 - Misi Terakhir🌈
🌈Bab 21 - Ada Apa Dengan Fikri?🌈
🌈Bab 22 - Surat Fikri🌈
🌈Bab 23 - Pernikahan Aldo🌈
🌈Bab 24 - Datang Untuk Pergi🌈
🌈Bab 25 - Tahun-Tahun Tanpamu🌈
🌈Bab 27 - Rindu (END PART I) 🌈
🌈Bab 28 - Hujan Rinduku (END PART II)🌈
🌈EPILOG🌈

🌈Bab 26 - Pertemuan🌈

182 16 5
By FitriaImraatul

Hari ini kukatakan dalam hati dan doa, bahwa aku sudah mengubur namamu jadi kenangan. ku ikhlaskan kau dengan bismillah. Dengan segala kemungkinan yang telah kupasrahkan kepadaNya.

~Hujan Rinduku~

***

Duduk di Cafe jadi kebiasaanku sambil mengetik naskah setelah pulang ke rumah untuk menikmati weekend. Karna kalau sambil kuliah melanjutkan naskah ini pasti enggak akan fokus, kalau di kampus bawaannya pasti teringat skripsi yang belum selesai-selesai, mangkanya kadang aku pulang ke rumah hanya untuk bisa mengetik dengan tenang.

"Syifa." Seseorang terdengar memanggil namaku.

"Dino?" Ternyata Dino, tadi katanya dia nggak pulang minggu ini, ternyata sudah disini aja.

"Aku tau kamu pasti disini, nulis novel lagi, kan?" Tebaknya seperti nada agak kesal.

"Iya, memang kenapa aku nulis novel? Ini hobiku, nggak ada yang bisa melarang. "

Dia menatapku, "nggak ada yang melarang. Maksudku, harusnya skripsi dulu yang di dahulukan, katanya mau cepat lulus.

Aku memandangnya kesal, " Ooh, sekarang aku paham!"

"Kenapa?" Tanyanya.

"Kamu, kan yang maksa Mama kamu untuk pertunangan kita dipercepat?"

"Nggak, itu semua idenya orang tua kita. Aku paham, kamu mau selesaikan kuliah, aku juga mau selesaikan kuliah dulu."

"Ya, harusnya kamu kasi pengertian ke Mama kamu."

"Iya, nanti aku coba bilang ke Mama. Mangkanya jangan bikin novel terus. Sini aku bantu."

"Aku lelah. Di kampus bikin skripsi, di kosan bikin skripsi, masa saat bisa pulang untuk refresing sebentar harus bikin skripsi lagi. Otak bisa-bisa jadi stress.

Dia hanya diam memandangku.

"Sekarang aku ingin fokus dulu sama naskahku."

"Tapi skripsi jangan sampai dihiraukan."

"Enggak, kamu tenang saja!"

"Ya, sudah, karna kamu kelihatan serius sekali, aku pulang saja. Nanti kalau butuh bantuan perihal skripsi, kamu hubunggi aku."

"Oke, makasi!" Ucapku masih terus memandang ke layar laptop dan baru menyadari dia sudah hilang dari hadapanku. Sebenarnya Dino sangat baik, aku saja yang belum bisa membuka hati.

***

Sudah dua jam aku berada di Cafe dan waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, perutku sudah dari tadi bunyi-bunyi menunjukkan tanda lapar, kayaknya aku harus pulang untuk makan siang, kalau makan disini enggak akan kenyang dan enggak nikmat juga. mendingan makan masakan Ibu yang selalu menggiurkan selera, masa pulang seminggu sekali nggak makan masakan Ibu.

Aku menyimpan data tulisan tadi dan mematikan laptop, segera melangkah menuju parkiran. Baru beberapa langkah berjalan, aku melihat wajah seseorang yang tidak asing, itu mirip..., tapi nggak mungkin, dia, kan sedang diluar kota.

Orang itu baru turun dari motornya sepertinya akan masuk ke Cafe, setelah melihat lebih dekat, aku tak percaya dia benar-benar adalah Fikri, kenapa dia bisa ada disini? Seketika kakiku berat untuk melangkah ke arah parkiran.

Dengan segala keyakinan dan ketenangan yang sudah ku kumpulkan, kaki ini tetap berjalan ke arah mana seharusnya berjalan, sampai-sampai takdir membuatku harus berhadap-hadapan dengan Fikri. Dia kaget melihatku, namun aku tetap menunjukkan sikap biasa saja, walaupun detak jantungku mulai berdetak tak beraturan. Aku tetap berusaha berjalan kearah motor.

"Syifa." Sampai kata itu akhirnya keluar dari mulutnya.

Aku memilih tetap berjalan menuju parkiran dan menaiki motor yang kebetulan arahnya malah berhadapan dengan Fikri.

Dia menatapku dan kelihatan mendekat, aku tak bisa mengalihkan pandangan, sehingga mata kita saling menatap, karna pada kenyataannya, aku tak bisa menyembunyikan kerinduan ini.

Dia berjalan lagi menuju parkiran motor dan menyusuliku.

"Syifa." Panggilnya lagi.

"Fikri."

"Kamu gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik."

"Boleh kita bicara sebentar di dalam."

Batinku mengatakan untuk menolak ajakkannya, tapi hatiku tidak mampu melakukan itu. Aku benar-benar tidak bisa membohonggi perasaanku sendiri, kalau kerinduan ini masih miliknya. Sekarang masih tetap sama, jantungku masih tetap berdetak kuat bila berada didekatnya.

"Kenapa? Aku mau pulang, Fik."

"Sebentar saja. Sudah tiga hari ini aku pulang, berencana ingin bertemu kamu, kata Shila, kamu sedang kuliah di Padang. Sekarang kebetulan sekali aku bertemu kamu disini." Dia tersenyum.

"Oke, kita tidak usah bicara didalam, kita bicara disini saja." Ucapku.

"Baiklah. Terakhir kali kita bertemu tiga tahun lalu, kamu pernah bilang untuk aku jangan datang ke kota ini lagi, kecuali untuk memberi kepastian kenapa aku menghilang selama ini dan untuk apa aku menghilang."

Aku menatapnya tak percaya, apa Fikri pikir aku hanya butuh kepastian tentang alasan kenapa dia menghilang saja, apa dia enggak paham atau pura-pura enggak paham, kalau aku juga butuh kepastian hubungan.

"Jadi sebenarnya itu.. "

"Cukup, Fik." Aku memotong perkataannya, "tidak perlu kamu jelaskan. Semuanya sudah berakhir." Aku benar-benar tidak ingin berharap lagi padanya, aku tidak ingin jatuh lagi dilubang yang sama.

Dia menatapku, "maksud kamu?"

"Aku akan segera bertunangan dengan orang lain, jadi aku rasa, alasan kenapa kamu menghilang, tidak aku butuhkan!"

"Apa, tunangan?" Dia benar-benar kelihatan kaget, apa dia cemburu? aku sulit mengartikan maksud ekspresinya itu.

"Iya, aku akan segera tunangan."

Dia kelihatan kaget dan shock, tapi yang aku butuhkan sekarang ini bukan sekedar kata-kata manis. Aku ingin, kalau dia benar-benar ingin memberi kepastian hubungan, harusnya dia tetap memperjuangkan semuanya meskipun sekarang keadaan menyulitkan.

"Kenapa? Kamu mau menyerah lagi? Kamu akan memilih pergi lagi? Dasar pria yang tidak memiliki teguh pendirian." Ucapku mengatainya karna aku memang ingin melihat seberapa besar keinginannya berjuang untuk menjelaskan apa yang harusnya dia jelaskan.

Dia masih terdiam menatapku.

Aku mulai menghidupkan motor dan memilih pergi dari sana, sudah seharusnya aku bersikap tegas dan tak membiarkan kejadian lalu terulang kembali.

Di atas motor aku jadi resah dan bertanya-tanya, jadi sebenarnya Fikri itu masih mencintaiku seperti yang pernah bilang waktu itu, atau ternyata perasaannya padaku sudah benar-benar hilang.

***

Di rumah, aku menghampiri Ayah dan Ibu untuk menanyakan masalah pertunanganku dengan Dino, karna aku benar-benar tidak bisa didesak seperti ini. Apalagi sampai saat ini aku belum membuka hati untuk Dino.

"Sepertinya Syifa tidak bisa tunangan sama Dino, Yah, Bu. Syifa sudah pernah bilang ingin fokus kuliah dulu, tapi tiba-tiba saja Mama Dino menghubunggi Syifa supaya pertunangan ini dipercepat."

"Iya, Ibu sama Ayah mengerti, ini baru tunangan belum menikah, sayang."

Aku menatap mereka, "Lagian, Ayah dan Ibu kok bisa begitu yakin mau menikahkan aku sama Dino di usia kita masih muda ini? Dino juga masih kuliah dan belum bekerja, apa dia bisa menafkahi aku nanti?

"Kan, Ibu sama Ayah pernah bilang, dia punya usaha sampingan milik Ayahnya, dia sudah bekerja di usaha Ayahnya itu. Keluarga mereka juga merupakan teman baik kami."

"Tapi Syifa belum siap untuk menikah apalagi tunangan." Tegasku.

"Syifa, umur Ayah dan Ibu sudah enggak muda lagi. Kita sebenarnya cuma ingin yang terbaik untuk masa depan kamu. Nasya sudah setuju dijodohkan. Kami ingin lihat anak gadis kami menikah di hari yang sama nantinya, supaya kami bisa lega." Ya, Kak Nasya juga dijodohkan sama Ayah dan Ibu, dengan anak temannya, kelihatannya Kak Nasya terima-terima saja, mungkin karna dia merasa sudah cukup umur untuk menikah, bagaimana dengan aku yang masih kuliah dan masih memiliki impian yang ingin diwujudkan.

"Jadi, gimana?" Ibu menatapku.

Aku masih terdiam.

"Atau Syifa sudah punya pilihan sendiri?"
Kali ini Ayah yang bertanya.

Aku menatap mereka, "maksud Ayah sama Ibu, kalau Syifa sudah ada pilihan sendiri, berarti pertunangan ini tidak perlu dilanjutkan?"

"Iya, kalau pasangan kamu itu benar-benar serius sama kamu, enggak masalah!"

"Syifa pikir-pikir dulu. Yang jelas, Syifa enggak mau dijodohkan. Syifa akan cari jodoh Syifa sendiri." Ucapku lantang.

***

1 bab terakhir menjelang ending..
Stay tune!

Continue Reading

You'll Also Like

359K 9.5K 32
"Wow Tsukki stop being a whore" "Says the one who joined a boys team to be a so-called 'manager'" "Well, you got me there" --- Where a cutie with an...
6.1K 76 20
Hallo guys,,(^▽^) Welcome to my first horror story, Ok, guys sebelum kalian baca ceritanya kalian harus baca ini dulu!!,, Jadi guys, cerit...
124K 3.4K 33
Clarke makes her way through a new school, and meets a girl that makes everything more difficult. "Clarke Griffin, I'm falling in love with you all o...
109K 3.4K 32
[ONGOING 🔞] #8 insanity :- Wed, May 15, 2024. #2 yanderefanfic :- Sat, May 18, 2024. After y/n became an orphan, she had to do everything by herself...