Hujan Rinduku (Keluarga, Cint...

By FitriaImraatul

6.2K 833 369

Asyifa Safitri, gadis pecinta hujan dan senja yang memiliki banyak impian di hidupnya, ia suka menuliskan mim... More

🌈Kenalan dengan Penulis🌈
🌈Prolog🌈
🌈Bab 1- Keluarga Sumber Kebahagiaan🌈
🌈Bab 2- Semua Berubah🌈
🌈Cast🌈
🌈Bab-3 Bertahan atau Menyerah?🌈
🌈Bab-4 Rahasia Aldo dan Fikri🌈
🌈Bab 5- Katanya Peduli🌈
🌈Bab 6 - Merencanakan Misi 🌈
🌈Bab 7 - Kamu dan Rasa Bersalahku🌈
🌈Bab 8 - Ke Rumah Ayah🌈
🌈Bab 9 - Pengkhianatan Cinta🌈
☔Bab 10 - Kamu dan Hujan ☔
🌈Bab 11 - Dilemaku🌈
🌈Bab 13 - Persembahanku di Acara Perpisahan🌈
🌈Bab 14 - Ungkapan Cinta🌈
🌈Bab 15 - Misi Kita🌈
🌈Bab 16 - Ungkapan Kekecewaan🌈
🌈Bab 17 - Kamu Pergi🌈
🌈Bab 18 - Perpisahan🌈
🌈Bab 19 - Sebuah Pengakuan Ibu🌈
🌈Bab 20 - Misi Terakhir🌈
🌈Bab 21 - Ada Apa Dengan Fikri?🌈
🌈Bab 22 - Surat Fikri🌈
🌈Bab 23 - Pernikahan Aldo🌈
🌈Bab 24 - Datang Untuk Pergi🌈
🌈Bab 25 - Tahun-Tahun Tanpamu🌈
🌈Bab 26 - Pertemuan🌈
🌈Bab 27 - Rindu (END PART I) 🌈
🌈Bab 28 - Hujan Rinduku (END PART II)🌈
🌈EPILOG🌈

🌈Bab 12 - Salah Paham Lagi🌈

129 26 1
By FitriaImraatul


Menutupi perasaan mungkin aku jagonya. Tidak mencari tahu tentangmu berhari-hari mungkin aku bisa. Tapi menutupi kekhawatiran disaat kamu salah paham tentangku, aku tak sanggup.

~Hujan Rinduku~

***

Setelah keluar dari ruangan Buk Linda aku berjalan kembali ke kelas. Aku menemui Shila dan minta pendapat darinya, ini mungkin bukan pilihan yang sulit, tapi aku harus pilih yang mana dulu yang perlu aku maksimalkan.

"Kenapa minta saran segala si, Fa? Ini mimpi kamu, jangan sia-sia, kan." Saran Shila setelah aku ceritakan tentang kejadian tadi.

"Ujian ku bagaimana?"

Dia menatapku beberapa lama, "Impian itu atas segala-galanya. Kamu harus percaya, ujian pasti akan terlewati juga, lagian sekarang kelulusan tidak di tentukan dengan UN. Kalau seleksi PTN, kamu harus percaya bisa lulus jalur prestasi."

Benar juga apa yang di katakan Shila, impian harus di perjuangkan, karna impian ini adalah nyawa bagiku. Aku ingin dengar pendapat Fikri dulu, untuk membuatku lebih yakin dengan pilihanku.

Disaat aku berjalan menuju kelas Fikri, aku melihat Putra sedang menatapku dengan tatapan yang membuatku selalu saja tidak nyaman. Dia adalah teman masa SMP ku, dari dulu dia selalu mendekatiku namun tak pernah aku hiraukan. Aku tidak suka kalau ada laki-laki yang menatapku dengan tatapan aneh seperti itu, membuatku ingin buang muka bila bertemu dengannya.

"Syifa." Sapa pria yang selalu ku juluki aneh itu, karna sikapnya kadang benar-benar aneh, dia berkulit kuning langsat, dan bertubuh cukup tinggi.

"Kenapa, Put? Aku ada urusan!"

"Kenapa kamu selalu menghindar dariku? Padahal aku hanya ingin bicara sebentar."

Aku hanya menunduk, dan sesekali memandang rambut mengkilapnya yang terkesan rapi itu.

"Kalau boleh tahu, kamu mau kemana?"

"Itu..mau ke kelas Fikri sebentar."

"Kamu ada hubungan apa sama Fikri?" Tanyanya terdengar sangat sewot.

"Cuma temen." Jawabku singkat.

"Kamu bisa berteman baik sama Fikri, kenapa sama aku teman SMP kamu sendiri, kita nggak bisa sedekat itu?" Tanyanya masih dengan tatapan tajamnya.

"Kita kan juga teman. Udah, ya! " Tegasku masih tidak melihat wajahnya.

"Iya, tapi bisakan kita lebih dari sekedar teman?" Katanya membuatku semakin ingin menghindar.

"Serius, ya, aku lagi nggak ada waktu membicarakan ini, aku pergi, ya!"

"Sebentar, sekarang aku ingin bertanya serius, tolong jawab aku." Ucapnya dengan nada semakin meninggi.

Mendengarnya berkata seperti itu, membuatku semakin takut melihat ke arahnya, yang kulakukan hanya diam sambil menunduk.

"Sebenarnya kamu menghindari aku, karna kamu nggak mau dekat dengan laki-laki yang bukan muhrim kamu seperti yang selalu kamu bilang, atau kamu memang sebenarnya sudah punya hubungan sama Fikri?"

Jantungku semakin berdetak kuat karna ketakutan mendengar suaranya yang semakin keras, spontan aku berjalan menjahuinya. Apalagi mendengar pertanyaan yang nggak penting sama sekali.

"Syifa," Teriaknya, "Akan aku buktikan kalau apa yang ku bilang tadi benar. Bahwa seorang Asyifa, yang ngakunya muslimah dan nggak mau pacaran, ternyata pacaran juga, dasar munafik." Teriaknya lagi dengan suara lantang.

Asli, aku ingin menentang tuduhannya, tapi aku nggak punya keberanian.

***

Kemarin aku nggak jadi bertemu Fikri, karena dia sudah pulang lebih dulu, jadinya aku belum menceritakan apa-apa padanya. Karena waktu masih menunjukkan pukul 07.10 WIB dan pelajaran pertama masih 20 menit lagi, aku memutuskan untuk pergi dulu ke kelas Fikri, rasanya aku ingin cepat-cepat cerita padanya, nggak sabar melihat reaksinya.

Sesampainya aku di kelas Fikri, aku melihat ada banyak orang berada di mejanya Fikri, mereka sangat ribut sekali, kedatanganku saja tidak di hiraukan. Aku mendekat ke sana dan terlihat semua orang mengerumuni Fikri, "Ada apa ini?" Tanyaku mencoba masuk ke celah-celah keramaian itu.

"Fikri ternyata seorang geng motor." Jawab salah satu dari mereka.

"Apa!" Ya ampun, dari mana mereka tau mengenai itu? Apa Fikri yang mengaku sendiri? Aku nggak menyangka semuanya jadi seperti ini.

Aku mencoba lebih mendekat pada Fikri, "Fik! Kenapa bisa?" Tanyaku, aku benar-benar khawatir padanya. Aku tau di saat-saat seperti ini dia butuh didengarkan. Aku benar-benar tak habis pikir kenapa dia bisa mengalami masalah seberat ini.

Dia mengalihkan pandangannya, seperti pura-pura tidak melihat kedatanganku, dia juga tidak menjawab pertanyaan ku. Aku bingung, kenapa dia kelihatan marah? Aku salah apa? Aku merasa tidak tau apa-apa.

"Fik, aku mau bicara sebentar! Aku tunggu di luar, ya!" Pintaku, sambil berusaha pergi dari keramaian itu.

Setelah lama menunggu, Fikri juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan keluar, aku memutuskan untuk kembali ke kelas, karna bel tanda masuk sudah berbunyi.

***

Di kelas, aku benar-benar tidak konsentrasi dalam pelajaran yang di jelaskan. Aku bingung dengan sikap Fikri, Dan siapa yang telah menyebarkan berita itu?

Setelah dua jam pelajaran, bel tanda istirahat berbunyi. Shila mengajakku ke kantin, tapi aku menolaknya, karna sebenarnya aku ingin menemui Fikri lagi. Aku benar-benar penasaran, ada apa sebenarnya? Kenapa aku merasa di libatkan, tapi nggak tau apa.

Di saat aku memutuskan keluar kelas, aku bertemu dengan Putra lagi, dia kelihatan sedang menungguku, karna ketika aku keluar, dia kelihatan kaget.

"Ada apa, Put?"

"Nggak, aku mau ke kantin."

"Kenapa kaget gitu?" Pancingku, karna sepertinya dia bohong.

"Iya, aku sebenarnya mau bicara!"

Aku melihatnya sekilas sambil tersenyum, dan kembali menatap yang lain.

"Pasti lagi mikirin Fikri, ya?" Tanyanya.

"Apa, sih? Nggak jelas." Aku menghiraukan nya dan lanjut berjalan menuju kelas Fikri

"Bentar, Fa." Ucapnya, membuatku menghentikan langkahku.

"Aku mengaku sekarang, kalau aku yang telah menyebarkan berita itu sama semua orang.

Aku membalikkan badan dan memandang kearahnya.

"Berita kalau seorang Fikri ternyata adalah seorang geng motor." Dia menatapku sambil tersenyum jahat.

"Apa?" Aku tak percaya mendengar pengakuan itu keluar dari mulut Putra, aku tidak bisa menyembunyikan kekhawatiranku didepan Putra karna pada kenyataanya Fikri adalah sahabatku.

"Kamu pasti penasaran dari mana aku tahu semua itu? Dan untuk apa aku membongkar semuanya? Ingin tau, kan?" lagi-lagi dia tersenyum jahat kepadaku, membuatku kembali takut memandangnya.

Aku menatapnya, dan sedikit mengangguk, mengisyaratkan kalau aku ingin tau, karna kalaupun aku membantah, dia pun tetap menganggap semuanya seperti itu.

"Aku tahu, karna aku melihatnya dengan mataku sendiri, dia sering nongkrong di tempat tongkrongan geng motor. Tapi tetap, alasan utamaku menyebarkannya, karna aku ingin lihat reaksi dari kamu. Dan kamu nggak membantahnya sama sekali, kemungkinannya hanya ada dua, kamu sudah tahu beritanya, dan memilih menutupi dari semua orang atau kamu kaget, karna kamu sebenarnya sudah pacaran sama Fikri."

"Cukup, Put!" Aku memotong pembicaraannya, karna semakin lama aku mendengar perkataannya, semakin membuatku kesal, "Kalau nggak apa-apa mendingan diam. Terserah kamu mau ngomong apa, aku membantah pun kamu nggak akan percaya juga." Ucapku lantang berlalu berlari meninggalkannya.

Aku langsung buru-buru menemui Fikri di kelas, aku khawatir Fikri terlanjur salah paham padaku, dan mengira kalau aku yang menyebarkan berita itu, padahal itu ternyata kelakuan Putra.

Setelah mencari-cari Fikri di kelasnya dan menanyakan sama teman-temannya, mereka semua nggak ada yang tahu Fikri ada dimana.

Entah mengapa kakiku tergerak ke ruangan osis, yang mana ruangan osis itu nggak terlalu jauh dari kelasnya Fikri.

Sesampainya aku di depan ruangan osis, benar saja, Fikri ada di sana bersama wakil osis dan anggota-angota osis yang lainnya. Sepertinya mereka ada rapat osis, aku memutuskan untuk menunggu dulu.

Setelah Fikri keluar, aku langsung menghampirinya, dan meminta untuk bicara sebentar, tapi Fikri malah tidak menghiraukanku dan kembali berjalan ke kelas. Aku sudah mengerti, kalau ternyata dia sudah salah paham denganku, aku langsung bicara tanpa basa-basi, " Bukan aku, Fik, nggak mungkin aku menyebarkannya,"

Dia masih tidak melihat ke arahku dan tetap berjalan.

"Enggak ada untungnya buat aku, Fik. Enggak mungkin aku melakukan itu, kamu harus percaya." Aku langsung berdiri tepat di hadapannya, menghalangginya untuk melangkah lagi.

Fikri memandangku dengan tatapan penuh amarah, aku mengalihkan pandangan, "Aku bukan ketua osis lagi sekarang, puas kamu!"

Mendengar ucapannya aku sangat terkejut, selintas yang terbayang olehku, apa benar semua ini salahku? Aku yang telah menghancurkan karir organisasinya? Aku benar-benar tak percaya semuanya jadi seperti ini, kenapa disaat kita sudah sedekat ini, ada saja hal-hal yang membuat kita jadi salah paham lagi.

Karna tak sanggup melihat kemarahannya, aku membiarkannya pergi dari hadapanku, inikah akhir dari perjuanganku bersama Fikri? Inikah akhir dari persahabatan aku dengan Fikri? Ini benar-benar tidak adil disaat semuanya sudah mulai menuju titik terang, ada saja hal yang kembali menghancurkan harapanku.

***

Dua minggu setelah kejadian itu, Fikri masih tidak menyapaku, kita jadi seperti dulu lagi, jadi orang asing, seperti tak saling mengenal. Meski setiap berpapasan dengannya, aku selalu tersenyum kecil padanya, tapi dia tetap tidak membalas senyumanku. Baiklah, aku harus merelakan semua yang

Dua minggu itu juga, aku telah menyelesaikan naskah untuk teater, dan mulai membimbing anak teater untuk mulai latihan. Tak jarang juga, aku memilih tidak hadir melatih mereka, karna harus mengikuti bimbingan belajar untuk persiapan UN dan Seleksi PTN.

Tiga minggu sebelum ujian nasional dilangsungkan, aku memutuskan untuk tidak melatih anak teater lagi dan fokus pada UN ku.


***

Yahhh salah paham lagi...

Syifa dan Fikri berjauhan lagi, padahal baru saja kemarin Syifa mulai menyadari rasa yang tumbuh dihatinya, kebayang dong gimana hancurnya perasaan Syifa...

Kira-kira Fikri juga menyukai Syifa nggak, ya? Atau cuman Syifa yang terlalu baper karna perhatian Fikri selama ini?

Tapi kalau enggak, apa artinya Fikri cuma peduli saja selama ini? Atau hanya kasihan belaka?

Tebak-tebakan dulu, yuk!!

Continue Reading

You'll Also Like

205K 10K 56
ငယ်ငယ်ကတည်းက ရင့်ကျက်ပြီး အတန်းခေါင်းဆောင်အမြဲလုပ်ရတဲ့ ကောင်လေး ကျော်နေမင်း ခြူခြာလွန်းလို့ ကျော်နေမင်းက ပိုးဟပ်ဖြူလို့ နာမည်ပေးခံရတဲ့ ကောင်မလေး နေခြ...
95.6K 3K 30
[ONGOING 🔞] #8 insanity :- Wed, May 15, 2024. #2 yanderefanfic :- Sat, May 18, 2024. After y/n became an orphan, she had to do everything by herself...
17.1M 655K 64
Bitmiş nefesi, biraz kırılgan sesi, Mavilikleri buz tutmuş, Elleri nasırlı, Gözleri gözlerime kenetli; "İyi ki girdin hayatıma." Diyor. Ellerim eller...
159K 4.2K 30
Orion berada di perjalanan, berjuang demi mengharumkan nama jurusan Bahasa yang dianggap sebelah mata di SMA Nusa Cendekia. Namun, di tengah itu semu...