Something About You

By matchamallow

4.1M 571K 253K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.1-Something About Missunderstanding
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 23.4 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 30-Something About Another Woman
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.1 - Something About Betrayal
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation
Part 45.1 - Something About Love and Confession

Part 26.2 - Something About Plan

76K 9.6K 9.1K
By matchamallow

IKLAN DULU. 

Sebagai info, bulan ini di Matchamedia terbit dua buku ini ya : The Devil's Touch dan Dewi Hamerra by You_Zha

Buat yang berminat, ini bisa dipesan terpisah dengan harga :

The Devil's Touch 130.000 diskon 10% menjadi 117.000

Hamerra 95.000 diskon 10% menjadi 85.500

Thanks

***************************************************************************************

*PATRONESSES (di part 26.1) adalah beberapa lady yang mendapat kehormatan menjadi juri di Almack's. Pada masa regency (Raja George, sebelum Victoria) para debutan yang baru pertama kali muncul ke masyarakat akan berlomba mendapat voucher (tiket masuk) Almack's untuk mendapatkan restu Ratu dan para patronesses. Biasanya hanya anak bangsawan yang bisa mendapat voucher Almack's. Kalau kalian menonton Bridgerton, Daphne di episode 1 itu menghadap Ratu Charlotte di Almack's. Dan para lady yang di sekitar ratu itu patronessesnya.

Sepertinya adat itu nggak berlaku lagi sih di masa Victoria, aku ga dapat literatur yang menyebutkan itu jadi aku nggak berani juga munculin tentang Almack's di sini.

***

Jangan lupa tekan bintang

Jangan lupa komen

Jangan lupa follow akun penulis : Matchamallow

***

"Raphael!" 

Raphael mendongak dengan heran saat melihat neneknya membanting pintu ruang kerjanya dengan tiba-tiba. Entah kenapa neneknya belakangan ini semakin barbar dan tidak mencerminkan seorang Dowager Marchioness keturunan duke. 

"Aku sedikit kesal dengan pendirianmu yang tidak jelas!" semburnya tanpa basa-basi.

"Pendirian?"

Tanpa dipersilakan, neneknya duduk di kursi. "Kemarin kau mengatakan untuk menyuruhku cepat-cepat membawa Kaytlin ke London. Dan pagi ini di hadapan gadis itu kau mengatakan ia belum siap. Sebenarnya apa yang kauinginkan?"  

"Aku hanya belum mendapatkan undangan karena Derek yang biasa mencarikan undangan untukku sedang mengurus hal lain." Raphael beralasan.

"Kalau begitu carikanlah ia undangan sendiri."

"Aku tidak sempat memikirkannya."

Neneknya mendesah lelah dan tersenyum. "Seharusnya kau mengatakan kendalamu sejak awal. Aku yakin jika aku tidak bertanya tentang hal ini, kau tidak akan sempat mencarikannya undangan hingga musim gugur berakhir bahkan hingga musim semi lima tahun ke depan. Baiklah, karena kau tidak sempat, aku akan mengurus hal tersebut," tukasnya penuh pengertian sekaligus sindiran. Suaranya berubah sopan selayaknya seorang lady.

Tanpa menunggu tanggapan Raphael, ia berdiri dan melenggang keluar ruangan.

Sungguh, Raphael kadang kewalahan menebak neneknya yang penuh misteri sekarang.

***


PART 26.2 SOMETHING ABOUT PLAN

Semua orang tahu bahwa yang menjadi debutan adalah Miss Kaytlin de Vere, tetapi yang menggebu-gebu selama seminggu itu adalah Dowager Marchioness. Ia tiba-tiba berubah perfeksionis dan menyiapkan segala yang cocok bagi Kaytlin dengan penuh semangat.

Beberapa penjahit datang dan mengepas pakaian untuk Kaytlin. Hampir semua gaun yang dipesankan untuknya sangat rumit dengan detail-detail mutiara di sisinya sehingga Kaytlin harus berdiri dengan tangan terangkat berjam-jam seharian di kamarnya. Persiapan itu terasa lebih sibuk dibanding pernikahan Lissette beberapa waktu lalu. Kata Dowager Marchioness, waktu yang tersedia sangat sempit karena season sebentar lagi berakhir sehingga mereka harus cepat-cepat dan menambah jasa tiga penjahit selain Madame Genevieve demi bisa memenuhi keperluan gaun Kaytlin.

Selain penjahit, Dowager Marchioness juga menariknya dari satu toko ke toko lain di Bond Street. Wanita itu mengajaknya ke pembuat korset, pembuat sepatu, pembuat topi, dan segala perlengkapan lainnya. Pembuat korset memuji bentuk tubuh Kaytlin yang sebenarnya tidak memerlukan korset. Sebelumnya Kaytlin hanya memiliki dua korset untuk keperluan pesta dansanya dulu saat bersama Lisette. Ia memang jarang memakai korset untuk sehari-hari, tetapi tentu saja sekarang ia harus menambah sepuluh korset mengingat gaun bermodel robe de colette yang harus ia pakai sebagai debutan. Bodice-nya akan melorot jika tidak mengenakan korset. Untung saja korset yang dipilihkan untuknya sangat indah dan berpinggiran empuk sehingga tidak menyakitkan. Warnanya tidak polos tetapi memiliki motif bunga-bunga kecil berwarna-warni atau brokat timbul dengan bunga-bunga besar berwarna putih. 

Kaytlin takjub melihat ia memiliki korset seindah itu seumur hidupnya. Ia merasa bagaikan putri.

Putri dengan kaki pegal.

Belum selesai Kaytlin memijat kakinya sore itu setelah berbelanja, Dowager Marchioness sudah menyiksanya lagi dengan senang hati. Wanita itu memanggilnya turun untuk berlatih piano. Dowager Marchioness menyewa seorang guru piano bernama Mrs. Susan yang hanya bisa datang saat cuaca cerah. Dan sore itu sialnya cerah. Selama ini Kaytlin bisa bermain piano karena belajar di gereja desa dengan menghafal nada tanpa teori tertentu. Kini ia diharuskan bisa membaca not balok dan menguasai setidaknya lima sonata Beethoven. 

"Tidak, tidak seperti itu. Tanda ini berarti ketukan. Anda harus diam sebanyak dua ketukan." Itu adalah protes Mrs. Susan untuk yang kesepuluh kalinya selama setengah jam pelajaran yang berlangsung. 

Sebagai gambaran, Mrs. Susan akan mengajarinya selama tiga jam.

Kaytlin hanya meminta maaf dan mulai menekan tuts dari awal lagi. Sebenarnya ia senang memainkan piano, tapi saat ini kesenangan itu berubah menjadi siksaan demi menjadi seorang lady yang sempurna.

Lady yang sempurna...

Saat ia sadar apa tujuannya berada di estat tersebut, Kaytlin tak habis pikir mengapa ia harus melakukan semua ini. Sejak lahir banyak orang heran dengan sifat sabar yang ia miliki, tetapi baru kali ini ia merasakan kekesalan dengan intensitas yang berubah-ubah. Kadang ia merasa sangat kesal, tapi kekesalan itu cepat terlupakan seperti hari ini, saat pakaian-pakaian pesanannya datang dibungkus kertas dan kain dalam beberapa kotak besar.

Sebagai seseorang yang sangat menyukai fashion, melihat pakaian itu membuat pikirannya jernih. Ia menyentuh setiap detail bagian yang baru ia lihat pertama kali dan menerka cara pembuatannya. Warna-warna gaun itu cenderung putih, meski sebenarnya warnanya merah muda, biru muda, dan violet muda. Melihat warna yang merupakan simbol debutan itu membuatnya tidak percaya diri. Ia merasa tua di antara para debutan yang masih berusia belasan. Meskipun ia tidak bersaing dengan mereka, ia hanya merasa...malu.

"Kaytlin, bisakah kau ikut denganku?" Dowager Marchioness masuk ke kamarnya membuyarkan lamunan Kaytlin. Lalu ia melihat pakaian-pakaian itu. "Ah, pakaian-pakaianmu sudah datang. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana dirimu dalam pakaian itu."

Lalu setelah berbasa-basi sejenak. Dowager Marchioness ternyata mengajak Kaytlin ke kamarnya. Dengan bingung Kaytlin mengingat Lisette bahkan tidak pernah ke kamar Dowager Marchioness. Kamar itu bernuansa biru, hampir mirip seperti kamar Kaytlin hanya saja tempatnya lebih luas dan memiliki perapian yang sekarang sedang menyala, membuat tempat itu lebih hangat dibanding ruangan lain di manor.

Sementara Kaytlin masih berdiri dengan kikuk di tengah ruangan, Dowager Marchioness membuka sebuah lemari yang terkunci. Ia mengambil sebuah kotak besar dengan hiasan perak di sisi-sisinya dan membukanya. Isinya adalah set perhiasan. Kebanyakan dari perhiasan itu bermata safir atau emerald besar dikelilingi oleh kristal dan berlian. 

"Perhiasan ini adalah perhiasan keluarga. Diberikan secara turun temurun kepada Marchioness of Blackmere. Dulu semua ini kuberikan pada menantuku, Marchioness of Blackmere ketiga, lalu kembali lagi padaku saat ia meninggal," jelas Dowager Marchioness. "Untunglah sempat kuselamatkan sebelum anakku sendiri menjualnya."

Kaytlin masih kebingungan sehingga ia tidak mampu berkata-kata.

"Ini," Ia mengangkat sebuah tiara seperti yang biasa dikenakan keluarga kerajaan, "adalah tiara utama marchioness. Aku dulu memakainya saat diundang ke istana oleh Prince Regent," ceritanya dengan senyum khas saat mengenang suatu hal bahagia.

"Anda pasti sangat cantik saat mengenakannya," puji Kaytlin dengan tulus. Rambut Dowager Marchioness bisa dipastikan berwarna cokelat terang cenderung pirang saat ia muda dulu. Di mana warna biru safir akan terlihat cemerlang berdampingan dengan warna itu.

Dowager Marchioness mengambil sebuah tiara lagi. Kali ini lebih kecil dibanding sebelumnya.  "Ini juga adalah tiara marchioness, tetapi bukan tiara utama." Meski Dowager Marchioness mengucapkan itu, tiara itu tak kalah berkilau indah karena bertabur berlian. 

"Kenakanlah saat debut nanti." 

Kaytlin hampir terperanjat mendengarnya. "M-My Lady...apakah Anda serius?" 

Perhiasan turun temurun adalah salah satu barang sakral bagi bangsawan. Tidak sembarang orang boleh memakainya selain bangsawan itu sendiri. Kaytlin merasa sedikit berdosa karena saat ini terlintas dalam pikirannya Dowager Marchioness mungkin sudah agak gila.

"Tentu saja aku serius."

"Aku tidak berhak memakainya."

"Mungkin di sisa umurku aku tidak akan pernah melihat seseorang memakainya."

Kaytlin menduga Dowager Marchioness berpikir bahwa Lord Blackmere tidak akan menikah. Mungkin wanita malang itu tidak tahu bahwa cucunya sedang menunggu seseorang. Bagi bangsawan, putusnya keturunan sehingga gelar yang disandang akan punah adalah hal menyedihkan.

"Anda akan melihat seseorang memakainya."

"Dan itu adalah dirimu."

"Tidak, aku yakin akan ada orang lain. Seorang lady." Kaytlin mengangguk persuasif.

Dowager Marchioness melayangkan tatapan curiga padanya. Merasa salah ucap, Kaytlin berdiri dengan punggung sekaku papan. "Seorang lady?" tanyanya dengan mata menyipit.

"Maafkan, My Lady. Maksudku...aku merasa mengucapkan orang lain sebagai seorang calon marchioness terkesan kasar. Jadi aku meralatnya dengan mengatakan ia seorang lady. His Lord pasti akan menikah dengan lady terhormat suatu saat nanti." Kaytlin menerangkan dengan senyum gugup.

Tatapan Dowager Marchioness masih mengintimidasi. Dalam hati Kaytlin sekarang muncul kecurigaan bahwa Dowager Marchioness tahu hubungan Lord Blackmere dengan Duchess of Schomberg mengingat wanita itu dulu pernah bertanya padanya saat Kaytlin sempat disapa oleh sang Duchess. Lalu saat Mr. Maximillian membicarakan seseorang yang kemungkinan besar adalah Duchess of Schomberg karena pria itu mengatakan wanita berambut pirang, sikap Dowager Marchioness berubah aneh. Entah Dowager Marchioness setuju dengan hubungan itu atau malah menentangnya. Semoga saja tidak. Kaytlin tidak mendukung perselingkuhan, tetapi jika Lord Blackmere berniat menikahi Duchess of Schomberg setelah wanita itu menjanda, hal itu sah-sah saja. Apalagi jika mereka saling mencintai.

Saat jantung Kaytlin sudah berdegup kencang karena khawatir, Dowager Marchioness malah tersenyum.

"Entah dia seorang lady atau bukan, situasiku saat ini membuatku tidak bisa menjadi pemilih." Bagaikan sebuah penobatan ratu, Dowager Marchioness menyematkan tiara itu pada rambut Kaytlin yang sedang tidak dalam kondisi terbaik bahkan mungkin acak-acakan. "Yang jelas aku ingin melihatmu memakainya."

***

Raphael sedang menyandarkan tangan di atas palang kayu saat Kaytlin berlari ke istal seperti dikejar hantu. Ia tidak menghindarinya karena sedang berada di tempat terbuka. Ada beberapa pekerja yang sedang membuat pagar kayu di sekeliling padang rumput untuk kuda-kuda yang akan datang. Mereka juga akan memperbaiki rintangan lompat yang kayunya juga sudah lapuk di beberapa tempat. Tommy berlari-lari mengitari kandang luas itu dengan leluasa dan Raphael sedang mengawasinya. Cuaca mendung tetapi tidak ada petir. Hanya angin yang berembus sedikit kencang.

Kaytlin berhenti beberapa langkah di depannya dengan jaket dan syal yang berkibar-kibar. Serta helai rambut yang berkibar-kibar juga karena rambutnya tidak pernah berhasil tertata dengan baik. "My Lord, aku ingin bertanya."

"Aku sudah menduga pasti akan ada pertanyaan lagi," tanggap Raphael malas.

"Aku bukan seorang yang penuntut tapi aku ingin memastikan bahwa Anda akan menghadiri pesta debutan pertamaku, bukan?"

"Tidak."

"Tidak?"

"Aku akan ke kantor Maximillian di London. Ada beberapa hal yang ia minta padaku untuk diurus."

Napas Kaytlin masih naik turun saat menatapnya dengan heran. "Aku tidak ingin mengganggu urusan pekerjaan Anda tetapi Anda seharusnya...berkomitmen pada rencana Anda."

"Komitmen?"

"Apa Anda masih ingat tujuan Anda menjadikanku debutan?" Kaytlin merentangkan kedua tangan di sisi tubuhnya. "Bagaimana Anda bisa terlihat akrab di depan publik dengan Duchess of Schomberg, jika Anda tidak hadir di depan publik itu sendiri?"

"Itu bisa kulakukan belakangan. Selama aku tidak menghadiri pesta, kau usahakan saja sebaik mungkin untuk dekat dengannya," sahut Raphael enteng. Tommy kembali ke arahnya dan Raphael berjongkok mengambil wortel dari ember di depannya untuk diberikan pada kuda itu dari balik palang kayu.

"Maaf, My Lord. Aku ingin Anda secepatnya menghadiri pesta." Terdengar protes Kaytlin.

"Aku pasti akan menghadirinya," jawab Raphael tanpa menoleh.

"Kapan?"

"Aku tidak tahu."

"Aku perlu kepastian."

Raphael menengadah. "Mengapa kau tiba-tiba menjadi pemaksa?"

Alis Kaytlin mengerut jengah. "Aku tidak bisa berlama-lama di sini!"

"Aku mengerti kau sangat ingin secepatnya berada di Carlisle. Kau sudah pernah menegaskannya," sergah Raphael.

"Bukan karena itu!" sanggah Kaytlin lalu ia ikut berjongkok dan menjelaskan. "Her Lady memesankan selemari pakaian untukku dan...banyak hal lain."

"Lalu?"

Kaytlin terdiam untuk sesaat, sebelum berujar lagi. "Semakin lama Her Lady meluangkan tenaga dan waktunya, aku semakin merasa bersalah. Lebih cepat tujuan Anda tercapai, itu akan lebih baik sehingga Her Lady tidak perlu lebih banyak melakukan hal yang...sia-sia."

"Meski kau tinggal bersama adikmu pun kau juga akan tetap menjadi debutan, bukan? Apa bedanya dengan yang kaulakukan sekarang?"

"Tidak, aku tidak akan menjadi debutan di sana," Kaytlin menarik napas dalam seakan mempersiapkan diri mengatakan sesuatu yang berat. "Mungkin ini terdengar aneh tetapi aku tidak berencana menikah untuk saat ini. "

Giliran Raphael yang terdiam untuk sejenak. "Kupikir kau pernah mengatakan akan menikah dengan orang yang mencintaimu, seperti yang kauagungkan dulu."

"Tentu saja. Jika aku bertemu dengannya."

"Bagaimana caramu bertemu dengannya jika kau tidak menjadi debutan?"

"Tidak masalah bagiku meskipun aku tidak menemukannya dan tidak menikah."

"Lalu kau akan akan tinggal bersama Malton dan adikmu seumur hidup? Bagus sekali."

Kaytlin menoleh lagi dengan tatapan berapi-api. "Jika ini bisa membuat Anda senang, meski aku tidak yakin bagaimana itu bisa membuat Anda senang, aku akan jujur bahwa aku tidak akan menumpang di sana selamanya," protesnya tak terima. Meski berbelit, Raphael anehnya cukup mengerti.

Lalu ia melanjutkan dengan tersenyum penuh imajinasi. "Aku berencana bekerja dan menjadi wanita mandiri yang menghidupi diri sendiri. Anda tahu aku bisa membuat pakaian, bukan?"

"Kau__" Dari segala keinginan yang pernah dikatakan wanita, Josephine sudah membuatnya cukup heran. Ternyata putrinya lebih mengerikan lagi dalam mengambil keputusan yang berisiko. "Kau akan menjadi penjahit rendahan?!" 

Kaytlin terperanjat. "Itu bukan pekerjaan yang rendah. Itu profesi yang berguna dan tidak melanggar hukum. Apa yang kulakukan sekarang malah lebih buruk dibanding menjadi penjahit rendahan. Aku membohongi Her Lady."

Raphael hampir berpikir wanita itu sedang menyindir rencana busuknya. Tapi sebenarnya itu sama saja. Secara tak langsung.

"Anda harus tahu, Her Lady benar-benar mengajariku tata cara mengatur jamuan makan menurut aturan gelar. Aku baru tahu bahwa tempat duduk di meja makan di sini sangat bebas dan tidak beraturan. Seharusnya Anda duduk di ujung meja, tetapi Anda duduk di mana saja. Itu kata Her Lady. Meski aku tidak serius menjadi debutan, aku berusaha mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Her Lady mengajariku hingga lupa waktu dan pinggangnya sakit. Kemarin ia beristirahat seharian karena pinggangnya belum pulih. Aku tidak ingin membuat pinggangnya sakit lagi untuk hal yang tidak perlu."

Raphael menahan geli. "Tidak ada yang memaksa Her Lady melakukannya. Itu salahnya."

"My Lord, Anda harus menghentikannya!" protes Kaytlin lalu suaranya melembut kembali. "Jauh di dalam hati aku tahu, Anda juga tahu, bahwa aku tidak akan pernah mempraktikkan apa yang ia ajarkan. Tidak ada bayangan masa depanku akan seperti itu."

"Lalu seperti apa bayanganmu?"

Kaytlin sepertinya terkejut dengan pertanyaannya. "I-itu...tidak terlalu menarik."

"Tapi aku ingin tahu seberapa tidak menariknya itu," desak Raphael dengan nada memerintah.

"Hanya hidup seperti orang-orang pada umumnya. Jika aku menikah aku akan hidup seperti ibu dan ayahku. Harapanku seperti itu," terang Kaytlin sebelum berubah riang sesuai karakternya yang memang tidak pernah bisa berlama-lama kesal. "Tapi jika aku tidak menikah aku mengharapkan hidup sendirian di sebuah rumah kecil berperapian di desa sambil menjahit atau merajut seperti yang dilakukan wanita tua pada umumnya, jika aku bisa mencapai usia tua. Anda tahu bukan tidak banyak orang bisa hidup hingga melewati usia lima puluh? Ah, atau mungkin tidak sendirian. Aku bisa ditemani oleh seekor kucing atau dua ekor. Mungkin juga anjing. Dulu di desa, Mary memiliki Old English Sheepdog bernama Pony karena ia sangat besar seperti kuda poni. Ia sangat pemalas dan tidur di depan pintu rumah Mary sehingga menghalangi jalan. Aku sering menduduki Pony saat dia tidur dan dia diam saja." Kaytlin menahan cekikikan, lalu seketika ia terhenti.

"Maaf, aku tidak sadar terlalu jauh bercerita seperti kebiasaanku," erang Kaytlin. "Anda bahkan tidak mengenal Mary."

Kemudian dia berdiri dengan malu. Raphael mendongak.

"Kapan urusan Anda dengan Mr. Maximillian selesai?" tanyanya dengan sisa-sisa harga diri. 

"Jadi, siapa Mary?" tanya Raphael datar.

Raut serius Kaytlin berubah kebingungan. Namun ia berjongkok lagi dan menjawab. "Dia anak seorang squire di desaku dulu. Aku dan Lisette sering bermain dengannya karena ia seumuran denganku. Keluarganya paling kaya di desa setelah Molly. Ia sering membawa barang-barang dari London seperti majalah Ladies Magazine dan juga pakaian model terbaru. Ia sudah menikah dengan seorang viscount dan Lisette marah padanya karena kami tak diundang." Kaytlin tertawa lagi.

"Kau tidak marah padanya?"

Kaytlin menggeleng. "Tidak." Lalu tawanya terhenti dengan kening berkerut. "Kapan Anda akan kembali dari London?" Ia mengulang pertanyaannya lagi.

"Kau belum menceritakan siapa Molly."

"Ak__" Kaytlin berhenti dengan bibir terbuka lalu melanjutkan. "Aku dan Lisette tidak terlalu akrab dengan Molly. Yang kutahu ia adalah anak seorang pedagang. Keluarganya mengimpor barang-barang dari daerah Timur. Ia sepertinya juga sudah menikah."

"Dengan siapa?"

"Peter," jawab Kaytlin lugas. "Tapi itu adalah kesimpulanku karena terakhir kali aku pergi dari sana mereka sudah bertunangan. Sekarang, bisakah kita kembali pada fokus pembahasan kita semula, yakni rencana Anda, My Lord?" Kaytlin tersenyum dan mengerjap.

Tanpa diminta pun Raphael sepertinya tidak akan melanjutkan bertanya. Ia sedikit heran Kaytlin bisa bercerita tanpa kesulitan sementara Raphael masih ingat betul siapa Peter.

"Sophie masih memiliki suami," Raphael mengalihkan pandangan dan mulai menjelaskan seadanya. "Jika pun ia menjanda seperti yang ia perkirakan, ia masih harus berkabung selama setahun dan tidak bisa menikah lagi hingga acara berkabungnya selesai. Aku tidak terburu-buru, Miss de Vere. Tinggallah di sini selama yang kau mau."

"Aku tidak bisa!" pekik Kaytlin ngeri.

Raphael menoleh. "Kenapa?"

"Ini tidak ada hubungannya dengan Lord Malton dan adikku," Kaytlin menggeleng, lalu setelah Raphael menunggu, ia hanya mengucapkan dengan nada frustrasi. "Anda tidak mengerti."

"Jika aku mengerti aku tidak mungkin bertanya," sergah Raphael tanpa menutupi kekesalan.

Kaytlin hanya memalingkan wajah dengan resah. "Bagaimana jika ada yang melamarku?"

"Kau yakin akan ada yang melamarmu?"

"Itu hanya pengandaian!" gerutu Kaytlin masam.

"Semua lamaran harus dengan persetujuan wali. Jika kau tidak menyukainya, aku akan menolaknya."

Kaytlin mengangguk-angguk meski alisnya masih bertaut gelisah. Saat Raphael sudah merasa pembicaraan itu telah usai, Kaytlin mengucapkan pertanyaan lagi dengan lirih. "Mengapa Anda mau mendengarku hari ini?"

"Aku berusaha ramah sesuai permintaanmu."

Lalu Kaytlin memberikan tatapan itu lagi. Tatapan sedih yang membuat sesuatu di dalam hatinya ikut sakit padahal Raphael bahkan tidak mengerti. Semenderita itukah ia di tempat ini hingga ingin cepat-cepat pergi? 

"Terima kasih, aku sangat menghargainya. Tapi aku lebih senang jika Anda cepat-cepat mewujudkan apa yang Anda inginkan."

Lalu ia berdiri dan berjalan meninggalkan Raphael.

***

Di ruang tamu, Dowager Marchioness berdiri menatap keluar jendela dan baru saja menyaksikan pemandangan aneh di kejauhan. Ia tetap memilih diam dibanding bertanya karena ia yakin memaksa pun ia tidak akan mendapat jawaban. Tapi tentu saja ada cara lain untuk mengetahuinya. Dan ia akan mencarinya diam-diam.

"Aku baru tahu bahwa Kaytlin akrab dengan His Lord, cucu Anda," komentar Sir Walcott di belakangnya tanpa kecurigaan sedikit pun seperti dirinya sekarang.

"Aku bahkan baru sadar beberapa waktu terakhir ini," sahut Dowager Marchioness penuh arti. 

Sir Walcott mengangkat bahu. "Kaytlin mudah disukai. Ia akan membuat siapa saja akrab dengannya."

"Itu salah satu kelebihannya," timpal Dowager Marchioness sepakat. "Sayang sekali ia tidak berambut pirang sehingga akan sulit menjadi favorit."

"Anda berharap ia akan menjadi favorit di season, My Lady?" tanya Sir Walcott.

Tidak. Dowager Marchioness tidak mengharapkannya. Ia hanya mengharapkan seseorang bisa melihat, entah orang itu terbutakan oleh apa, sehingga tidak mengerti dengan jelas apa yang ia inginkan

"Sir Wally," Ia menoleh dan tersenyum ramah. "Sepertinya aku memang perlu bantuan kalian untuk debutan Kaytlin ke depan."

"Dengan senang hati kami akan membantu Kaytlin tersayang."

"Aku setuju dengan usulmu beberapa waktu lalu." Dowager Marchioness menjelaskan. "Keluarkan semua orang dan kenalan kalian untuk berdansa dengan Kaytlin. Tidak masalah siapa pun dia."

"Bahkan John si bajingan?" tanya Sir Walcott.

"Bahkan John si bajingan." Dowager Marchioness terkekeh. "Pastikan saja ia tidak akan macam-macam."

Sebenarnya Dowager Marchioness tidak akan  melakukan ini jika waktu tidak mendesak. Bahkan ia akan memunculkan rumor kecil bila perlu. Para bangsawan Inggris haus akan berita, dan kecenderungan itu akan membantu apa yang ia inginkan menjadi pusat perhatian.

"Aku memang harus membuat Kaytlin menjadi favorit di season."

***

bersambung part 27

WAJIB KOMEN NEXT DI SINI!!

Terima kasih.

Continue Reading

You'll Also Like

572K 15.9K 7
Highest rank #1 in Science Fiction (180717,200717,80817,110917,dst) The First Book of The Beauty's Trilogy. Aku hidup di tengah gemerlap cahaya, musi...
737K 30.2K 24
[10 Besar Pemenang Kategori Best Editor Choice GMG Hunting Writers 2021 | TERBIT] Evelyn Southwell, seorang prajurit wanita yang bisa dikatakan langk...
324K 48.5K 75
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...
9.4K 1.7K 30
Mereka sepasang anak kembar yang tinggal di sebuah panti asuhan, tanpa kekuarangan rasa cinta dan kasih sayang. Mereka telah berjanji untuk terus be...