FOUR (Selesai)

By apeachup

2.1M 269K 16.3K

Pembunuh bayaran jadi guru? ________ Gianna Camellia Green mendedikasikan hidupnya untuk balas dendam akan k... More

AUTHOR NOTE
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua satu
Dua dua
Dua tiga
Dua empat
Dua lima
Dua enam
Dua tujuh
Dua delapan
Dua sembilan
Tiga puluh
Tiga satu
Tiga dua
Tiga tiga
Tiga empat
Tiga lima
Tiga enam
Tiga tujuh
Tiga delapan
Tiga sembilan
Empat puluh
FOUR TRAILER
Empat satu
Empat dua
Empat tiga
Empat empat
Empat lima
Empat enam
Empat tujuh
Empat delapan
Empat sembilan
Lima puluh
CERITA BARU
FOUR SEASON 2
PENDAFTARAN KELAS E (2)
FOUR terbit | QnA
VOTE COVER + GIVEAWAY
PRE ORDER H-1
OPEN PO!!
Side Story of Zero : Obliviate
PO KE 2
GIVEAWAY Novel FOUR
KUBACA

Lima belas

31.9K 5.4K 498
By apeachup

Happy Reading

"Bangun lo!"

Irish menendang Elis yang terduduk di lantai dengan tangisan yang meleleh di pipinya. Untuk kesekian kalinya, dia dirundung oleh Irish dan teman-temannya.

"Lo tuli? Bangun!" sentak Irish karena Elis tak kunjung bangkit.

"Lemah banget sih jadi cewek!" cibir Gabby yang berdiri di belakang Irish.

"Gak guna juga lo nangis," ujar Vio ikut mengompori.

Dengan sisa kekuatannya, Elis berusaha bangun dan berdiri. Kakinya sudah lemas karena ketakutan, ditambah lagi beberapa kali Irish menendangnya dengan kuat membuat beberapa titik di kakinya mulai membiru. Rambutnya mencuat tak beraturan karena di jambak. Seragamnya berantakan karena tubuhnya terus-terusan di dorong.

"Lo denger ya! Jangan karena lo cantik dan pinter lo bisa ngatain kita sesuka hati. Kalau berani ngomong depan kita!" desis Irish saking kesalnya.

"Ngomongin dibelakang semangat banget! Eh pas ketauan langsung kicep kan lo! Gak berani!" celetuk Vio dengan menggebu.

"A-aku ga pernah ngatain ka-kalian kok," ucap Elis tersendat. Dia benar-benar tidak melakukan hal yang dituduh. Sumpah demi apapun dia tidak pernah berani mencari masalah dengan anak kelas E.

"Ck. Gak mau ngaku lo? Gimana kalau kita buka baju lo dan sebar fotonya nanti, hm?" ancam Irish yang memang selalu berperan menjadi bos dan juru bicara.

Elis menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Ja-jangan, Rish."

Senyum licik tersungging di bibir merah Irish. Dia saling berpandangan dengan Vio dan Gabby yang juga tersenyum dengan wajah menyebalkan. Mereka tahu rencana ini akan berhasil.

"Oke. Gue buat penawaran menarik buat lo. Gue bakal ampuni lo dengan satu syarat," Irish mengacunkan jari telunjuknya di depan wajah Elis yang memelas.

"A-apa?"

"Lo tau kan ujian semester 4 bulan lagi. Dan gue mau lo cariin kita kunci jawaban buat ujian nanti."

Mata Elis melebar. Dia belum pernah berurusan dengan hal ilegal seperti itu. Bagaimana cara dia mendapatkan kunci jawaban?

"Gi-gimana caranya?" tanya Elis memberanikan diri.

"Mana gue tau! Urusan lo lah! Pokoknya sebelum ujian lo harus kasih kita kunci jawabannya. Paham?" lagi-lagi ucapan Irish begitu mengintimidasi Elis.

Elis terdiam sebentar, seperti sedang berpikir. Wajahnya menunduk menatap ujung sepatunya yang kotor.

"Kalau aku dapet, kamu ga akan bully aku lagi, kan?" Elis mengucapkannya dengan lirih tapi masih bisa di dengar ketiga perempuan di depannya.

"Tergantung!" smrik terbit di bibir ketiga perempuan itu.

Nyali Elis kembali menciut. Dia sudah tak tahan terus-terus ditindas tapi dia juga terlalu takut untuk menolak.

"O-oke," jawab Elis pada akhirnya.

"Bagus. Jangan coba-coba kabur, oke?" Irish menepuk pipi Elis beberapa kali lalu keluar dari sana diikuti Vio dan Gabby.

Setelah kepergian ketiganya, Elis terduduk lemas. Air matanya turun kembali tanpa bisa ditahan lagi. Selalu seperti ini saat dirinya dirundung oleh Irish. Dirinya selalu lemah.

Dengan kasar, Elis menghapus air matanya dan merapikan rambutnya yang berantakan. Setelah merasa lebih baik, Elis melangkah keluar dari kelas kosong yang memang tak terpakai.

***

Ujian semester ganjil sebentar lagi. Meski nilai semester ganjil tak terlalu berpengaruh pada hasil kelulusan nanti, para siswa terutama siswa kelas duabelas diminta untuk lebih rajin meluangkan waktu untuk belajar.

Di mejanya, Gianna sedang memeriksa riwayat hasil ulangan dan kuis-kuis milik anak kelas E. Tidak ada yang memuaskan. Semua anak nilainya selalu dibawah KKM.

Gianna menghela nafas pelan. Jarinya mulai memijit pelipisnya yang mendadak berdenyut setelah melihat nilai-nilai yang ditulis dengan tinta warna merah.

Sepertinya selama ini para guru memang masa bodo dengan anak kelas E. Baik kelakuannya maupun nilai yang mereka punya.

Gianna harus memutar otaknya lebih keras kali ini.

"Miss Val gak ke kelas?" teguran Bu Dianna - guru kimia - menyadarkan Gianna dari pikirannya.

"Oh!" Gianna melirik jam tangannya dan segera beranjak lalu berpamitan pada guru lainnya yang masih menunggu jam mengajar. "Saya pergi dulu, Bu."

Sesampainya di kelas E, Gianna menarik bibirnya samar melihat para siswa masih asyik sendiri dengan dunianya. Ternyata hal kemarin tak ada pengaruhnya sama sekali.

Baiklah. Gianna tak akan segan-segan lagi.

"Melanjutkan bab kemarin. I wanna you guys to make procedure text for making food or drink," ujar Gianna sembari berdiri di depan whiteboard dan mengedarkan pandangan.

Tak ada yang menanggapi ucapannya. Para siswa terlihat sibuk mengobrol dan memakan snack.

Menyungging senyuman, Gianna berjalan perlahan menuju meja Irish yang terlihat sedang asyik mengoles kutek di kuku lentiknya.

Sekarang semua mata mengarah pada Gianna dan Irish. Mereka penasaran apa yang akan terjadi kali ini.

"What are you doing, Irish?" tanya Gianna ramah.

"Gak bisa liat? Lagi kutekan lah!" jawab Irish jutek.

"Yang saya tanyakan, kenapa kamu asyik kutekan saat saya sedang mengajar?"

"Gak guna juga ibu ngajar!" ketus Irish lagi karena kegiatannya memakai kutek terganggu.

Gianna mengangguk-anggukan kepalanya paham. Kemudian di raihnya tangan kanan Irish yang kelima kukunya sudah tertutup kutek berwarna biru muda. Cantik.

"Beautiful," puji Gianna dengan senyuman mautnya.

Irish memicingkan mata, merasa tak nyaman karena Gianna mengelus jari-jarinya.

"Jari kamu lentik ya," Gianna memujinya lagi.

"Iyal-ARGGGHHHH!"

Irish berteriak saat merasakan sakit luar biasa pada jari telunjuknya setelah Gianna mematahkan tulang yang tumbuh di sana.

Sekali lagi, para siswa dibuat terperangah dengan aksi kasar guru mereka.

"IBU APA-APAAN SIH!" bentak Irish tak terima. Dia masih meringis menahan sakit di jemarinya.

"Kenapa? Sakit?" Gianna mengangkat sudut bibirnya.

"GILA NIH GURU! BRENG-ARGHH!"

Belum selesai Irish mengumpat, rambutnya ditarik dengan kuat hingga kepalanya mendongak.

"IBU GILA YA? MAIN KASAR SAMA MURID!" teriak Gabby yang duduk di sebelah Irish.

"Oh ya? Bukannya kalian juga suka main kasar?"

Gabby langsung terdiam. Meski Gianna hanya mengatakannya sekali, dirinya tak terlalu bodoh untuk memahaminya.

Siswa lain tak berani berkutik. Baru pertama kali ini mereka tak bisa membela dan menolong teman sekelasnya.

Irish sudah merintih kesakitan. Berusaha keras melepas tangan Gianna yang mencengkeram erat rambutnya tapi sia-sia. Tenaga Gianna sangat kuat, tak sebanding dengan Irish.

"Jangan kasar dong, Bu! Bisa di omongin baik-baik," Gibran membuka suara karena melihat teman-temannya masih diam. Padahal Damian sedang menahan amarah di sampingnya.

"Dikira kita bakal takut kali," Joseph terkekeh tak tahu situasi.

Gianna mendengkus lalu melepaskan rambut Irish dengan kasar.

"Apa yang kalian tabur itu yang kalian tuai. Bukankah kak begitu?" ucap Gianna menatap satu-satu siswanya yang balik menatapnya dengan sorot mata berbeda-beda.

"Maksud ibu apa?" El yang sudah tak tahan dengan kelakuan sok gurunya, berdiri dengan kedua tangan di saku celananya.

Gianna berbalik dan menghadap El yang sudah melayangkan tatapan tajam padanya.

"Demons?" Gianna menunjuk El dengan dagu membuat El mengangkat sebelah alisnya.

"I'm Lucifer. Itu yang saya maksud," bisiknya pelan tepat di telinga El.

Tubuh El menegang mendengar suara serak dan nafas Gianna yang menerpa lehernya. Membuat telinganya memerah tanpa sebab.

Tanpa menunggu respon El, Gianna memutar tubuhnya untuk kembali ke depan. "Sit down and open your book. Now!" ujarnya penuh penekanan.

"Kalau gak mau?" El masih menantang untuk membalas Gianna.

Langkah Gianna terhenti. Sekali lagi tubuhnya berbalik dan berjalan menghampiri El yang memasang wajah remeh.

"Kalian harus belajar!" titah Gianna tajam.

"Saya gak mau tuh!" Joseph menimpali.

"Gue juga ogah!" sahut Galang.

"Dih, ngapain banget," Gabby tak mau kalah melawan gurunya. Dan diangguki Irish yang masih terlihat kesakitan.

"Kalau saya gak mau, ibu mau apa?" tanya El sinis.

BRAK!

Terkejut bukan main, semua siswa melebarkan matanya tatkala Gianna membuat meja Zayn yang ada di sampingnya koyak dengan sekali pukul. Bukan hanya retak, tapi benar-benar berlubang.

Wajah Zayn sudah pucat. Tak menyangka mejanya dapat bogem mentah di depan matanya.

"Sit-down!" Gianna menekankan dua kata itu dengan mata nyalang.

"Open your book. All of you. RIGHT NOW!"

Tak ingin dibantah lagi, Gianna menaikan suaranya di kata terakhir. Seketika para murid yang tadi beranjak langsung terduduk dan mulai membolak-balik kertas di buku mereka.

Joseph buru-buru menarik El untuk duduk di bangkunya. Mulutnya komat kamit mengumpat gurunya yang sudah membuatnya sedikit ketakutan.

Sungguh. Mereka tak bisa memungkiri bahwa Miss Valentine mulai terlihat menyeramkan.

***

BUGH!

"Anjir! Kaga bolong tuh!" Joseph menatap Damian dan meja bergantian.

Saat ini para anak kelas E sedang meratapi meja Zayn yang jeblos karena pukulan dari Miss Valentine.

Saking tidak percayanya, Damian ikutan memukul mejanya guna membandingkan dengan meja yang terkena bogeman Miss Valentine.

Padahal Damian sudah mengerahkan kekuatannya untuk memukul, tapi meja itu hanya retak. Tak sampai jeblos seperti meja Zayn. Malah siku jarinya memerah sekarang.

"Wah gila! Kekuatannya Bu Valentine gede banget dong!" ungkap Gibran tak percaya dan di angguki teman-teman lainnya.

"Sialan banget tuh guru! Jari gue patah gini!" rutuk Irish. Jari telunjuknya sudah diperban supaya tetap tegak untuk mengurangi retakan tulangnya.

"Beneran patah, Rish?" dengan bodohnya Galang bertanya.

"Lo buta?" hardik Irish sembari mengangkat tangannya.

"Gue sampe denger bunyi krek gitu pas dia megang tangan Irish. Ngeri banget!" Gabby ikutan berkomentar.

Semua yang mendengar meringis membayangkan rasa ngilunya.

"Tadi dia ngomong apa yang kamu tabur itu yang kamu tuai. Maksudnya apa sih?" Dicki yang sejak tadi menyimak, membuka suara.

"Ck. Masa gitu doang ga paham. Emang sih yang otaknya separo doang ga bakal ngerti," celetuk Joseph mencibir.

"Enak aja lo. Yang dikelas ini otaknya gak ada yang full ya. Dibagi rata!" balas Dicki.

"Lo aja kali! Gue sih nggak. Otak gue penuh tuh!" Gibran menyahuti.

"Iya. Otak lo penuh sama bokep!" kali ini Damian yang membalas Gibran dengan telak membuat yang ada di kelas tertawa mengiyakan.

"El, mau di diemin tuh guru?" tanya Joseph menyenggol lengan El yang sedari tadi diam.

"Jangan dibiarin beb El. Harus kita bales!" sungut Irisih bersemangat.

El melirik Damian, sedangkan yang dilirik hanya mengedikan bahunya. Seperti El, Damian juga berpikir kalau guru mereka tak seperti guru yang lain yang hanya bisa menghardik atau berteriak memarahi macam Bu Sari.

"Ganti meja lo sana, Za!" ujar Joseph pada Zayn.

"Biarin. Ntar takutnya di bogem lagi sama Bu Valentine," jawab Zayn malas.

Joseph tergelak mengingat betapa pias nya wajah Zayn tadi. "Tadi lo pucet banget sumpah hahah!"

"Sialan! Gue kaget banget anjir tiba-tiba meja gue kehilangan nyawa dalam hitungan detik!"

"Gue liat Bram lebih pucet dari Zayn!" Galang menunjuk Bram yang meletakan kepalanya di meja dengan lemas.

"Tau tuh Bu Valentine! Bikin anak orang jantungan aja!"

"Lo gapapa, Bram?" tanya Zayn karena dirinya tahu Bram memang lebih pendiam dari temannya yang lain.

"Jantung gue mau keluar, Za! Bu Valentine serem banget!" sahut Bram mendramatisir.

"Ah, lemah lo Bram!" ejek Joseph sambil menggoyangkan kursi yang di duduki Bram.

"Lo gak liat sih pas dia jedotin Zayn ke meja. Dia ngelakuinnya sambil senyum. Senyumnya kaya psikopat! Bikin gue merinding!"

"Yakin lo?" tanya Damian sangsi.

Memang benar selama ini Damian dongkol dengan Miss Valentine yang selalu saja menggagalkan aksinya. Kesan yang di berikan Miss Valentine terlihat lemah lembut dengan senyuman manis yang tak pernah lelah disunggingkan.

Tapi melihat bagaimana dia membuat kening Zayn benjol dan menggebrak meja hingga berlubang, Damian jadi berpikir bahwa itulah sifat asli Miss Valentine. Sebagai seorang yang disebut sebagai panglima perang saat melakukan aksi penyerangan, Damian tahu mana orang yang kuat dan pura-pura kuat.

Dan Damian juga yakin bahwa El tahu tentang itu.

"Bisa aja dia cuma sok doang! Nanti kita kasih pembalasan,"!ujar El. Kedua tangannya bertaut di belakang kepala dengan santai.

"Kita liat aja dulu. Dia berani gangguin kita sampai mana," Damian menambahkan membuat semua yang di kelas menghela nafas.

"Dia cuma seorang cewek. Gak mungkin sekuat itu. Kalau dia sampai berbuat lebih, baru kita pikirin cara buat ngebalesnya," cetus El sedikit ragu. Bukan ragu untuk membalasnya tapi lebih ragu tentang spekulasinya bahwa Miss Valentine tak sekuat itu.

"Tapi Bu Valentine keren ya hehe," cuit Gibran cengengesan.

"Iya. Gue akui sih. Dia keren pas mukul meja tapi mukanya biasa aja. Gak kaya kesakitan gitu. Mukanya datar, gak meringis sama sekali," ucap Cici geleng-geleng kepala.

"Udah dibilang dia itu psikopat tau!" tandas Bram yang sudah melihat betap seramnya seorang Miss Valentine.

"Udah gak usah dipikirin. Kita ini Demons, gak ada yang bisa ngusik kita!" akhirnya El mengakhiri sesi meratapi nasib kelas mereka.

***

Hai semoga kalian suka part ini yaa
Jangan lupa juga buat vote dan comment
Karena seberharga itu vote dari kalian buatku hehe

Published
10/09/21

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 553K 67
Arlan, laki-laki itu memenuhi ruangan di apartemennya dengan foto-foto seorang perempuan. Ia bukan terobsesi, hanya saja ia takut akan melupakan per...
201K 18.1K 55
"Lo gak bisa lari dari gue" - Alex Gajendra "Tanggung jawab setelah berbuat seperti ini pada gue" - Arzan Ravindra "Lo mempermalukan gue, gue gak aka...
867K 31.9K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
115K 6.4K 55
Andra semakin menggenggam erat tangan Milka. "Please, bertahan Mil. Kamu harus kuat hiks... hiks.." Air matanya jatuh mengenai tangan Milka. Milka ha...