Puzzle Piece ✔

Af kurangaqua

506K 89.7K 26.3K

Puzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika te... Mere

0. Poor and Rich
1. First Meeting
2. Umbrella
3. Bracelet
4. Amusement Park
5. She's Poor
6. Work Hard
7. Plaster
8. Closer
9. The Little Doll
10. Offer
11. Warm
12. Indecisive
13. Rain In The Night
14. Sick
15. Stubborn
16. Chipmunk
17. Claw Machine
18. Monkey Doll
19. Hate
20. Hug
21. The Mansion
22. Disappointed
23. Letter to God
24. Meet Again
25. Warm Hug
26. Anger
27. Lost
28. Getting Worse
29. Puzzle is United
30. Fix The Broken
31. Sketch of Eiffel
32. Blood With Tears
33. Her Story
35. Try But Failed
36. Ephemeral
37. The Struggle Ended
38. Raindrop
39. Her Words
40. Artificial Heart
41. Back With Hurt
42. Her Promise
43. First Day
44. Firework
45. Happiness in France
46. Surrender
47. Decision
48. Building The Happiness

34. Trying to Breathe

8.4K 1.6K 265
Af kurangaqua

Dini hari itu, ruang rawat inap milik Chaeyoung dipenuhi oleh perasaan cemas. Sejak satu jam lalu, Chaeyoung tak berhenti muntah. Bahkan terkadang cairan keruh yang keluar diikuti dengan gumpalan darah.

"Huekk~"

Chaeyoung lemas bukan main. Merasa rasa mualnya sudah tak sehebat tadi, dia bersandar pada dada sang ayah. Membiarkan Hanna membuang hasil muntahannya yang cukup banyak.

Seonho hanya bisa memeluk lembut tubuh ringkih sang anak. Dia tak bisa melalukan apa pun untuk meredakan penderitaan Chaeyoung.

"Tidur, hm?"

Melihat sang anak yang mengangguk lemah, Seonho mulai membaringkan tubuh Chaeyoung yang beberapa kali sedikit tersentak karena napas sesaknya.

Tengan kekar milik ayah empat anak itu terus saja mengusap kepala Chaeyoung. Berusaha memberikan kenyamanan. Namun tampaknya Chaeyoung tak terlalu fokus dengan kehangatan yang diberikan sang ayah.

Dada gadis itu beberapa kali tertarik dengan kasar. Menandakan rasa sesaknya kini mulai semakij menjadi. Bahkan mulut gadis itu terus saja terbuka untuk menghirup oksigen lebih karena nasal canula tak cukup membantu.

Merasa cemas dengan kondisi sang anak, Seonho menekan tombol yang ada di dekat renjang Chaeyoung. Bersamaan dengan itu, dada Chaeyoung membusung sembari menarik napas susah payah.

"Hahhh~"

Sejak hari dimana jantung Chaeyoung sempat berdetak, kondisi gadis itu terus menurun. Komplikasi yang dihasilkan dari Sirosis Hati seakan menguasai dia seutuhnya.

"Hey, Nak. Tenang, hm?"

Chaeyoung ingin mengatakan pada sang ayah, bahwa rasanya sungguh sesak. Tapi suaranya sama sekali tak bisa muncul.

"Chaeyoung kenapa?" Hanna muncul dengan raut panik.

Setelah itu, beberapa perrawat dan Dokter Oh datang. Mereka meriksa tubuh Chaeyoung dan memberikan beberapa obat melalui selang infus.

"Tuan, aku ingin meminta persetujuanmu. Efusi peluranya semakin parah. Bisakah aku memasang selang ventilator untuk putrimu?"

Tangan Seonho mengepal erat mendengar itu.
"Lakukan apa pun yang terbaik untuk Chaeyoung."

Dia tidak bisa melakukan apa pun selain menerima saran dari Dokter Hong. Walaupun hal itu semakin menyiksa putrinya. Karena Efusi Pleura yang kini menyiksa Chaeyoung, tak akan hilang jika Sirosis Hati itu tak pergi.

..........

Hari-hari Lisa belakangan ini selalu diisi dengan kegiatan yang cukup aneh. Dia jarang sekali datang ke rumah sakit setelah berbincang dengan Seulgi.

Tentu ucapan Seulgi lah yang membuatnya seperti itu. Dia mencoba mencernanya, dan juga... Mencoba mempraktekannya?

Dulu, sebelum bertemu ayah dan kedua kakaknya yang lain kehidupan Lisa dan Chaeyoung cukup sulit. Hingga mereka tak bisa menikmati apa yang remaja lain nikmati.

Seperti berbelanja di dalam pusat perbelanjaan mewah, makan di salah satu restaurant mahal, membeli hal-hal yang percuma, atau menonton film di sebuah bioskop.

"Lisa, jika besar nanti Unnie akan mencari uang yang banyak. Kita akan makan makanan enak, membeli baju mahal, juga menonton film di bioskop. Unnie janji akan melakukan itu bersamamu."

Lisa menyeruput minuman yang digenggamnya ketika kembali mengingat kalimat manis dari Chaeyoung saat mereka masih duduk di bangku kelas tiga sekolah menengah pertama.

Lisa berusaha melupakan janji-janji kakaknya. Juga berusaha hidup tanpa Chaeyoung yang selalu berada di sisinya selama ini.

Dia melakukan semua janji Chaeyoung itu sendirian. Sejak beberapa hari lalu, dia selalu bepergian sendiri. Mulai dari makan di restaurant mahal sendiri, berbelanja sendiri, bermain sendiri, dan kini dia sedang berada di dalam bioskop.

Menonton sebuah film sendirian di tengah manusia yang berpasangan. Berusaha terbiasa sengan tidak adanya sosok Chaeyoung.

Tapi dia tidak bisa. Kepalanya terus saja dipenuhi oleh bayang-bayang Chaeyoung. Sampai film yang dia tonton tak di hayati sedikit pun. Lisa sibuk menguatkan dirinya yang terus ingin pergi menemui Chaeyoung sekarang.

Sampai dimana sebuah tangan tiba-tiba menggenggam tangannya. Lisa tentu kaget bukan main. Dia pikir yang menyentuhnya adalah hantu, karena sejak tadi tak ada yang menempati kursi di sampingnya.

Tapi Jennie ada disana. Walau gelap, Lisa bisa melihat senyuman tipis kakaknya itu. Yang tanpa Lisa tahu, bahwa beberapa hari ini pula Jennie selalu membuntuti Lisa kemana pun.

Dia tidak melarang Lisa. Karena Jennie tahu yang Lisa lakukan untuk kebaikan adik bungsunya sendiri. Dia hanya bisa menjaganya dari jauh. Tapi saat ini, ada hal yang benar-benar Jennie ingin beritahu pada Lisa hingga terpaksa menghancurkan kesendirian sang adik.

"Baru saja Eomma menghubungiku. Chaeyoung harus menggunakan ventilator."

Napas Lisa tercekat. Kakak kembarnya itu seakan benar-benar sudah jauh untuk Lisa gapai. Sekuat apa pun Lisa membangun bentengnya, tetap saja mendengar hal itu dirinya sungguh hancur.

"Percaya tidak? Jika Chaeyoung masih berusaha keras untuk bertahan. Jadi, kita juga jangan menyerah ya?" Jennie mengusap kepala Lisa.

Dia tentu tahu apa yang ada dipikiran adik bungsunya itu. Lisa berusaha melepaskan, walau sulit sekali melakukannya.

"Unnie---"

"Ayo temani Chaeyoung hingga akhir? Jika dia masih memiliki keinginan untuk bersama kita, mengapa kita harus putus asa?" Jennie memotong ucapan sang adik. Saat ini, yang harus Jennie lakukan adalah membangun kekuatan Lisa kembali. Membangun rasa optimis sang asik yang sempat hilang entah karena apa.

Berusaha terbiasa dengan tak hadirnya sosok Chaeyoung, memang bagus di mata Jennie. Kelak ketika Chaeyoung memang tak bisa bertahan, Lisa tak akan terlalu jatuh.

Tapi ketika melihat hazel milik sang adik itu sekarang, yang Jennie tangkap hanya kesengsaraan. Lisa bukan melatih dirinya, namun menyakiti dirinya sendiri.

"Unnie, aku menyayangimu." Lisa memeluk Jennie.

Menerima dekapan hangat itu Jennie terkekeh. Punggung kurus sang adik ia usap. Memberikan kekuatan baru yang memang sangat Lisa butuhkan saat ini.

"Unnie juga menyayangimu."

..........

Menghangatkan diri di tengah badai memang rasanya percuma saja. Hari-hari yang mereka jalani sama sekali tidak selalu baik. Ada kalanya, perasaan ingin menyerah itu muncul.

Sudah satu minggu Chaeyoung harus bernapas dengan selang ventilator yang terpasang melalui mulutnya. Tenggorokan gadis itu sudah terasa sakit, tapi jika alat itu dilepas dia tak akan bisa bernapas dengan baik.

Setiap saat rasa sakit terus menemaninya. Yang bisa Chaeyoung lakukan hanya meneteskan air mata dalam diam. Karena meringis pun seakan tak mampu.

Walau sudah di ambang batas, Chaeyoung selalu mendapatkan kekuatan baru memalui keluarganya. Apalagi Lisa yang akan selalu datang dengan senyum lebar nan menggemaskan.

Lisa akan datang padanya dengan berteriak memanggil "Unnie!" sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya setiap pagi. Hal yang selalu menambah keinginan Chaeyoung untuk sembuh.

Tapi pagi ini, harinya akan hambar karena Lisa dipastikan tak akan datang ke rumah sakit. Kebiasaan gadis itu ketika musim dingin, sang adik pasti akan jatuh sakit.

Jisoo bilang jika Lisa terserang demam setelah tadi malam pulang pukul tiga dini hari ke mansion. Padahal yang lain sudah menahannya karena saat itu sedang turun salju.

Jennie ada di mansion untuk menjaga bungsu Han. Maka kini hanya ada Jisoo yang menjaga Chaeyoung karena orang tua mereka sedang membicarakan kesehatan Chaeyoung dengan Dokter Hong.

Jisoo yang sedang memandang jendela ruang rawat itu, seketika tersentak karena sebuah tangan hangat menggenggam tangannya.

Tak sampai disitu, Chaeyoung juga mengusap sebuah gelang berwarna ungu yang ada di tangan Jisoo. Gelang yang menjadi barang couple pertama mereka.

Gelang miliknya juga sampai sekarang tak pernah terlepas. Karena Chaeyoung selalu meminta untuk jangan melepas benda itu, apa pun keadaannya. Janjinya kepada ketiga saudarinya dulu, bahwa ia dan mereka tak akan pernah melepas gelang itu apa pun yang terjadi.

"Beberapa hari kedepan salju akan terus turun. Jika merasa dingin, genggam tangan Unnie ya?" pinta Jisoo yang diangguki pelan oleh Chaeyoung.

Tak banyak kata yang ingin Jisoo ungkapkan. Dia memilih mengusap bibir Chaeyoung yang kering dan sedikit terbuka.

Disana pasti terasa sakit. Apalagi setiap hari perawat selalu membersihkannya dengan alat yang cukup menyiksa Chaeyoung hingga terkadang gadis itu terbatuk sesak.

Mengingatnya hanya membuat perasaa Jisoo tersakiti. Dia kini mulai mendekatkan wajahnya pada Chaeyoung. Mengecup berkali-kali sudut bibir kering itu.

Itulah hal paling manis yang dia lakukan pada Chaeyoung selama mereka sudah tinggal bersama sebagai kakak dan adik.

"Chaeyoung-ah, bisakah Unnie meminta sesuatu?" Jisoo bertanya dengan lirih. Matanya memerah, pertanda bahwa akan segera ada air yang menetes dari sana.

Chaeyoung benci menjadi sumber kesedihan keluarganya. Setiap hari, dia pasti akan menyakiti mereka dengan kondisinya yang mengenaskan itu.

Tubuh kurus yang dipenuhi dengan selang. Hidung, mulut, dada, perut, dan kandung kemihnya. Melihat itu, tak akan ada yang bisa menahan rasa sesak mereka. Gadis berusia delapan belas tahun, harus menerima semua siksaan itu untuk bertahan hidup.

"Unnie tahu, rasanya sakit. Tapi bertahanlah, sampai tahun baru tiba. Kita... Harus melihat kembang api bersama-sama."

Jisoo menggigit bibir bawahnya ketika air matanya turun satu persatu. Isakannya semakin terdengar kala tangan lemah Chaeyoung mulai merapa pipinya. Mengusap air mata itu walau percuma.

"Kita sekali pun belum pernah menghabiskan waktu bersama sebagai kakak dan adik, Chaeyoung-ah. Unnie hanya meminta itu, tidak lebih."

Chaeyoung memejamkan matanya. Kenapa dia merasa kecewa? Kenapa Jisoo hanya memintanya bertahan sampai tahun baru? Karena Chaeyoung ingin bertahan lebih lama. Setidaknya menemani sang adik sampai meraih cita-citanya.

..........

Menurut hasil laporan pemeriksaan Chaeyoung pagi ini, semuanya sudah stabil untuk gadis itu bernapas tanpa ventilator. Maka Dokter Hong dan beberapa perawat pergi ke kamar rawat itu untuk melepas selang endotrakeal yang semula membantu Chaeyoung bernapas.

Di ruangan itu tak hanya ada dokter dan perawat. Ketiga saudari Chaeyoung dan orang tuanya pun ada disana untuk mendampingi. Terlebih Lisa yang memaksakan diri datang padahal masih dilanda demam tinggi.

"Nak, dengarkan. Jangan merasa panik dan lakukan apa yang ku suruh."

Chaeyoung mengangguk samar atas perintah Dokter Hong. Dia sudah ingin bebas dari selang itu agar bisa leluasa dalam bicara dengan ketiga saudarinya. Melihat mereka sering mengobrol tanpa dirinya, membuat Chaeyoung sedikit iri.

Mata gadis itu berubah memerah ketika Dokter Hong mulai membersihkan kerongkongannya dengan suction. Lalu dalam diam, dia meringis merasakan perih saat Dokter Hong melepas plaster yang menyangga selang itu.

Perlahan, Dokter Hong mulai menarik selang endotrakeal dari tenggorokan Chaeyoung. Rasa ingin muntah menyeruak, namun dia tak bisa hingga wajahnya memerah padam.

Tubuh Chaeyoung menggeliat tak nyaman, sampai seorang perawat harus menahannya agar tetap diam.

Lisa yang tak tahan melihat penderitaan Chaeyoung langsung memejamkan mata. Tak lama, dia merasa Jennie telah mendekapnya erat. Mengusap kepalanya memberikan ketenangan.

Selang itu terus ditarik, hingga berhasil keluar dengan sempurna. Hanya saja, Chaeyoung masih cukup tersiksa sekarang.

Dia ingin terbatuk, tapi tidak bisa. Air matanya mengalir dengan deras karena mendadak rasa sesak mulai memenuhi dadanya.

Suara mesin yang terhubung dengan tubuhnya berbunyi nyaring. Chaeyoung masih terus berusaha menggapai napasnya yang seakan hilang.

"Nak, tarik napasmu perlahan. Ayo lakukan." Tangan Dokter Hong sibuk mengusap kepala Chaeyoung, sedangkan seorang perawat mulai menyedot lendir yang ada di kerongkongan Chaeyoung.

Tangan gadis itu mulai mencengkram selimut dengan erat ketika tak bisa menghembuskan napas sama sekali. Mulutnya terus terbuka, mengharapkan sedikit oksigen namun nihil.

Keluarganya mulai panik melihat keadaan Chaeyoung yang seperti itu. Walaupun kini sudah diberikan masker oksigen, Chaeyoung tetap sama. Sulit bernapas.

"Hhhaahg~" Dadanya membusung ke atas ketika lehernya seperti di cekik dengan erat.

Dokter Hong terdiam sejenak. Dia memejamkan mata, lalu mulai memeriksa area paru-paru Chaeyoung dengan stetoskop.

Setelah tahu apa yang terjadi, Dokter Hong menghela napas dan kembali mengusap kepala Chaeyoung penuh sayang.

"Maafkan aku, eoh?" lirih dokker itu sendu.

"Hhaaghr~"

Dada Chaeyoung kembali membusung untuk kedua kalinya. Dia sungguh tidak bisa bernapas. Seperti rasanya ingin mati.

"Dokter, ada apa dengan anakku?" Seonho bertanya dengan khawatir. Saat ini hanya dia yang masih bisa mengendalikan diri dari kecemasan.

"Tuan, maaf. Aku akan melakukan reintubasi pada Chaeyoung."

Lisa yang mendengar itu menatap Chaeyoung dengan lirih. Dia sungguh tak tega ketika tubuh Chaeyoung harus terus dipasangi dengan alat-alat. Kakaknya kesakitan dengan itu, tapi mereka sungguh tak bisa berbuat apa pun.

Dengan ragu, Lisa melepaskan dekapan Jennie yang semula membelenggunya. Dia mendekati Chaeyoung yang masih berusaha menggapai napas.

Diusapnya dada yang kakak yang tersentak dengan kasar. Dia tak tahu kapan berakhirnya kesakitan sang kakak. Tapi dia berharap Tuhan tak terlalu kejam.

"L-Li---"

"Ssstt. Jangan katakan apa pun." Lisa berbisik tepat di telinga Chaeyoung.

"Terima kasih, telah menjadi kakak yang hebat."

Di tengah rasa sesaknya yang semakin tak karuan, Chaeyoung memejamkan mata. Dia begitu ingin sembuh, karena itu adalah satu-satunya cara agar Lisa bahagia.

Lampung, 12 September 2021

Note.

Ikan kalau habis mandi handukan ga yah?

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

79.9K 725 2
Sudah dibuat versi E-book ya. Jadi sebagian dihapus. ______ Kesalahpahaman membuat mereka saling menjauh. Hubungan yang awalnya begitu dekat kini seo...
1.5M 125K 44
PART 41 - 55 DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN Menjadi bagian dari Kwon, adalah hal teristimewa untuk Lisa. Tangis, canda, tawa. Semuanya dia lewat...
Adopted Child Af k

Fan Fiktion

166K 26.3K 48
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
434K 45.9K 66
Mereka disatukan oleh sebuah hubungan dalam ikatan persaudaraan. Tidak akan ada yang bisa memutuskan ikatan ini. Baik jarak, bahkan kebencian sekalip...