I'm Your Daughter Too || Gfri...

By sixornone30

27.1K 4.1K 557

[COMPLETED] "Ibu, aku tidak pernah merasa iri jika dia menjadi adikku. Tapi, bisakah Ibu melihat ke arahku? A... More

00.Prolog
01. I'm Your Daugther Too
02. I'm Your Daugther Too
03. I'm Your Daugther Too
04. I'm Your Daugther Too
05. I'm Your Daugther Too
06. I'm Your Daugther Too
08. I'm Your Daugther Too
09. I'm Your Daugther Too
10. I'm Your Daugther Too
11. I'm Your Daugther Too
12. I'm Your Daugther Too
13. I'm Your Daugther Too
14. I'm Your Daugther Too
15. I'm Your Daugther Too
16. I'm Your Daugther Too
17. I'm Your Daugther Too
18. I'm Your Daugther Too
19. I'm Your Daugther Too
20. I'm Your Daugther Too
21. I'm Your Daugther Too
22. I'm You Daugther Too
23. I'm Your Daugther Too
24. I'm Your Daugther Too
25. Epilog

07. I'm Your Daugther Too

806 158 15
By sixornone30

"Ibu, tidak akan pergi ke sekolah?"

Sowon menghembuskan napas pendek. "Apa Ibu datang ke sekolah karena kau membanggakan? Tidak seperti itukan?"

"Tapi Bu, aku—"

"Terima hukumanmu, kau yang melakukan kesalahan itu."

"Baiklah, aku pamit kalau begitu."

Sinb benar-benar melenggang pergi sekarang, dia berlari kecil sembari memegangi kedua tali tas ranselnya. Sowon hanya menatap kosong, kemudian ia juga ikut menyusul kepergian Sinb.

Sementara Sinb sudah naik ke dalam bus dan pergi, Sowon baru sampai di halte. Mereka berangkat dengan transportasi yang sama, hanya berbeda waktu saja.

Sesekali Sowon melihat ke arah jam tangan yang melingkar di lengannya, hari ini dia berangkat agak siang karena memang disengaja.

Kembali dengan Sinb, gadis yang sudah duduk dengan tenang pada tempatnya. Ia kebagian bangku paling belakang, berada di tepian hingga membebaskan dirinya untuk melihat ke arah jalanan. Rasanya sepi, rasanya hampa, rasanya sangat kosong.

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Tanpa sebuah sebab atau akibat, Sinb tiba-tiba terbatuk. Mungkin jika batuk itu terjadi untuk sebentar bukanlah sebuah hal yang aneh, tapi kini Sinb masih terbatuk. Telapak tangannya berguna menutupi bibir yang tak mau berhenti batuk itu. Sinb menekan tombol pertanda ingin segera berhenti, dan bus pun berhenti di halte berikutnya.

Melepaskan telapak tangan setelah dirasa semua baik-baik saja, Sinb melihat ada bercak darah yang hadir di sana. Menepis segala pemikiran buruknya, Sinb segera mengambil tisu yang selalu tersedia di dalam tas ranselnya. Ia mengelap darah itu, menjilati bibirnya yang mendadak kering.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, itu bukan hal serius," ucap Sinb sembari mendudukan dirinya di halte bus tersebut.

Sebenarnya Sinb bisa menetap di dalam bus, tetapi dia membutuhkan udara segar untuk memberhentikan batuknya. Kini dia harus berjalan kaki, berhemat karena takut dimarahi oleh ibunya.

Begitu ia beranjak, ia merasakan pening serta pendengarannya mulai berdengung. Berpegangan pada apapun yang ada di sana, mencoba menahan segala kesadarannya.

"Ah, sialan! Ada apa denganku?" Sinb marah pada dirinya sendiri.

Menepis rasa sakitnya, Sinb memaksa untuk berjalan kaki saja. Mungkin hanya beberapa langkah, meski pasti Sinb akan terlambat masuk sekolah. Hukuman akan semakin bertambah, bersiap saja dengan segala omelan dari Bu Bae Irene.

"Sinb!!!"

Sinb berhenti melangkah, ia meraba kepalanya yang terasa berat. Berbalik, dia samar-samar melihat Sang Ibu yang baru turun dari bus.

"Ibu," panggil Sinb.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Sowon masih menetap di sana.

"Aku salah memberhentikan tadi," jawab Sinb.

Sowon tersenyum miring. "Sebenarnya kau itu punya otak atau tidak, sih? Ibu sampai tidak habis pikir dengan setiap perbuatanmu."

"Kenapa Ibu berkata seperti itu? Bagaimana Ibu bisa dengan mudah menyatakan hal semenyakitkan itu?"

"Karena Ibu malu memiliki seorang putri seperti dirimu, Ibu juga menyesal karena telah membesarkan dirimu."

Sinb tersenyum tipis. "Ya, terima kasih banyak atas pengakuannya."

"Bisakah Ibu mengembalikanmu kepada semesta saja? Ibu sudah lelah berhadapan dengan dirimu, Sinb."

"Ibu, kau menyakiti perasaanku lagi."

Sowon tersenyum. "Itu lebih baik, bukan? Jika Ibu membuatmu sakit hati, maka semesta akan lebih mudah mengambilmu."

"Aku baru menemukan seorang ibu yang begitu tega seperti ini," ucap Sinb tidak habis pikir.

"Karena jika kau tidak dibesarkan, maka semua akan baik-baik saja, Sinb!"

.
.
.

"Ibumu tidak datang?"

"Dia tidak akan datang."

"Kalau begitu kau harus menerima konsekuensinya, Sinb."

"Ya, aku mengerti."

"Kau akan dihukum sendirian karena Ibumu tidak datang ke sini untuk bertanggung jawab, Ibu Soojin dan Eunseo datang ke sini tadi."

Sinb menghembuskan napas pendek. "Ibu mau tahu kenapa orang tuaku tidak ke sini?"

"Ibu tahu, Sinb," ucap Irene.

Sinb mengambil ponselnya, segera ia menghubungi Sang ibu.

"Mungkin melalui panggilan dia mau membantuku terbebas dari hukuman," ucap Sinb dengan penuh harap.

"Kau yakin?" Irene bahkan meragukan.

"Ada apalagi? Jangan menghubungi Ibu, Ibu sedang sibuk sekarang! Urusi masalahmu sendiri, kau sudah besar, Sinb!"

Tut!

Sinb memejamkan matanya sembari meremas benda pipih canggihnya.

"Ya, sepertinya aku akan dihukum saja," ucap Sinb sudah tidak ada lagi pilihan.

"Sinb yya," panggil Irene.

"Ya?"

"Kau akan diskors, dan kau harus mundur dari olimpiade."

Sinb terkejut. "Mundur dari olimpiade? Aku hanya memecahkan jendela, tidak melakukan hal yang merusak citra sekolah, Bu!"

"Ada yang lebih baik darimu, dia akan menggantikan posisimu."

"Kenapa sekolah ini tidak adil? Aku menghabiskan waktuku semalaman untuk belajar, tetapi kenapa ini bisa terjadi? Aku sudah siap, Bu!"

"Maaf, tetapi kau harus mundur dari olimpiade."

Sinb menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, saat itulah dia berada di titik paling rendahnya. Dia terisak, membuat Irene selaku wali kelas merasa tidak tega.

"Sinb aku minta maaf," sesal Irene.

"Aku belajar semalaman, aku mengurangi waktu tidurku, aku, aku bahkan terkadang lupa makan, tapi apa ini? Kenapa aku harus mundur, Bu?"

Sinb mengangkat wajahnya dan menyeka air mata.

"Bagaimana aku mengatakan ini kepada keluargaku? Mereka pasti akan kecewa mendengarnya," sesal Sinb.

.
.
.

"Bibi Yuju, apa kau sedang sibuk?"

"Tidak, aku baru saja beristirahat setelah bekerja."

"Kau bisa datang ke sini? Aku membutuhkan seseorang untuk menjadi teman."

"Ya, di mana sekarang? Bibi akan datang kepadamu."

"Aku akan mengirimkan alamatnya melalui pesan."

Sinb mematikan panggilan sepihak, mengirim lokasi saat ini kepada Yuju. Sepulang dari sekolah, Sinb langsung pergi ke atap gedung tua yang tidak jauh dari area sekolah. Tempat ini ditemukan oleh teman-temannya, berguna untuk menenangkan pikiran.

"Ibu pasti akan tertawa mendengar ini, kemudian dia memarahiku, atau yang paling buruk dia mendepakku dari rumah."

Rasanya menyedihkan, ketika hal yang bisa ia banggakan malah berakhir tanpa sebuah kejelasan sama sekali. Dilihatnya lampu yang menyala dengan terang, menghiasi kota di malam ini.

"Sinb eonie!!!"

Sinb menoleh ke sumber suara, bukan Yuju yang datang, tetapi Umji yang sudah hadir di sana.

"Hei," balas Sinb dengan senyuman.

"Tidak salah, kau memang ada di sini," ucap Umji sambil berlari kecil menghampiri.

"Kenapa kau belum pulang?" tanya Sinb, melihat ada ransel di punggung Umji.

"Aku mendengar ada yang menggantikan posisimu, aku datang ke sini karena Eunseo sunbaenim bilang kau akan ke sini," jelas Umji.

Sinb menghembuskan napas panjang, kemudian ia merentangkan kedua tangannya. Umji meniru, Sinb menoleh dan segera saja tersenyum.

"Jangan khawatir, Eonie. Dia pasti tidak sebaik dirimu," kata Umji dengan sangat percaya diri.

"Benarkah?"

"Iya, karena mesin penghitung yang sebenarnya itukan kita berdua!"

"Kau benar, mesin penghitung!"

Mereka begitu akrab, yang tidak akrab hanyalah Sowon terhadap Sinb.

Continue Reading

You'll Also Like

38.5K 4.4K 34
Kim Yerim dan kisah sederhananya di masa SMA. Sederhana untuknya namun terlalu menyakitkan untuk kakak - kakaknya melihat Yerim menderita dengan pen...
5.3K 1K 26
Bagaikan sebuah takdir, kami dipertemukan di dalam situasi dan kondisi yang tak pernah diduga-duga sebelumnya... "Ayo kita melarikan diri dari penjar...
36.3K 6.2K 60
"Kelas khusus untuk orang-orang khusus" Note : Semua yang ada di cerita ini adalah karangan semata. Ada beberapa nama negara dan kota yang di ambil d...
2.3K 285 23
"haerinnn jangan tinggalkan aku hiks" "drama terus, ga ada jalan hidup lain kah?" "berisik!" "asu, cocok deh sama nama mu asa as Asu" "Hong sialan!" ...