Good Generation (TERBIT✓)

By Diliaannisa

1.1K 285 190

🥇#1 - Potensi 🥇#1 - Marathon 🥉#3 - Istimewa SMA Cahaya Banua adalah satu-satunya sekolah yang memiliki p... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
EPILOG
PENGUMUMAN

BAB 14

24 6 0
By Diliaannisa

Sejak perjalanan menuju posko dua hingga sekarang mereka menuju posko empat, tidak ada sepatah kata pun yang keluar untuk mengusir keheningan yang tercipta. Dili menyesali perkataannya yang mengusik Rama, padahal saat hari kedua MOS Dili sudah tahu tentang Rama yang sangat cemburuan tentang orang tuanya, dia terang-terangan menunjukkan bahwa dia tidak suka dengan kehadiran Satria di keluarganya.

Sebagai anak bungsu, Rama tidak siap berbagi kasih sayang orang tuanya dengan orang lain yang bahkan tidak memiliki hubungan darah dengan keluarganya. Memiliki kakak perempuan yang mandiri membuat Rama menjadi satu-satunya anak yang sangat dimanja, hingga Satria datang dan membuat hidupnya berubah.

Rama akan dimarahi jika bersikap kasar pada Satria, dia bahkan harus berbagi makanan dan mainan, juga istana kesayangannya. Di keluarga Alvarendra, anak-anak mereka akan dibuatkan satu rumah yang terpisah dari orang tua, lengkap dengan fasilitas mewah dan para staf yang siap melayani 24 jam. Nama rumah tersebut dinamakan berdasarkan dengan pemiliknya, Istana Pangeran Mahkota Rama berubah nama menjadi Istana Pangeran sejak Satria ikut tinggal di dalamnya.

Imajinasi anak-anak yang berlebih tentu membuat Rama yang baru berusia lima tahun merasa Istananya terancam di kuasai oleh pemberontak. Rama pernah mengunci Satria di dalam kamar selama dua hari, akhirnya Satria sakit, sedangkan Rama harus tinggal di rumah desa dengan fasilitas minim tanpa listrik sebagai hukuman.

Rama selalu rajin belajar karena tidak ingin peringkatnya berada di bawah Satria, hal ini membuatnya kehilangan waktu untuk bermain dengan teman-teman sebayanya, sehingga dia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan lebih suka menghabiskan waktu sendirian. Baginya, bermain bersama teman hanya membuang waktu dengan sia-sia.

Di sisi lain, Satria yang pintar dan baik hati sangat mudah untuk mendapatkan teman. Tinggal bersama Rama yang manja dan suka melampiaskan amarah sesukanya, membuat Satria menjadi pribadi yang penyabar dan memiliki sikap serta pemikiran yang lebih dewasa dari anak-anak sebayanya.

Dia tidak pernah menyalahkan Rama yang suka menjahili atau menyakiti perasaannya, dia justru bersyukur karena mendapat kesempatan untuk memiliki keluarga setelah menjalani waktu lima tahun tanpa keluarga di panti asuhan. Dia sangat menyayangi keluarga angkatnya, terutama Rama yang tinggal serumah dengannya.

“Jurit Malam dihentikan sampai di sini. Semua panitia dan peserta diminta untuk berkumpul di lapangan utama secepatnya.”

Terdengar suara tegas dari salah satu panitia yang menggema di seluruh pengeras suara sekolah. Anehnya suara itu bukan berasal dari Lana selaku Ketua OSIS, atau Khaidir selaku Ketua Pelaksana, dan bukan Afdi selaku Ketua Divisi Acara. Padahal mereka bertigalah yang berhak menghentikan acara secara tiba-tiba seperti ini, dan menjelaskan tentang alasan kuat dibaliknya.

Desas-desus suara lirih cukup mengganggu telinga Dili, ada yang tak henti-hentinya tertawa, ada yang mengeluarkan umpatan, ada yang berteriak-teriak sambil mengikuti Dili dan teman-temannya menyusuri jalur di tengah bangunan kedua dan ketiga, hingga mereka sampai di depan bangunan yang berdiri di tengah bagian depan jalur, indra penglihatan Dili menangkap sosok yang dia kenal sedang tersenyum lebar seakan menyambut kedatangan mereka.

“Kakak cantik di lantai tiga itu akan segera menjadi temanku,” ucapnya sambil mengarahkan jari telunjuk ke arah Bangunan Kelas Favorit.

“Baguslah kalau kamu sudah mendapatkan teman, Dik.” Dili menjawabnya dengan suara yang hanya bisa didengar oleh makhluk sejenis lawan bicaranya itu.

“Jangan menangis saat dia sudah berada di alamku.”

Dili dan Satria langsung berlari mengejar anak laki-laki yang terbang ke arah bangunan kelima. Mata Satria terbuka lebar saat melihat seseorang sedang berdiri di depan pagar pembatas teras atau yang biasa disebut ruang belajar terbuka di lantai tiga. Langkah kakinya menjadi semakin cepat, menyadari ada hal buruk yang akan terjadi akibat perbuatannya di Aula sebelum Jurit Malam berlangsung.

Ternyata sudah ada beberapa panitia di sana, termasuk Lana, Khaidir, dan Afdi yang tampak pucat melihat Nida membalikkan tubuhnya ke arah pagar pembatas. Satria langsung menyadari keadaan saat melihat tatapan Nida yang kosong, wajahnya pucat, dan tangannya sedang di genggam oleh sesosok makhluk tanpa mata, hidung, bahkan mulut.

Satria duduk sambil membungkukkan badannya, kedua telapak tangannya saling bertemu dan diletakkan tepat di depan kepalanya. Khaidir yang panik segera mendekati Satria, khawatir kalau Satria juga dirasuki seperti Nida, setidaknya dia bisa mencegah Satria mendekati ujung teras seperti yang sedang dilakukan Nida. Dia menyesal karena terlambat menyadari keanehan yang terjadi pada Nida sehingga sudah terlambat bagi mereka untuk menyelamatkannya.

Lima belas menit yang lalu, kelompok satu yang terdiri dari Nida dan Halidy tiba di posko Uji Nyali. Nida meminta kepada panitia untuk dikeluarkan dari ruang belajar terbuka yang saat itu dikunci dari luar padahal dia baru saja dimasukkan ke sana untuk sesi tes terakhir. Panitia yang menganggap Nida hanya bercanda saat dia mengaku melihat sosok aneh dan terus menerus minta dikeluarkan bersikap cuek karena merasa Nida hanya mencari alasan karena takut.

Sesaat kemudian, Nida terdiam. Keheningan itu justru membuat panitia merasa aneh, mereka memanggil nama Nida untuk menanyakan keadaannya, tapi tidak ada jawaban. Salah satu panitia menganggap itu adalah lelucon baru dari Nida agar panitia terkecoh dan membukakan pintu untuknya.

Waktu lima menit telah berlalu, pintu dibuka karena waktu tes berakhir. Betapa terkejutnya mereka melihat Nida yang berdiri tegak di ujung teras dengan tatapan kosong. Halidy yang menyaksikan hal tersebut segera menerjang ke arah Nida, tapi langkahnya terhenti di tengah teras karena mendengar ancaman dari Nida, suara itu terdengar seperti suara wanita dewasa dengan nada lirih tapi tegas. Ancaman itu seakan tembok pembatas yang sangat tinggi sehingga tidak bisa dilewati oleh siapa pun.

“Saya yang sudah membuat anak Anda menangis. Tolong lepaskan teman saya, dia tidak bersalah.”

Dili yang baru tiba di sana segera mengambil posisi duduk di samping Satria. Meski dia tidak bisa merasakan takut kehilangan teman seperti yang dirasakan oleh Satria dan semua orang yang ada di teras, Dili tahu kalau sampai Nida jatuh dari ketinggian itu maka dia akan kehilangan nyawa, karena itulah Dili ikut memohon agar sosok itu tidak mencelakai temannya.

“Apakah kalian yakin dia diganggu makhluk halus? Bisa saja dia hanya berakting,” sahut Rama si perusak suasana yang sok tahu dan tidak peka.

“Sejak kecil adikku bisa melihat sosok seperti itu,” bisik Lana yang langsung membuat Rama terdiam. Sejak kecil tinggal di negeri yang tidak percaya hantu, tidak membuat Rama terpengaruh pola pikir mereka. Dia suka sekali menonton film horor sehingga menjadi penakut dan 100% percaya dengan keberadaan makhluk tersebut, dia menjadi lebih penakut sejak kembali ke Indonesia yang punya 1001 cerita mistis menyeramkan, tapi dia berusaha menutupi rasa takutnya dengan bertingkah sok berani.

Tersinggung dengan ucapan Rama yang terkesan meremehkan dirinya, makhluk itu menuntun Nida untuk menaiki pagar pembatas, semua mata tercengang, teriakan dari para panitia yang memanggil namanya tidak berhasil mengembalikan kesadaran Nida. Dia terus menaiki pagar hingga setengah badannya mendapati ruang tanpa batas.

Di tengah ketegangan yang membuat semua orang terpaku, Halidy menangkap pinggang Nida dan menariknya mundur. Nida terjatuh menimpa tubuh Halidy yang terbaring di atas teras, kesadarannya kembali saat kepalanya terbentur kepala Halidy dengan cukup keras. Mereka berdua mengaduh kesakitan di saat bersamaan sambil mengelus-elus kepala yang agak pusing.

Dalam situasi normal, mungkin kejadian itu terlihat lucu atau terkesan romantis, tapi perhatian mereka teralih kepada Dili yang memegangi kepalanya sambil bernapas dengan sangat cepat, matanya terpejam dan alisnya berkerut seakan sedang menahan rasa sakit yang luar biasa. Satria meraih telapak tangan Dili meski tahu bahwa dia akan menerima rasa sakit akibat genggaman tangan Dili yang sangat kuat.

“Kenapa kamu terus menerus menyakiti orang yang tidak bersalah, Dik. Aku yang melarangmu memainkan tombol lampu itu, jadi tolong bilang pada ibumu untuk menghukum aku saja.” Bulir bening mulai menetes dari mata Satria. Melihat Nida yang hampir jadi korban sudah cukup membuatnya merasa sangat bersalah, penyesalan Satria semakin bertambah melihat betapa keras Dili berusaha melawan makhluk yang ingin menguasai tubuhnya.


______________________________________
"GOGENPEDIA"

Denah SMA Cahaya Banua :




Tokoh yang terlibat :
1. Dili

2. Rama

3. Satria

4. Nida

5. Halidy

Continue Reading

You'll Also Like

432 92 27
🏆 Juara 1 dan Kelompok Terbaik dalam Event Cakra Serial Marathon Batch 02 yang diselenggarakan oleh Cakra Media Publisher ... ⚖️ ... Merasa geram da...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 44.6K 20
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...