SINGLE MOM (END)

kaneboorenyah által

2.5M 173K 2.1K

Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayang... Több

Prolog
Lah, Si Marsel Kenapa?
Gue Mau Pulang
Sakit Sel, Hiks
Papah Laper?
Pergi Dari Sini!
Gue Harus Berubah!
Ran Mau Sekolah Lagi
Jangan Sentuh Gue
Apa Salah Gue
Kenapa Gue Selalu Mual
Kakakmu Dimana
Mamah Rindu
Itu Anak Ibu Ya?
Loh Rania?
Gue Hamil
Dokter Tidak Perlu Ikut Campur
Apa Pilihanmu
Ran Juga Korban Disini
Saya Takut Ustadz
Bayi Apa
Jangan Sendirian
Rumah Saya!
Jangan Aneh - Aneh Renata
Renata? Bisa Bicara Sebentar?
Kakak Yakin, Mau Makan Ini?
Korban Kue Goyang
Semua Cowok Beda
Maafin Ran, Udah Bikin Kalian Malu
Couvade Syndrome
Ingatan Peace Lili
Kakak Kan Galak
Nunggu Calon Istri
Saya Dulu
Jangan Bilang Nggak Papa
Berarti Saya Boleh Jadi Your Boy dong?
Bonus, Biar Enak
Kamu Boleh Pergi
Nggak Kangen Sama Aku Ya?
Takut Nggak, Seneng Iya
Apa Yang Ingin Kamu Tanyakan?
Kalo Dalam Artian Lain?
Suka Ya, Dicium Sama Saya?
Tidur Kok, Cuma Nggak Teratur
Jadi Maling!
I Will
Emang Nggak Capek Pak?
Minggu Depan
Nggak Usah Bilang Makasih
Kamu Haid Apa Nggak?
Aku Ini Istri Kakak Loh
Emang Kamu Nggak Cemburu
Saya Nggak Suka Berbagi
Jaga Renata, Saya Kesana Sekarang
Devan Nggak Akan Tinggalin Mama Kan?
Kewajiban Lain?
Hah Juga Sayang
Mas Dapet Wangsit Tadi
Kamu Bohong Sayang
Mas Yang Akan Turun Tangan
Sekali Lagi Terima Kasih
Aku Nunggu Mas
Aku Percaya Sama Mas Kok
Gue Nggak Minat Bunuh Orang
Gila
Nggak Usah Macam-Macam
Dia Istri Saya Pak
Mas Yang Mulai
Papahmu Emang Aneh, Van
Saya Sudah Menduganya
Secepat Itu
Kami Mohon Ya Tuhan
Mas Gagal
Keluar Sekarang Atau Gue Masuk
Aku Butuh Kamu Mas
EPILOG
Extra Part
Extra Part 2

Maafin Aku Ka

31.2K 2.4K 6
kaneboorenyah által

02.47 WIB

Renata menatap kosong ranjangnya didepannya yang masih terlihat rapi, karena belum ia sentuh sama sekali. Dirinya lebih memilih untuk menenangkan diri diatas sofa, pikirannya terlalu kalut bahkan sekedar untuk memejamkan mata barang sejenak pun rasanya sangat sulit.

Cemoohan yang diterimanya kemarin pagi, terus berputar didalam kepalanya layaknya kaset rusak. Renata sadar jika apa yang ia lakukan sangat tidak baik untuk kandungannya, seperti apa yang dikatakan dokter, psikolog bahkan Devan.

Ngomong-ngomong soal Devan, Renata berencana untuk segera membuka jati dirinya pada lelaki itu. Tapi apalah dayanya, rasa takutnya terlalu besar.

"Gue nggak bisa sembunyi terlalu lama, gimana pun caranya gue harus jujur."

"Gue nggak mau hidup kaya gini,"

Renata menggeram kesal, perbuatannya dimasa lalu amatlah salah. Bahkan berimbas pada masa depan Devan.

"Apa gue harus jujur sama ka Devan?"

"Tapi gimana sama respon ka Devan? Gimana kalo gue diusir dari sini?" gumamnya khawatir.

Bibirnya menyunggingkan senyuman hambar "Lo udah bikin hidup orang hancur, dan sialnya lo masih mikir soal diri lo sendiri?"

Ia tertawa mengejek, tidak menyangka jika dirinya bisa sehina itu.

"Egois banget lo,"

"Jelas-jelas lo udah bikin hidup ka Devan hacur, bukannya minta maaf, lo malah masih sempet-sempetnya mikirin diri lo sendiri!"

"Bego lo ya!"

"Ka Devan udah baik sama lo, dia satu-satunya orang yang care sama lo. Bahkan dia bersedia nampung lo dirumahnya,"

"Jadi atas dasar apa lo bersikap egois? Sampe kapan lo mau membebani hidup ka Devan?"

"Tapi gimana kalo gue diusir dari sini? Gue harus tinggal dimana?" monolognya Renata takut.

Jalan buntu, Renata tak tau harus berbuat apa saat ini. Rasanya ia ingin menyerah, isi kepalanya penuh sesak dan siap meledak kapan saja.

Srek

Renata menatap nanar tangannya yang sengaja disayat, dengan bantuan pisau yang dibawanya dari dapur. Senyum gadis itu perlahan tumbuh, ketika melihat darah keluar dari luka yang masih basah dan terasa sakit itu.

Srek

Srek





🐝🐝🐝🐝

Devan mengusap wajahnya kasar. Semua ketakutan dimasa lalu selalu menyerangnya disaat lengah, tapi beruntungnya intensitas mimpinya berkurang sejak sebulan terakhir.

"Rena udah tidur belum ya?" gumamnya penasaran.

Kedua netranya bergerak kearah jam yang bertengger diatas dinding, sekarang sudah menunjukan pukul tiga dini hari.

"Pasti masih tidur."

Devan melenguh panjang, bersiap memasukkan dirinya kedalam alam bawah sadarnya.

Tok

Tok

kedua alis Devan terangkat, tubuhnya kembali di dudukkan pada tepi ranjang. Cukup lama ia bertahan diposisi itu, untuk memastikan apa yang didengarnya benar.


Tok

Tok

"Ka Devan," panggil gadis dari balik pintu.

"Rena?"

Dengan kecepatan kilat Devan berjalan kearah pintu, lalu memutar kenop pintunya perlahan.

"Rena?"

Devan sedikit terkejut saat mendapati Renata sudah berada didepan pintu kamarnya, dengan wajah tertunduk dan penampilan acak-acakan.

"Kenapa?"

"Ada masalah?"

Renata mendongak, ia tersenyum getir melihat kekhawatiran diwajah tampan itu.

"Ka,"

"Kita masuk." ajak Devan.

Lelaki itu hendak menyentuh Renata, tapi gadis itu berhasil menepisnya dan langsung masuk melewati Devan yang masih diam diambang pintu.

"Ka," panggil Renata lagi.

"Hm?"

"Aku mau jujur,"

Alis Devan terangkat naik "Soal?"

"Kita."

"Kita?" beo Devan bingung.

"5 tahun lalu, saat ka Devan masih kelas 11 SMA. Ka Devan sempat terlibat kecelakaan, sampai ka Devan harus dirawat satu minggu full dirumah sakit."

Devan diam terkejut, kedua netranya tertancap seutuhnya pada Renata. Bagaimana mungkin gadis itu tau masa lalunya? Apa mungkin sahabatnya yang menceritakan masa kelam itu.

"Kenapa?"

Kedua iris mahogani Renata bergerak perlahan, hingga beradu dengan iris cokelat gelap Devan yang tegas.

"Karena kecelakaan itu, kakak harus melewatkan perlombaan basket tingkat provinsi. Padahal itu cita-cita kakak,"

"Gimana kamu bisa..."

Air mata Renata luruh "Karena itu juga, hiks..."

"Eh? Ren?" Devan memekik terkejut.

Laki-laki itu hendak meyentuh bahu Renata yang bergetar kuat, tapi niatnya diurungkan saat suara lemah Renata terasa menampar wajahnya.

"Kakak kecelakaan gara-gara aku. Hiks,"

"Hah? Ma... maksudnya?"

Renata memejamkan matanya erat, ini adalah jalan yang harus ia tempuh. Meski berat tapi ia harus menerima apapun konsekuensinya. Itu semua jauh lebih baik, dari pada hidupnya dalam rasa bersalah.

"Aku penyebab kakak kecelakaan itu, hiks."

"Karena aku kakak harus dirawat, kakak nggak bisa ikut lomba basket. Dan karena aku, kakak sampai ditampar dan dihina sama ayah kakak sendiri."

Devan diam membisu, ia menatap wajah Renata antara amarah dan juga tidak percaya. Jika boleh jujur ia ingin menolak semua penjelasan Renata dan menganggap gadis itu sudah membohonginya, tapi kalimat Renata selanjutnya justru membuatnya semakin hancur.

"Bahkan karena kesalahan aku, kakak harus berurusan sama pihak kepolisian."

"Maafin aku ka,"

"Maaf. Hiks,"




🐝🐝🐝🐝


Anak laki-laki dengan balutan seragam abu-abu, terlihat asik mengemudikan mobil pemberian sang ibu. Semalam adalah hari ulang tahunnya, kedua orang tuanya memberi mobil baru sebagai hadiah. Meski anak dengan nametag Devan Fernandes itu tak sekalipun meminta untuk dibelikan barang-barang mahal. Ah iya, dia memang tidak pernah meminta apapun pada mereka. Tapi sudahlah, mungkin ini yang dinamakan rezeki.

Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore, dan Devan masih asik membawa mobilnya membelah jalanan kota untuk pergi menuju tempat latihan basket. Semua tampak normal, tidak ada hambatan sedikitpun. Tapi tiba-tiba tak jauh dari mobil Devan, muncul seorang gadis dengan seragam putih birunya.


"AWAS!"

Bep

Suara Devan dan klakson mobil terdengar bersahutan, membuat gadis dengan kuncir kuda itu menoleh terkejut.

Bepp

Klakson berbunyi panjang, sedangkan gadis itu justru mematung ditempat dan tak ada tanda akan menghindar. Karena Devan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, jadi ia memilih untuk membanting stir kearah kiri.

"Argh!" Devan berteriak, dengan tangan yang dijadikan sebagai tameng.

Bruk

Bunyi mobil bertubrukan dengan jejeran sepeda motor yang terparkir didepan warung makan terdengar menggema kuat. Gadis berseragam putih biru memandangi mobil sedan dalam diam, tatapannya mendadak kosong, kepalanya seolah diajak berkeliling.

Bahkan ia tidak menyadari saat segerombol orang mendatanginya, karena yang mampu ditangkap kedua netranya adalah keadaan pengemudi mobil sedan. Saat ini mobil dan pengemudinya sedang dikerumuni oleh banyak warga.

"Adek nggak papa?"

"Ada yang sakit?"

"Kita kerumah sakit ya?"

Semua kata-kata itu berhembus seperti angin lalu, pandangannya menggelap begitupun dengan pengemudi sedan. Keduanya jatuh tak sadarkan diri diatas aspal.




🐝🐝🐝🐝

"Pokoknya, aku harus ketemu sama orang itu!" kekeh gadis yang saat ini sedang duduk diatas brankar rumah sakit.

"Tapi Ran, kamu harus istirahat."

Gadis yang dipanggil Ran itu, tak lain dan tak bukan adalah Rania Mahendra. Usianya baru 12 tahun, tapi bukan berarti ia bisa lepas tanggung jawab.

"Kecelakaan itu terjadi karena Ran mah, coba kalo Ran hati-hati. Pasti kakak itu nggak bakal kecelakaan!" tanpa sadar ia sudah menaikkan intonasi suaranya.

"Tapi dokter bilang..."

"Ini badan Ran, dan Ran yang lebih tau."

"Biar papah antar ya?"

"Ran bisa sendiri!" tolaknya tegas.

Seusai mengatakan itu, Rania turun dari brankar. Perlahan ia pergi menuju ruang VVIP, sesuai informasi dari ayahnya.

"Ini kan ruangannya?"

Rania menarik nafas panjang, tangannya terkepal hendak mengetuk pintu didepannya. Namun gerakannya terhenti diudara.

"KENAPA KAMU BISA KECELAKAAN?!"

Jantung Rania seakan berhenti berdetak. Katakanlah jika ia lebay, tapi mau bagaimana lagi? Ini kali pertama Rania mendengar seseorang dibentak sebegitu kuatnya.

"Tadi ada anak kecil."

"TERUS KENAPA?"

"JANGAN JADIKAN ANAK KECIL ITU SEBAGAI ALASAN!"

"KAMU BISA SAJA KAN, MENGINJAK PEDAL REM. JADI MASALAHNYA TIDAK SERUMIT INI!!"

Tubuh Rania bergetar hebat, tapi rasa penasarannya tak kalah kuat. Dengan gerakan pelan Rania menggeser perlahan pintu didepannya. Kedua netra mahoganinya mengintip dari celah pintu, terlihat jelas pria paruh baya tengah berdiri tak jauh dari brankar putranya.

"POKOKNYA HARI INI KAMU HARUS KELUAR DARI SINI!"

"Nggak bisa,"

"APA?!"

Devan menghela jengah "Tangan Devan patah."

Laki-laki itu menunjuk gips yang melilit tangannya lewat kedua sorot mata tajamnya. Daud meradang mendengar ucapan anaknya, kedua matanya menyalang tajam.


"AYAH SUDAH MENGORBANKAN SEMUANYA, HANYA AGAR KAMU BISA MASUK TIM BASKET DAN BERLOMBA TINGKAT PROVINSI."

"HARGA DIRI AYAH SEDANG DIPERTARUHKAN SAAT INI!"

Devan memutar bola matanya malas, perkataan Daud terdengar menggelikan membuat laki-laki itu terkekeh mengejek.

"Mengorbankan apa?"

Devan menantang Daud, netra mereka saling beradu dan tak ada satu pun yang mau mengalah.

"Devan muak sama ayah!"

"Devan masuk ke club basket lulus seleksi lomba tingkat provinsi, itu karena usaha Devan sendiri. Ayah nggak pernah ikut andil dalam hidup Devan!"

"Ayah cuma tau cara menyiksa Devan dan mamah, nggak lebih!" ucapnya penuh penekanan.

Plak

Flashback off...

Devan memejamkan matanya erat. Rasa sakit, penghinaan hingga impian yang hancur, semuanya begitu membekas sampai meninggalkan trauma yang menghantuinya sampai sekarang.


"Maaf ka, gara-gara aku, hiks..."

Devan membuka kedua kelopak matanya perlahan, ia menatap Renata sekilas lalu beralih menatap lantai yang dipijaknya.

"Pergi!"

***

Renata bakal diusir nggak ya?

Aduh kalo di usir dia harus kemana dong?

Ada yang bisa tebak?

Kirim jawaban kalian di kolom komen, dan jangan lupa vote

_Revisi_

Olvasás folytatása

You'll Also Like

92.2K 6.1K 21
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
SARLA Ini Al által

General Fiction

853K 35.3K 91
[ Follow sebelum membaca!] [Happy reading ] (Lengkap) ⚠️CERITA HASIL PEMIKIRAN SENDIRI⚠️ ⚠️PLAGIAT HARAP MENJAUH!!, MASIH PUNYA OTAK KAN?! MIKIR LAH...
3.8M 83.8K 52
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...