Good Generation (TERBIT✓)

By Diliaannisa

1.1K 285 190

🥇#1 - Potensi 🥇#1 - Marathon 🥉#3 - Istimewa SMA Cahaya Banua adalah satu-satunya sekolah yang memiliki p... More

PROLOG
BAB 1
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
EPILOG
PENGUMUMAN

BAB 2

66 20 49
By Diliaannisa

“Segera ganti kostummu, Dik. 15 menit lagi kegiatan MOS akan dimulai.” Meski gadis itu berkata lembut dan membuat senyuman ramah di wajahnya, tatapan matanya tetap tidak berubah. Dia bertingkah baik untuk menarik perhatian Lana karena dia merasa Dili memiliki hubungan baik dengan sang ketua OSIS yang merupakan salah satu Idola di SMA mereka.

Dili bergegas pergi ke kamar mandi wanita terdekat untuk mengganti seragam putih abu-abunya dengan kostum murid baru yang telah ditentukan oleh panitia. Seragam SMP asalnya, dengan kaos kaki hitam di kaki kanan, dan kaos kaki putih di kaki kiri, memakai sepatu kanan di kaki kiri, dan sepatu kiri di kaki kanan.

Dili juga mengalungkan papan nama yang bertuliskan nama lengkap, nama panggilan, asal sekolah, tempat dan tanggal lahir, fobia, bahkan panitia mengharuskan peserta MOS meletakkan foto pacar atau foto remaja lawan jenis yang dianggap penting bagi setiap peserta selain saudara kandung mereka.

Dili menjepit rambutnya dengan 14 jepitan jemuran sesuai tanggal lahirnya, dilengkapi 14 foto berukuran 3x4 dengan 14 ekspresi berbeda. Tentu saja hal seperti ini sangat dihindari oleh Kiya, dia sendiri yang memotret Dili, dan menolak untuk bergantian dipotret, ternyata sejak awal dia sudah berencana untuk menghindari MOS hari pertama.

Langkah terakhir adalah memoles wajah dengan riasan yang tidak sesuai tempatnya. Dili menaburkan bedak di bibirnya, meratakan secara perlahan hingga bibirnya pucat seperti orang yang sedang sakit. Lalu memainkan pensil alis di hidungnya, dan juga mengoles lipstik di kedua pipinya. Dia memberi maskara pada alisnya, dan memakai pemerah pipi di dahinya.

Dili menatap pantulan dirinya pada cermin, terlihat menyebalkan. Dia sangat anti berdandan dalam kehidupan sehari-hari ataupun saat menghadiri acara. Namun, kali ini dia terpaksa merias wajah, bahkan riasan itu malah membuat dirinya terlihat seperti boneka yang baru saja di coret-coret oleh anak kecil.

Dili mengecek peraturan kostum di ponselnya untuk memastikan bahwa dia sudah memenuhi semua syarat kostum tersebut. Dia membuka pintu kamar mandi setelah mengumpulkan kepercayaan diri. Anehnya, pintu itu tidak bisa dibuka meski dia berkali-kali berusaha membukanya. Dari luar terdengar suara tawa dari perempuan, Dili curiga ada yang sengaja mengurungnya di dalam kamar mandi.

Dia kembali mengeluarkan ponselnya, jarinya hampir menekan tombol telepon saat menemukan nomor telepon Lana pada deretan kontaknya. Namun, Dili mengurungkan niatnya karena tidak ingin mengganggu Lana. Sebagai ketua pelaksana, tentunya Lana akan sangat sibuk dengan berbagai persiapan menjelang MOS.

Dili pasrah, menunggu orang lain masuk ke kamar mandi, barulah dia meminta pertolongan untuk membukakan pintu. Hanya saja, sekarang sudah waktunya MOS dimulai, tidak ada orang yang akan pergi ke kamar mandi yang jaraknya cukup jauh dari lapangan sekolah. Terlebih lagi area bangunan kelas favorit memiliki pos penjaga pada jalur masuknya sehingga hanya bisa di akses oleh orang-orang bersangkutan.

Waktu menunjukkan pukul 07.00, hujan sudah berhenti sejak sepuluh menit yang lalu. Para murid baru berbaris rapi di lapangan utama, sedangkan para panitia yang bertugas sebagai penegak disiplin, memeriksa kostum dan perlengkapan yang harus dibawa oleh para peserta.

Beberapa murid diperintahkan untuk keluar barisan dan membentuk barisan baru di belakang barisan utama karena terlambat, serta tidak mengikuti aturan kostum dengan benar. Mereka dihukum menyanyikan tiga lagu daerah, yaitu Ampar-ampar Pisang, Paris Barantai, dan Pambatangan. Jika ada yang salah lirik atau terdengar tidak kompak, maka akan diulang berkali-kali sampai mereka bernyanyi dengan baik layaknya kelompok paduan suara yang siap mengikuti lomba.

Setengah jam kemudian, panitia mengabsen sekaligus membagi kelompok peserta sebanyak 16 kelompok, dengan jumlah 20 orang dalam satu kelompok. Nama Dili diulang sebanyak tiga kali karena tidak ada yang maju dari barisan. Lana merasa yakin bahwa terjadi hal buruk pada Dili, dia meyakinkan panitia lainnya bahwa Dili datang ke sekolah bersamanya. Dia meminta waktu untuk mencari keberadaan Dili.

Kegiatan tetap dijalankan sebagai mana mestinya. Hanya Lana sendiri yang pergi dari lapangan untuk mencari keberadaan Dili. Tampak salah seorang panitia terlihat kesal dengan keputusan Lana. Rencana yang dia buat untuk menjebak Dili karena merasa cemburu dengan kedekatan Dili dan Lana, malah digagalkan oleh Lana sendiri.

Lana berkeliling sekolah, dia memeriksa setiap ruangan dengan saksama. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran seseorang di ruangan kelas sepuluh, maupun ruang belajar lainnya. Meskipun lahan sekolah mereka sangat luas, tidak ada jalur berkelak-kelok yang akan menyesatkan murid baru. Semua bangunan hanya memiliki jalur lurus menuju lapangan sekolah dan lapangan olahraga di belakang sekolah. Lana mengingat saat terakhir kali dia melihat Dili, saat itu Dili bergegas untuk mengganti baju seragamnya dengan kostum MOS.

Lana berlari menuju kamar mandi perempuan. Dia menggedor pintu kamar mandi sambil memanggil nama Dili. Tidak ada jawaban di kamar mandi lantai satu maupun lantai dua yang terletak di area bangunan kelas umum, padahal kamar mandi inilah yang letaknya paling dekat dengan lapangan utama.

Lana kembali berlari menuju area bangunan fasilitas sekolah, tidak ada tanda-tanda kehadiran seseorang di sana, bahkan semua kamar mandi di lantai satu sampai tiga terkunci. Lana menyayangkan ponselnya yang tertinggal di kelas sehingga tidak bisa menghubungi Dili.

Tiba-tiba dia teringat saat mengelilingi sekolah bersama Dili, hanya tiga kamar mandi yang tidak dikunci. Tinggal satu kamar mandi yang belum Lana datangi, yaitu kamar mandi yang letaknya paling dekat dengan kelasnya. Lana menyesali rasa panik yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Tentu saja Dili akan memilih kamar mandi itu karena kamar mandi itulah yang paling dekat dengan lokasi terakhir Dili.

Sayangnya kamar mandi itu juga terkunci, terdapat sebuah papan penanda bertuliskan sedang dalam perbaikan. Lana merasa ada yang janggal, dia ingat dengan jelas kalau kamar mandi itu terbuka saat dia dan Dili melewatinya sebelum menuju kelasnya. Rasanya aneh kalau tiba-tiba rusak padahal semua murid kelas sebelas favorit yang merupakan panitia MOS sudah berkumpul di lapangan.

Tanpa Lana sadari, salah satu panitia MOS datang menghampiri. Dia langsung menunjukkan sebuah video kepada Lana, video yang tiba-tiba tersebar di semua ponsel panitia MOS serta layar di sisi kiri dan kanan bagian depan lapangan. Dalam video tersebut terlihat tangan seorang gadis yang mencoba untuk membuka pintu kamar mandi berkali-kali, lalu terekam suara gelak tawa gadis lainnya dari luar.

Sejenak kemudian, video hanya menyorot pintu kamar mandi dengan suasana hening selama beberapa menit, sampai kemudian sorot kamera berubah seiring dengan pergerakan si perekam. Dari sorot kamera yang semakin meninggi, bisa disimpulkan bahwa si perekam bergerak menuju plafon, masuk melewati bagian plafon yang telah digeser, lalu video menyorot nuansa hitam karena si perekam menjerumuskan diri ke tempat super gelap.

“Mungkinkah Ana ditangkap oleh hantu toilet untuk dijadikan tumbal?”

“Untuk ke sekian kalinya kukatakan, kamu laki-laki paling tidak rasional yang pernah kukenal, Khaidir. Sejak kapan ada gosip hantu di sekolah kita?” Lana merebut ponsel Khaidir untuk menghubungi petugas sekolah. Dia meminta petugas tersebut membawakan kunci cadangan secepatnya karena ada seorang murid yang terkunci di kamar mandi.

Tidak berselang lama, petugas sekolah segera membuka kamar mandi dan mengambil papan pengumuman perbaikan. Dia meminta maaf kepada Khaidir karena gagal mengamankan area jagaannya. Dia mengatakan bahwa kunci itu tidak dipinjam oleh siapa pun, sejak tadi tersimpan aman di dalam posnya. Sedangkan kunci duplikat ada pada kepala keamanan yang sejak tadi duduk bersamanya di pos depan bangunan kelas favorit.

Saat mereka sibuk menerka-nerka pelaku kejadian tersebut, Lana sudah turun dari plafon bersama Dili yang terlihat baik-baik saja. Plafon tersebut sangat bersih sehingga tidak ada debu yang menempel di baju mereka.

“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang sakit? Aku akan meminta izin kepada pembina MOS agar memberikanmu waktu istirahat untuk hari ini. Aku rasa suasana di lapangan agak gaduh karena video itu, tapi bagaimana caramu mengirimkannya ke ponsel kami semua?”

Dili dihujani berbagai pertanyaan dari kakak senior yang bahkan belum dikenalnya. Sedangkan Lana hanya terdiam, Dili yakin kalau Lana sama khawatirnya seperti kakak senior itu.

“Video?” sahut Dili menyadari ada hal yang aneh dari ucapan kakak seniornya.

“Berkat video yang kamu sebar, kami bisa menemukan lokasimu dan melihat aksi menegangkan yang membuat bulu kudukku berdiri.”

Melihat raut wajah Dili yang semakin bingung, Khaidir menunjukkan video yang dia maksud. Terekam kejadian yang sama persis dengan yang Dili alami, hal itu membuat Dili semakin bingung.

“Bagaimana mungkin? Tidak ada siapa pun di dalam, dan saya tidak merekam apa pun, kalian bisa cek ponsel saya.”

Jawaban mengejutkan dari Dili justru membuat Khaidir menjadi lebih paranoid, seakan Dili mengakui ada makhluk halus penunggu kamar mandi yang berusaha menolongnya, mungkinkah dia seorang peri cantik yang baik hati? Khaidir tenggelam dalam keyakinannya yang sangat tidak bermanfaat, sifat yang selalu membuat Lana kesal sampai berkali-kali mengatakan bahwa Khaidir adalah laki-laki paling tidak rasional yang pernah dia temui.

Lana larut dalam perasaannya yang bercampur aduk. Jika saja Kiya yang berada di posisi Dili saat ini, dia pasti akan menangis ketakutan dan memarahi Lana yang tidak segera menyadari bahaya yang menimpa dirinya. Adik kandung Lana itu sangat penakut, berbanding terbalik dengan Dili yang sangat pemberani.

Lana berjalan di belakang Dili layaknya pengawal yang memastikan keamanan tuan putri. Meski tidak ada hubungan darah di antara mereka berdua, Lana selalu menjaga Dili dengan baik seperti dia menjaga adiknya, Kiya. Baginya, adiknya memang selalu ada dua, yaitu Kiya dan Dili. Lana yang memiliki karakter lembut, akan menjadi singa yang siap menerkam mangsa jika ada yang berani mengganggu adik-adiknya.

Mereka tiba di lapangan utama, disambut oleh ratusan pasang mata yang penasaran dengan gadis yang membuat ketua OSIS sampai berkeliling sekolah sendirian demi mencarinya, seorang gadis yang berani masuk ke plafon super gelap, gadis yang tidak menangis atau bahkan berteriak-teriak minta tolong meski sudah satu jam terkunci di kamar mandi, gadis yang menimbulkan kegaduhan di hari pertama MOS berkat videonya yang tersebar secara ajaib, gadis yang tetap bersikap tenang seakan tidak terjadi hal buruk padanya.

Lana membawa Dili ke tengah lapangan utama. Dia mengambil mikrofon, lalu menggenggamnya dengan erat. Pandangannya menyapu lapangan sekolah dari kiri ke kanan dengan tatapan tajam. Membuat para peserta MOS menundukkan pandangannya, tidak berani bergerak. Baru satu jam sejak mereka datang ke sekolah baru, mereka sudah merasakan atmosfer yang menakutkan dari seorang senior.


______________________________________
"GOGENPEDIA"

Denah SMA Cahaya Banua :





Tokoh yang terlibat :

1. Dili

2. Lana

3. Khaidir

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 60.6K 27
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.6K 133 12
Seorang lelaki yang memiliki kepribadian Ganda sifatnya akan berubah 180° saat malam hari dia adalah Pete Suppapong.... saat siang dia akan terlihat...
226 55 1
"Mencintai yang paling indah itu bukan ketika kamu mencoba untuk bertemu, bukan ketika kamu mencoba untuk saling menyapa, bukan ketika kamu mencoba u...