Antologi Kata

By as_syifaak

164 10 2

KUMPULAN CERPEN Cordoba adalah sebuah kota di Andalusia, berada di sebelah barat Spanyol. Cordoba berdiri di... More

Antologi Kata
Langit Cordoba
Misophonia
Sang Pengembara
Antara Aku, dia dan Dia

Tania Story

49 2 1
By as_syifaak

Dulu, aku selalu bersyukur bisa lahir dalam keluarga ini. Tapi itu dulu. Sekarang semuanya sudah berubah. Setiap kali aku memandang ruang tengah tempat aku sering berbincang-bincang bersamanya, aku seakan sedang menyaksikan fragmen video masa laluku. Tanpa ada yang terlewat sedikitpun.

Aku masih bisa mengingat semuanya secara detail. Disaat semua masih baik-baik saja. Dan aku berharap akan terus baik-baik saja.

Tapi, takdir berkata lain. Semua yang baik-baik saja berubah menjadi tidak baik-baik saja. Semenjak kejadian itu hidupku berputar seratus delapan puluh derajat. Dan sejak saat itu aku bertekad untuk mengakhiri hidup dengan caraku sendiri.

Jangan habiskan waktu kalian hanya untuk membaca ceritaku. Karena tidak ada yang spesial dalam hidupku. Sudah kuperingatkan agar kalian tidak habiskan waktu hanya untuk cerita yang penuh dengan kebencian, penyesalan dan penderitaan hidup.

"ayah, kalo besar nanti Tania pengen jadi dokter biar bisa ngobatin banyak orang. Ayah seneng nggak kalo Tania bisa jadi dokter?"

"ya jelas dong sayang. Ayah bakalan dukung apa aja yang Tania cita-citakan asal itu baik. Tapi jangan lupa untuk rajin belajar ya biar cita-citanya bisa terwujud."

"iya ayah, Tania bakal bikin ayah sama ibu jadi bangga sama Tania," ucap Tania kecil pada ayahnya.

.

Sekelebat kejadian mulai menghantuiku ketika aku melewati ruang tengah. Aku mulai menangis mengingat kejadian sepuluh tahun lalu itu. Saat itu aku dan ayah sedang mengobrol di ruang tengah. Dengan bangganya aku mengutarakan cita-citaku yang amat mulia kepada ayah. Aku bangga punya ayah sepertinya. Dan ayah juga bangga dengan Tania kecil yang begitu antusias mengutarakan cita-citanya.

Dengan tak bersemangat aku meraih tas di atas meja dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Tempat kedua yang amat aku benci setelah rumahku. Jika gadis seusiaku biasanya sangat menyukai sekolah demi bertemu dengan teman-temannya, nyatanya aku tidak. Rasa-rasanya aku ingin cepat lulus dari sana. Tidak ada tempat yang kusenangi kecuali makam ayah.

Disanalah aku dapat bercerita kembali dengan ayah dan merasakan kehadiran ayah disisiku. Aku ingin cepat-cepat mengakhiri hidupku dan bertemu ayah.

Tak terasa angkot yang aku tumpangi sudah sampai di depan gerbang sekolahku. Aku menarik nafas panjang-panjang sebelum memasuki tempat ini. Aku berjalan menuju ke kelasku sendiri. Disaat teman-teman ku saling menyapa aku hanya bisa berharap banyak agar ada yang menyapaku. Tapi, itu hanya khayalanku saja. Nyatanya seperti tidak ada yang melihatku sedang berjalan kearah mereka dan terus menyunggingkan senyuman. Tapi aku tak dihiraukan.

Apakah aku sehina itu dimata mereka?

Tak terasa aku telah sampai di depan kelasku. Lagi-lagi aku menghirup napas dalam-dalam lalu masuk ke kelas. Seketika kelas menjadi sunyi ketika aku masuk. Seakan-akan aku amat mengerikan dimata mereka semua.

Hanya ada satu teman yang masih menerimaku apa adanya. Namanya Salma. Dia yang menawarkan kursi kosong disebelahnya ketika teman sebangkuku pergi meninggalkanku dan aku tak tau apa kesalahan yang telah kuperbuat kepadanya.

"Tania, sini buruan deh," Salma menyadarkanku dari lamunan.

Aku pun berjalan menghampirinya. Hanya dia yang masih mau berteman denganku.

"ada apa Sal?"

"ininih liat, gue menang lomba nulis cerpen. Gue seneng banget. Ini semua berkat dukungan dari lo tau nggak,"

"wahhh Alhamdulillah ya Sal, lo hebat deh. Gue? Emangnya gue bantu apa Sal?"

"pokoknya tanpa dukungan dari lo, gue nggak bakalan menang. Udah berapa kali gue mau nyerah buat nyelesaiin naskah cerpennya. Tapi lo selalu nyemangatin gue untuk jangan berhenti. Makasih ya Tan. Lo temen gue yang paling baik,"

"iya deh iya. Sama-sama cantik. Semoga hadiahnya gue bisa kebagian ya,"

"tenang aja lo pasti bakal gue kasi kok, asal nanti pulangnya lo temenin gue ke toko buku ya, okee,"

"oke deh dengan senang hati tuan putri,"

"apaan si lo,"

Ternyata masih ada satu orang yang tersisa yang masih peduli kepadanya. Jika tanpa Salma di sekolah, Tania tidak akan betah untuk melanjutkan sekolah lagi. Salma selalu memberikan semangat kepadanya.

Salma tak tau bagaimana kehidupan ia yang sebenarnya. Tania tak ingin membuat orang lain ikut merasakan rasa sakit yang ia rasakan. Tania tak suka dikasihani oleh orang lain. Tania merasa ia kuat menjalaninya sendiri tanpa ada campur tangan dari siapapun.

"ehem, Tania jika kamu masih melamun dan tidak memperhatikan bapak menjelaskan. Silahkan keluar kelas." Tegur pak Budi yang sedang menjelaskan pelajaran biologi.

Aku tersadar dari lamunanku. Dan aku baru menyadari jika pelajaran sudah dimulai dari tadi.

"eh, iya pak maaf"

"jangan diulangi lagi ya, untuk kali ini saya maafkan,"

Tania bosan ingin segera pulang. Bukan rumah yang menjadi tujuannya pertama kali. Disaat semua orang merasa nyaman ketika berada dirumah. Tapi bagi Tania tidak. Tidak ada tempat yang membuatnya nyaman. Ia ingin segera mengakhiri hidupnya. Tania sudah capek. Setiap pulang sekolah Tania selalu mengunjungi makam ayahnya dan bercerita apapun pada ayahnya.

.

Kringggg kringgggg

Bel sekolah yang ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi. Semua teman-temannya langsung berebut untuk keluar kelas. Hanya Tania dan Salma yang masih berada di dalam kelas.

"eh Tan, lo jadi kan nemenin gue ke toko buku,"

Hampir saja Tania lupa jika ia ada janji kepada Salma untuk menemaninya pergi ketoko buku. Tak apalah untuk hari ini ia batalkan saja rencananya mengunjungi makam ayahnya.

"iya Sal, tenang aja. Yuk buruan ntar keburu sore Sal,"

"iya iya sabar. Gue masih beresin buku gue,"

.

Sesampainya mereka ditoko buku, Salma langsung mengajak Tania ke bagian novel. Salma sangat hobi baca novel. Sebenarnya Tania juga suka baca novel, tapi ia harus berhemat. Daripada beli novel mending uangnya ia belikan makanan. Begitu prinsipnya. Dan jika ia ingin baca buku, ia izin kepada Salma untuk meminjamkan bukunya. Dan dengan senang hati Salma selalu meminjamkan bukunya ke Tania.

"eh Tan. Nih buku buat lo. Sebagai ucapan terima kasih. Hehe."

"lah ngapain repot-repot sih Sal. Kan gue bisa pinjem punya elo."

"dahh, terima aja susah banget deh,"

"okedeh iya. Makasih ya Salma si tuan putri yang cantik dan baik hati,"

"mulai deh alay nya,"

.

Tania membuka buku yang diberikan oleh Salma tadi. Saat ia membaca sinopsisnya ia merasa mirip seperti cerita dirinya. Yang mengisahkan tentang gadis berusia 15 tahun yang hidup seorang diri. Bedanya gadis itu sudah yatim piatu sejak masih bayi. Di dalam cerita itu, ia hidup dan dibesarkan oleh neneknya yang kemudian meninggalkannya disaat umurnya 15 tahun.

Seharusnya novel ini memberikan sedikit tamparan kepadanya. Disaat gadis dalam novel tersebut sudah yatim piatu dari ia masih bayi. Dan dirinya tidaklah yatim piatu. Ia masih memiliki ibu walaupun entah dimana keberadaan ibunya sekarang. Dan Tania masih sempat bertemu dengan ayah nya selama 14 tahun. Waktu yang cukup lama dibandingkan dengan gadis yang ada dalam novel tadi.

.

Drtttdrtttttdrttttt.
Ponselnya bergetar.

Tania bergeming sendiri.
"siapa yang nelpon malam-malam begini, tumben banget,"

Nomor tak dikenal.
Tania mengabaikan panggilan tersebut. Masalahnya ini sudah jam satu dini hari. Siapa yang mau mengganggu waktu tidurnya.

Namun, beberapa saat setelahnya ponselnya bergetar lagi menampilkan panggilan dari nomor tak dikenal tadi. Alhasil Tania mengangkat panggilan tersebut dengan mata yang masih sedikit terpejam.

Setelah ia angkat tak ada suara dari panggilan tersebut. Ya sudahlah Tania pikir itu hanya panggilan salah sambung. Namun, Tania salah besar. Ada sesuatu yang tak ia ketahui selama ini mengenai ibunya. Dan panggilan tadi menyangkut keberadaan ibunya saat ini.

.

Pagi harinya Tania bangun agak terlambat. Untung saja hari ini hari minggu. Jadi Tania tak perlu buru-buru berangkat kesekolah. Gara-gara panggilan dari nomor tak dikenal semalam yang mengganggu tidurnya ia bisa telat bangun seperti ini.

"aduh, laper banget nih. Mana nggak ada makanan lagi. Harus banget aku keluar cari makan,"

Tania berjalan menuju ruang tengah untuk mengambil kunci motor yang ada di gantungan dekat televisi. Sebenarnya Tania memiliki kendaraan untuk pergi ke sekolah, tapi ia tak suka mengendarai motor saat pergi kesekolah. Jalanan begitu macet dan Tania sangat malas jika harus berlama-lama dalam kemacetan. Berbeda jika ia naik angkot, memang sedikit mengeluarkan uang. Tapi, ia hanya duduk di kursi penumpang tanpa harus capek-capek mengendarainya.

Tangan Tania berhenti saat meraih kunci di gantungan dekat televisi ruang tengah. Lagi-lagi fragmen video masalalu nya terekam jelas didepannya.

Ia sedang menyaksikan Tania kecil yang bermain puzzle bersama ayah dan ibunya.

"ini disini kan ayah?"

"iya, kamu hebat. Ini tinggal sedikit lagi sayang," ayah Tania menyemangati.

"ibu kedapur dulu ya. Ibu mau kasih hadiah buat Tania karena sudah bisa menyelesaikan puzzle nya,"

"yeyyy, Tania bakal dapet hadiah yaa," ujar Tania kecil bersemangat.

"ayo cepat selesaikan puzzle nya. Semangat,"

.

Tanpa sadar cairan bening keluar dari mata milik Tania. Setiap ia melewati ruangan ini, ia tak tahan akan kejadian yang dari kecil ia lewati bersama ayah dan ibunya.

Pertanyaan demi pertanyaan mulai menghantui nya.
Kenapa Engkau ambil kebahagiaan ku secara bersamaan?
Kenapa Engkau begitu tega memberikan cobaan yang tak ada habisnya?
Kenapa?
Kenapa semua itu terjadi?

.

Saat Tania melewati taman di dekat kompleknya. Ia melihat ada Salma disana. Dari raut mukanya, bisa dipastikan bahwa Salma tidak baik-baik saja. Tania datang menghampiri Salma yang sedang melamun di kursi taman.

"hey, Sal. Lo ngapain disini sendirian? Lo lagi sedih? Cerita dong sama gue, siapa tau gue bisa kasih solusi,"

"gue capek Tan, orang tua gue ribut terus dirumah. Mereka gak mikirin kalo masih ada gue disana yang selalu terganggu sama keributan mereka. Dan puncaknya tuh tadi pagi. Tiba-tiba ayah gue marah-marah dan langsung pergi dari rumah. Gue nggak mau mereka pisah Tan, gue nggak rela," Salma menceritakan kepada Tania sambil meluapkan tangisnya.

"nangis aja nggak papa Sal, gue tau lo anak yang kuat. Inget ya Sal, Allah itu nggak bakal nguji hambanya kalo hambanya nggak kuat. Kalo lo diuji dengan ujian yang berat berarti Allah yakin lo kuat dan bisa ngadepin ujian itu semua. Dan satu lagi, lo nggak boleh berfikiran yang negatif tentang orang tua lo. Mereka nggak akan pisah. Mereka bakal mikirin lo yang masih harus diberi kasih sayang sama mereka,"

sejujurnya, ketika Tania memberikan semangat kepada Salma, Tania juga merasakan sakit yang luar biasa. Bukan dirinya saja yang sedang menderita saat ini, tetapi teman terdekatnya juga mengalami hal yang serupa. Bolehkah Tania membenci takdir yang berpihak kepadanya? Tania lelah dengan semua ini.

"setidaknya gue masih punya elo Tan. Makasih ya udah mau dengerin curhatan gue. Gue pulang dulu ya. Kasian mama dirumah sendirian. Pasti mama sekarang lagi sedih banget."

"iya, buruan pulang sana. Jangan nangis lagi ya tuan putri," Tania menyemangati Salma.

"mulai deh lo,"

Seharusnya Tania juga butuh penyemangat seperti Salma. Namun, Tania tak enak hati bercerita tentang kehidupannya. Tania takut akan memberikan beban kepada Salma jika ia bercerita mengenai hidupnya. Apalagi percobaan bunuh diri yang telah ia lakukan berulang kali. Pasti Salma akan syok mendengarnya.

Ya, Tania sudah lelah dengan hidupnya. Ia sudah mencoba untuk bunuh diri. Tapi alhasil selalu saja gagal. Ada saja yang datang menggagalkan aksinya. Seperti malam itu ia ingat sekali.

Satu bulan yang lalu

"ya Allah Tania nggak kuat ngadepin ini semua. Tania capek harus hidup sendiri. Tania pengen nyusul ayah. Ibu Tania sudah pergi jauh meninggalkan Tania. Ya Allah Tania nggak kuat,"

Sambil menangis ia mulai mengukir tangannya. Sungguh gila apa yang telah diperbuatnya. Ia mengukir tangannya menggunakan cutter.

Darah segar mengalir membasahi tangannya. Baju yang ia kenakan mulai menampakkan ada bercak darah.

Tak lama kemudian ada yang mengetok pintu rumahnya.

"ahhh, ganggu aja tuh orang. Siapa sih malem-malem begini,"

Tania mengganti bajunya dan memperban tangannya. Kemudian ia membuka pintu rumahnya dan didapatinya ternyata tetangga sebelah rumahnya.

"eh, maaf bertamu malam-malam. Ini tadi ibu masak banyak. Kalo nak Tania mau bisa untuk makan malam mumpung masih anget. Tapi kalo sudah makan ya tidak apa-apa. Nak Tania boleh panaskan untuk besok pagi,"

"oh iya bu. Makasih banyak ya udah mau repot-repot nganterin kerumah,"

"ah tidak merepotkan kok, ibu pulang dulu ya. Assalamualaikum."

"iya bu. Waalaikumussalam."

Tania sedikit kesal karena percobaan bunuh dirinya gagal lagi saat ini.
Tania tak menyadari bahwa sebenarnya masih ada Allah yang menyayanginya. Peduli padanya. Allah masih memberikan kehidupan kepada Tania dengan menggagalkan aksi gila yang Tania lakukan.
Tapi sejauh ini Tania tak pernah menyadarinya. Tania selalu saja menyalahkan Tuhan karena takdir yang ia jalani saat ini. Lihatlah, suatu saat nanti Tania akan menyesal telah menyia-nyiakan hidup yang diberikan kepadanya. Tania telah lupa caranya bersyukur.

.

Pulang sekolah kali ini ia sempatkan untuk mengunjungi makam ayahnya. Sudah hampir seminggu lamanya ia tak mengunjungi makam ayahnya karena tugas sekolah yang menumpuk.

"ayah, Tania datang bawa bunga kesukaan ayah. Semoga ayah suka ya."

Tania meletakkan bunga yang ia bawa diatas nisan ayahnya.

"yah, Tania mau cerita sama ayah. Tania selalu inget kata-kata ayah. Tania harus semangat dan rajin belajar biar bisa jadi dokter dan ngobatin banyak orang nantinya. Tania nggak mau ada orang yang hidupnya kayak Tania yah. Tania pengen ketemu ayah. Tania jahat sama diri Tania sendiri. Pasti kalo ayah denger ayah bakal kecewa sama Tania. Maafin Tania ya yah, Tania belum bisa jadi anak yang membanggakan untuk ayah. Tania udah nyelakain diri sendiri. Tania pengen ketemu ayah, tapi cara Tania salah ayah. Tania salah yah. Tania nyesel. Harusnya Tania selalu ngedoain ayah bukan malah menyakiti diri Tania sendiri yah. Maafin Tania ya yah. Tania janji setelah ini Tania bakal sayang lagi sama ibu kalo ibu ngajak Tania tinggal bareng ibu. Tania sempet benci sama ibu yah. Setelah ayah tinggalin Tania, ibu juga tinggalin Tania dan adik-adik Tania ikut ibu semua. Ibu nikah lagi yah. Tania nggak setuju. Tania nggak mau punya ayah baru. Tania Cuma punya satu ayah yaitu, ayah. Tania egois ya yah. Maafin Tania yah. Tania nggak akan nakal lagi. Tania janji. Tania sayang ayah."

Tania berjalan meninggalkan makan ayahnya. Langit mulai mendung. Sebentar lagi hujan akan turun. Langit pun ikut bersedih mendengarkan cerita hidup Tania.

Tanpa Tania sadari dari kejauhan ada seseorang yang selama ini selalu membuntutinya. Orang itu pula yang menelpon dirinya saat malam-malam beberapa hari yang lalu.

.

"lapor bos. Saya melihat dia jalan ke arah makam yang waktu itu bos,"

"ikuti terus, jangan sampai terlewat ya. Cepat kau ikuti,"

"siap bos,"

Aku sangat menyesal telah menyia-nyiakan dia. Maafkan aku nak.
Ibumu jahat.

.

Pagi ini pagi yang cerah. Tak ada mendung yang membungkus langit seperti kemarin.

Tapi Tania tetaplah Tania.

Tak ada kecerahan yang terpancar darinya. Mendung selalu menyelimuti hidupnya. Padahal semalam ia sudah berjanji pada ayahnya dan dirinya sendiri untuk tidak menyatiki dirinya. Semoga saja Tania segera ingat akan janji itu.

Tania melihat Salma berjalan dengan cepat menuju ke kelasnya. Sepertinya ada yang tidak beres dengan Salma. Ada apa dengan Salma. Atau jangan jangan. Sudahlah tak boleh berfikiran negatif dulu.
Tania datang menghampiri Salma yang nampaknya sedang menangis.

"Salma, ada apa? Kok lo nangis lagi Sal?"

"gue capek Tan. Gue udah nggak kuat lagi,"

"ada apa sih Sal, cerita sama gue,"

"orang tua gue cerai Tan. Tadi pagi tiba-tiba ayah minta cerai langsung ke mama. Mama nggak bisa apa-apa lagi Sal. Gue udah coba ngomong baik-baik sama ayah tapi malah gue dibentak. Gue kasian sama mama Tan," Salma sesegukan menceritakan masalahnya. Bagi Salma mamanya telah berjuang mati-matian untuk mereka. Salma mulai membenci ayahnya. Rasa benci yang hampir sama seperti benci yang Tania miliki ke ibunya.

"yaudah Sal. Lo yang sabar ya. Gue nggak bisa bantu banyak buat lo. Gue Cuma bisa nguatin lo doang. Nih lo minum dulu deh. Udah jangan sedih lagi Sal. Ntar lo tambah jelek loh,"

"lo ya Tan bisa-bisanya ngatain gue pas gue lagi sedih gini. Iya deh sini minumnya gue haus nangis terus dari tadi. Makasih ya jelek,"

"hahaha lo ya. Sama-sama yang lebih jelek,"

Akhirnya mereka berdua bisa tertawa puas. Sejenak meninggalkan masalah yang menimpa mereka. Dalam lubuk hati Tania ia sangat ingin menangis juga. Tapi jika ia menangis maka siapa lagi yang akan memberi semangat kepada Salma. Tania harus kuat. Tania yakin dia pasti kuat.

.

Sepulang sekolah Tania tak bisa mampir ke makam ayahnya. Ia harus pulang cepat. Banyak tugas yang menunggunya dirumah. Ketika Tania menunggu angkot di halte depan sekolahnya.

Tiba-tiba ada mobil yang berhenti didepan halte tempat ia duduk. Keluarlah dua orang lelaki dengan badan kekar menuju kearah nya.

Tania takut bukan main. Tania takut dua orang ini akan mencelakainya.

"nama adik Tania kan. Ayo ikut kami berdua sekarang,"

"ada apa ini, siapa kalian, dan mau apa kalian,"

"saya hanya menjalankan perintah dari bos saya untuk menjemput kamu. Ayo, sebelum kami memaksamu ikut,"

"tidak. Aku tidak akan ikut kalian. Sana pergi,"

Dua lelaki itupun mulai membekap mulut Tania dan membawa Tania segera pergi dari tempat itu.

"tolonggggmbbbbb"
Tania berusaha untuk meminta tolong. Namun, mulutnya sudah dibekap oleh kain.

Tania hanya bisa pasrah sekarang. Tania tak tau akan dibawa kemana oleh dua lekaki ini. Tania sangat ketakutan.
Dan satelah itu Tania tak ingat apa-apa lagi. Tania pingsan karena bius di kain yang membekap mulutnya. Ya Allah tolong selamatkan Tania.

.

Tania sudah siuman dari pingsan nya. Tania mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Silau.

Ruangan yang ia tempati saat ini begitu besar. Tunggu, ini bukan gudang atau tempat seram untuk penyekapan. Ini adalah kamar tidur dengan lebar kira-kira lima kali lima meter persegi. Cukup besar dibandingkan kamar dirumahnya.

Siapa orang tadi? Mengapa mereka membawaku kesini? Apakah mereka akan mencelakaiku? Berbagai pertanyaan berkecamuk dikepala Tania.

Beriringan dengan derap langkah kaki menuju tempatnya. Lama-lama langkah itu semakin mendekat.

Tania semakin takut.

"ini bos anaknya,"

"apakah dia sudah siuman?"

"sepertinya sudah bos,"

"bagus, buka pintunya,"

Tania mendengarkan percakapan singkat didepan pintu kamar ini. Tania semakin takut apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi tunggu dulu. Suara itu sangatlah tidak asing di telinganya.
Suara yang beberapa tahun ini amat ia benci.

"halo nak,"

"ka.....kau,"

"iya, aku ibumu,"

"jauh-jauh dariku. Buat apa kau membawaku kesini. Lepaskan aku,"

"seharusnya kau berterima kasih nak. Kau tak lama lagi akan tinggal di rumah ini dan ini kamarmu."

"aku tidak mau tinggal bersamamu. Tolong lepaskan aku,"

Tania ingin menangis. Tania sangat membenci ibunya. Disaat ia membutuhkan penyemangat dari ibunya, ibunya malah meninggalkannya dan menikah lagi dengan orang yang tak Tania kenali. Tania tak ingin hidup bersama orang yang tak Tania kenali.

"kalian berdua, pastikan dia tak kemana-mana. Aku ada urusan sebentar,"

"siap bos."

.

Sebentar lagi kejadian yang tak pernah terpikirkan dalam benaknya terjadi. Ia tak pernah tahu bahwa takdir nya begitu dekat dengan orang-orang yang ia sayang.

.

Diluar ia mendengar keributan. Ia amat mengenali suara itu.

"masuk, ayo masuklah. Keras kepala sekali kau ini,"
Tania kenal suara itu. Dua orang lelaki yang membawanya kesini.

"tidak, aku tidak mau. Lepaskan aku. Tolonggggggg,"

Tania terkejut.
Ia mengenali suara siapa ini.
Ya Allah ada apa ini. Mengapa kejadian ini begitu nyata.

Brakkkk.

Pintu yang didorong pun terbuka. Tania kaget bukan karena pintu yang didorong itu. Melainkan siapa yang ada bersama dua lelaki itu.

"salmaaaaa, lo nggak papa kan,"

"Tan, ngapain lo disini,"

"harusnya gue yang nanyain itu sama elo,"

"gue tiba-tiba dipaksa ikut oleh dua orang yang nggak gue kenali. Gue nggak tau apa yang terjadi," tiba-tiba Salma menangis sejadi jadinya. Tangisan itu seperti tangisan yang begitu memilukan.

"Sal udah dong lo jangan nangis terus. Gue juga bingung kenapa gue bisa ada disini,"

"lo tau ngak Tan. Mama gue bunuh diri. Mama gue nggak kuat ditinggal ayah gue. Pulang sekolah tadi gue bingung nyari mama gue dimana. Tiba-tiba gue. Hikks hikss hiksss,"

"udah kalo lo nggak kuat nggak usah diceritain Sal. Gue tau lo kuat Sal,"

"mama gue gantung diri Tan. Gue nemuin mayat mama di kamar mandi. Mama gantung diri Sal. Mulai detik ini gue benci banget sama ayah gue Tan. Gue nggak bakal maafin diri gue sendiri. Gue nggak bisa jagain mama Tan,"

"Astaghfirullah, yang sabar ya Sal. Turut berduka cita Sal," tanpa sadar Tania mulai meneteskan air matanya. Begitu banyak yang menderita seperti dirinya. Ya Allah tolong jangan ada lagi orang-orang yang menderita seperti Tania ya Allah.

.

"ohhh kalian udah saling kenal ya,"

Tania dan Salma kaget atas kedatangan dua orang yang amat mereka benci. Ya mereka adalah ayah Salma dan ibu Tania.

"mau apa kalian?" Salma berteriak histeris. Ia begitu ketakutan.

"tenang tenang. Kami nggak jahat kok. Ya kan pah," ibu Tania datang dengan ayah Salma.

Tania terkejut. Apa maksud semua ini.

"sekarang kalian udah jadi saudara. Walaupun Cuma saudara tiri semoga kalian berdua rukun ya."

Tania dan Salma terkejut akan kenyataan ini. Ujian apalagi ini ya Allah. Tania sangat membenci takdirnya sekali lagi. Ternyata ibunya selama ini nikah dengan ayah nya Salma. Dan ayah Salma begitu jahat. Menyakiti dua wanita sekaligus. Mama Salma bunuh diri karena diceraikan oleh ayah Salma. Dan ibu Tania pasti tidak tau soal mamanya Salma yang bunuh diri karena diceraikan oleh ayah Salma. Sandiwara apa lagi ini. Hidup ini penuh dengan kejutan yang tak disangka-sangka.

Dan kali ini Tania membenci takdirnya untuk yang kesekian kali.

.

Sepuluh tahun kemudian.

"Sal, fotoin gue di sana dong,"

"okedeh, ntar gantian ya,"

"siip deh,"

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat.

Sepuluh tahun yang menyakitkan tak terasa telah mereka jalani. Mereka tetap hidup bersama ayah Salma dan ibu Tania. Mereka resmi menjadi saudara tiri selama sepuluh tahun terakhir. Ternyata kehidupannya tak begitu seburuk yang ia kira. Tapi rasa sakit itu masih membekas sampai sekarang. Ibaratkan kertas yang telah diremuk walaupun dikembalikan seperti keadaan semula, bekas remukan itu pasti masih ada.

Begitulah yang Tania rasakan sekarang. Walaupun perlakuan ibu dan ayah tirinya tidaklah buruk kepadanya namun, ia masih mengingat jelas bagaimana ia dulu ditinggalkan dan menjalani hidup sendirian. Begitu juga dengan Salma. Ia masih berusaha berdamai oleh kebencian kepada ayahnya. Ia tak rela mamanya meninggal bunuh diri gara-gara diceraikan oleh ayahnya. Sungguh sakit jika mengingatnya kembali.

Sekarang Tania dan Salma sedang melaksanakan wisuda kelulusan. Mereka akan mendapatkan gelar sarjana. Tania tak pernah menyangka ia akan sampai pada titik ini. Setelah berbagai macam cobaan yang telah ia lewati, ia merasa hidupnya kini lebih berharga. Ia berusaha untuk tidak membenci dirinya sendiri dan tidak selalu menyalahkan Tuhan atas takdir yang telah menimpanya.

Dari sinilah Tania belajar. Bahwa, setiap takdir yang telah Tuhan tetapkan bagi hambanya pastilah itu yang terbaik bagi hambanya. Karena yang terbaik menurut kita belum tentu itu yang terbaik bagi kita. Dan sebaliknya belum tentu yang terburuk menurut kita akan selamanya buruk bagi kita. Allah memberikan cobaan karena Allah yakin bahwa kita kuat untuk menjalaninya. Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuan hambanya. Dan yang Tania sadari selama ini apa yang ia inginkan belum tentu ia butuhkan. Seperti yang sangat ia inginkan selama ini. Ia ingin menjadi dokter. Tapi Allah tau itu bukan lah yang ia butuhkan. Melainkan hanya sebatas keinginan.

Allah mengabulkan cita-cita nya yang amat mulia untuk meneyembuhkan banyak orang. Tetapi bukan dengan jalan ia menjadi dokter, tetapi seorang psikiater. Ya, selama ini Tania kuliah di jurusan psikolog. Tania ingin menolong orang bukan dengan cara mengobati luka atau menyembuhkan orang sakit. Tapi Tania menolong orang dengan cara menyembuhkan jiwa yang sedang sakit. Tania tak ingin ada yang seperti dirinya dulu. Sampai melakukan hal gila untuk mencoba bunuh diri. Tania tak ingin hal itu terjadi kepada orang lain.

Terima kasih ya Allah Engkau telah menyelamatkan nyawa Tania kala itu. Tania amat bersyukur bisa menjadi seperti sekarang ini. Tania yakin jika ayah sekarang sedang tersenyum menyaksikan kesuksesan Tania.
Terima kasih ya Allah. Sungguh terima kasih.

Tania sayang ayah.

Continue Reading

You'll Also Like

225K 11.4K 90
Being flat broke is hard. To overcome these hardships sometimes take extreme measures, such as choosing to become a manager for the worst team in Blu...
241K 5.4K 56
❝ i loved you so hard for a time, i've tried to ration it out all my life. ❞ kate martin x fem! oc
189K 4.3K 66
imagines as taylor swift as your mom and travis kelce as your dad
198K 423 21
just some of my horny thoughts;) men dni