GOOD BOY || JAKE ENHYPEN ||

By AfifKhrnnsa

131K 22.9K 9.4K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ Jake Sim, siapa yang tidak kenal dengan pria itu. Hampir satu sekolah mengena... More

01.MURID BARU
02. RUANG OSIS
03. ULANGAN HARIAN
04. PULANG BARENG
05. PERDEBATAN KECIL
06. PERTEMUAN
07. CAFE
08. TERLAMBAT
09. KANTIN
10. SAKIT PERUT
11. KELUARGA?
12. TUMPANGAN PAGI
13. HUKUMAN BERDUA
14. PINGSAN
15. DI RUANG SERBA PUTIH
16. INTROGASI
17. DIBAWAH HUJAN SORE
18. MINIMARKET
19. SAKSI BISU
20. KESIALAN HANNA
21. AKSI KERIBUTAN
22. PASANGAN BARU
23. DI BAWAH SINAR REMBULAN
24. MONTIR TAMPAN
25. MOBIL MOGOK
26. HUKUMAN KETOS
27. BOLOS
28. KEMENANGAN
29. DUA GURU MATEMATIKA
30. SEBUAH FOTO
31. HARI KEDUA BERSAMA ALIEN
32. JAKEHANA
33. KEPERGOK
34. PUTUS
35. SEKOTAK SANDWICH
36. PERJODOHAN
37. MASALAH
38. SEBUAH PESAN SINGKAT
39. RASA PENASARAN
40. PERGI BERSAMA
41. KABAR BURUK
42. MENGIKHLASKAN
43. RAZIA DADAKAN
44. FLASHBACK (1)
46. OLAHRAGA
47. KEMBALI SEPERTI DULU?
48. SOMETHING
49. TAK TERBALASKAN
50. PAHLAWAN KEMALAMAN
51. TIDAK DI RENCANAKAN
52. AMPLOP
53. KUNJUNGAN
54. FAKTA

45. FLASHBACK (2)

1.4K 256 94
By AfifKhrnnsa

[ Jake Enhypen ]
.
.
.
Selamat membaca^^
.
.
.

• Bacanya pelan-pelan aja, soalnya ini part panjang banget. Harusnya ini buat dua part, tapi aku buat satu part aja. Jangan bosen, karena ini kisah masa lalu Jake, Jay dan Nara. Ready?




Sejak tadi malam, gadis dengan poni tipis itu terbaring di atas kasur dengan mata terpejam rapat. Wajah yang biasa selalu tersenyum ceria, kini tampak pucat. Bibir mungil yang biasa berbicara hal-hal konyol, kini juga tertutup seakan ada lem yang menempel sehingga mulut itu tidak bisa terbuka.

Namanya Choi Nara, gadis yang memiliki tahi lalat di bagian pipi kanannya. Gadis yang selalu berusaha untuk tetap tersenyum, sehingga bisa terlihat dengan jelas lesung di kedua pipinya. 

Manis, satu kata yang bisa Jay gambarkan dari seorang gadis cantik bernama Nara. Memang benar, Jay sangat menyukai jika Nara sedang tersenyum, terlebih tersenyum kepada dirinya. Poni tipis, pipi merona jika Jay sedang menggodanya, apalagi? Ah, bahkan Jay tidak bisa menyebutkannya lagi. Terlalu banyak yang Jay suka dari Nara.

"Ayah...Ibu..."

Jay terkesiap ketika mendengar suara Nara dengan mata yang masih terpejam. Jay yang sedang duduk di kursi segera mendekat ke arah Nara. Menggenggam tangan mungil gadis itu, berusaha menenangkan walau sebenarnya Jay panik sendiri.

"Nara."

Panggil Jay pelan, berusaha membangunkan Nara yang sepetinya sedang mimpi buruk. Terlihat kerutan di dahinya jelas kentara, keringat sebesar biji jagung mulai muncul. Jay tidak tahu ia harus apa, selain membangunkan Nara?

"Nara, hei!"

Kedua mata yang sejak semalam tertutup kini akhirnya terbuka, hal pertama yang Nara lihat adalah wajah khawatir Jay.

"Syukurlah Nara, kamu udah sadar." Ucap Jay tersenyum tulus dengan tangan yang masih setia menggenggam tangan mungil Nara.

Nara mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang sudah jelas tidak ada di sana. Di dalam ruangan itu hanya ada dirinya dan cowok yang sedang menggenggam tangannya. Jay Park, sahabatnya.

"Jay?"

Jay menaikkan kedua alisnya, "Ada apa?" Tanya Jay dengan senyum yang tidak pernah luntur dari wajahnya,  "Mau minum air putih? Em, atau mau makan aja? Atau mau apa biar aku ambilin."

"Jake ada di mana?"

°°°°°

"Nara! Kamu udah sembuh? Maaf aku kemarin nggak bisa nemenin kamu. Aku kemarin pergi sama kakak aku."  Ucap Jake sedikit menunduk, menyesal tidak ikut menjaga Nara sama seperti Jay.

Nara tersenyum lalu tangannya terulur menyentuh pundak Jake, "Gapapa kok, kemarin aku di jagain Jay dan ibu panti juga."

Mereka saat ingin sedang berada di taman, Nara, Jake dan Jay sedang duduk melingkar di atas rerumputan hijau. Ditengahnya terdapat beberapa jenis makanan ringan, susu kotak serta tiga buku pelajaran yang habis selesai mereka baca.

"Emang kemarin kamu kemana sama kakak kamu, Jake?" Tanya Jay, penasaran.

"Pergi ke toko buku, nemenin kakak beli komik." Cengir Jake.

"Wah, aku juga mau ke toko buku. Ayo kita sekarang kesana yuk?"

Jake dan Jay menggeleng, "Nggak bisa Nara, kamu masih sakit. Nanti kalo udah pulih beneran kita bakalan ajak kamu pergi beli komik. Kalo sekarang takut di marahin Bu Lusi lagi."

Perubahan raut wajah Nara terlihat oleh kedua sahabatnya itu, Jake dan Jay melirik satu sama lain, tidak tahu harus berbuat apa. Lagian Nara baru saja sembuh dari demam tinggi, jika Jake dan Jay membawa Nara pergi keduanya pasti akan di marahi habis-habisan oleh bunda sampai kuping mereka pengang.

"Nara!"

Seseorang memanggil nama gadis yang saat ini sedang bersama kedua cowok, gadis itu refleks menoleh ketika mendengar namanya di sebut.

Terlihat gadis cantik dengan rambut kuncir dua berlarian kecil ke arah Nara. Nara mengernyit heran, itu Seo na gadis yang tidak mau bermain dengan dirinya. Dengan alasan konyol takut tubuhnya akan tertular bintik-bintik merah yang berada di tubuh Nara.

"Itu Seo na ngapain ke sini?"

Jay mengendikkan bahunya, "Dia manggil Nara." Bisik Jay pelan ketika Seo na hampir mendekat, "Ra, kamu punya utang permen lollipop ke dia?"

Nara menggeleng, membuat Jay dan Jake membulatkan bibirnya. Tunggu saja, apa yang akan di bicarakan si gadis cantik yang sempat menghina fisik Nara secara tidak langsung itu. Jujur saja, Jake dan Jay sedikit tidak suka kepada Seo na.

Ya, hanya sedikit.

"Ada apa Seo na, kenapa manggil aku?"

Seo na berusaha menstabilkan napasnya yang tersengal-sengal akibat berlari tadi, "Kita kekurangan jumlah pemain, kamu mau ikut main sama kita nggak?"

°°°°°

"Nara kenapa senyum-senyum sendiri kaya gitu? Serem ih." Gurau Jay lalu memasukkan kripik singkong ke dalam mulut seraya terkekeh pelan.

Jake mengalihkan pandangannya dari buku komik yang ia baca, lalu ikut menatap Nara ketika celetukan Jay terlontar begitu saja.

Nara tersenyum, "Ya aku senang, akhirnya aku punya temen perempuan di panti ini."

Kedua cowok yang berada di sisi Nara mau tak mau ikut tersenyum. Tangan Jake terulur untuk mengacak rambut Nara, hal itu membuat Nara mengerucutkan bibirnya.

Pandangan Nara jatuh pada keripik singkong yang berada di tangan Jay, "Nara mau itu juga." Tunjuk Nara refleks membuat Jay mengangkat tinggi kripik singkongnya.

"Mau ini?"

Nara mengangguk, "Oke. Sekarang, ayo Nara buka mulut, aaa..." titah Jay sudah seperti seorang ibu.

"Wah, Nara gadis yang pintar. Makan yang banyak ya sayang!"

Kemudian ketiganya tertawa lepas, seakan beban yang berada di pundak mereka terlepas begitu saja. Namun, sepertinya beban yang mereka pikul saat ini belum terlalu berat, mengingat mereka masih bocah yang berumur 8 tahun. Saat ini mereka hanya mengerti apa itu bermain, belajar dan kasih sayang.

°°°°°

Hari-hari berlalu dengan sangat cepat, ketiga bocah yang berumur 8 tahun itu, kini sudah menginjak remaja. Semua orang tahu, bahwa ketiga remaja yang sedang bercanda gurau di trotoar itu berteman dengan sangat baik. Hingga saat ini.

Seperti biasa, selepas pulang sekolah mereka menyempatkan untuk membeli es krim di kedai yang biasa mereka beli. Menyisihkan sebagian uang jajan untuk di tabung, mereka bertiga mempunyai mimpi yang sama—

—Yaitu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke luar negeri. Itu mimpi dari ketiga remaja yang bernama Jake, Jay dan gadis cantik Nara.

"Ulangan tadi kalian dapat nilai berapa?"

"Biasalah, angka keberuntungan menurut aku!" Balas Jay lantang, percaya diri tingkat galaksi.

"Ha? Berapa? 7?"

Jay mengangguk, "Kalo kamu berapa, Ra?"

Nara tersenyum tipis, "Nggak banyak kok." Jawab Nara menjilat es krim yang sudah mulai mencair.

Jake berdecak, "Jangan merendah untuk meroket, Ra. 'nggak banyak' menurut persepsi Nara tuh gede nilainya." Ucap Jake.

Nara terkekeh, "Lalu kamu berapa, Jake?"

"Ck, masih nanya juga? Kalian berdua itu sama, kenapa masih nggak ngerti sih? Sama-sama mendapat nilai sempurna, kalo gua sih seperti biasa. Tetep setia sama angka 7.' Ucap Jay memberikan wink kepada Nara, membuat Nara merinding di tempat.

"Ayo dong Jay, masa mau di angka 7 terus sih?"

"Gapapa dong, gue 'kan setia orangnya. Sama angka aja setia, apalagi sama cewek coba?"

°°°°°

Nara duduk bersender di dinding kamarnya, bersama anak perempuan panti lainnya. Bedanya teman-teman Nara sudah memasuki alam mimpi, sedangkan Nara masih duduk dengan buku diary di pangkuannya.

Pena yang berada di tangan kanannya ia ketukkan di dagu, otaknya sedang berpikir keras bagaimana cara menuangkan perasannya lewat coretan pena di atas kertas putih.

Nara menghela napas.

Sedikit demi sedikit, kertas putih yang awalnya kosong kini sudah tercoret tinta hitam. Pena itu dengan lincah menari di atas kertas, layaknya seperti penari balet yang atletis.

Dear kedua sahabatku :')

Terimakasih, kata pertama yang akan aku ucapkan kepada kalian. Berkat kalian aku bisa tau apa makna hidup yang sesungguhnya. Kalian yang mengajarkanku betapa pentingnya untuk tetap tersenyum. Kalian berdua merupakan sahabat terbaikku, sahabat pertama dan terakhirku.
Terimakasih, tanpa kehadiran kalian aku tidak punya sahabat dan tidak tau arti dari kata sahabat. Mungkin disini aku yang beruntung, mendapatkan kedua sahabat baik dan tangguh yang selalu sedia menjagaku. Disini aku hanya gadis buruk rupa yang beruntung mendapatkan kebaikan kalian. Terimakasih.

Nara beralih membuka lembar berikutnya, helaan napas kembali terdengar. Kemudian pena bertinta hitam mulai menari lagi.

Dear kamu, cwo baik^^

Aku tau, bahwa aku tidak seharusnya menuliskan ini. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak tahu dengan siapa aku harus bercerita perihal perasaanku.

Kamu baik, mungkin kata baik melekat pada semua orang. Tapi, kebaikanmu tentu berbeda dari yang lain.
Apa aku salah, jika aku mulai menaruh perasaan kepadamu?
Apa aku salah, jika aku menyukai salah satu di antara sahabatku, yaitu kamu?
Apa aku salah, jika aku berharap lebih kepadamu suatu saat nanti?
Ternyata perkataan orang ada benarnya, perasaan tidak bisa di prediksi kapan ia akan datang dan dimana ia akan singgah.

Jika ada orang yang mengetahui perihal perasaanku, apakah aku bisa di sebut gadis bodoh? Tentu, sudah jelas bahwa status sahabat sudah melekat sejak lama, tapi bodohnya lagi... aku berharap bahwa status itu hilang digantikan oleh status 'lebih dari seorang sahabat".  Bodoh! Benar-benar bodoh.

Aku menyukaimu karena kamu baik kepadaku, itu sebuah perasaan layaknya remaja pada umumnya atau hanya sekedar kagum atas kebaikanmu?

Aku menyukaimu, Jake. Maaf, sudah menyukaimu dengan lancang, maaf...

°°°°°°

Seperti biasa, Jay menghabiskan waktunya di bawah pohon di dekat taman. Tiga buku komik keluaran terbaru menemani sisa waktu sorenya. Tidak ada cemilan atau pun sejenisnya, karena Jay hanya akan membaca dengan tenang.

Jay mengalihkan pandangannya, mengernyit heran melihat Nara yang sedikit berlari ke arahnya sesekali menoleh ke belakang memastikan tidak ada orang lain yang melihatnya.

Nara duduk di depan Jay dengan napas tak beraturan, dadanya naik turun.

Jay tersenyum, "Ada apa?"

"Kamu aku cariin kemana-mana, tau nya malah duduk enak di sini!" Sungut Nara kesal.

Jay terkekeh, "Kenapa di cariin, aku udah ada di hati kamu."

"Jay!"

Jay terbahak, "Maaf, iya hm? Ada apa?"

"Mau cerita, tapi malu." Nara menundukkan kepalanya, kedua tangannya sudah mengambil satu buku Jay.

Kebiasaan Nara kalau mau cerita, di tangannya harus ada sebuah barang yang ia pegang, katanya bisa membuat kegugupannya berkurang, walau sebanyak 5%?

"

Kenapa malu?" Tanya Jay melipat kecil bagian yang baru saja ia baca, lalu menutup buku komiknya.

"Jangan ketawa ya?" Jay mengangguk seraya menaikkan salah satu alisnya, belum paham.

Nara mengambil napasnya dalam-dalam sebelum ia bercerita.

"Jay, sebenarnya..."

"Sebenarnya?"

"Aku suka sama Jake."

1 detik

2 detik

Hingga, 5 detik

Empat kata yang diucapkan dalam sekali tarikan, empat kata yang di ucapkan dalam intonasi rendah, empat kata juga yang bisa membuat dunia Jay runtuh seketika.

"Ha?"

Nara masih menunduk, tapi terlihat kedua pipi Nara merah merona ketika sudah berhasil mengatakan itu kepada Jay.

Nara mengangkat pandangannya, "Tapi, jangan bilang sama Jake ya, aku malu."

Jay hanya diam, menatap Nara dengan ekspresi yang sulit untuk di deskripsikan. Jay tidak bisa merespon lewat kata-kata, tenggorokan seperti tercekat. Kalimat yang ingin Jay sampaikan, kini ikut tertelan kembali bersama air liur.

Terasa menyakitkan, tapi gapapa.

"Kenapa?" Satu kata yang akhirnya keluar dari mulut Jay, membuat Nara mengernyit.

"Kenapa? Kenapa apa, Jay?"

"Kenapa suka sama Jake?"

°°°°°

Hari-hari Jay rasanya sangat membosankan sekaligus menyakitkan? Terlebih ketika beberapa hari yang lalu Nara bercerita jika dia suka dengan Jake.

Jay menghela napas, apa yang harus ia lakukan? Memberi tahu Jake bahwa Nara menyukainya atau pura-pura tidak tahu perihal perasaan Nara?

Percayalah ini sangat sulit, melebihi sulitnya memahami materi Redoks dalam pelajaran kimia dan geometri dalam matematika. Sial!

Jay menatap Jake yang sedang berada di sampingnya, buku tebal matematika di tangan kanannya, kacamata bening bertengger di hidung mancungnya, mulut komat-kamit menghafal rumus aljabar.

"Jake."

"Hm?"

"Lo pernah suka sama cewek nggak?"

Pertanyaan Jay yang random membuat Jake menutup buku, lalu melepas kacamatanya.

"Enggak!"

Sudah Jay duga, untuk cowok seumuran Jake dan Jay, Jake tidak peduli masalah percintaan, ia hanya memikirkan masa depan dengan kata belajar, belajar dan belajar.

"Kenapa?"

"Ada sesuatu yang harus gue kasih tau ke lo." Balas Jay membuat Jake menaikkan salah satu alisnya.

"Nara suka sama lo."

"Terus?"

Jay mengernyit, "Terus apa?"

Jake berdecak, "Terus gue harus ngapain? Gue nggak ngerti masalah begituan. Lagian kita sahabat kan? Gue nganggep Nara sebagai sahabat terbaik begitu juga lo, Jay." Ucap Jake secara tidak langsung menolak Nara bukan?

"O-oke!"

Jake dan Jay tidak sadar, bahwa percakapannya sedari tadi sudah sampai di telinga seorang gadis yang berada di balik dinding. Gadis itu meremas dadanya yang terasa menyakitkan.

"Belum mulai sudah di tolak, gapapa Nara!"

°°°°°

"Jake, bisa bicara sebentar?"

Jake menoleh ke arah Nara, "Maaf, nggak bisa. Aku lagi belajar buat ulangan besok, Nara."

Nara tersenyum, "Oke, aku akan bicara sama Jay." Ucap Nara berbalik meninggalkan Jake di bangku taman.

"Nara."

Nara menoleh, "Gapapa kan?" Tanya Jake memastikan.

"Iya gapapa, aku duluan ya. Dadah Jake!" Nara tersenyum manis ke arah Jake, tepat pada saat itu Jake rasa jantungnya berdetak lebih dari biasanya.

°°°°°°

Nara bohong soal ia akan menemui Jay, buktinya ia sekarang berada di trotoar dengan es krim strawberry favoritnya. Kakinya dengan bebas menendang krikil kecil yang ia temui di trotoar.

Menghela napas berat, Nara berhenti di seberang jalan. Melihat ada sebuah truk besar melintas di depannya, hal itu mampu mengingatkan Nara kepada orang tuanya.

"Tidak...tidak!" Es krim yang ada di tangannya jatuh, kedua tangannya refleks menutupi kedua telinganya, matanya terpejam erat. Kejadian itu membuat hati Nara kembali sakit.

Setelah sedikit lebih tenang, Nara melihat rambu lalu lintas yang berwarna hijau. Nara ikut melangkah melewati zebra cross bersama orang asing lainnya. Namun, pada saat di pertengahan jalan, Nara tidak melanjutkan langkahnya, ia hanya diam berdiri menatap lurus ke depan tanpa ada niatan untuk kembali melangkah.

Tidak ada yang peduli bahwa ada seorang gadis yang berada di tengah jalan. Semua orang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Tin...tin!!

BRAK!

DCITTTT!

Hingga sebuah dentuman keras mengalihkan pandangan orang-orang dari ponsel ke tengah jalan. Di tengah jalan, gadis cantik bernama Nara terbaring lemah dengan darah deras yang keluar dari kepala. Teriakan orang samar-samar terdengar ke dalam gendang telinga Nara.

Nara melihat banyak orang yang berkerumun di sekitarnya. Hingga seorang cowok datang menyerubut  kerumunan itu, cowok itu memangku kepala Nara yang mengalirkan banyak darah.

"Nara! Aku mohon bertahanlah, ambulance akan segera datang, aku mohon." Pinta cowok itu dengan air mata yang keluar dengan deras, sama derasnya dengan darah yang keluar dari kepala Nara.

Nara berusaha tersenyum, tangannya terulur mengusap air mata Jay, "J-jay, t-terimak-kasih banyak-k untuk s-semuanya. S-sampaikan juga k-kepada Jake, t-terimakasih." Ucap Nara terbata membuat hati Jay mencelos, Jay juga ikut merasakan apa yang di alami Nara saat ini.

"A-aku sayang s-sama kalian s-semua. T-tetap bahagia ya, a-aku mau izin buat k-ketemu sama ibu dan a-ayah." Ucap Nara membuat Jay menggeleng cepat.

"Nara, kamu harus bertahan!"

Nara tersenyum manis, "Jay, k-kamu sahabat t-terbaikku." Ucap Nara untuk terakhir kalinya sebelum ia benar-benar menutup matanya untuk pergi.

"Tidak! Nara! Bangun Ra! Tidak! NARA!!"

Bahkan semuanya harus kembali kepada sang pencipta, entah itu pada usia muda atau tua. Semua tergantung takdir.

Saat itu Jay sadar, senyuman yang menjadi awal ia menyukai Nara akan hilang untuk selamanya. Senyuman manis yang menjadi candu bagi Jay.



******

TBC!

APA KABAR? SEMOGA SELALU BAIK!

WOAH, PANJANG BANGET YA? SEMOGA NGGAK BOSEN YA KALIAN, HEHE^^

SEPERTI BIASA, JANGAN LUPA VOTE, KOMEN AND FOLLOW AfifKhrnnsa 💜💜

TERIMAKASIH DAN SAMPAI JUMPA. STAY SAFE AND STAY HEALTHY 🤗



Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.5M 220K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
828K 71.7K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
555K 20.7K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
491K 39.4K 26
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...