Married Dadakan

By sweetiesone

164K 12.9K 3.8K

Arevin nero ardiaz, salah satu anak kembar keluarga Nero yang harus menanggung permusuhan beruntun yang ayahn... More

01. Pertemuan Kampret
02. Sah!
03. Definisi Cowok Nyebelin
04. Revan Vs Revin
05. Berbeda
06. New Life
07. Why?
08. Kesal
09. Pain
10. Bisa pasti bisa
11. teror satu
12. Revan
13. Plan
14. misi dan visi
15. Perbincangan sore
16. Malam Minggunya Kita
17. Pacar saya
18. Permulaan
19. Sedikit Tanda
20. Official
21. Keraguan
22. Keluarga Adijaya
23. Pertemuan para William
24. Insiden
25. Mulai terlihat
26. Mulai bergerak
28. Pengorbanan pertama
29. Kepergian Aleta
30. Medan Perang
31. Ungkapan lama
32. Akhir Cerita
TERIMAKASIH
SPIN OFF ; Mengejar Cinta Muslimah

27. Mama

1.5K 223 55
By sweetiesone

Decitan sepatu yang bergerak kesana kemari meramaikan ruangan yang cukup luas ini. Amora terus berjalan memutari ruangan dengan pikiran yang terus bekerja. Siapa sangka perempuan yang ia kira yatim piatu adalah pewaris tunggal William Group yang kekayaannya tidak dapat dihitung lagi, setara dengan keluarga Ardiaz yang sedang ia incar.

Kedatangan Haris padanya benar-benar membuat Amora berpikir kembali. Tawaran pria tua itu begitu menggiurkan, pekerjaannya pun mudah. Ditatapnya kartu nama Haris, kini tekadnya sudah bulat akan menerima tawaran yang diberikan.

"Gue ga bisa terus diam liat Revin yang semakin jauh, gue juga ga bisa terus diam liat nama keluarga gue yang udah hampir hilang dari kalangan atas, cuma ini caranya iya cuma ini," gumam gadis itu mengetikkan nomor pada ponselnya menekan tombol telepon.

"Saya setuju, kapan saya bisa mulai?," ucapnya pada pria di seberang sana yang sudah tertawa girang.

— Married Dadakan —

Aleta mengernyit menoleh pada Alvina yang masih santai menatap pepohonan rimbun di kanan kiri jalan. Sudah dua jam lebih mereka berkendara hingga kini memasuki hutan yang cukup rimbun dengan jalan tanah yang masih cukup dilalui mobil.

"Kita mau kemana sih ma?, temen mama orang utan?," tanya Aleta setelah terdiam memendam rasa keingintahuannya.

Alvina melotot mengibaskan tangan ke udara, "hust! Jangan ngomong gitu, temen mama ini cantik loh kaya kamu," Alvina menjawab dengan senyum dan tarikan gemas pada hidung Aleta.

Aleta mengusap hidungnya pelan, masa iya orang cantik tinggal di tengah hutan. "Tapi ma, masih jauh?," tanyanya kembali mendapat gelengan dari Alvina.

"Ga jauh sebentar lagi,"

Aleta mengangguk empat kali kemudian melotot menoleh lagi pada Alvina, "Tuhkan bener ditengah hutan, orang utan ya ma, mama mah bercanda begini," protesnya memajukan bibir mencibir.

"Bukan, dia manusia Aleta udah mama bilang dia cantik kaya kamu, mama ga bercanda,"

"Tapi kenapa dia tinggal di tengah hutan gini sih ma?," Aleta tidak henti bertanya. Sungguh ia sangat penasaran dengan teman mama mertuanya yang misterius ini.

Alvina menarik nafas sejenak menoleh pada Aleta, "Karena, banyak orang yang suka sama dia makannya dia sembunyi jadi, Aleta jangan bilang siapa-siapa ya setelah mama ajak kesini," jelas Alvina begitu sabar menghadapi setiap pertanyaan menantunya.

Alvina kembali mengangguk, tidak boleh memberitahu siapapun apakah Revin juga tidak boleh tau. Baru ia hendak bertanya kembali namun mobil yang mereka naiki sudah berhenti di halaman rumah yang luas.
Ditatapnya rumah kayu berlantai dua itu, rumah bercat putih dengan halaman luas berpagar tinggi berwarna putih juga jangan lupakan berbagai tanaman dan bunga yang menghiasi halaman dan teras rumah. Rumah ini terlalu luar biasa untuk berada di tengah hutan begitu pikir Aleta.

"Ayo Aleta, kita sudah sampai," ajak Alvina menarik Aleta untuk keluar dari mobil.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju pintu utama. Bisa Aleta lihat senyum manis Alvina yang tidak berhenti bahkan saat wanita itu mengetuk pintu sambil menyerukan kata "Cally!" berkali-kali.

Tidak begitu lama setelah sahutan, "Iya!," terdengar pintu itu terbuka mengantarkan wanita paruh baya dengan dress putih tulang menyapa mereka.

"Vina, lama tidak berjumpa aku kangen," ucapnya merangkul Alvina yang langsung dibalas oleh Alvina.

Aleta masih diam mengangumi wanita yang tengah memeluk mama mertuanya itu. Dia sama cantiknya dengan Alvina untuk usia mereka yang tidak muda, itu luar biasa. Rambut panjang yang masih hitam legam, kulit putih dan perawakan tinggi semampai pasti wanita itu sangat cantik semasa muda.

"Aku juga kangen, maaf baru bisa datang," balas Alvina melerai pelukan mereka. Callistopia menggeleng dengan gumaman tidak apa-apa.

"Oh iya Cally, aku bawa dia Aleta," tunjuk Alvina pada Aleta yang berdiri tidak jauh dari mereka. Callistopia menggeser tubuhnya menatap Aleta yang tersenyum ramah. Ia ikut tersenyum nyaris menangis mendekat pada Aleta dan mendekapnya.

Tubuh Aleta bergerak sedikit, terkejut dengan pelukan tiba-tiba dari Callistopia. Dengan gerakan kaku Aleta membalas pelukan wanita itu, "Hai tante Cally," sapanya kemudian membuat Callistopia tertawa kecil ditengah tangisnya.

"Hai Aleta, maaf saya ...," Calistopia mengantung kalimatnya kembali terisak menatap wajah Aleta. Aleta terlalu mirip dengan pria itu. Alvina tersenyum kecil mengusap lengan Calistopia dari arah belakang.

Aleta mengernyit bingung menatap keduanya. Ada apa ini sebenarnya. "Mari masuk, maaf," Calistopia kembali mengucap maaf mengusap air matanya tersenyum mempersilahkan keduanya masuk ke dalam.

Aleta yang masih bingung hanya mengangguk mengikuti tarikan pelan tangan Alvina. Ia kembali terkejut, rumah ini begitu modern ia sangat tidak menyangka. Nampaknya ia harus request pada Revin saat mereka sudah bisa memiliki rumah sendiri. Aleta akan meminta yang di hutan seperti ini agar tidak ada yang bisa menganggu mereka.

"Ayo duduk," perintah lembut Calistopia membawa Alvina dan Aleta duduk di sofa putih yang tidak terlalu luas namun sangat empuk dan nyaman.

"Aku sudah bikin roti kismis saat tahu kalian mau kesini, ayo coba," ucap Calistopia membawa nampan putih dengan hiasan corak berwarna emas. Diletakkannya sepiring roti yang sudah dipotong beserta strawberry dan anggur tidak tertinggal dua cangkir teh di sajikan.

"Hasil kebunmu?," tanya Alvina meraih sebutir anggur. Calistopia mengangguk antusias, "Hm betul, manis kan setelah bertahun-tahun akhirnya aku bisa menanam yang manis," jelasnya menanggapi pertanyaan Alvina.

Aleta melotot ikut meraih anggur dari meja, "Tante tanam sendiri? Hebat!," pujinya dengan senyum lebar membawa senyuman pula pada Calistopia.

"Mama pasti ajarin ke kamu juga kalau kamu disini," balas Calistopia menatap Aleta dengan mata berair. Ia terlalu sakiy hati untuk tidak mengatakan bahwa dia ini ibu Aleta.

Alvina tertegun begitu juga dengan Aleta yang mengernyit bingung. Semua ini aneh, ibu kandungnya sudah membuang dirinya kan meninggalkan dia bersama ayah tiri yang tidak menyukai kehadirannya.

Sadar akan situasi yang mulai kacau Alvina berdehem meletakkan secangkir teh yang baru saja ia minum. "Kamu pasti kaget Aleta, mama ajak kamu kesini karena suatu hal, bertemu mama kamu, dia mama kamu," tutur Alvina. Bisa ia lihat wajah terkejut Aleta yang terdiam menatap Calistopia.

Sedangkan Calistopia sudah kembali menangis. Aleta tidak mengerti apa ini lelucon. Tapi mama mertuanya tidak akan membuat lelucon seperti ini.

"Mama jangan bohong, mama Leta udah buang Leta sama papa Danu, jangan bercandain hal kaya gini ma," Aleta bereaksi dengan genangan air mata. Calistopia menggeleng kuat dengan tangan yang melambai menolak pernyataan Aleta.

"Aleta kamu putri mama nak, Kak Danu itu paman kamu, waktu itu mama ... mama waktu itu ...,"

Aleta menggeleng, Ayah Danu adalah pamannya apa sebenarnya ini semua. Ia tidak siap menerima pernyataan tanpa dasar yang Alvina dan Calistopia katakan.

"Vin, jelaskan ke Aleta. Aku ini mamanya, maaf aku belum bisa jaga Leta. Aku ... Haris dia ... maaf," histeris Calistopia berhambur ke pelukan Alvina. Ia tidak siap mengingat semuanya.

Alvina mengusap punggung Calistopia perlahan, setelah sembuh dari depresi karena trauma yang Calistopia alami Alvina maupun suaminya Alrescha memutuskan menjauhkan Calistopia dari kehidupan perkotaan bahkan dari orang-orang.

Selama bertahun-tahun Calistopia hanya tinggal sendiri bersama seorang maid dan anjing kesayangannya. Ia tidak pernah keluar dari tempat ini, lebih tepatnya Alvina tidak mengizinkam ia keluar dari tempat ini.

"Pergi ke kamarmu Cally, aku akan ceritakan semua sama Aleta, ayo," ajak Alvina berdiri memapah Calistopia yang masih meracau tentang Haris dan Aleta.

"Sebentar ya Aleta," pamitnya kembali menuntun Calistopia. Mereka berdua semakin menjauh meninggalkan Aleta yang hujan air mata melihat keadaan Calistopia. Ia tidak mau berharap hal ini benar, bisa saja Calistopia sakit jiwa karena kehilangan anaknya dan menganggap ia mirip dengan anaknya.

Isakan kecil mulai terdengar, Aleta menangis. Hidupnya seperti dipermainkan kesana kemari.

"Aleta," panggil Alvina yang baru saja datang menghampiri Aleta.

Buru-buru gadis itu mengusap air matanya menyambut kedatangan Alvina. "Mama akan ceritakan semuanya, tentang siapa kamu, keluarga kamu, tapi janji sama mama Aleta, setelah tau semuanya kamu harus menuruti setiap perkataan mama, demi kebaikan kamu, Cally, juga Revan dan Revin,"

Aleta mengangguk, Alvina orang yang bisa dipercaya. Wanita ini diam-diam memiliki koneksi yang luas, ia yakin semua perkataannya bukan bualan semata.

— Married Dadakan —

Revin masih terus melirik pintu utama dari tempatnya duduk sekarang. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam tapi mama dan istrinya masih belum pulang. Berulang kali ia mengadu pada Rescha—papanya tapi hanya kalimat 'mereka pasti pulang' yang ia dengar.

Ia berdecak hendak bangkit kembali mengadu pada Rescha. Belum sempat ia beranjak decitan pintu yang didorong dari luar mengalihkan perhatiannya. Ia berbalik menatap Alvina dan Aleta yang baru saja masuk.

"Belum tidur Vin?," tegur Alvina menyerahkan dua buah totebag yang ia bawa pada maid di rumah mereka. Revin menggeleng mencuri pandang pada Aleta yang hanya diam menunduk. Kenapa dengan perempuan itu.

"Tidur sana. Aleta kamu juga istirahat ya pasti capek," perintah Alvina mengusap ujung kepala Aleta. Yang di usap mengangguk lesu memaksakan senyum langsung berjalan menuju lantai atas.

Revin mengernyit tidak biasanya Aleta mengacuhkan dirinya. Rasanya sangat aneh. Ia menggeleng kecil, mungkin perempuan itu lelah.

"Mama ke kamar dulu, istirahat Vin," pamit Alvina menepuk pundak Revin. Revin mengangguk, setelah punggung Alvina tidak terlihat ia segera berlari menuju kamarnya.

Di bukanya pintu kamar, tidak ada Aleta namun pintu kamar mandi tertutup bersamaan dengan gemricik air yang terdengar. Perempuan itu sedang mandi.

Revin berjalan ke arah tempat tidur, berbaring bersandar pada sandaran tempat tidur mengecek kembali tugasnya pada leptop putih kesayangannya. Tiga puluh menit, Revin melirik jam dinding tumben Aleta mandi sangat lama. Tertidurkah dia.

"Aleta!," serunya tidak mendapat respon apapun. Ia mengernyit baru saja hendak memanggil lagi tapi pintu kamar mandi sudah terbuka. Disana Aleta memakai baju tidur biru dengan motif awan menggantung handuk di balkon berjalan ke sisi lain tempat tidur dan berbaring. Revin diam memperhatikan, dia kembali diacuhkan ini tidak biasa.

Normalnya Aleta akan mendekat memeluk perutnya berusaha menyingkirkan laptop yang ia pangku meminta cuddle sebelum tidur. Merasa semua ini abnormal Revin menutup laptopnya memindahkan benda itu ke nakas sembari menekam sakelar lampu. Ia berbaring memeluk Aleta yang membelakangi dirinya. Sungguh selama ini Aleta yang mengambil inisiatif duluan, pasti perempuan itu terkejut dan berbalik memeluknya begitu ekspektasi Revin.

Tapi kenyataannya Aleta tidak bergerak hanya mengusap pelan punggung tangan Revin yang melingkar di perutnya. Revin melongo, ditariknya Aleta semakin mendekat, "hadep sini," titahnya pada Aleta. Tidak lama perempuan itu berbalik, mukanya sembab membuat Revin terheran. Dari mana sebenarnya Aleta dan mamanya.

"Darimana?," tanya Revin tidak ditanggapi oleh Aleta tidak menjawab hanya memeluk Revin yang ia lakukan. Semua ini membuat Revin frustasi. Aleta tidak bisu kan?.

"Aku tanya Aleta," lirihnya kemudian membalas pelukan Aleta mengusap punggung perempuan itu. Entah sejak kapan Revin nyaman dengan kegiatan sebelum tidur mereka ini. Namun biasanya Aleta akan cerewet bertanya segala hal atau bercerita segala hal tapi kali ini Aleta diam memberi hawa baru yang Revin tidak sukai.

"Aku ... mau tidur Vin, aku capek," lirih Aleta mengeratkan pelukan menyembunyikan wajahnya di dada Revin. Tidak ada yang bisa lelaki itu lakukan, ditanyai apapun Aleta akan tetap diam dia harus mencari tahu sendiri.

"Heum, mimpi indah," ucap Revin mengecup pucuk kepala Aleta mengeratkan pelukan mereka. Ingatkan dia untuk mencari tahu hal ini besok atau Aleta akan seperti boneka hidup.





Continue Reading

You'll Also Like

33.6K 2.4K 24
Menceritakan Seorang Bae Irene yang dijodohkan dengan Park Chanyeol, manusia dengan perilaku persis seperti es.. -dingin dan tidak berperasaan- Sang...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 11.3K 4
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
480K 17.8K 32
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
30.2K 2K 30
18+ "Sialan. Lo kenapa telanjang di kamar gue, bangsat?!" Dua orang dengan kepribadian yang jauh berbeda, terpaksa harus tinggal di satu atap yang sa...