AMBISI

Від srnrml

5K 146 93

"Terkadang ambisi terlalu tinggi dapat menjatuhkanmu ke jurang yang paling dalam." Pasti kalian pernah atau s... Більше

Thalassic Crown
Ursa dan Hukum Newton 3
Angan
Percakapan-Percakapan Frustrasi
The Savage Driver
Second Chance
Lost
Pod Quest
Giriwarsa
Me and My Petrichor

Tendangan Maut Jihan

243 8 0
Від srnrml

Penulis: AuthorJuniSari
Genre: Young Adult

"Di dunia ini, ada begitu banyak pintu yang bisa kamu pakai untuk akhirnya dapat menghadiri pesta tercapainya ambisimu." – Juni Sari

•••••

Meskipun menyakitkan, memang faktanya kegagalan adalah hal yang lumrah dialami oleh semua orang. Tak terkecuali Jihan, seorang gadis berusia 20 tahun yang masih terus bergelut untuk menggapai impiannya. Seperti hari ini, Jihan kembali gagal masuk dalam list pemain tim nasional sepak bola wanita untuk mewakili Indonesia.

"Coach, setidaknya biarkan aku menjadi striker cadangan," bujuk Jihan kepada pelatih setelah melihat namanya tidak muncul di papan pengumuman.

Pelatih Susi hanya diam dan menghela napas panjang. Ia yang sudah lelah dengan sikap merengek Jihan, langsung pergi bergitu saja karena terlalu malas untuk menggubris Jihan.

Jihan yang meradang tidak tinggal diam, ia sekali lagi menarik lengan pelatih Susi untuk bernegosiasi. Hal ini pun membuat pelatih naik pitam.

"Jihan! Hentikan! Kamu pikir bujuk rayumu ini bisa membuatku luluh?"

"Aku hanya merasa ini tidak adil, Coach. Aku sudah berlatih keras, aku juga sudah melakukan semua saran yang Coach perintahkan. Namun mengapa? Mengapa lagi-lagi namaku tidak masuk list?"

"Karena kamu memang belum pantas! Ada banyak pemain lain yang lebih berpotensi," bentak pelatih Susi.

"Jihan, kamu paham nggak, sih? tujuan seseorang masuk timnas bukan sekadar agar dirinya bisa dibanggakan atau popularitas. Namun untuk mendapatkan piala, berjuang untuk kemenangan dan membanggakan negara. Pikirmu semua ini hanya permainan biasa? Kita mempertaruhkan nama baik negara!" lanjut pelatih Susi dengan raut geram.

Jihan yang tadinya memancarkan api ambisi lewat sorot matanya, mendadak membeku. Wajahnya pun langsung memerah padam, kesal jua murung. Kesenduan menguasai dirinya.

"Berambisi tinggi itu baik, tapi kemampuan yang memadai jauh lebih penting daripada sekadar ambisi. Jihan, sadarkan dirimu!" pelatih Susi pun beranjak pergi meninggalkan Jihan yang masih mematung di depan ruang ganti.

Jihan merasa ditampar oleh pelatih Susi lewat perkataannya. Memang, tujuan utama dari ambisi Jihan untuk bisa bermain dalam tim nasional Indonesia adalah agar dirinya bisa disorot oleh kamera.

Ia tidak banyak memikirkan tentang membawa pulang piala untuk negaranya. Sebab impian terbesar Jihan adalah bisa bermain di liga Eropa. Bisa bermain di premier league memang impian banyak sekali pemain muda. Dan menurutnya, satu-satunya jalan agar dirinya bisa meneken kontrak dengan klub Eropa adalah dengan menjadi pemain tim nasional terlebih dulu. Ia harus menunjukkan kebolehannya lewat pertandingan antar negara. Namun nyatanya, harapannya harus pupus pada hari yang cerah itu. Ia pun langsung merasa buntu, seakan dunia telah runtuh.

Jihan yang emosinya masih campur aduk, memutuskan untuk pulang ke rumah dengan menyetir mobil Porsche Panamera miliknya yang berharga miliaran rupiah. Ya, walaupun ia terbilang sukses serta bergelimang harta sebagai pemain sepak bola wanita, namun nyatanya ia masih belum puas. Masih ada impian yang lebih tinggi, masih ada api ambisi yang membakar jiwanya, walaupun pahitnya kenyataan seakan menjadi air yang memadamkan semangatnya itu.

Sepanjang perjalanan air mata Jihan tidak berhenti menetes. Jihan menyalahkan segalanya, terutama pelatih.

"Persetan! Apa pelatih punya dendam tersendiri terhadapku? Aku bahkan berlatih keras seperti robot!" umpatnya. "Sebaiknya aku pensiun dini daripada masuk rumah sakit jiwa," lanjutnya lagi.

Ia merasa kerja keras dan perjuangannya seakan tidak membuahkan hasil. Walaupun ia termasuk salah satu striker wanita yang kerap mencetak angka, nyatanya tahun ini ia masih belum terpilih sebagai pemain untuk mewakili negaranya. Jihan mulai ragu, apa benar kerja keras memang tidak akan mengkhianati hasil?

Sesampai Jihan di rumah, ibunya sadar bahwa Jihan tengah dirundung pilu. Raut masam Jihan menjelaskan semuanya, dan ibu Jihan mampu menebak bahwa anaknya gagal lagi masuk dalam daftar pemain tim nasional. Alih-alih menyemangati, ibu Jihan yang kolot malah menceramahi putri sulungnya yang menghamburkan diri ke kamar.

"Kamu gagal lagi Jihan? Kamu sedih, kan, sekarang? Makanya ucapan orang tua itu didengar. Perempuan itu baiknya belajar masak saja, atau belajar bersih-bersih. Kemudian mencari suami yang baik lalu menikah. Maka beres sudah! Kamu tidak perlu menderita seperti ini. Untuk apa bersusah payah mengejar sesuatu yang tidak sewajarnya diperjuangkan oleh seorang perempuan?" cibir ibu Jihan.

Omong kosong dari ibunya membuat Jihan semakin terpuruk. Walaupun ia sudah biasa dengan semua perkataan tajam itu, namun kali ini ia semakin ambyar.

Jihan memang ditentang oleh ibunya dari awal ia menekuni sepak bola. Telah banyak rintangan yang telah ia terjang, menentang apa pun yang ia rasa tidak benar, bahkan sempat dianggap anak durhaka sebab Jihan tidak sepemikiran dengan ibunya. Karena baginya kebanggaan seorang perempuan bukan hanya sekadar menikah. Namun juga berprestasi serta menginspirasi. Namun naas, takdir masih belum memihak ambisinya itu.

Jihan yang tersulut emosi karena semua kebisingan dalam kepalanya, lantas keluar kamar dan meluapkan kefrustasiannya.

"Aku gagal juga karena Ibu! Ibu gemar menyumpahi aku! Ibu menjadikan aku anak terkutuk. Sebagai seorang Ibu, seharusnya Ibu mendoakan aku agar berhasil. Tapi apa? Ibu selalu saja merendahkan ambisiku. Puas, kan, melihat aku gagal?"

Jihan langsung membanting pintu dan pergi dari rumah dengan pikiran kalut. Hal ini sekali lagi membuat ibu Jihan semakin membenci anaknya menjadi seorang pemain sepak bola.

***

Pukul dua siang, jalanan di kota Bandung sedikit sepi. Jihan mengebut untuk menyambangi kediaman pelatih Saras; pelatih yang dulu pertama kali mengajarkannya tentang sepak bola sewaktu kecil. Ia ingin mendapatkan sedikit pencerahan dari orang yang paling ia percayai itu. Jihan bahkan lebih mempercayai nasihat dari pelatih Saras ketimbang ibu kandungnya sendiri.

Hanya dengan satu senyuman yang tampak begitu dipaksakan, Pelatih Saras sudah paham apa maksud dari kedatangan Jihan.

Di teras yang dikelilingi suara kicau burung, Pelatih Saras dan Jihan menyeruput secangkir teh manis hangat untuk mengobrol. Lebih tepatnya, Jihan butuh konseling dari Pelatih Saras.

"Aku selalu percaya diriku mampu karena dulu Coach bilang, aku punya potensi. Dan karena itu juga, aku menjadi begitu patah ketika keadaan seakan-akan mengatakan bahwa aku bukan apa-apa. Sepertinya aku harus menyalahkan coach atas rasa sakit ini," canda Jihan yang begitu garing.

"Kamu memang punya potensi, Jihan." Pelatih Saras membalas ucapan Jihan tanpa ragu.

"Tapi, hari ini aku gagal masuk tim nasional karena Pelatih Susi bilang aku kurang berpotensi. Katanya aku belum pantas." Jihan memulai perdebatan.

"Pelatih Susi dan aku memiliki cara pandang yang berbeda tentang potensi. Bagiku, seseorang yang memiliki kemauan serta ambisi adalah yang paling berpotensi," jelas pelatih Saras yang berhasil membuat kemarahan Jihan mereda.

"Gagal itu biasa, Jihan. Masih ada begitu banyak cara untuk menggapai impianmu. Kamu hanya terlalu terpaku pada satu pintu. Di dunia ini, ada begitu banyak pintu yang bisa kamu pakai untuk akhirnya dapat menghadiri pesta tercapainya ambisimu. Kamu hanya perlu menemukan sebanyak-banyaknya kesempatan."

"Meskipun gagal berkali-kali?" tanya Jihan yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Pelatih Saras..

"Sesungguhnya bagian terpenting dari sebuah ambisi bukanlah ketika kamu berhasil mewujudkannya. Tapi ketika kamu masih terus memperjuangkan ambisi itu meskipun ia kerap kali mencekikmu sampai sekarat. Kegagalan itu hal biasa, keberhasil juga begitu. Namun perjuanganlah yang tidak biasa. Tidak semua orang memilih berjuang. Jihan, semoga kamu menjadi orang yang memilih untuk berjuang." Pelatih Saras menatap lekat kedua belah mata Jihan yang memerah, untuk meyakinkan gadis yang tengah putus harapan itu.

Jihan yang mulai tersadar, lantas bangkit dari kursi. Denyut nadinya mulai naik, ia merasakan kembali yang namanya bernapas. Kaki Jihan seakan merasakan hasrat kuat untuk menyentuh bola dan rumput hijau. Ia menatap Pelatih Saras dengan tatapan penuh syukur.

"Besok, aku akan kembali berlatih keras seperti biasanya. Aku juga akan kembali berjuang untuk mencetak angka, Coach. Aku memilih berjuang." Jihan mengepalkan tangannya.

"Kamu baru saja melakukan tendangan maut, Jihan." Pelatih Saras tersenyum lebar.

Jihan pikir, kegagalan hari ini akan menjadi akhir dari karier sepak bolanya. Namun ternyata, ia baru saja dibangkitkan untuk menjadi perempuan sekaligus atlet yang lebih kuat lagi. Seakan dihujani beribu bintang, Jihan mendapatkan keceriaannya kembali.

Ia pula menyadari, dalam perjalanan memenuhi panggilan ambisi ... bertemu dengan seseorang yang memberikan dukungan tepat juga merupakan salah satu pintu yang akan membawanya menuju pesta tercapainya ambisi.

- SELESAI -

Продовжити читання

Вам також сподобається

1M 66.3K 39
SLOW UPDATE [END] Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata le...
GRESHAN Від shnindr12

Короткі історії

858K 24.3K 63
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
AFIKSI Від ℬ 'O5

Фанфіки

19K 1.7K 11
╱ ☁️ ❲ hwang-heejin ❳ tingkah gemas membuat orang ingin meremas. © B, 31 Maret 2019.
7.4K 446 47
Tentang dia yang slalu ku CINTAI, Tentang dia yang tak pernah KU MILIKI, Tentang dia yang hanya sebatas ILUSI, Tentang dia yang menjadi ANUGRAH terin...