FAR

By SyifaZali

118K 18.7K 1.6K

Mungkin beginilah rasanya menjadi istri yang tak diinginkan. Menjadi pasangan yang tidak pernah didamba. Aku... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Epilog
Free Chapter 🙊
INFOO

Chapter 34

1.8K 376 14
By SyifaZali

Mempertemukan mereka
---

Setelah melewati beberapa Minggu, akhirnya Aufar mengambil cuti seminggu. Katanya, dia ingin bertemu dengan anak-anak panti yang sering aku ceritakan. Ilmu agamanya juga sudah semakin bagus. Bahkan, terkadang malah dia yang mengingatkanku.

"Kalau aku ajak mas Azzam, gak papa?" Tanyaku membuat Aufar mengerutkan kening.

"Gimana, ya. Sebenernya gak papa. Cuma.. nanti kamu..?" Dia malah balik bertanya membuatku tertawa.

"Aku kenapa? Suka lagi sama mas Azzam?" Aufar mengangguk pelan.

"Jangan mikir aneh-aneh deh, ya. Sekarang kamu itu udah jadi MAS SUAMIKU. Mana mungkin aku suka sama MAS SUAMI ORANG." Aufar tertawa.

"Heleh, sama mas WiFi aja udah meleleh. Apalagi sama cowok yang jadi idamanmu bertahun-tahun?!" Cibir Aufar membuatku tertawa keras.

"Ya Allah, masih aja dibahas. Kan udah aku bilang, foto itu mau aku kasih ke adekku. Kamu ni, gak percaya an banget."

"Emang." Aku berdecak membuat Aufar tertawa. "Yaudah, gak papa ajak mas Azzam. Tapi, ajak Nanda juga?" Aku mengerutkan kening.

"Konsep nya beda, mas. Aku ajak mas Azzam karena mas Azzam suami dari mbak Namira. Mbak Namira itu juga pengajar disini. Sedangkan Nanda?Mantan pacar kamu? Kamu aja gak ikut andil dalam mengajar mereka." Celetukku membuat Aufar tertawa.

"Ya, gak papa, kan? Buat ngeramein. Emang gak boleh?"

"Gak!"

"Kenapa? Cemburu?"

"Aku kan istri kamu. Ya iya lah cemburu. Nanda juga belum punya suami." Jawabku membuat Aufar tertawa lagi.

"Iya-iya lagian bercanda doang, kok!" Dia berdiri lalu mengambil buku.

"Bercandanya gak lucu."

"Lucu kok. Kayak wajah kamu." Aufar terkekeh lalu mencubit pipiku. Dia memang manusia aneh. Aku mendengus.

"Aku mau tanya deh. Menurut kamu, Farez tu orangnya gimana, sih?" Tanya Aufar tiba-tiba. Aku mengerutkan kening.

"Farez? Baik, kadang akhlaknya kayak roller coaster, perhatian, penuh misteri. Ya kayak kamu, banyak rahasianya." Aufar mengangguk-angguk. "Ganteng?" Aku mengangguk.

"Emm, iya. Tapi yang jadi nilai plus nya tetep bukan itu." Kataku membuat Aufar mengangguk.

"Gue tuh, eh aku tuh pengen banget cariin cewek buat Farez. Masalahnya, dia tu orangnya ogah-ogahan kalau masalah cewek. Padahal, dia udah mapan, menurutku juga udah cocok jadi ayah, perhatian, ramah, ganteng lagi. Kurang apa coba?!" Aku tertawa.

"Tapi, mas. Gak semua hal itu bisa dipaksakan. Mungkin yang kamu lihat, dia udah siap. Tapi gak tau kan, apa dia sudah siap atau belum. Pernikahan itu bukan sesuatu yang main-main. Gak kayak yang dulu kamu bicarakan." Aku terkekeh membuatnya mendengus.

"Gak usah ungkit masa lalu, deh."

"Ya lagian, dulu kamu bilang pernikahan itu cuma status. Aku boleh pacaran sama siapa aja, begitu juga kamu. Padahal, pernikahan itu sesuatu yang lebih dari sekedar status." Aufar tersenyum.

"Iya, iya. Gue tau gue salah. Kan udah minta maaf. Pake cara yang romantis lagi, kamu aja sampe nangis." Aku menepuk pundaknya. Dia tidak tau saja, aku sudah sering menangis karenanya.

***

"Iya, Umi. Bulan depan InsyaAllah, ya. Nunggu mas Aufar dan Maida bener-bener gak sibuk. Umi sehat, kan?" Tanyaku membuat wanita di seberang itu berdehem.

"Alhamdulillah, sehat. Kamu sama Aufar sehat?" Tanya Umi membuatku meng-iya-kan. Setelah percakapan kami selesai, akhirnya telepon ditutup. Jam dinding menunjukkan pukul 08.00.

Terlihat Aufar yang sudah rapi menggunakan kemeja berwarna merah dan celana hitamnya. Aku tersenyum tipis. Beberapa saat kemudian pintu rumah diketuk. Aku segera menuju pintu berwarna putih itu.

"Assalamualaikum!" Terlihat mbak Namira  sedang berdiri menggendong bayinya dan mas Azzam berada di sampingnya. Aku tersenyum.

"Waalaikumussalam, masuk dulu, mbak, mas." Sambutku lalu mereka memasuki rumah itu. Aufar tersenyum ketika melihat mbak Namira dan mas Azzam. Sudah kuperingatkan bahwa jangan sampai dia merusak suasana.

"Gimana, Mai? Udah isi belum?" Tanya mas Azzam membuatku tertawa. Aku menggeleng pelan.

"Padahal nanti Naya mau aku jodohin sama anakmu." Mas Azzam dan mbak Namira tertawa. "Gak, gak. Mana ada. Kalau anak gue cewek? Gimana?" Celetuk Aufar.

"Ya, mikir lah, dijodohin itu artinya ketika mereka berbeda gender. Kalau gendernya sama, ya jadi temen aja." Kata mas Azzam. Aku mengambil sebuah amplop lalu menyerahkan kepada mbak Namira.

"Mbak, ini ada sedikit rejeki. Anggep aja hasil dari ngajar anak-anak panti." Kataku membuat mbak Namira membulatkan matanya.

"Loh, ya gak usah, mai. Lagian, aku ngajar disini juga ikhlas kok." Aku tersenyum, "Ya gak bisa gitu dong, mbak. Pokoknya gak boleh nolak!" Paksaku membuat mbak Namira tertawa. Akhirnya mereka menerimanya.

Bi Suni datang dengan membawa 5 gelas berisi sirup rasa jeruk.

"Yee, pantes gak ada yang nyambut gue. Balik, ah. Gue jomblo sendiri." Suara Farez membuat kami semua menoleh hampir berbarengan. Wajah Farez yang cemberut membuat kami semakkn tertawa.

"Gila ya lu pada. Bawa satu cewek yang jomblo aja. Kalo gini terus gue mau duduk sama siape?!" Omel Farez lalu duduk mengambil satu gelas itu.

"Kalo Lo mau, gue telponin Nanda sekarang!" Aku menyenggol tangan Aufar.

"Ya jangan Nanda juga kali, bro. Kira-kira, masa gue ganteng nan Sholeh begini di jodohin sama Nanda." Aku tertawa mendengar celetukannya.

"Ada bi Suni kok, rez." Sambungkj.

"Yaelah, Mai. Lo gak usah ikut-ikutan bully gue deh." Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Oh iya, kenalin, ini mas Azzam, suaminya mbak Namira. Dan ini Naya, anaknya mereka." Farez lalu menyalami mas Azzam.

"Ah, gue tau. Gue sama Naya aja, deh. Sini gue yang gendong, mbak." Tawar Farez lalu mengulurkan tangan. Anak ini memang memiliki akhlak yang tidak tertebak. Terkadang dia menjadi pendiam, kadang menjadi orang yang sok bijak, dan lebih sering menjadi orang yang cerewet.

"Jadi, kita mau bahas apaan, nih?" Tanya Farez sambil menggendong Naya.

"Sebenarnya, gak ada yang penting-penting banget. Cuma kemarin anak-anak minta ketemu sama si Aufar sama suaminya mbak Namira. Dan sama anaknya juga." Farez mengangguk-angguk.

"Mai, Lo ada kenalan cewek muslimah kagak sih. Sekali-kali ajak kesini." Ucap Farez sambil mengelus-elus pipi Naya.

"Gak usah sok-sok an minta dikenalin. Udah puluhan cewek gue kenalin ke elo. Mereka mau, Lo nya aja yang gak mau!" Celetuk Aufar membuat Farez meringis.

"Aku ada banyak lho kenalan, perempuan-perempuan jomblo. Kamu minat?" Tanya mbak Namira membuat Farez mengangguk cepat.

"Tapi yang muslimah, mbak. Yaa, yang 11 12 sama Maida deh." Kata Farez membuat Aufar menjitaknya.

"Apa sih, Lo. Gue gak bilang mau Maida nya. Gue bilang yang kayak, KAYAK, Aufar! Santai Napa!" Protes Farez membuat Naya menangis karena suaranya terlalu keras.

"Tuh, kan, nangis. Sini aku aja!" Tawarku lalu menyodorkan tangan. Farez mendengus lalu terpaksa memberikannya kepadaku.

"Tapi, emang, sih. Maida tu tipe idaman cowok-cowok. Contohnya mas Azzam. Dia juga termasuk fanboy nya Maida." Aufar berdehem keras membuatku tertawa.

"Makanya, far. Kamu jangan sia-sia in dia. Asli kamu beruntung banget dapet dia." Kata mas Azzam membuat mbak Namira tersenyum manis.

"Yee, siapa juga yang mau sia-sia in dia. By the way, dia juga beruntung kok dapetin gue, iya, kan, zay?" Aku mengangguk saja agar pria itu bahagia. Menikah dengannya itu nano-nano.

Kadang aku merasa beruntung, kadang aku merasa menyesal. Tetapi, makin kesini, aku makin merasa beruntung sih.

"Assalamualaikum, kakakkk!!" Anak-anak panti yang baru saja datang langsung berhamburan ke arah kami. Mereka satu persatu mengantri untuk bersalaman dengan kami. Aku tersenyum melihatnya lalu menempelkan satu tanganku didepan bibirku.

Menandakan bahwa mereka jangan berisik karena Naya sedang tidur.

"Oh, ini suaminya kak Zura? Ganteng ya." Ucap Dimas membuat Aufar terkekeh.

"Iya. Kenalin, Aufar." Pria yang dipuji tampan itu menyodorkan tangannya. Aku mencibir. Usahanya Semalaman berlatih untuk bersikap ramah ternyata tidak sia-sia.

Aufar tersenyum menatapku.

"Lo udah beneran cocok jadi ibu." Bisiknya tepat di telingaku.

***

Assalamualaikum semuaaa!

Alhamdulillah bisa up hari ini!

Semoga sukaaa, Aamiin! Hehe.

Maaf kemarin gak up karena beneran sibuk bgtttt. Wkwkk.

Jangan bosen-bosen yaaa!

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.3M 224K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...
1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
842K 102K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...