š“š”šž šš«šØš©šØš¬ššš„ | āœ“

By euphiletune

42.6K 6.4K 696

[š£šžšØš§ š£š®š§š š¤šØšØš¤] Dalam kurun waktu sepuluh tahun, sebenarnya Song Jia sudah lama menjadi perhatian... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Epilog

Bab 10

1.3K 200 36
By euphiletune

Jia mencoba untuk memahami materi yang hari ini sudah dijelaskan panjang lebar oleh dosennya, memicingkan mata, berdecak kesal hingga mengetuk-ngetuk ujung pena pada buku yang terkembang di atas meja belajarnya. Tak henti-hentinya mengeluhkan betapa sulitnya soal yang sedang ia kerjakan saat ini, itu membuatnya berpikir kenapa dahulu malah semangat sekali mengambil bisnis.

"Ah, sudah. Aku tidak bisa, otakku payah!" katanya garang, menutup buku dengan sedikit kasar lalu bersandar pada kursi dengan pipi yang menggembung.

Matanya menatap kesal pada tumpukan buku, dari enam puluh banyak soal yang ia kerjakan sejak dua jam yang lalu baru lima yang dapat ia selesaikan. Jia tidak terima jika ada orang lain yang mengatakan dirinya bodoh, tetapi bahkan untuk menyelesaikan soal saja ia tidak bisa mengatasinya dengan baik, lantas disebut apa dirinya?

Pada akhirnya ia memilih bangkit dari kursi, mengintip melalui pintu kamar apakah ada tanda-tanda Jungkook sedang berkeliaran di luar kamar atau tidak, sebab ketika pria itu pulang sore ini dirinya sedang duduk bersantai memakan kudapan sementara di lantai sudah berserakan bungkusan makanan ringan.

Tentunya Jungkook marah, menyuruh Jia untuk membersihkan semuanya lalu melarang untuk makan camilan jika tugas kuliahnya belum selesai. Terakhir ia melangkah dengan kepala tertunduk menuju kamar, sedikit kesal karena Jungkook melarangnya juga sudah bersikap kejam dan hampir membuatnya menangis, dirinya bahkan kurang ahli menggunakan sapu.

Ketika dipastikan keadaan di luar aman, Jia keluar dari kamar secara diam-diam berusaha untuk tidak menimbulkan suara dan berakhir Jungkook malah memergokinya. Menutup pintu dengan hati-hati lalu berjalan berjinjit sembari menggigit bibir, persis seperti maling, bahkan maling saja begitu leluasa berjalan di dalam rumah korbannya ketika beraksi.

Jia mengintip sedikit dari anak tangga, ruang tengah dan dapur tampak sepi, membuatnya bersorak gembira di dalam hati lalu kembali melanjutkan langkah menuju dapur untuk mengambil satu stoples bola biskuit cokelat yang disimpan di lemari pendingin. Ia pikir rencananya benar-benar berhasil saat itu sebab sama sekali tak menimbulkan bunyi keras.

Satu butir berhasil ia masukkan ke dalam mulut, tersenyum riang ketika rasa cokelat memenuhi mulutnya, lalu ketika pintu lemari pendingin ia tutup kembali dan tubuhnya berbalik di sana sudah ada Jungkook sedang berpangku tangan dan bersandar pada meja pantry yang membuatnya tersengir. Percuma saja sudah diam-diam turun ke dapur kalau ternyata ketahuan juga pada akhirnya.

"Eh, Uncle. Aku baru mau memanggilmu untuk makan ini bersama," katanya menunjukkan toples bola biskuit cokelat di dalam dekapannya.

"Tugasmu sudah selesai?" Jungkook menatap serius.

Jia menggeleng pelan, kepalanya sedikit tertunduk untuk menghindari tatapan Jungkook. "Belum."

Jungkook berdecak pelan mengambil toples dari tangan Jia lalu mengembalikannya ke dalam lemari pendingin, sementara Jia sudah cemberut, menatap kesal Jungkook sembari bertolak pinggang tak terima jika Jungkook melarangnya untuk makan camilan sampai tugasnya selesai.

"Aku akan selesaikan tugasku, berikan saja cokelatnya."

"Tidak bisa, selesaikan dulu tugasmu baru akan aku berikan." Jungkook menolak, menghalangi lemari pendingin agar Jia tidak bisa mengambil apa yang gadis itu inginkan.

"Iya-iya, nanti aku selesaikan."

"Sekarang."

"Nanti!"

"Sekarang."

"Soalnya susah, tahu! Kepalaku hampir pecah mengerjakannya!" teriak gadis itu dengan kesal, tahu-tahu wajahnya sudah memerah dengan sudut mata yang sedikit basah. "Kamu tidak akan mengerti kesulitanku, tidak akan!"

Lantas Jia pergi dari dapur dengan merajuk, sedikit menghempaskan kaki ketika berjalan hingga suaranya bergema cukup kuat saat menaiki tangga. Sementara Jungkook yang masih berada di tempatnya hanya dapat memperhatikan bagaimana gadis itu menjauhinya dengan perasaan kesal, bahkan ketika berhenti di ujung tangga untuk menatapnya gadis itu langsung membuang muka dan meneruskan langkah menuju kamar.

Lama terdiam Jungkook memilih untuk ikut naik ke atas menuju kamar Jia, mendapati gadis itu terduduk di meja belajar sedang menatap kesal bukunya, dan melengos ketika Jungkook mendekat usai menutup pintu kamar. Tampaknya benar-benar kesal.

"Mana yang sulit?" tanya Jungkook ketika berdiri di samping meja belajar.

Jia menyeret bukunya ke hadapan Jungkook, cukup lama lelaki itu menelaah soal-soal di sana sebelum berpindah duduk di atas karpet dengan meja yang berada di tengah-tengahnya, membuat dirinya ikut pindah membawa alat-alat tulis dan bukunya yang lain.

Tak perlu waktu lama bagi Jungkook memahami materi yang sedang dibahas, sebab baru beberapa menit membaca pria itu sudah dapat menjawab beberapa pertanyaan dan membuat Jia terbengong-bengong, tak percaya jika soal-soal tersebut akan dengan mudahnya dijawab oleh Jungkook.

"Aku mengerjakan sampai sini, selebihnya kerjakan sendiri dan tanyakan padaku apa yang tidak kamu mengerti, baca soalnya dengan hati-hati dan pahami dengan baik, kerjakan saja yang menurutmu mudah dahulu."

"Kenapa tidak kamu kerjakan semuanya?" pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa Jia sadari, sebab ketika Jungkook menatap dengan kening berkerut gadis itu tersadar dan segera menepuk bibirnya yang kurang ajar.

"Kalau aku yang mengerjakan semua, kamu tidak akan bisa memahami apa pun. Kalau di rumah memang ada aku, bagaimana jika di kampus kamu harus mengisi soal? Masa mau telepon aku dan minta jawaban."

Jia tersengir sembari meraih buku dari hadapan Jungkook untuk mengerjakan soal selanjutnya, membaca dan memahaminya dengan hati-hati lalu begitu senang ketika jawaban ia dapatkan setelah memahami dengan baik. Beberapa soal terus berlangsung seperti itu dan Jungkook hanya memperhatikan bagaimana gadis itu berbicara sendiri dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Ternyata aku bisa mengerjakan beberapa," ungkapnya dengan mata terus tertuju pada buku, tersenyum simpul ketika berhasil menemukan jawaban lagi yang membuatnya semakin semangat untuk menyelesaikan soal-soal yang tersisa.

"Kamu hanya perlu memahaminya dengan baik."

"Mau bertaruh?" tiba-tiba Jia menawari, senyum lebar sudah tersemat pada bibirnya yang manis.

"Bertaruh?" Jungkook tertawa remeh. "Apa yang ingin kamu pertaruhkan?"

"Jika dari soal-soal ini aku mendapatkan nilai yang bagus, bagaimana kalau kamu menuruti keinginanku? Tapi jika aku mendapatkan nilai yang tak sesuai kamu bisa memintaku melakukan apa pun untuk menyenangkanmu."

"Apa-apaan?"

"Aku hanya perlu satu permintaan, kemarin kamu juga bilang 'kan kalau aku akan mendapatkan hadiah?"

"Baik-baik, apa yang kamu inginkan?"

"Aku tidak akan mengatakannya sekarang, nanti saja kalau nilai soal ini sudah keluar."

Jungkook tak ingin ambil pusing, selama permintaan Jia bukanlah meminta dunia dan segala isinya pasti akan ia turuti, lagi pula permintaan gadis itu pasti hanya akan berakhir pada pakaian atau barang-barang perempuan lainnya, bahkan terakhir kali meminta bertemu dengan seseorang dan Jungkook menolak gadis itu tak pernah lagi menyinggung hal demikian tiap kali bicara.

Jungkook tak bisa menyanggupi pertemuan tersebut karena ia cemburu, cemburu karena melihat Jia setiap hari memuja orang lain bahkan tanpa tahu malu meneriakkan namanya ketika orang itu muncul di layar televisi. Tentu saja Jungkook tak ingin menuruti permintaan Jia karena pasti gadis itu akan memeluk orang itu dengan senang hati.

Ia tak akan membiarkan Jia memeluk orang lain selain dirinya, dan selama gadis itu dalam pengawasannya akan ia pastikan tidak akan ada pria lain yang dapat menyentuh gadis itu selain tangannya sendiri. Jia hanya miliknya, sejak dulu sudah menjadi miliknya, dan ia tidak akan sudi untuk berbagi dengan siapa pun.

•••

Beberapa hari usai Jungkook menyepakati pertaruhan aneh yang Jia tawarkan, pagi-pagi saat sarapan gadis itu bilang jika nilai dari tugasnya malam itu akan keluar hari ini, tapi Jungkook sendiri masih tak ambil pusing dengan apa yang sebenarnya Jia inginkan darinya hingga menawarkan untuk melakukan taruhan begitu.

Siang hari ketika Jia menghubungi meminta dijemput karena jam kuliahnya telah usai, gadis itu tersenyum-senyum ketika menghampiri Jungkook yang menunggu di luar gerbang seperti biasanya. Jungkook yang tak mengerti hanya memilih diam dan segera memutar kendaraannya kembali menuju kantornya sebab sebentar lagi jam makan siang.

"Coba tebak, berapa nilai yang aku dapatkan untuk tugas kemarin," ungkap Jia dengan mata berbinar menatap Jungkook yang sedang mengemudikan mobil.

"Berapa memangnya?"

"Ih, tebak dulu!"

"Aku menyerah." Jungkook memilih untuk tidak terlalu menanggapi gadis itu.

"Tidak seru, disuruh menebak saja tidak mau." Jia merajuk mengerucutkan bibirnya sembari bersandar pada punggung kursi, tetapi tak lama kemudian senyumnya kembali mengembang. "Aku dapat nilai A dan salah tiga soal."

"Itu bagus."

"Kok hanya bagus? Karena aku sudah berhasil, jadi aku menagih janjinya, mana?"

Jia yang menengadahkan kedua tangan di hadapan Jungkook membuat pria itu menoleh pada tangan dan wajah gadis itu secara bergantian, sementara itu Jia sudah tersenyum lebar seperti tidak sabar untuk menanti hadiahnya datang.

"Kamu mau apa?"

"Undang Seo Taehyung ke acara ulang tahunku."

"Aku pikir kita sudah selesai membahas itu, Ji."

Jia menggeleng, jelas sekali penolakan pada raut wajahnya. "Uncle menjanjikan hadiah, dan aku sudah mengatakan apa yang aku mau, jadi aku memintanya. Aku hanya akan minta itu saja, setelah itu aku tidak akan meminta apa pun lagi."

"Kenapa harus dia? Kenapa tidak yang lain saja? Jalan-jalan ke mana gitu."

"Tidak mau, aku sukanya Seo Taehyung."

"Tidak, aku tidak akan menurutinya. Minta yang lain saja."

"Iih, menyebalkan." Jia benar-benar dibuat geram.

"Kamu lebih menyebalkan karena memancing amarahku, Ji."

Jia kembali cemberut kali ini sudah cukup kesal karena lagi-lagi Jungkook menolak untuk memenuhi keinginannya, memangnya apa yang salah dengan mengundang aktor Seo Taehyung ke acara ulang tahunnya? Jia yakin jika Jungkook punya cukup uang untuk membayarnya, bahkan kedua orang tuanya saja menyanggupi keinginannya tersebut.

Tidak, Jia tidak dapat mengerti, ia bahkan tidak tahu alasan sebenarnya kenapa Jungkook menolak keras, pria itu bahkan tak pernah mengatakan alasannya walaupun sudah ia tanyakan penyebabnya. Tetapi ia sendiri juga tak memiliki permintaan lain, keinginannya sudah banyak yang terpenuhi oleh kedua orang tuanya dan ia hampir tidak bisa berpikir apalagi yang ia inginkan sebagai hadiah.

Sepanjang jalan Jia hanya terdiam, ikut turun dari mobil ketika sudah sampai di kantor Jungkook dan mengekori pria tersebut seperti biasa ketika ia datang. Lalu saat itu akan ada banyak ocehan dari para pegawai yang masih mempertanyakan kejelasan status Jia yang tampak senang mengekor ke mana pun Jungkook pergi, tetapi ia sendiri yang sedikit banyaknya tahu tentang hal itu juga tak ingin ambil pusing, yang penting ia tidak melakukan hal-hal yang dilarang.

"Kenapa, sih, sulit sekali? Kamu hanya tinggal menghubungi agensinya, dia akan mendapatkan hari libur minggu depan, kamu juga tidak miskin," Jia berusaha membujuk lagi, dalam langkah menuju ruangan Jungkook hingga menarik perhatian orang-orang di sana untuk menguping.

"Aku tidak akan mengundang aktor sok tampan itu, minta saja yang lain. Berlibur ke Malta, naik jet pribadi ke Hawaii, atau kamu mau gaun keluaran merek terkenal yang dijual terbatas? Aku bisa menuruti semuanya, tapi jangan yang itu."

"Kamu ini kenapa? Cuma tinggal undang saja kenapa susah sekali?" Jia mencak-mencak sejenak di depan pintu lift sebelum ikut Jungkook masuk ke dalamnya.

Pintu lift tertutup dan kelanjutan perdebatan itu tak lagi dapat disaksikan bersama-sama oleh karyawan Jungkook yang sudah menumpuk pertanyaan di kepala mereka tentang siapa Jia sebenarnya, dan kenapa Jungkook berani menyebutkan hal-hal ekslusif seperti itu yang hanya bisa didapatkan oleh orang-orang terdekat pria itu saja.

Ah, mungkin mereka belum tahu jika Song Johan pemilik bisnis perhotelan yang amat terkenal itu memiliki dua putri, sebab selama ini yang selalu mendapat sorotan adalah Song Soora, anak pertama yang berprofesi sebagai pramugari dan banyak diidam-idamkan oleh kaum lelaki untuk dijadikan istri.

Sejak dahulu keberadaan Jia disembunyikan karena keinginan dari ibunya sendiri sebab kasihan melihat Soora yang telah mendapat banyak sorot kamera sejak kecil hingga dewasa, meski tak pernah mengatakannya langsung Soora pasti merasa tertekan karena tidak bisa beraktivitas dengan bebas sebab kehidupannya sudah nyaris seperti selebriti.

Sementara di dalam lift, Jia sudah menatap kesal Jungkook di sebelahnya sebab ia belum mendapatkan jawaban dari kenapa Jungkook menolak permintaannya tersebut, mengetuk-ngetuk ujung sepatu ke lantai lift dengan kedua tangan dilipat di depan dada, ia memikirkan cara lain untuk membujuk Jungkook agar mau menuruti keinginan pertama dan terakhirnya tersebut.

"Kenapa, sih, memangnya? Pernah bertengkar dengan Seo Taehyung itu?"

Jungkook menghela napas, memijat kepalanya yang pusing karena didesak terus-menerus oleh gadis ingusan yang ternyata masih belum paham urusan orang dewasa, lihat bagaimana Jia menatapnya tajam namun terlihat penasaran tersebut. Entah harus bagaimana lagi untuk membuat gadis itu mengerti jika dirinya tak ingin melihat gadis itu memeluk pria lain di hari ulang tahunnya nanti.

"Karena aku tidak ingin kamu memeluk pria lain, Ji."

"Hah?"

"Dengar, kalau aku mengiyakan untuk mengundang Seo Taehyung, saat dia datang nanti kamu pasti akan memeluknya, kan?" Jia mengangguk cepat. "Aku tidak mau melihat itu."

"Ya sudah, pergi saja keluar kalau aku mau memeluknya."

Jungkook benar-benar dibuat frustrasi atas perkataan Jia, membuatnya berdecak sebal lalu menatap gadis itu dengan tatapan tajam akan tetapi gadis itu tidak terlihat takut sama sekali. "Kamu ini paham tidak apa yang aku bilang? Kenapa sulit sekali membuatmu mengerti?"

"Memangnya apa yang salah dari ucapanku? Kamu bilang tidak ingin lihat aku memeluk pria lain, ya sudah keluar atau pergi saja saat aku mau memeluknya dan kembali setelah aku selesai. Gampang, kan?"

Sementara itu Jungkook yang tidak tahu harus mengatakan apa lagi sudah mengacak-acak rambutnya, menyerah karena berdebat dengan Jia yang tak mengerti ke arah mana pembicaraannya. Sedangkan ia sendiri juga tak mengerti kenapa Jungkook terlihat begitu tertekan hanya karena ia yang meminta untuk mengundang seseorang ke acara ulang tahunnya, jika Jungkook tidak pernah memiliki masalah serius dengan Taehyung kenapa pria itu harus jadi sangat tertekan atas permintaannya?

"Tidak bisa, aku tidak mau." Jungkook tetap menolak keras.

Lalu ketika Jia hendak melayangkan protes karena isi kepalanya yang kecil tak bisa memahami apa maksudnya, dengan segera Jungkook meraih wajah dan mengunci bibir gadis itu agar telinganya tak lagi mendengar ocehan gadis itu yang terus mempermasalahkan hal yang sama.

"Kenapa menciumku? Aku tidak mau dicium, maunya Seo Taeㅡ"

Lagi.

"Kamu gila, ya?"

Lagi.

"Menjauh dariku! Kamu menakutkan." Jia berusaha mendorong Jungkook untuk menjauh.

Lagi.

"Kwon Jungkook! Aku peringatkan untuk berhenti menciumku!"

Dan lagi.

Kala itu jika pintu lift tidak terbuka Jia mungkin akan terus mendapatkan ciuman singkat yang Jungkook paksakan, jadi sepertinya gadis itu tertolong terlebih napasnya juga sudah terasa sesak. Dengan menatap takut-takut berjalan di belakang Jungkook, bibir bawahnya digigit sedangkan jantungnya sudah berdebar tak karuan. Jia takut, takut ada yang melihat dan takut jika Jungkook akan semakin berani hingga berbuat macam-macam padanya.

Dan sebenarnya Jungkook sendiri tak ingin menambah beban pikiran yang lain, tetapi keinginan Jia tentu membuatnya bimbang hingga sedikitnya mengganggu konsentrasi, setidaknya ketenangan begitu ia dambakan agar pekerjaannya tidak kacau dan menimbulkan masalah besar nantinya. []

_____
a/n: apakah sudah saatnya bilang bahwa Jia kena karma? 😃😃 yaa gimana ya, abis Paman Kwon sebal karena Jia rewel minta undang Taehyung terus padahal acara ulang tahunnya udah deket. Mana sempet apalagi Taehyung aktor yang jadwalnya segudang, kalau masalah uang mah gampang, Paman Kwon rela rugi buat gadis kesayangannya. Toh Paman cari duit pontang-panting banting tulang juga buat mencukupi kebutuhan hidup dek Jia nantinya.

.

.

.

[Yap, kali ini kita akan berbincang kering bersama Paman Kwon yang selalu dibuat pusing]

Q : kapan bapak bakal nikahin Jia?

Segera, karena saya juga ngga tahan buat nunda-nunda.

.

Q : sudah terpikirkan dengan hadiah pernikahan?

Udah dong.

.

Q : kalau Jia nakal mau kasih hukuman apa aja? Apa bapak setuju diberi julukan tuan pengatur?

Cium sampe minta ampun. Setuju-setuju saja karena dik Jia juga pembangkang.

.

Baik, sekian dulu bincang-bincang hari ini, semoga dapat menghibur.

Muka Paman Kwon setelah berhasil nyerang Jia 5 kali.

Continue Reading

You'll Also Like

799K 82.5K 56
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
515K 44.2K 41
Bagi Song Ahrin, kehidupan kotor serta tatapan mata menelanjangi dari setiap pria yang ditemuinya sudah terlalu lumrah ia dapati nyaris setiap waktu...
Yours By Kayee

Fanfiction

58.8K 685 12
Ea, follow dulu sebelum baca supaya ga ketinggalan info. "Jika aku penuh luka, masihkah kau menginginkanku?" "Sebaliknya, jika aku penyebab lukamu, a...
194K 20.2K 27
Mereka menikah bukan karena cinta atau perjodohan. Melainkan untuk memuaskan ego masing-masing. Tidak ada yang spesial diantara mereka. Tidak seperti...