FAR

By SyifaZali

118K 18.7K 1.6K

Mungkin beginilah rasanya menjadi istri yang tak diinginkan. Menjadi pasangan yang tidak pernah didamba. Aku... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Epilog
Free Chapter πŸ™Š
INFOO

Chapter 29

1.9K 396 27
By SyifaZali

Imalah
---

Mobil itu terparkir digarasi setelah menempuh 30 menit perjalanan ditambah menemui kemacetan. Aku membawa segala belanjaan itu masuk kerumah. Aufar yang masih memainkan ponselnya dimobil itu kutinggalkan.

"Assalamualaikum, bi. Ini belanjaannya." Salamku ketika memasuki rumah besar itu. Bi Suni tergopoh-gopoh dari dapur lalu segera mengambil belanjaan yang ada ditanganku. Bi Suni menyenggol ku.

"Gimana bos Aufar nya?"

"Hah?"

"Iya gimana? Ada so sweet-so sweet gak?" Aku tertawa mendengar pertanyaan bi Suni. Lucu sekali pertanyaannya. Mana ada Aufar menjadi lelaki seperti itu.

"Gak bi. Jangan berekspektasi terlalu tinggi sama seseorang. Apalagi kalau orang itu Mas Arga." Bi Suni mengerutkan kening.

"Mas Arga siapa non?"

"Eh, maksud saya mas Aufar." Aku meringis. Bi Suni menganggukkan kepala walaupun dari wajahnya masih terlihat curiga. Sesampainya di dapur, aku membantu bi Suni memilah-milah sayur dan buah itu.

"Oh, iya, bi. Besok anak panti kesini. Jadwalnya belajar." Kataku mengingat-ingat. Sebelumnya, memang aku sudah menceritakan kepada bi Suni perihal anak panti.

"Oh iya, ada guru baru nanti, bi. Namanya mbak Namira, dia istrinya temen saya, Namanya mas Azzam." Ceritaku bersemangat lalu meletakkan beberapa sayur dikulkas.

"Temen apa demen?" Aku dan bi Suni menoleh hampir berbarengan melihat Aufar yang berada dibelakang kami sedang mengambil air di dispenser. Aufar mengedikkan bahunya lalu meminum air sambil berdiri.

"Udah dibilangin kalau minum itu duduk." Kataku lalu berdiri mengambil gelas yang sedang diteguknya.

"Yaelah, bentar doang." Wajahnya terlihat kesal karena sedikit airnya tumpah mengenai bajunya. Bi Suni tertawa melihat kami.

"Iya-iya duduk." Katanya akhirnya setelah wajahku kubuat datar sedatar mungkin.
Aku tersenyum melihatnya menurut. Setelah meminumnya hingga habis, ia meletakkan gelas itu dimeja dekat dispenser.

"Jadi temen apa demen?" Aku memukulnya pelan. "Masih aja dibahas."

"Kalau cemburu, bilang bos." Timpal bi Suni yang membuatku menoleh. Aku mamainkan alisku agar bi Suni tidak usah berbicara macam-macam.

Aufar hanya tertawa kecil lalu berjalan menaiki tangga. Pria itu menghilang setelah sampai diatas. Aku menghela nafas.

"Apaan, sih. Bi. Gak lucu, deh." omelku membuat Bi Suni tertawa. Aku segera memasukkan sisa sayuran-sayuran itu kedalam kulkas.

***

"Eh, ini bacaannya gimana, sih?" Tanya Aufar ketika aku sedang membolak-balikkan buku bacaan baruku. Aku tersenyum tipis melihat bacaan yang ditunjuk pria itu.

Aku segera berdiri menuju kumpulan buku-bukuku. Mencari buku tajwid disana.

"Makanya kalau baca buku tajwid, jangan cuman dibolak-balik doang. Bingung kan jadinya." Aku menyerahkan buku tajwid yang sudah kubuka. Aufar mengambilnya lalu membacanya.

"Imalah?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Yap. Didalam Al-Qur'an ada yang namanya bacaan Gharib. Nah, bacaan Gharib sendiri dibagi menjadi 5. Tau bacaan Gharib?" Aku bertanya sebelum melanjutkan. Pria itu menggelengkan kepalanya lucu. Aku menghela nafas.

"Bacaan Gharib adalah bacaan yang tidak biasa. Nah salah satunya Imalah."

"Salah dua nya?" Aku tertawa.

"Salah dua nya, Imalah dan saktah." Pria itu mengacak rambutnya frustasi.

"Pusing gue!" Keluhnya.

"Yah, Cemen banget. Belom juga dicoba. Sini aku ajarin." Aku mengambil buku tajwid itu lalu duduk dihadapannya. Aufar mengangguk lesu.

"Jadi ini bacaan Imalah. Bacaan Imalah itu menurut bahasa berarti condong atau miring. Sedangkan menurut istilah adalah mencondongkan bacaan harakat fathah pada harakat kasrah sekitar dua pertiganya." Aku menjabarkan apa yang tertulis dibuku. Aufar mengangguk kecil.

"Bisa tolong langsung intinya aja gak? Pusing pala gue." Aku tertawa lalu berfikir.

"Jadi, ini bacanya. Bismillahi Majreeha wamursaa ha." Kataku mencontohkan. Aufar mengangguk.

"Oh, jadi baca nya jadi kayak vokal E gitu ya." Aku mengangguk. Pria itu tersenyum senang.

"Iya kan miring, jadi bacanya pake vokal E."

"Gitu kek dari tadi. Makasih ya." Ucapnya membuatku membulatkan mata. Dia bilang makasih? Hah? Makasih? Serius? Aku tertawa dalam hati. Aufar yang tadinya mau berdiri malah berbalik menatapku.

"Apa?" Tanyaku saat Aufar menatapku. Tangannya tiba-tiba mencubit pipiku keras.

"Ih, apaan sih, far?"

"Gak papa sih. Mau nge tes aja." Katanya membuatku bersungut. Dasar pria aneh. Aku menghela nafas masih mengelus-elus pipiku.

"Besok malem, ada acara?" Tanya Aufar membuatku menggeleng.

"Mas, kamu tau kan aku gak pernah keluar. Keluar aja mungkin siang, gak mungkin aku keluar malem, kecuali kalau emang penting banget."

"Em, oke." Aku mengerutkan kening. Jika aku sedang memegang palu, palu itu pasti sudah melayang ke kepalanya sekarang. Dasar pria menyebalkan.

***

Tepat pukul 7 Pagi Aufar sudah siap dengan kemeja hitamnya. Dia bisa dibilang bos yang rajin. Aku merapikan piring-piring yang sudah kusiapkan bersama bi Suni tadi.

"Eh, mas. Makan dulu, kali." Ajakku ketika Aufar hampir melewati ku. Aufar menatapku aneh.

"Gue gak biasa makan dirumah, sih. Dideket kantor juga ada warung—"

"Gak boleh mubadzir tau. Orang dirumah ada makanan, kenapa harus beli diluar. Udah ayok!" Aku menarik lengannya. Tidak baik jika dia terus-menerus sarapan diluar, padahal dirumah banyak makanan.

Aku duduk disampingnya lalu mengambilkannya nasi dan sayur.

"Gue gak pake sayur." Pintanya membuatku menggeleng. "Harus pake!" Paksaku lalu menaruh piring itu didepannya. Pria itu menatapku.

"Udah, gue makan diluar aja—"

"Eits. Kamu tau gak? Kemarin aku bagi-bagi makanan ke anak panti. Terus ada salah satu anak panti yang hanya memakannya setengah dari kotak yang aku bagikan. Tau kenapa?" Tanyaku membuat Aufar menggeleng.

"Karena dia mau makan sisa nasi kotak itu sorenya. Katanya, makan ayam adalah makanan termewah yang jarang dia temui. Gimana? Kamu gak malu sama anak panti itu? Kamu bisa lho request makanan apapun dirumah ini, bahkan sepuasnya. Tapi kenapa malah dibuang-buang?" Aku tersenyum tipis melihat wajahnya yang kini berubah menjadi rasa bersalah.

"Kenapa Lo gak kasih dua kotak buat anak panti itu?" Tanyanya membuatku tertawa.

"Ternyata, Hati kamu juga bisa berfungsi untuk mengasihani, ya?" Dia mendengus lalu mengambil sepotong ayam dari piring lain. Dia memakannya perlahan. Aku yang berada disampingnya itu hanya menatapnya sambil tersenyum.

"Lo gak makan?" Tanyanya masih mengunyah.

"Nanti, deh. Nunggu kamu berangkat."

"Gak. Lo harus sarapan sama gue!" Paksanya lalu menambah nasi dipiringnya lalu menambah sayurnya. Aku mengerutkan kening.

"Sepiring berdua aja, deh. Nanti cucian piringnya kebanyakan." Ujarnya membuatku tertawa. Dia menggeser piringnya lalu piring itu berada ditengah-tengah kami.

"Sendoknya ambil sendiri, ya." Katanya membuatku mendengus. Aku segera berdiri mengambil sendok. Kami memakan nasi yang berada dipiring yang sama itu. Sesekali aku melirik Aufar yang memakannya dengan lahap.

Beberapa saat kemudian, piring itu sudah bersih karena kami menghabiskan nasi dan sayurnya. Aufar meminum air mineral yang berada dihadapannya.

"Alhamdulillah, enak?" Tanyaku melihat Aufar yang kini sudah memakan buah pisang. Aufar mengangguk tersenyum tipis. "Bi Suni yang masak? Gue gak tau kalau masakan bi Suni seenak ini." Ujarnya membuatku tersenyum.

"Aku yang masak, sih." Dia menoleh kearahku lalu matanya membulat.

"Serius?"

"Iya, kalau masakan bi Suni menurutmu kurang enak, mungkin itu karena kamu makannya gak penuh cinta." Aku terkekeh, lalu dia mencibir.

"Sedangkan masakanku, Aku membuatnya dengan cinta, dan kamu memakannya dengan cinta." Aku tertawa keras mendengar ucapan menggelikan yang keluar dari mulutku itu.

Aufar bergidik, "Gila lo. Lo gak lihat gue tadi makannya pake mulut? Gue Telen pake tenggorokan, dan sekarang udah masuk ke perut gue. Mana sih bagian cintanya?" Protesnya lalu berdiri.

"Bercanda doang, ya Allah." Gerutuku lalu berdiri membawa piring menuju cucian piring. Aku langsung mencucinya agar cucian piring tidak menumpuk. Setidaknya, meringankan pekerjaan bi Suni.

Aku meletakkan piring itu dirak piring. Pria itu masih berdiri sambil memainkan ponselnya.

"Loh? Kirain udah berangkat." Kataku membuatnya berhenti memainkan ponsel lalu memasukkan ponsel itu dikantung celananya. Pria itu tersenyum tipis lalu mendekat kearahku.

"Kan harus Salim dulu, Zay." Pria itu meraih tanganku lalu bersalaman denganku. Aku tersenyum lalu mencium tangannya.

"Udah, ya. Gue berangkat dulu. Awas deket-deket sama Azzam!" Ancamnya lalu berjalan membelakangi ku. Aku tertawa.

"Cemburu?" Tanyaku setengah berteriak. Pria itu menoleh sebentar, "Kasihan si Azzam kalo Lo kasih harapan palsu." Jawab pria itu lalu menghilang dibalik pintu. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Bilang cemburu saja, apakah sesulit itu?

***

HALOO! ALHAMDULILLAH BISA UP HARI INI.. HEHE

Maaf ya, kemarin mau up tapi terhambat sama acara2 dadakan :( jadi yaa, gitu deh.

Semogaa sukaaa! Aamiin aamiin aamiin.

Jangan bosen-bosen plisss, hehe.

Oiya, gimana? Udah mabuk daging belom? Alhamdulillah yaaaa...

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

546K 41.9K 29
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
1.1M 44.8K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
296K 13.5K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
622K 24.5K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...