Something About You

By matchamallow

4.1M 571K 253K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.1-Something About Missunderstanding
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 26.2 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 30-Something About Another Woman
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.1 - Something About Betrayal
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation
Part 45.1 - Something About Love and Confession

Part 23.4 - Something About Gossip

40.6K 8.2K 5.9K
By matchamallow

Meski pekerjaan tidak terlalu banyak, Kaytlin menyempatkan diri mengunjungi Madame Genevieve hari itu ke Bond Street di saat tidak ada pesta yang akan ia hadiri selama dua hari ke depan. Rencana Kaytlin untuk mengumpulkan uang sepertinya sedikit terhambat karena sepinya pesanan. Daun-daun mulai berubah warna tanda musim gugur akan muncul. Berakhirnya musim panas merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya omzet, tetapi ada hal lain yang muncul, yang baru Kaytlin sadari setelahnya.

Pesaing.

Berdekatan dengan butik milik Madame Genevieve muncul sebuah butik besar yang sepertinya makin lama makin digandrungi oleh para bangsawan dan masyarakat kelas atas. Butik itu mengusung konsep modern dengan jendela kaca besar yang banyak menampilkan dengan jelas isi toko sehingga tampak menarik.

"Madame..."

"Yah, aku tahu itu."

Kaytlin mengalihkan pandangan dari jendela dan mendekati Madame Genevieve yang sedang duduk di sofa tamu butiknya dengan santai.

"Aku tidak begitu keras kepala sehingga menyangkal bahwa jika aku tidak melakukan sesuatu, cepat atau lambat aku bisa tergerus olehnya sebelum season tahun depan dimulai." Madame Genevieve tersenyum.

"Seandainya aku bisa melakukan sesuatu..."

"Tidak perlu memikirkannya. Kemarilah," Ia melambaikan tangan. Kaytlin duduk di sampingnya. Madame Genevieve menawarkannya teh serta fish and chips yang tersedia di meja. "Musim gugur segera tiba dan pesanan baju hangat akan datang."

Kaytlin mengangguk dan meminum tehnya. Ia masih tetap merasa sungkan padahal setiap ia datang ke sana, Madame akan selalu membelikannya fish and chips atau kadang kue-kue kecil dengan hiasan indah yang sangat menyejukkan mata seorang perempuan muda seperti Kaytlin. Madame selalu baik kepada semua pekerja butik, tetapi Kaytlin merasa Madame memberikan perhatian khusus padanya. Madame bahkan sering memberikan pakaian sederhana seperti dress berbahan katun kepada Kaytlin yang bisa ia pakai sehari-hari.

"Bagaimana perkembanganmu di season?"

"Mungkin maksud Anda perkembangan adikku? Rasanya ia akan mendapatkan lamaran sebentar lagi."

Madame Genevieve mengangguk-angguk. "Lalu bagaimana denganmu? Apakah kau akan tetap tinggal di Blackmere Park?"

"Aku belum memikirkan hal itu. Mungkin jika suami Lisette memperbolehkan, aku akan ikut dengannya."

Mata Madame Genevieve menyipit. "Meski tetap riskan, itu pilihan yang lebih baik dibanding tetap tinggal di estat walimu. Kau sebenarnya tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga walimu, bukan?"

Kaytlin menggeleng.

"Apalagi ia tidak mau mensponsorimu."

"Aku harus meyakinkan Anda, keluarga waliku bukan orang jahat meski Lord Blackmere tidak pernah berbicara banyak. Tidak masalah bagiku ia mensponsoriku atau tidak. Aku menghormati haknya." Kaytlin menjelaskan. "Sebenarnya aku sangat tidak sopan telah menceritakan ini..."

"Aku bahkan lebih tidak sopan lagi dengan membahasnya." Madame Genevieve terkekeh.

"Tidak apa, Madame. Aku tahu Anda peduli padaku." Kaytlin tersenyum.

"Sangat," lanjut Madame Genevieve penuh perhatian. Ia memandang Kaytlin lekat-lekat. "Kurasa aku sepertinya tahu alasan mengapa His Lordship tidak mensponsorimu."

Kaytlin bertanya-tanya apa maksudnya, tetapi saat hendak membuka mulut, Madame menyela.

"Lupakan...itu hanya ucapanku sambil lalu," Ia menaruh tehnya di meja dan bergumam lelah. "Aku khawatir karena kau sudah seperti anakku sendiri. Sebenarnya aku pernah memiliki seorang anak perempuan. Mungkin ia sudah sebesar dirimu sekarang jika masih hidup. Dan ia juga seperti dirimu dan diriku...memiliki rambut hitam, tetapi aku tidak bisa melihat dengan jelas warna matanya karena ia dipisahkan paksa dariku setelah dilahirkan."

Kaytlin terperanjat. "Siapa yang tega melakukan itu?"

Madame Genevieve mendengus dan menampilkan senyum dengan perpaduan antara kesedihan dan kebencian. "Itu kesalahanku. Aku melakukan kebodohan menjalin hubungan gelap dengan seorang bangsawan. Saat itu banyak wanita yang kukenal menjadi simpanan dan aku tergiur. Tinggal di sebuah rumah mewah yang disediakan mereka, gaun-gaun yang berkelas, perhiasan, keamanan yang terjamin. Sampai pada suatu ketika, aku hamil. Aku sangat bahagia mengetahui hal itu pada awalnya, tetapi aku salah..."

Berjuang menata emosinya, Madame Genevieve melanjutkan. "Baby farming. Para bangsawan terbiasa menyembunyikan aib jika memiliki anak dengan mistress-nya. Bayi hasil hubungan terlarang akan diserahkan kepada orang lain dengan imbalan uang. Beberapa dirawat dengan baik..." Madame Genevieve terdiam kembali. "Beberapa dibunuh oleh orangtua asuh yang hanya menginginkan imbalan uang tanpa ingin repot merawatnya."

Meski hanya mendengar, tubuh Kaytlin merinding. "Jangan katakan bahwa..."

Tatapan Madame Genevieve menerawang sedih. "Aku mencarinya saat itu. Aku menelusurinya, memaksa pelayanku memberikan informasi di mana keberadaan putriku, meski tubuhku masih kesakitan. Hingga aku menemukannya. Aku menemukan ibu asuhnya di sebuah ladang. Dan ia..." Sebutir air mata jatuh di pipinya. "Menguburkan bayiku..."

Kaytlin menaruh tehnya dan menggenggam tangan Madame Genevieve. "Madame...Anda tidak perlu menceritakannya sekarang jika hanya membuka luka lama Anda kembali. Aku tidak ingin Anda bersedih."

Madame Genevieve mengerjap-ngerjap menghapus airmatanya. "Aku harus menceritakannya agar orang lain tidak melakukan kesalahan sepertiku." Ia menatap Kaytlin dengan cemas. "Kaytlin, aku mungkin bukan bangsawan dan bukan seseorang yang kaya, tetapi jika kau mengalami kesulitan dan tidak ada yang bisa membantumu, jangan ragu untuk datang padaku."

Kaytlin memandang trenyuh. "Aku sangat berterima kasih, Madame. Selama ini aku cukup merepotkan Anda__"

"Tidak! Aku bersungguh-sungguh. Dunia di luar sana sangat kejam untuk gadis sepertimu..." Ia menggenggam balik tangan Kaytlin dengan sebelah tangannya yang lain. Bibirnya membuka seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi tertahan di lidahnya.

Kaytlin menunggu tanpa berkedip.

Madame Genevieve mengurungkan niat dan memilih tersenyum seraya menepuk-nepuk tangan Kaytlin. "Kau harus tetap menjadi lady yang bersemangat. Aku tidak ingin membunuh semangatmu."

Meski merasa masih ada hal mengganjal yang ingin dikatakan wanita itu, Kaytlin tidak bertanya dan memeluk Madame Genevieve erat, berharap ia bisa menghibur wanita itu meski tidak akan bisa menghapus dukanya.

"Aku tidak apa-apa sekarang." Madame Genevieve menepuk-nepuk punggung Kaytlin. "Tidak perlu khawatir."

Kaytlin melepas pelukannya dan menatap penuh perhatian. Madame Genevieve tersenyum tipis dan Kaytlin balas tersenyum untuknya.

"Miss Kaytlin!!" Sebuah seruan terdengar dari luar butik. Kaytlin menoleh ke jendela display dan melihat yang berseru adalah Lucy. Ia sedang berjalan bersama Anthony dan adik-adiknya yang lain. Seorang pengasuh ikut serta menggandeng Thomas, sedangkan Emma ada di gendongan Anthony.

Spontan Kaytlin berdiri dan menyambut mereka di pintu masuk dengan gembira karena ia memang sudah menunggunya.

"Sesuai permintaanmu, aku datang." Anthony mendekat bersama semuanya. Saat di pesta beberapa waktu lalu, Kaytlin meminta Anthony datang pada hari ini ke butik Madame di Bond Street. "Sekalian mengajak adikku berbelanja."

"Anthony, apa kita jadi memesan gaun?!" sela Lucy tak sabar.

"Kalian ingin memesan gaun?" Kaytlin membungkuk menyejajarkan diri dengan Lucy dan Thomas.

"Jika kami ke London, kami harus membawa banyak gaun pulang. Tidak ada penjahit di estat," sahut Lucy mantap dan gembira. "Kami tadi juga sudah membeli topi dan pita serta sepatu. Meski pembuat sepatu ada di desa kami tapi kami juga ingin memiliki sepatu dengan mode terbaru."

"Dan kami membeli permen yang banyak!" tambah Thomas.

Mungkin Kaytlin tidak akan percaya jika tidak melihat salah satu pelayan mereka membawa boks-boks besar memasuki kereta berlambang Earl of Malton di sudut jalan.

"Temanmu sudah datang, Miss Kaytlin?" Madame Genevieve menghampiri.

"Ah, Madame. Ini adalah Earl of Malton dan adik-adiknya."

Madame menyambut dengan ramah. "Aku mengenal mereka. Mereka adalah langganan tahunanku."

"Benarkah?" Kaytlin bertambah kebingungan.

Madame Genevieve segera menyuruh para karyawannya untuk mengukur tubuh mereka semua kecuali Anthony yang memilih untuk duduk di sofa tunggu dan Kaytlin menemaninya. Emma juga dengan patuh menurut untuk diukur bersama pengasuhnya.

"Anda sedang memanjakan adik-adik Anda?" tanya Kaytlin sambil menyimak adik-adik Anthony yang aktif meminta pakaian seperti apa yang mereka inginkan tanpa memikirkan berapa tagihan yang harus kakaknya bayarkan nanti.

"Janjiku sebagai ganti Penny Lick." Anthony menjelaskan.

"Ah, aku mengerti." Rupanya hal itu penyebabnya. Kaytlin sedikit kagum bahwa Anthony sangat menyayangi adik-adiknya hingga rela berkorban untuk itu mengingat kondisi keuangannya mungkin tidak berlebih.

"Jadi ada apa kau memintaku kemari?" tanya Anthony.

Dengan antusias Kaytlin berujar, "Pertama-tama, aku ingin memberitahukan pada Anda bahwa aku bekerja di tempat ini."

Air muka Anthony seketika berubah. "Be...kerja?"

"Lebih tepatnya aku belajar menjahit sembari bekerja. Aku memang menyukai menjahit," terang Kaytlin dengan meyakinkan.

"Tidak ada keterpaksaan?" tanya Anthony.

"Ya," jawab Kaytlin sedikit berbohong. "Sebenarnya aku bisa saja menutupi tentang hal ini, tetapi aku...tidak ingin menutupinya."

Anthony terdiam sejenak, tetapi pada akhirnya ia tersenyum. "Jika kau memang menyukainya, aku menghormati apa yang kauinginkan."

Dengan berbinar Kaytlin merasa senang usahanya akan berhasil. "Tujuanku mengundang Anda kemari adalah meminta tolong untuk menjadi model ukurku."

"Model ukur?"

Kaytlin mengangguk-angguk. "Selama ini aku membuat banyak gaun untuk wanita, tetapi aku tidak pernah membuat pakaian untuk pria. Aku tidak yakin bisa menemukan seorang pria sebagai model ukur karena ketidakpantasan membatasiku. Namun aku berpikir bahwa Anda cukup dekat denganku akhir-akhir ini sehingga aku memberanikan diri."

Anthony mengerutkan kening dan menatap Kaytlin dengan menelisik. Kaytlin tidak bisa menebak apa yang pria itu pikirkan. "Baiklah," putusnya kemudian.

"Terima kasih, My Lord!" ujar Kaytlin gembira. "Apakah aku bisa mengukur sekarang?"

"Tentu." Tanpa banyak pertanyaan lagi, Anthony menuruti kata-kata Kaytlin. Ia mengikuti Kaytlin ke ruang ukur untuk melepas jas dan rompinya sehingga hanya menyisakan kemeja tanpa cravat.

Kaytlin bergegas mengambil peralatan. Ia mengukur apa yang diperlukan dari tubuh Anthony dan mencatatnya di buku. Sesungguhnya itu hal yang tidak pantas mengingat mereka adalah lawan jenis. Kaytlin berusaha untuk fokus pada apa yang ia kerjakan meski ia juga tidak bisa menutupi rasa malunya saat berada terlalu dekat dengan pria itu.

Berbeda dengan tubuh wanita yang lembut, tubuh pria lebih berotot dan keras. Anthony memiliki tubuh yang bagus tanpa sedikitpun lemak, mungkin hasil dari aktif bekerja dan bergerak. Ini kedua kalinya Kaytlin bisa mengetahui bagaimana anatomi tubuh pria tapi kali ini lebih mendetail. Yang pertama kali adalah di taman belakang saat bersama dengan Lord Blackmere.

Mengingat hal itu hanya membuat wajah Kaytlin semakin panas.

"Apakah keluarga perwalianmu tahu kau bekerja?" Sadar akan kegugupan Kaytlin, Anthony mengajaknya bercakap-cakap. Tapi pertanyaan itu agak berbahaya. Kaytlin harus berhati-hati menjawabnya.

"Marquess of Blackmere tahu."

"Bagaimana pendapatnya?"

"His Lord tidak mengatakan apa pun. Tapi juga tidak melarang."

"Itu malah terdengar lebih aneh bagiku."

"Apakah bekerja itu sesuatu yang aneh?"

"Tidak, aku juga bekerja di estatku," terang Anthony. "Hanya saja kau sering mengejutkanku dalam banyak hal."

"Bukan hanya Anda, banyak orang sudah menganggapku aneh sejak kecil," gurau Kaytlin.

"Aku tidak menganggapmu aneh. Aku hanya tidak menyangka kau...penuh semangat. Tapi Lisette pernah menceritakan kau memang bisa melakukan segalanya."

"Lisette terlalu melebih-lebihkan." Kaytlin tertawa.

"Apakah Lisette tahu kau bekerja di tempat ini?"

Kaytlin mengangguk. "Ia bahkan sering membantuku menjahit."

"Ia bisa menjahit?"

"Sedikit. Lisette tidak mahir melakukan hal-hal yang menurut aturan masyarakat harus dikuasai oleh wanita, tetapi ia berusaha untuk belajar. Ia sering tidak percaya diri dikarenakan hal itu."

Anthonh mengangguk-angguk. "Ia pernah menceritakannya padaku."

"Lisette menceritakan pada Anda?" Giliran Kaytlin tercengang karena Lisette terlihat sangat jarang berinteraksi dengan Anthony. Kapan?

"Ia lebih cenderung memujimu dan mengecilkan dirinya. Padahal setiap orang memiliki kelebihan di bidang yang berbeda-beda."

"Tapi tidak banyak yang mengerti seperti Anda. Lisette ketakutan sendiri dan merasa belum siap untuk menikah."

"Menurutku memang wanita seumur kalian tidak semua siap untuk menikah. Seharusnya mereka lebih diberi kebebasan untuk mempelajari kehidupan jika mereka memang menginginkan itu. Aku mendebutkan Georgina tahun depan karena ia yang meminta. Terus terang aku sangat cemas. Rasanya aku akan sibuk mengawasinya."

"Padahal Anda terlihat sangat santai." Kaytlin tergelak.

"Percayalah, banyak hal yang kupikirkan."

Terlihat tenang tetapi banyak berpikir. Satu lagi kesamaan mereka.

***

"Aku akan mengirimkan pakaian itu setelah selesai," jelas Kaytlin. "Kuharap Anda akan menyukainya."

"Aku pasti akan menyukainya," komentar Anthony padahal ia belum melihatnya.

"Dan Anda tidak perlu membayar pakaian itu. Itu hadiah dariku."

"Tidak, aku akan membayar pakaian itu."

"Tidak usah, My Lord," sergah Kaytlin.

"Kau pernah mengatakan seorang pria seharusnya tidak boleh memberikan hadiah seperti itu kepada wanita. Tapi kau wanita, dan kau memberikan hadiah pakaian kepadaku?" Anthony balik bertanya.

"Itu bukan hadiah dariku sebagai wanita. Itu hadiah dariku sebagai sahabat." Kaytlin beralasan.

Anthony menaikkan sebelah alis.

"Kumohon, tidak perlu banyak berpikir, Anthony," gumam Kaytlin, berbicara seperti seorang sahabat dan meninggalkan formalitas mereka.

"Baiklah, aku akan sangat menghargai pemberianmu ini, Kaytlin."

"Anthony, apa ini benar bahwa kau membeli pakaian juga?!" teriak Lucy yang mendekat ke meja outlet. Georgina dan yang lain juga menoleh takjub.

"Memangnya Anda tidak pernah membeli pakaian?" tanya Kaytlin.

"Aku jarang berbelanja jika tidak ada mereka," jelas Anthony. "Dan selama ini aku tidak memiliki pelayan pribadi yang biasa membantu termasuk menyiapkan pakaian."

"Benarkah?" Padahal seharusnya seorang earl seperti Anda memperhatikan penampilan."

"Apakah itu penting?"

Sebelum Kaytlin menjawab bahwa itu tidak penting baginya tetapi penting bagi pandangan sebagian besar orang, Lucy sudah lebih dulu menyela. "Tentu saja itu penting, Anthony! Jika kau ingin menarik perhatian para lady, kau harus terlihat seperti pangeran dalam buku cerita yang kubaca bersama Georgina."

"Kau belum menjadi lady, Luce," sindir Thomas.

"Aku wanita dan aku tahu apa yang disukai wanita, Thomas." Lucy memicingkan mata dan berkacak pinggang pada adiknya.

"Aku setuju pada Lucy. Sejak Papa meninggal, kau hanya memperhatikan tanah di estat dan kami semua sampai kau lupa pada dirimu sendiri," dukung Georgina. Lalu ia berpaling pada Kaytlin. "Terima kasih atas perhatian Anda, Miss de Vere."

"Malah aku yang harus berterima kasih pada kakakmu yang mau membantuku."

"Aku belum berterima kasih padamu. Terima kasih, Kaytlin," sela Anthony.

Thomas berceletuk kembali. "Anthony apa kau jatuh cinta pada Miss Kaytlin?"

"Thomas, berhentilah bertanya itu!" bentak Lucy.

"Kurasa siapa pun akan jatuh cinta pada Miss Kaytlin jika mengenalnya." terang Anthony yang membuat Kaytlin merona kembali. Ia terlalu banyak merona akhir-akhir ini karena Anthony. Pria itu terlalu manis.

"Anthony!" Emma mengulurkan kedua tangan, sepertinya merasa terancam setiap kali Anthony terindikasi dekat dengan wanita. Anthony tertawa pelan dan merengkuh Emma dalam gendongannya. Kaytlin memperhatikan itu sambil tersenyum dan menopangkan dagu.

Siapa pun yang mengenal Miss Kaytlin akan jatuh cinta padanya.

Seandainya memang benar seperti itu.

***

Kaytlin mengerjakan pakaian itu dengan santai dan menyelesaikannya lebih cepat karena pakaian pria tidak serumit gaun wanita. Madame mengajarinya membuat pola dari catatannya, memotong kain, menganji bagian kerah dan pergelangan tangan, lalu menjahit dengan benang dan teknik khusus yang memastikan jahitan akan cukup kuat. Bagian yang paling rumit hanya rompi karena memerlukan tenaga lebih untuk menjahit beberapa lapis kain menjadi satu.

Lisette tidak tentang perbuatannya. Kaytlin takut Lisette akan menganggap ia berusaha mendekatkannya dengan Anthony. Meski itu bukan tujuan utamanya, tetapi Kaytlin juga berharap Lisette mungkin akan melirik Anthony jika pria itu lebih fashionable.

Tidak salah lagi, jika Kaytlin seorang pria, maka dia pasti seperti Anthony. Mereka berdua sangat mirip. Sebenarnya Kaytlin merasa bahwa Lisette akan cocok dengan Anthony. Lisette yang cenderung keras kepala dan pemikir memerlukan seseorang yang sabar untuk tahu bahwa ia sesungguhnya penyayang dan baik hati. Seandainya saja Lisette menyukai Anthony, Kaytlin tidak akan khawatir menyerahkannya. Tetapi Kaytlin sadar itu tidak dapat dipaksakan. Kaytlin tidak dekat dengan Amherst dan ia berdoa semoga Amherst juga memiliki kebaikan dan menyayangi Lisette.

Tiga hari sudah berlalu sejak Kaytlin mengerjakannya. Pakaian itu pasti sudah sampai ke tangan Anthony setelah mendapat polesan akhir dari Madame. Kaytlin sempat menyesal mengapa ia lupa membuatkan pria itu cravat mengingat Anthony tidak pernah terlihat memakai cravat. Bagian itu biasanya dibeli terpisah jadi tidak terpikirkan oleh Kaytlin.

Kaytlin melamunkan itu saat membayar pakaian Anthony kepada Madame. Pakaian Anthony bukan hasil permak seperti Melissa sehingga Kaytlin mau tak mau harus membayar bahan-bahan yang ia gunakan untuk membuatnya. Madame telah berbaik hati untuk menghitung bahan-bahan berkualitas itu dengan harga yang sangat murah dan Kaytlin sangat menghargainya.

Setelah menerima pembayaran Kaytlin di mejanya, Madame Genevieve menyerahkan sebuah amplop bersegel Earl of Malton.

"Apa ini?" tanya Kaytlin kebingungan.

"His Lord yang memberikannya untukmu."

"Tapi aku sudah mengatakan bahwa itu hadiah__"

"Dia tidak mengatakan itu untuk membayar pakaiannya. Ia mengatakan itu tip untukmu membuatkan pakaian adik-adiknya."

Dengan kebingungan Kaytlin akhirnya membuka amplop itu dan tercengang tak percaya. Isinya tiga ratus pound.

Sementara Kaytlin membayar pakaian pria itu tak sampai seratus pound.

"Madame! Ini__"

"Itu jumlah yang cukup, bukan?"

"Ini sangat banyak,Madame," Kaytlin menggeleng-geleng. "Aku merasa sungkan kepadanya. Aku sudah mengatakan aku memberikan pakaian itu sebagai sahabat."

"Dan ia memberikan itu juga padamu sebagai sahabat," jelas Madame. "Kau sedang mengumpulkan uang untuk bekal hidupmu nanti, bukan?"

"Ya...tetapi aku merasa...Lord Malton sepertinya bekerja keras bahkan mengorbankan kepentingannya untuk membuat adik-adiknya bahagia. Hal itu pula yang membuatku berinisiatif memberikan pakaian untuknya," jelas Kaytlin. "Mungkin aku terlihat bodoh karena dengan keadaanku sekarang, aku malah melakukan ini semua, tetapi terlepas dari aku memang ingin belajar membuat pakaian pria, Anthony sangat baik. Aku..." Kaytlin kebingungan menjelaskannya.

"Aku mengerti." Dengan tenang Madame mengangguk.

"Anda mengerti?" Kaytlin balik bertanya tak percaya.

Madame Genevieve menjalin jemarinya di meja. "Aku mengenal keluarga Earl of Malton cukup lama bahkan saat Earl sebelumnya masih hidup. Lord Anthony memang tidak terlalu sering berpenampilan menonjol, tetapi percayalah, keluarga mereka tidak mengalami kesulitan finansial seperti yang kaupikirkan, Kaytlin."

Kaytlin terperanjat malu. Ternyata Madame Genevieve memang tahu.

"Tapi aku tidak tahu pasti seberapa kuat finansialnya, karena ia juga tidak suka bercerita atau memamerkan apa pun. Hanya saja yang kudengar dari para pedagang di sini, ia selalu membayar semua tagihannya tanpa tunggakan di mana banyak bangsawan lain yang terlihat berpenampilan meyakinkan tetapi memiliki utang yang menumpuk di mana-mana."

"Aku merasa...lega mendengar itu," gumam Kaytlin. Setidaknya Anthony benar-benar tidak mengalami kesulitan keuangan.

"Menurutku Lord Anthony malah tidak sadar berapa kekayaan yang ia miliki dan menganggap dirinya orang biasa. Ia tidak tahu apa-apa dan menjalani hidup sebagaimana adanya. Sangat murni seperti dirimu."

"Aku tidak sepolos itu, Madame." Kaytlin meringis.

"Tidak, kau memang sepolos itu. Dan kuharap kau selalu baik-baik saja." Madame Genevieve tersenyum. "Jadi sekarang kau tidak akan merasa beban lagi menerima tip itu, bukan?"

"Aku..." Kaytlin masih kebingungan. Entah memang Anthony kesulitan finansial atau tidak, Kaytlin tetap saja merasa berat menerima pemberian pria itu. Apalagi pemberiannya adalah uang.

Hanya saja pemikiran meresahkan berikutnya muncul.

Jika...

Jika benar Anthony bukan bangsawan miskin, tetapi malah bangsawan yang cukup berada, maka Kaytlin merasa sangat malu telah memberikan pakaian kepada pria itu. Pakaian itu bukan pakaian yang buruk dan memakai bahan dengan kualitas yang baik, tetapi tidak cukup berkelas jika dibandingkan dengan yang dipakai para bangsawan elit di luar sana.

Untung saja pria itu tidak tersinggung.

Ohh, Kaytlin tidak mau memikirkannya lagi. Ia hanya berharap hadiahnya tidak menjadi beban bagi Anthony.

***

Gara-gara hal itu, Kaytlin menjadi tidak tenang berhari-hari.

Ia tidak sabar saat menghadiri pesta malam itu dan mencari keberadaan Anthony di tempat-tempat pria itu biasa berdiam diri. Sayangnya Kaytlin sudah menelusuri semua balkon, mengecek semua pilar, bahkan Kaytlin menyibak tirai-tirai hingga beberapa tamu pesta kebingungan melihatnya. Tetapi Kaytlin tidak menemukan Anthony.

"Kaytlin, apa yang kaucari?" tanya Melissa dan Lisette kebingungan.

"Lord Anthony," sahut Kaytlin. "Apa kalian melihatnya?"

Melissa menautkan alis sedangkan Lisette terdiam mengamati.

"Mungkin dia belum datang." Melissa mengangkat bahu.

"Dansa sebentar lagi dimulai," gumam Lisette.

"Apa hubungannya? Memangnya Lord Anthony suka berdansa?" gurau Melissa.

Para tamu sebagian besar masih asyik memakan hidangan yang disediakan secara prasmanan di sisi-sisi ballroom sambil berbincang-bincang. Dowager Marchioness tampak duduk santai juga sambil bercakap-cakap di sofa yang memang disediakan untuk para pendamping. Sedangkan beberapa debutan sudah bersiap-siap dengan pasangan dansanya.

Kaytlin menatap dengan penuh harap ke arah pintu masuk di mana kepala pelayan tuan rumah pesta mengumumkan kedatangan tamu satu per satu.

"Atau mungkin dia tidak diundang ke pesta ini," lanjut Melissa.

"Untuk apa kau mencarinya?" tanya Lisette.

"Aku berencana me..." Ucapan Kaytlin terjeda. Berencana meminta maaf? Tunggu, untuk apa ia meminta maaf? Baiklah, yang jelas ia harus berbicara kepada pria itu tentang pakaian...dan tipnya.

"Amherst datang kepadaku, aku harus berdansa sekarang," gerutu Lisette. Kaytlin dan Melissa melihat Lord Amherst menuju ke arah mereka.

"Apakah kau ikut dansa pertama, Missy?" tanya Kaytlin.

"Apa dansa pertama?" Melissa balik bertanya.

"Waltz," sahut Lisette.

"Oh syukurlah," Melissa mendesah lega. "Ada satu pria mengajakku. Kakiku sedang sakit untuk berdansa quadrille."

Lalu Lisette menoleh kepada Kaytlin dengan resah. "Kay, seharusnya kau ikut berdansa. Hari ini sangat ramai yang hadir. Aku yakin pasti ada yang mengajakmu__"

Omelan Lisette terhenti karena Lord Amherst tiba di depan mereka bertiga dan membungkukkan badan. Melissa, Kaytlin, dan Lisette balas membungkukkan badan.

Tepat di saat itu pula kepala pelayan mengumumkan kedatangan seseorang.

"His Lord, Earl of Malton."

Kaytlin secepat kilat menoleh. Dan apa yang Kaytlin lihat membuatnya tercekat.

Bukan hanya Kaytlin, beberapa orang yang mungkin mengenal Earl of Malton menggumamkan sesuatu tentang pria itu.

Jelas Kaytlin terlalu berlebihan berpikir tentang Anthony akan tersinggung atau berpikir pemberian Kaytlin adalah beban, karena sesuai apa yang Anthony ucapkan bahwa ia sangat menghargai pemberian Kaytlin, ia memang benar-benar menghargainya. 

Tetapi Kaytlin tak menyangka bahwa Anthony langsung memakainya. Tidak salah lagi itu adalah pakaian buatan Kaytlin, setelan hitam dengan rompi bermotif ornamen abu-abu serta berhiaskan benang perak. Ia menambahkan cravat berwarna serupa dan ditahan oleh pin berlambang earl serta aksesoris yang tidak terlalu berlebihan seperti jam saku.

Dengan pakaian itu, Anthony terlihat berbeda. Sangat berbeda. Kaytlin merasa takjub dirinya bisa membuat pakaian sespektakuler itu. Atau memang karena Anthony yang memakainya? Dalam pakaian biasa, Kaytlin tahu Anthony memiliki wajah tampan yang sederhana dan hangat. Tetapi dengan pakaian yang fashionable, ia benar-benar terlihat seperti bangsawan Inggris.

Sepertinya Anthony juga sedang mencarinya, karena ia menatap ke sekeliling ruangan dan terhenti tepat setelah melihat Kaytlin.

Entah apa yang ia rencanakan, Anthony berbalik arah kepada kepala pelayan tadi dan kembali lagi membawa sesuatu di tangannya.

Kartu dansa.

Lalu dengan tersenyum ia melangkah lurus menyeberangi lantai dansa ke arah Kaytlin. Kaytlin bergeming tak berkedip di tempat, kebingungan apa yang akan Anthony lakukan. Ia dapat merasakan semua perhatian orang-orang di pesta kini mulai tertuju pada dirinya dan Anthony, termasuk Dowager Marchioness.

Bagaikan sebuah pertunjukkan dengan mereka sebagai pemeran utama, semua orang terkejut—termasuk Kaytlin sendiri—saat Anthony mengalungkan kartu dansa itu ke tangan Kaytlin dan menulis namanya di sana.

Anthony Weston.

"My Lord..." Kaytlin bergumam tak percaya sekaligus merasa malu. Ia sempat melirik bahwa Lisette dan Amherst menontonnya, Melissa terperangah hebat. Bahkan Dowager Marchioness juga mengamati kejadian itu dari sofa.

Tatapan Anthony beralih dari kartu itu ke wajah Kaytlin. "Miss de Vere, kumohon kau tidak menolak untuk berdansa denganku."

Dreaming Alone ~ Against The Current ft Taka

—-Bersambung part 24.1 —

Masih banyak misteri ya? Tapi kayanya uda mulai kebuka beberapa.

Makasi sudah memberi ⭐️ dan komen. Follow akun penulis : Matchamallow

Udah, ini uda kelar part minim interaksinya. Part depan Raphael uda mulai syuting kembali. Selama ini dia makan gaji buta sebagai pemeran utama 😉 

⭐️⭐️⭐️

Continue Reading

You'll Also Like

THE DRAGON SWORD By Aisha

Historical Fiction

40.9K 3.2K 72
Olivia Harper Collins, ia adalah seorang mantan atlet anggar yang sekarang tengah bekerja sebagai staff dekorasi fashion di London. Siapa sangka, gad...
13.5K 1.1K 16
Cerita absurd yang mengandung lokal
Bubat By BulanYasinta95

Historical Fiction

29.9K 4.3K 45
Romansa - Fiksi Sejarah [PERINGATAN : Cerita ini merupakan cerita modifikasi, tidak sepenuhnya dalam cerita ini merupakan sejarah] Wanita, Tahta, Kec...
326K 48.6K 75
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...