MY BOYFRIEND IS FAKBOI

By divatania_

693K 59.4K 18.7K

"FROZEN! GUE BAKAL JADI PACAR, BAHKAN SUAMI LO, LIAT AJA NANTI!" GENRE : FIKSI REMAJA Teejay Albert Kalandr... More

⚠️PENGUMUMAN⚠️
PROLOG
1. Pertemuan Singkat
2. Panah Bakso Asmara
3. Jadi Pacar Gue!
4. Tercyduk Selingkuh
5. Edisi Ngambek
6. Tantangan Dari Elsa
7. Kehadiran Lidia
8. Fakboi Insyaf?
9. Pembalasan
10. Pahlawan untuk Elsa
11. Cemburu
12. Pesan Misterius
13. Hati-hati untuk Elsa
14. Hadiah & Surat
15. Perkara Haus
16. Ulang Tahun Agnes
17. Elsa Hilang!
18. Balas Dendam
19. Janji
20. Telur Dadar Istimewa
21. Hujan & Masa Lalu
Webtoon?
22. Ramalan?
23. Cinta di Rumah Hantu
24. Terungkap
'25. Belum Berakhir
26. Kakak?
27. Dia Safira, Adikku
28. Elsafira
29. Lebih penting siapa?
30. Minta maaf, ya?
31. Bolu Pisang untuk Oma
32. Tamu tak Diundang
33. Nasi Goreng istimewa
34. So who is wrong?
35. Gelisah
36. First Kiss gue?!
37. Bahagia Sesaat
38. Dua Hati Satu Cinta
39. Kita udahan aja
40. Mencoba Bersabar
41. Masalah Hati
42. Lagi dan lagi
43. Bukan Prioritas
44. Cinta itu buta
45. Senjata Makan Tuan
46. Lelah
47. Bertahan atau lepaskan
48. Insiden
49. Menghilang
50. Amarah
51. Kita Break!
52. Hal tak Terduga
53. Berakhir
54. Ungkapan Rasa
55. Menyesal?
56. Naura Sadar?
57. Bunuh Diri?
58. Salah Sangka
59. Sisi Lain Safira
61. Berjuang lagi?
62. Masa lalu Safira
63. Teejay Vs Eric
64. Ayo, balikan!
65. Tragedi, Fakta & Penyesalan
66. Damai
67. Siswi Baru
68. Camping
69. Balikan atau...?
70. Fakta Baru
71. Kabar Buruk
72. Ingatan Masa Lalu

60. Kesaksian

5.3K 651 330
By divatania_


Satu sekolah gempar dengan kehadiran gadis berambut panjang yang baru saja memijakkan kakinya di koridor sekolah.

Seperti tidak ada dosa, Safira berjalan dengan santainya melewati orang-orang yang menatapnya aneh.

Tentu saja, berita kematian Abella Queena akibat penusukan sore itu sudah tersebar luas bahkan sampai stasiun Televisi.

Kasus itu termasuk kasus pembunuhan. Pak Surya, selaku ayah dari Lala pun sangat-sangat terpukul dan tidak percaya semua ini terjadi menimpa putri semata wayangnya.

Begitu juga dengan sang istri, Riana, Bunda dari Lala. Riana sangat syok dengan berita buruk yang didapatnya.

Sore itu, ia dengan perasaan bahagianya menyambut putri semata wayangnya pulang dari sekolah untuk memberikan sesuatu yang Lala inginkan sejak beberapa hari yang lalu. Niatnya ingin memberi kejutan, tapi ia sendiri yang dibuat terkejut.

Riana sempat pingsan beberapa kali di Rumah Sakit karena melihat keadaan putrinya yang sudah tidak bernyawa.

Bayangkan, seorang ibu mana yang tidak terpukul kehilangan anak satu-satunya? Ditambah lagi, rahimnya sudah diangkat. Maka dari itulah, hanya Lala putrinya yang paling ia sayangi.

Kini, hanya tinggal kenangan yang tersisa. Malam itu, Riana memberontak histeris, meminta kepada suaminya untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada sang pelaku.

Kembali kepada Safira, gadis itu dengan tatapan polosnya berjalan melewati mereka-mereka yang sudah melontarkan kalimat-kalimat buruk.

"Eh, eh! Liat deh, itu yang bunuh anak pak Surya kan?!"

"Wah gila! Nyalinya gede banget. Abis bunuh orang, berani dateng ke sekolah."

"Udah gila deh kayanya dia, soalnya kemaren abis nusuk Lala dia ketawa-ketawa gitu!"

Safira menoleh kearah mereka yang mengejeknya.

"Tampangnya polos, kelakukan kaya Dajjal! Kemaren fitnah Elsa, sekarang bunuh orang, huuu!!!"

"Dasar pembunuh!!!"

"Pergi lo dari sini! Cemarin nama baik sekolah aja!"

Safira menoleh lagi kebelakangnya, semua menatapnya tidak suka, segala hinaan terarah padanya.

"Pembunuh! Lo udah bunuh Lala!"

"Pembunuh!"

"Pembunuh!"

"Pembunuh!"

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, semua hinaan itu terus berputar dikepala Safira.

Safira menutup telinganya erat sambil menoleh kearah mereka, lalu memejamkan matanya, "AAA! AKU BUKAN PEMBUNUH!!!"

"HUU!!!"

"PERGI LO PERGI!!"

"NYAWA DIBAYAR NYAWA!"

"PEMBUNUH!!!"

Safira terus menggelengkan kepalanya cepat, kepalanya terasa pusing, sedetik kemudian Safira pingsan.

***

"Jay, ibu khawatir sama Safira, semalam ibu denger pecahan kaca dari kamarnya. Safira nggak mau buka pintu."

"Safira kenapa Jay? Tadi pagi Safira nggak ngomong apa-apa sama ibu."

"..."

"Jay! Jawab ibu!"

Teejay menatap kosong kedepan, ternyata Safira tidak memberitahukan apa-apa kepada ibunya. Panggilan masih terhubung kepada Mona, namun Teejay tetap diam saja tidak menjawab segala pertanyaan Mona.

Tiba-tiba seseorang datang dengan tergesa-gesa.

"Jay, adek lo!"

Teejay menoleh, mendapati Gerry yang terlihat ngos-ngosan.

"Safira?! Dia dateng ke sekolah?!" Seru Teejay.

"Safira?! Safira kenapa Jay?!" Seru Mona di balik telepon.

Gerry mengangguk cepat, "Safira kaya orang kesetanan di koridor, pak Surya lagi manggil polisi katanya!"

Mona yang mendengar itu syok dan tidak mengerti, "Jay?! Safira kenapa? Kenapa bawa-bawa polisi? Anak ibu kenapa Jay?!"

Teejay berusaha tenang, ia harus memberitahukan semuanya.

"Bu, ibu harus ke sekolah sekarang. Sebenernya, kemarin Safira abis ngelukain orang sampe meninggal Bu."

Ponsel ditangan Mona terjatuh, tubuhnya terduduk di sofa. Hal yang paling ia takuti terjadi. Safira tidak bisa mengendalikan sisi lain dalam dirinya itu. Karena itulah, Mona sangat meminta Teejay untuk menjaga Safira.

Namun sekarang, nasi sudah menjadi puding.

***

Wiuuu wiuuu

Sebuah mobil berwarna grey itu mulai memasuki lapangan sekolah. Tak sedikit dari mereka mendekat untuk melihat.

Ketiga polisi itu turun dari mobil, lalu disambut dengan kedatangan Pak Surya.

"Woi anjir beneran ada polisi!"

"Pak Surya kayanya bakal penjarain si Safiraun itu deh!"

"Inalillahi buat Lala, kasian banget gue."

Disisi lain, gadis itu tersadar, lalu membuka matanya perlahan. Ia tengah berbaring di sekarang.

Safira membuka matanya total, melihat kesekeliling, ternyata ia berada di UKS.

Lalu... Tak jauh dari tempat tidurnya, Teejay duduk disana bersama Gerry yang berdiri menemani Teejay.

Safira menatap Teejay sayu, "Kakak..."

"Kita gak ada hubungan apa-apa lagi Safi."

Safira menggeleng, "Kakak, jangan bilang gitu sama Safi. S-safi sayang sama kakak."

"Kakak, Safi takut... M-mereka semua-"

Ceklek

Ucapan Safira terhenti kala pintu terbuka, Teejay dan Gerry sontak menoleh mendapati tiga orang polisi, pak Surya serta ibu Safira disana.

Safira menggeleng. "jangan deket! Pergi!"

"Safira, kenapa kamu nggak bilang sama bunda nak?" Ucap Mona bergetar.

"Bunda, Safi nggak lakuin itu..." Cicit Safira takut.

"Kamu yang telah menusuk Putri saya!" Sela pak Surya dengan tegas.

Safira menoleh menatap pak Surya lama, lalu tersenyum lebar dan tertawa kencang, "Dia mati!" Safira berdiri lalu menatap bundanya, "dia mati! Hahahaha! Dia mati, mati mati!"

Ekspresi Safira berubah sayu, "A-aku ngga----"

"Hahahaha! Mati, dia udah mati!" Safira dengan tatapan menyeramkannya.

Beberapa polisi itu saling pandang dan menggelengkan kepalanya pelan.

"Safira, sadar nak. Ini Bunda." Mona memegang tangan putrinya dengan tangisan.

Safira masih saja tertawa, "Hahaha, mati, dia ma...ti... Hahaha."

Ceklek

Seseorang baru saja sampai disana, ia dipanggil karena terlibat dalam kasus itu.

Saat gadis itu masuk, mata Safira langsung berubah marah, "Dia?!"

"Kenapa dia disini hah?!"

"Kenapa dia tidak mati!"

"Kamu harus mati!!!" Safira berteriak seperti orang kesetanan saat Elsa datang.

Ia terus ingin menggapai Elsa dan melukai Elsa, namun cepat-cepat Teejay dan Gerry menahan tubuh Safira.

"Hah! Lepaskan!!! Dia harus mati!" Ucap Safira memberontak.

Elsa ketakutan melihat ekspresi Safira yang menyeramkan.

"Lepas!! Hahaha! Elsa... Kamu harus mati."

"LEPAS!!!"

Nafas Safira memburu, ia kembali ke dirinya yang ringkih, asma nya mulai kambuh, dadanya terasa sesak.

"Hikkk, B--bunda..." Lirih Safira.

Safira terbatuk-batuk dengan nafas yang tidak teratur.

"Jay! Asma Safira kambuh! Cari inhaler Safira Jay, ibu nggak mau Safira kenapa-kenapa..."

"Nak, sayang... Kamu kuat."

Teejay mencari-cari inhaler dalam tas Safira, untunglah Safira membawanya.

Cepat-cepat Teejay memberikannya kepada Safira.

Ketiga polisi itu sudah mengerti dengan apa yang terjadi, "Pak, ini rumit, sepertinya pelaku memiliki gangguan mental."

"Kami harus membawanya untuk melakukan mengecekan."

Mona berlutut memohon kepada Surya untuk tidak menghukum Safira, "Pak, tolong maafkan putri saya, putri saya tidak sengaja pak. Dia memang memiliki gangguan mental, dia memiliki kepribadian ganda dalam dirinya."

Terjawab sudah rasa bingung dibenak Elsa yang selama ini Elsa pertanyakan. Pantas saja Safira selalu terlihat berbicara sendiri, bahkan kelakuannya bisa berubah-ubah setiap saat.

Ternyata ini alasannya, Safira memiliki kepribadian ganda.

"Pak tolong..." Mona berlutut dikali Pak Surya.

Teejay langsung membantu Mona, "Bu, udah berdiri Bu."

Mona menangis histeris, "Pak tolong maafkan anak saya, penjarakan saja saya, jangan anak saya."

Ucapan Mona tidak dipedulikan, kedua polisi yang sudah mendapat perintah itu langsung mengamankan Safira.

Mona yang melihat itu menggeleng, "Pak jangan! Dia anak saya satu-satunya pak!"

Pak Surya berjongkok, menyamakan dirinya dengan Mona yang berlutut.

"Jangan lupakan putri saya. Dia anak saya satu-satunya. Sekarang? Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi karena anak kamu. Anak kamu harus mendapat hukuman yang setimpal," balas Pak Surya lalu pergi dari sana duluan.

Safira menggeleng saat kedua polisi itu menahan tangannya, "Bunda! Tolongin Safi hiks... Kakak!!! Tolong Safi!!"

Safira memberontak kala kedua polisi itu membawanya keluar dari UKS, "Lepasin Safi! Safi nggak salah! Semua salah Elsa!" Seru Safira, akhirnya kedua polisi itu berhenti sejenak.

"Bunda! Safi nggak salah! Elsa yang salah! Dia yang nusuk Lala!" Bela Safira.

Mona sudah berdiri, menyenderkan punggungnya ketembok sambil menutup mulutnya dengan tangannya tak kuasa menahan tangis. Putrinya memang bersalah. Bagaimanapun Safira yang melakukannya.

"Kakak... Tolongin Safira, Elsa yang salah kak..."

Elsa diam, menatap Safira iba.

"Ayo ikut kami," ucap Pak polisi itu sambil membawa Safira.

Safira menatap kedua polisi itu bergantian, lalu melepaskan dirinya dengan paksa dan berlari menuju brankar UKS.

Kedua polisi itu terkejut saat Safira bisa meloloskan diri. Sedetik kemudian, Safira sudah melayangkan gunting dan peralatan lainnya yang berada di meja UKS, kearah Elsa.

"Elsa, awas!" Seru Gerry spontan saat melihat itu.

"Aaa!" Pekik Elsa.

"Hahahaha!" Safira tertawa-tawa.

Grep!

Barang-barang berbahan stainless itu berjatuhan setelah mengenai punggung Teejay. Teejay mendekap Elsa, menyembunyikan Elsa dibalik tubuhnya.

Elsa membuka matanya, menatap wajah Teejay dari bawah dengan tatapan sulit diartikan.

Manik mata Safira berubah, matanya membulat, "HAH! KENAPA SEMUA ORANG SELALU LINDUNGIN KAMU HAH?!!"

"AKU BENCI SAMA KAMU ELSA! KAMU HARUS MATI!" Safira berjalan mendekati Elsa dengan tatapan marah.

Segera kedua polisi itu langsung mengamankan Safira dan membawanya keluar.

Bibir Safira tersenyum lebar dan matanya membulat.

Safira tertawa terbahak-bahak saat kedua polisi itu menyeretnya keluar, "Hahaha! Lepas! Aku mau bunuh dia!"

"Hahaha!"

Suara Safira mulai menjauh, beberapa orang memandangnya dengan iba, ada juga yang memandangnya aneh.

"Udah gila tuh, orang."

Elsa masih berada di dekapan Teejay, rasa ini, rasa yang sama seperti pertama kali Teejay memeluknya. Hangat dan nyaman.

Teejay menundukkan kepalanya, matanya bertemu dengan manik mata Elsa. Kedua orang itu saling menatap dengan perasaan berkecamuk.

"Ibu pelaku dan kalian semua yang berada di sana kemarin, harap ikut saya untuk dimintai keterangan lebih lanjut."

Suara pak polisi itu membuyarkan tatapan mereka, Elsa langsung melepaskan dirinya dari pelukan itu dan mundur sambil merapihkan bajunya.

Teejay memandang Elsa lama, tangannya perlahan turun.

Gerry yang mengerti langsung menepuk pundak Teejay lalu mengajak Teejay keluar, "Ayo Jay."

Teejay menurut, ia mengikuti Gerry, sedangkan ibu Safira sudah mengikuti pak polisi sejak tadi.

"Walaupun rasanya masih sama, tapi status kita udah beda," gumam Elsa saat memandang punggung Teejay yang mulai menjauh.

***

Setelah menjelaskan secara detail terjadinya penusukan kemarin, Safira dinyatakan bersalah saat itu karena melakukannya dengan sadar dan dengan maksud tertentu, walaupun sebenarnya bukan korban lah yang diincar.

Safira masih dalam penanganan, dirinya dilarikan kerumah sakit jiwa untuk diperiksa mental dan kejiwaannya.

Sedangkan, Pak Surya, Elsa, Teejay, Gerry, Theo dan Agnes berada di kantor polisi, lalu Mona, ibu Safira masih berada di rumah sakit jiwa untuk menemani anaknya.

Elsa menundukkan kepalanya hormat kepada Pak Surya, Elsa merasa bersalah kepada laki-laki paruh baya itu.

"Pak, Elsa minta maaf sekali. Karena Elsa, Lala..."

Pak Surya memegang kedua pundak Elsa, "Saya mengerti, saya tidak menyalahkan kamu. Anggap saja, ini tebusan untuk kesalahan anak saya terhadap kamu," ucap pak Surya bergetar, masih bersedih mengingat kematian putrinya.

"Dan tolong, maafkan anak saya untuk segala kesalahannya. Saya berusaha mengikhlaskan kepergiannya."

Elsa menatap Pak Surya, "Saya tidak dendam sama sekali Pak, saya sudah memaafkan Lala, dan Lala berpesan kepada saya untuk menyampaikan kalau Lala sangat menyayangi ayah dan bundanya."

Mendengar itu, Surya merasa sangat terpukul.

"Bapak yang tegar, biarkan Lala tenang disana pak," lanjut Elsa.

Sebulir air mata jatuh dari mata bapak kepala sekolah itu, tidak tau betapa sakitnya kehilangan satu-satunya putri yang sangat ia sayangi.

"Dan tolong pak, maafkan Safira. Saya tau, Safira bersalah. Tapi, tidak sepenuhnya. Itu bukan dirinya pak. Tapi orang lain, saya mohon kepada bapak untuk memaafkan Safira," mohon Elsa.

Teejay, Gerry dan Agnes tersentuh mendengar ketulusan hati Elsa.

Pak Surya menghapus sisa air matanya, "Maaf nak, saya belum bisa."

"Rasa sakit saya dan istri saya tidak sebanding dengan apa yang sudah ia lakukan," lanjutnya.

"Dia harus tetap mendapatkan hukumannya."

"Saya pergi dulu, terimakasih sudah mau menjadi saksi."

Elsa memandang kepergian Pak Surya dengan pasrah. Elsa mengerti, betapa sakitnya kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Tidak mudah untuk melupakannya begitu saja.

Elsa memejamkan matanya sebentar, lelah. Gadis itu menoleh, mengajak Agnes untuk pulang.

"Nes, ayo pulang." Agnes mengangguk setuju.

Teejay menahan tangan Elsa, "El."

Elsa memandang Teejay lelah, "Maaf." Lalu melepaskan tangan Teejay dari tangannya.

Laki-laki itu tidak mengejar Elsa yang sudah berlalu, ia hanya memandanginya sampai punggung itu benar-benar menghilang dari penglihatannya.

Gerry menepuk pundak Teejay, "Gue harap, lo udah ngerti apa yang harus lo lakuin setelah ini."

. . .


Gimana sama part yang ini? Safira salah nggak sih? Hukuman apa yang setimpal buat Safira ya?

Kasih komen kalian ya!🤗

about information :

Continue Reading

You'll Also Like

493K 25.8K 36
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
2M 119K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
788K 36.7K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
437K 34K 23
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...