Somewhere in Canada || MARK L...

jeje_rousseau द्वारा

4.4K 2.4K 4.3K

Dalam hal mencintai Mark bukan lah seorang ahli, dia hanya pemula. Ia tak mengerti seluk beluk dalam mencinta... अधिक

Begin
Boys
Meet him
Room
Sister
Walk you home
Han River
Someone
Fall in love again
Hurt
One Night
Sirius
Beautiful Time

Nothing like us

366 245 412
jeje_rousseau द्वारा

Delapan belas tahun dia hidup di alam semesta ini tak pernah satu kali pun dia merasakan seperti apa yang Haechan jelaskan, jantung yang berdebar kencang, euforia ketika melihat seseorang. Perasaan jatuh cinta, dia belum pernah merasakannya bahkan untuk satu kali pun.

Namun, baru-baru ini dia merasakan semua hal itu pada satu orang gadis, Park Hana. Dari banyaknya gadis cantik yang pernah berusaha mendekatinya tak ada satupun yang seperti Hana menurut Mark. Baru pertama kali dia menemukan gadis yang berbeda dari kebanyakan gadis lainnya, di pertemuan pertama mereka, Mark sudah bisa mengambil kesimpulan, bahwa gadis seperti Hana lah yang dia cari selama ini.

Mari kita ulas balik pertemuan pertama mereka.

Jembatan Mapo bukanlah tempat pertama kali mereka bertemu, jauh sebelum Hana menyadari akan dirinya, Mark sudah lebih dulu memperhatikan gadis itu. Bus nomer 244 berwarna biru adalah saksi bagaimana mereka bertemu.

Pagi itu hari Senin, suasana kota sedang ramai-ramainya, penumpang bus juga berdesakan, banyak orang yang tak kebagian kursi hingga memilih untuk berdiri. Dalam keramaian bus itu Mark tak memperhatikan sekitar, ia hanya duduk di kursi bagian belakang dengan telinga yang tersumbat earphone miliknya yang kala itu tengah memutar lagu kesukaannya.

Dalam riuh itu Mark dengan tenang membaca buku berisikan macam-macam puisi dalam bahasa Inggris berjudul Sonnets from the portuguese and other poems karya Elizabeth Barret Browning yang merupakan salah satu penyair Inggris kesukaannya.

Ia tak terganggu sedikitpun, hingga satu suara yang masih terdengar oleh telinga nya yang tersumbat earphone memecahkan fokusnya dalam membaca buku.

"Permisi pak, bisa tolong berikan kursi itu untuk nenek ini?"

"Sudah tua tapi masih saja berpergian, diam saja dirumah sana. Orang tua merepotkan!"

Mark sedikit geram dengan ucapan bapak yang duduk tak jauh dari tempatnya. Sudah jelas-jelas disini dia yang bersalah duduk dikursi yang seharusnya diperuntukkan para lansia.

"Bapak menduduki kursi untuk lansia, dan nenek ini berhak untuk mendapatkan kursi itu. Jadi, bisa bapak berdiri sekarang?"

"Tidak bisa! Saya juga berhak untuk mendapatkan kursi ini, saya naik bus itu bayar! Dikira gratis apa?"

"Tidak masalah kalau bapak menempati kursi lain, tapi ini kursi untuk lansia bapak tidak berhak untuk duduk disini. Apa susahnya untuk berdiri pak? Bapak masih belum terlihat tua, oh, atau bapak merasa kalau bapak ini sudah tua ya?"

"Hey anak muda! Jangan sembarangan bicara ya. Anak muda zaman sekarang benar-benar tidak tahu sopan santun."

"Sekarang, siapa yang tidak tahu sopan santun? Silakan bicara pada orang yang tak mau mengalah dengan orang yang lebih tua. Pada orang yang bersikeras menduduki kursi yang seharusnya diduduki oleh orang yang lebih tua darinya. Ya, silakan bicara dengan diri bapak sendiri."

"Anak ini!"

Kebanyakan dari orang-orang di bus melempar protes pada bapak yang masih mempertahankan kursi yang tidak seharusnya dia duduki membuat suasana bus menjadi semakin ramai.

"Sudah nak, nenek masih kuat untuk berdiri. Jangan ribut-ribut tidak enak dengan penumpang lain."

"Maafkan aku ya nek, nenek bisa berpegangan pada ku. Biar ku bawa barang milik nenek."

Mark yang sedari tadi geram, pun memilih berdiri dari tempat duduknya, membiarkan kursi itu di duduki oleh nenek tua tadi.

"Nenek, duduklah disini, biar aku saja yang berdiri."

Mark sedikit membantu gadis dihadapannya untuk menempatkan nenek pada kursi yang ia serahkan. Lantas dia berakhir berdiri disebelah gadis itu.

"Terima kasih."

Dua kata yang terucap oleh bibir gadis dihadapannya di hiasi dengan senyuman manis dan mata miliknya yang melengkung indah. Mark berani bersumpah bahwa mata itu adalah mata paling indah yang pernah ia lihat seumur hidupnya.

Cantik sekali

Namanya Park Hana, Mark tahu itu dari name tag yang terpasang di seragam putih milik gadis itu. Nama yang cantik sama seperti pemiliknya.

Dan ia sadar ada yang salah dari jantung nya kini, ia berdebar lebih kencang dari biasanya dan saat itu Mark tak tahu perasaan apa itu.

Rasanya Mark benar-benar tidak percaya dengan apa yang telah dirinya sendiri lakukan. Jam sekolah sudah hampir dimulai namun dia memilih untuk turun di halte yang tidak seharusnya menjadi tempat tujuannya dan itu ia lakukan demi mengikuti Hana dan nenek tadi.

Tatapan Mark masih tertuju pada Hana yang kini berjalan kearah seberang jalan sembari menggandeng tangan nenek tua tadi.

Baru kali ini ia begitu penasaran dengan sesuatu yang terjadi pada dirinya, tentang jantung nya yang berdebar kencang, dengan mata indah gadis itu yang masih terekam jelas dipikirannya saat itu meski sudah berkali-kali Mark coba hapuskan.

Ada apa dengan dirinya? Sebuah pertanyaan yang belum bisa Mark temukan jawabannya saat itu, meski rasa ingin tahunya membesar untuk saat ini Mark memilih sementara waktu mengubur rasa ingin tahunya.

"Semesta, tolong kembali pertemukan aku dengan gadis itu."

Kata yang terucap ketika Mark sudah berada kembali didalam bus yang baru saja datang. Dan lagi, tatapannya masih tertuju pada gadis diseberang jalan sana.

_______________

Bayangan tentang bagaimana Hana dirangkul oleh laki-laki bernama jaemin siang tadi, masih terpatri dalam kepala Mark dan menjadi penyebab dari rasa sakit pada hatinya kini.

Mark menghela nafas pelan, tatapannya terpaku pada langit-langit kamar, menatap poster besar bergambar Michael Jackson yang Haechan pasang waktu lalu.

Haechan ini merupakan salah satu penggemar penyanyi legendaris itu konon katanya Haechan juga bercita-cita menjadi sosok yang sama seperti Michael jackson. Dan Mark menjadi korban dari kesukaan nya pada penyanyi itu, kamarnya di hias paksa oleh Haechan seolah-olah kamar itu adalah kamar milik Haechan sendiri, Memaksa dia untuk menempelkan berbagai poster Michael Jackson di dinding kamar miliknya.

"Muka lo kenapa? Suntuk banget lo?"

Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja Haechan memasuki kamar milik Mark yang pintu nya memang sedang tidak ia kunci. Ia datang dengan menenteng gitar berwarna coklat kesayangan nya yang sering dia bawa kemanapun bahkan ketika mereka disekolah.

"Kalo gue bilang gue sakit hati lo percaya nggak?"

"Sakit hati karena apa? Lo ditolak sama Hana?"

"Seratus persen bener."

"Sakit hati pertama lo dong? Kok bisa dia nolak lo? Wah parah tuh cewe seleranya setinggi apa? Sampe temen gue yang ganteng ini ditolak."

"Asal lo tahu aja dia bilang dia udah jatuh cinta sama cowo lain dan cowo itu bener-bener bukan tandingan gue Chan. Gak heran dia nolak gue."

"Terus lo mau gimana? Udah nyerah gitu?"

"Kalo gue masih mau berusaha boleh nggak? Salah nggak?"

"Lepasin aja lah. Ngapain? Masih banyak cewe cantik yang naksir sama lo, Lo tinggal milih satu tuh. Lagian perasaan jatuh cinta lo belum lama tumbuh jadi sakitnya gak akan berlangsung lama."

"Lo gak paham Chan."

"Kalo gitu cerita sini, biar gue bisa paham."

Haechan meletakkan gitar yang sedari tadi ia tenteng disamping tempat tidur milik Mark dan mulai mendudukkan diri disamping Mark.

"Gue bohong sama lo tentang Hana, dia bukan gadis yang baru gue temui satu dua hari kaya apa yang gue bilang ke lo."

"Terus?"

"Jauh sebelum itu gue udah tahu Hana."

"Dari kapan?"

"Kelas sebelas mungkin?"

"Kok lo gak pernah cerita?"

"Pertemuan kita itu singkat Chan, waktu itu kita menaiki bus yang sama tapi gak ada hal yang bisa gue ceritain ke lo karena emang kita itu sebatas bertemu tanpa percakapan apapun. Sampai akhirnya, setiap pagi gue berangkat sekolah kita selalu ketemu dan lagi-lagi gak pernah ada percakapan yang dimulai. Kita sama-sama diem."

"Setiap pagi gue cuma bisa merhatiin dia dari kursi belakang bus tanpa berani mendekat dan ngenalin diri."

"Saat itu lo udah tertarik sama dia?"

"Gue rasa, iya."

"Terhitung belum lama lo ketemu dia tapi lo udah tertarik bahkan tanpa percakapan? Apa yang buat dia menarik?"

"Sampe sekarang gue masih inget lengkungan mata dia saat ngasih gue senyum yang dia punya. Bahkan saat dia hanya menatap keluar jendela bus, mata dia seakan bersinar, dia cantik."

"Lo suka karena dia cantik? Yaelah Mark itu mah perasaan kagum aja. Gue juga sering gitu kalo liat cewe cantik."

"Menurut gue ini beda Chan. Banyak cewe cantik yang gue liat tapi gue gak pernah ngerasain apapun. Sedang sama Hana itu beda."

"Apa bedanya?"

"Saat mata itu menatap gue, gak tahu kenapa jantung gue selalu berdebar gak semestinya. Kencang dan bikin gue gugup. Hanya dari tatapan matanya Chan. Ini pertama kali gue ngerasain hal itu."

"Lo jatuh cinta?"

"Waktu itu gue belum yakin apa itu cinta, gue belum paham seluk beluk cinta karena gue hanya orang baru dalam hal mencintai. Jadi gue belum bisa menyimpulkan apapun."

"Terus sekarang?"

"Beberapa hari setelah pertemuan kita di jembatan Mapo, gue mencari tahu perasaan apa yang gue rasain saat ini dan ya, gue rasa gue udah jatuh cinta sama dia Chan."

"Lo udah bilang ke dia?"

"Udah dan seperti apa yang gue bilang tadi, gue ditolak."

"Harusnya lo tuh beri dia waktu lebih lama lagi, jangan langsung bilang gitu aja. Dia jelas kaget sama keadaan yang tiba-tiba kaya gitu."

"Kaget gimana?"

"Lo pikir aja sih, kalian itu belum kenal lama."

"Gue tahu dia dari kelas 11, itu udah lumayan lama Chan."

"Ya iya lo yang udah kenal dia duluan tapi dia? Kan dia belum lama ini kenal sama lo, baru-baru ini tahu nama lo, dia juga gak tahu kan kalo lo udah merhatiin dia dari kelas 11? Yang dia tahu lo cuma orang baru dikehidupan nya. Dan lo dateng tiba-tiba bawa perasaan jatuh cinta ke dia. Mana mungkin dia gak kaget? Dia pasti bingung harus ngerespon gimana."

"Tapi Chan. Dia nolak gue karena dia jatuh cinta sama laki-laki lain, bukan karena gue orang baru di kehidupan nya."

"Ya setidaknya beri dia waktu buat kenal lo lebih lama, buat lebih tahu banyak tentang lo, mungkin kalo lo ngasih dia waktu buat kenal lo lebih lama lagi, lo bisa buat dia jatuh cinta sama lo dalam kurun waktu singkat, sama kaya dia yang bikin lo jatuh cinta juga sama dia karena lo selalu merhatiin dia. Mungkin dia bisa buat keputusan lain yang gak terburu-buru kaya gini."

"Keputusan gimana sih? Lagian mana mungkin dia mau nerima gue? Orang cantik seperti Hana emang gak cocok buat cowo kaya gue deh Chan."

"Jadi lo mau nyerah? Udah gak mau berjuang lagi? Omongan lo gak konsisten nih. Baru berapa menit lo bilang lo masih mau berjuang."

"Gak tahu, gue masih bingung Chan."

"Kalo masih mau berjuang ya berjuang lah, jangan putus di tengah jalan gini."

"Tapi dia jatuh cinta sama cowo lain Chan!"

"Mereka udah pacaran?"

"Kayaknya sih belum tapi gue tahu cowo itu juga jatuh cinta sama Hana, dari tatapan dan sikap lembut dia ke Hana gue tahu kalo itu cinta, Chan."

"Dengerin gue ya Mark, jatuh cinta itu bukan kesalahan Mark, bahkan ketika lo jatuh cinta ke orang yang udah punya pasangan pun, itu bukan salah lo, bukan salah siapa-siapa karena yang namanya cinta itu rasa dan dia kadang gak bisa memilih untuk jatuh ke siapa. Tapi saat lo jatuh cinta berarti lo harus bertanggung jawab."

"Tanggung jawab gimana?"

"Tanggung jawab atas jatuh cinta nya lo lah. Entah rasanya akan sakit atau bahagia, seneng, sedih, susah dan rasa lainnya yang lo terima waktu jatuh cinta, itu menjadi tanggung jawab lo sendiri. Orang lain dan orang yang buat lo jatuh cinta gak berhak atas apa-apa sama perasaan jatuh cinta lo."

"Jadi?"

"Intinya tuh jatuh cinta lo sama Hana itu gak salah sama sekali. Lo mau berjuang? Yaudah berjuang, perjuangin apa yang menurut lo itu patut untuk diperjuangkan. Tapi balik lagi, entah nanti Hana akan nerima lo atau masih tetep nolak lo, lo yang harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang akan lo terima nanti, Lo gak bisa nyalahin siapapun atas hasilnya nanti. Sampai sini paham?

"Jadi nggak pa-pa kalo gue berjuang? Meski Hana udah cinta sama cowo lain?"

"Iya nggak pa-pa lah."

"Lo dukung gue kan Chan?"

"Gue dukung lo buat berjuang menghapus tuh julukan 'GGJ' alias ganteng-ganteng jomblo."

"Yeuhh"

"Gue jadi penasaran secantik apa rupa Hana sampai bikin temen gue kaya gini."

"Dia gak cuma cantik Chan, dia lebih dari itu, dia cewe yang baik. Cuma dia Chan cewe pertama yang bikin gue sampai segini nya."

"Darimana lo tahu dia cewe baik kalo kalian aja gak banyak ngelakuin percakapan?"

"Diawal pertemuan gue lihat dia menolong seorang nenek buat ngedapetin kursi penumpang yang didudukin sama bapak-bapak, ya emang gak berhasil karena tuh bapak-bapak gak mau ngalah, tapi dia rela menjadi pegangan buat nenek itu padahal ditangan satunya masih ada barang bawaan nenek tadi, makanya gue mutusin buat ngasih kursi gue buat nenek tadi."

"Gue tahu persis seragam sekolahnya, gue tahu dia dari sekolah mana dan gak seharusnya dia berhenti di halte itu, sekitar dua halte lagi yang seharusnya dia lewatin.

"Tapi lo tahu apa? Hana ikut turun di halte itu sama nenek tadi, awalnya gue kira dia bakal balik lagi, ternyata enggak dia malah bantu nenek itu buat nyebrang jalan, bantu bawain barang-barang nenek itu yang menurut gue cukup banyak."

"Karena gue semakin penasaran gue ikut turun di halte itu, cuma buat ngeliat bagaimana lembutnya Hana memperlakukan nenek tua yang baru ditemui pagi tadi. Bego kan gue? Cuma karena itu gue jadi telat masuk sekolah karena nunggu bus lain datang lagi."

"Dan mulai saat itu entah takdir atau bagaimana setiap pagi gue selalu ketemu dia di bus yang sama, nomor 244 warna biru."

"Terus gimana cerita nya deh lo sama Hana ketemu di jembatan Mapo? Jangan bilang lo ngikutin dia juga?"

"Enggaklah! Gila, gue bukan penguntit ya!"

"Terus?"

"Mungkin takdir kali?"

"Serius lah.."

"Serius, jadi pagi itu gue bosen karena gak ada kegiatan yang bisa gue lakuin."

"Biasanya lo kalo bosen juga ke rumah gue tuh?"

"Nah! Waktu itu juga gue bosen Chan ke rumah lo. Hampir tiap hari yang gue liat lo terus."

"Kebetulan gue nonton tv pagi itu yang nayangin berita kalo katanya sungai Han tuh beku! Gila keren banget sih, ngingetin gue sama danau Ontario di Toronto dulu. Makanya gue milih buat ke jembatan Mapo dan disitulah gue ngeliat Hana."

"Awalnya gue kira dia bukan Hana masa iya kita bisa ketemu disini, kaya berasa mustahil tapi setelah gue deketin lagi ternyata dia emang Hana!"

"Seneng dong lo waktu itu?"

"Seneng lah, apalagi karena sekolah masih libur gue jadi gak bisa ketemu sama dia di bus kan?"

"Terus terus?"

"Gue kira dia mau lompat Chan dari jembatan Mapo karena setelah lama gue perhatiin dia cuma berdiri aja kadang dia nutup mata lama, kadang juga ngomong sendiri sambil lihat ke bawah. Makanya gue langsung samperin dia takut hal yang gak diinginkan terjadi."

"Tapi dia enggak lompat kan?"

"Enggak lah, dia cuma mau lihat sungai Han beku katanya."

"Kalian konyol banget bisa barengan gitu alasannya ke jembatan Mapo cuma buat lihat sungai Han beku."

"Tapi karena itulah gue bisa membangun percakapan sama dia Chan dan dia bisa kenal gue."

"Ya bener sih."

"Ngomong-ngomong gimana hubungan lo sama Hina?"

"Putus."

"HA? KAPAN?! KENAPA? keknya lo cocok-cocok aja sama Hina tuh?

"Siang tadi dia mutusin gue lewat telepon."

"Alasannya?"

"Sama yang kaya mantan gue dulu."

"Ya apa dong? Setiap kali lo putus sama mantan lo, lo gak pernah ngasih tahu gue apa alasannya."

Haechan tak menjawab, tanpa kata dia malah mengambil gitar yang sedari tadi dia diamkan disamping ranjang Mark.

"Nih mending ambil gitar gue deh. Mainin satu lagu, gue yang nyanyi."

"Kok tiba-tiba? Jawab dulu pertanyaan gue woy."

Mark masih kebingungan namun ia  tetap mengambil gitar yang Haechan sodorkan pada nya.

"Mainin aja tuh gitar, gue lagi pengin nyanyi."

"Lo lagi kenapa deh Chan, serius."

"Ck. Dibilang gue lagi pengin nyanyi. Bentar dulu.."

Tangannya berkutik sedari tadi pada kamera yang Haechan ambil di meja kecil milik Mark. Tak lama dia mengatur letak kamera itu agar dapat merekam keduanya.

"Loh mau di rekam? Buat apa?"

"Buat koleksi aja sih."

"Tumben?"

Tidak seperti biasanya, dihari-hari sebelumnya tak pernah sekalipun Haechan merekam kegiatan mereka saat bernyanyi seperti ini.

Ya, mereka memang seringkali bermain musik seperti ini dan selalu Mark yang mengiringi musik ketika Haechan bernyanyi, Mark ini jago dalam bermain alat musik tak hanya Gitar bahkan piano juga biola pun dia dapat memainkannya dengan baik.

Sedang Haechan, meski dia dapat memainkan gitar tapi keterampilan nya belum sebaik Mark, dibanding memainkan alat musik dia lebih suka bernyanyi, Haechan ini memang memiliki suara yang bagus, jangan heran dia salah satu vokalis band kebanggaan di sekolah nya yang seringkali menyabet juara satu ketika ada lomba. Mark bahkan mengakui bahwa suara Haechan tak pernah membuatnya bosan Meski berkali-kali anak itu bernyanyi suaranya masih selalu enak untuk didengar.

"Jadi, mau lagu apa?"

"Nothing like us, punya Justin bieber."

"Okey."

"Siap?"

Haechan menyalakan kamera ketika dia melihat Mark mengangguk sebagai jawaban.

1 2 3...

Lately I've been thinking, thinking 'bout what we had
I know it was hard, it was all that we knew, yeah
Have you been drinking to take all the pain away?
I wish that I could give you what you deserve

Cause nothing can ever, ever replace you
Nothing can make me feel like you do
You know there's no one, I can relate to
And know we won't find a love that's so true

There's nothing like us, there's nothing like you and me
Together through the storm
There's nothing like us, there's nothing like you and me
Together

I gave you everything, baby, everything I had to give
Girl, why would you push me away? yeah
Lost in confusion, like an illusion
You know I'm used to making your day
But that is the past now, we didn't last now
I guess that this is meant to be, yeah
Tell me was it worth it? We were so perfect
But baby I just want you to see

There's nothing like us, there's nothing like you and me
Together through the storm
There's nothing like us, there's nothing like you and me
Together

Satu lagu telah selesai mereka mainkan, seperti biasa permainan mereka selalu memuaskan, Haechan dan Mark adalah kolaborasi yang sempurna ketika memainkan sebuah lagu.

"Peluk gue dong."

Tiba-tiba saja lepas Haechan mematikan kamera, dia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar ke arah Mark.

"Dih ogah! Homo lo! Jangan-jangan alasan lo putus sama mantan-mantan lo, karena lo homo ya?! Lo beneran suka sama gue Chan?"

"Sialan! Enak bener lo kalo ngomong! Kalo gue homo ya mana mungkin gue pacarin tuh Hina bego! Ganteng doang lo, tapi isi otak gak ada."

"Ya tiba-tiba aja gitu lo minta peluk?"

"Gue lagi sakit hati juga soalnya."

"Karena diputusin Hina? Serius? Dulu sama mantan lo gak pernah tuh lo kaya gini?"

"Ya emang kenapa? Emang lo doang yang bisa sakit hati? Gue juga bisa! Gue kan juga manusia. Punya hati!"

"Lo serius cinta sama Hina ya?"

"Kalo gak serius gak gue pacarin Hina, Mark."

"Yaudah sini peluk...pelukan merayakan patah hati hahaha."

Mark menyingkirkan gitar yang sedari tadi dia pangku, lantas berjalan mendekat ke arah sosok yang sudah sejak lama menjadi temannya ini dan memeluknya dengan erat, merayakan patah hati mereka berdua yang ajaibnya mereka alami dihari yang sama.

"Mark, gue pernah bilang ke lo gak?"

"Bilang apa?"

"Ada satu lirik dari lagu kesukaan gue yang paling gue suka."

"Apa tuh?"

"Dari lagu my everything punya Ariana Grande, Pain is just a consequence of love, rasa sakit adalah konsekuensi dari cinta, gue pernah bilang ke lo bukan? Untuk jatuh cinta lo harus siap patah hati. Jadi, Jangan terlalu sedih, secukupnya aja dalam menanggapi patah hati."

"Mungkin kisah cinta lo masih berdarah-darah sekarang, gak tahu nanti besok, mungkin juga akan ada balasan indah dari rasa sakit lo ini, kisah cinta yang indah. Percaya deh."

Ini sisi Haechan yang Mark sukai, Haechan dengan kata-kata nya yang selalu berhasil membuat hati Mark tenang, Haechan yang selalu ada untuk Mark bahkan ketika dia dititik bawah.

Bagi Mark, Haechan adalah satu-satunya teman terbaik sepanjang masa yang dia miliki. Bagaimana tidak? Mark paham betul tak hanya dia yang patah hati disini tak hanya dia yang gagal dalam hal percintaan. Mark tahu Haechan juga sama, namun hebatnya dia masih bisa memperhatikan Mark meski dia juga patah.

"Gue percaya. Lo juga harus percaya."

Lepas itu pelukan mereka terlepas.

"By the way lo udah makan?"

"Belum. Kenapa lo mau ngajak gue makan?"

"Nggak, gue mau masak nih."

"JANGAN! SUMPAH MARK JANGAN!"

"Kenapa sih lo? Heboh amat!"

"Masalahnya lo goreng telur aja gak bisa! Jangan nekat buat masak! Gue nanti beli aja pas pulang."

"Yaudah minum, Lo mau minum apa?"

"Sirup jeruk dong."

"Okey gue dapur dulu bentar ya."

Setelah Mark pergi, Haechan duduk disamping kasur. Dia memainkan nada-nada asal dengan gitarnya, sesekali matanya terpejam menikmati permainan gitarnya, juga membayangkan wajah gadis yang belum lama ini menjadi 'mantan'.

Nakamura Hina, gadis asal Jepang yang sudah lama Haechan cintai, hubungan mereka memang belum berjalan lama baru lima bulan namun tak dapat dipungkiri bahwa Haechan memang sudah benar jatuh pada gadis itu, bahkan untuk detik ini rasa cinta Haechan pada hina masih sama, tak ada yang berkurang. Sakit pada hatinya adalah bukti bahwa dia terluka atas putusnya hubungan mereka.

Haechan berhenti memetik gitarnya, ia kini berganti mengambil ponselnya, mencari-cari nama Hina dalam riyawat pesan. Kemudian dia mulai mengetik sebuah tulisan untuk gadis yang dicintainya.

Hina, siang tadi sebelum kamu memutuskan untuk berpisah dengan ku, kamu bertanya pada ku bukan?
Masih kah aku mencintai mu? Masih kah ada kamu dalam hatiku?

Entah terlambat atau tidak aku mau menjawab pertanyaan kamu siang tadi. Jawabannya jelas! Jelas kamu ada di hatiku Hina, kamu sudah menjadi bagian penting di hidupku, aku butuh kamu sebagai seorang kekasih, sebagai orang yang mau ku titipkan rasa cinta ku, sebagai orang yang mau ku beri rindu.

Maka jangan ragukan cinta ku hina, jangan sekalipun. Hari ini aku terluka, aku patah, itu semua adalah bukti bagaimana aku mencintai mu dengan porsi yang besar.

Hina, bolehkah aku meminta mu untuk kembali menjadi kekasih ku?

Setelah usai tulisan itu terkirim Haechan merebahkan tubuhnya, denyut sakit dalam hatinya masih ada tidak tahu mau kapan menghilang. Ketika dia tengah meratap tangannya tak sengaja memegang selembar kertas berisikan tulisan panjang milik Mark, yang rupanya juga ia tuliskan untuk gadis itu, Park Hana.

Rupanya mereka sama patah hatinya, mereka sama terlukanya dengan kasus yang berbeda. Hari ini semesta membuat Mark dan Haechan berbagi rasa yang sama. Konsekuensi dari jatuh cinta. Rasa sakit.

___________

Dalam dinginnya malam, mereka menghangatkan tubuh masing-masing didekat api unggun yang sengaja mereka buat. Ya, mereka adalah Jaemin, Jeno, Renjun, Jisung dan Hana.

Sepulang Hana dan Jaemin dari jembatan Mapo, ruang tengahnya sudah ramai suara yang rupanya berasal dari Renjun, Jeno dan Jisung yang bermain game bersama. Hana tidak terkejut mengingat Jeno dan Renjun memang sudah biasa datang ke rumahnya.

Ketika malam tiba, mereka tak kunjung pulang dari rumah Hana, malahan Renjun mengusulkan ide untuk membuat api unggun, Usulan itu disetujui semua orang maka dari itu sekarang mereka duduk berjajar dengan kursi masing-masing didekat api unggun.

"Bulan nya indah banget, enak kali ya kalo kita duduk kaya gini, minum coklat panas di bulan sambil lihat bumi."

"Apa gak kebalik?"

"Gak, bosen gue hidup di bumi, semua orangnya aneh. Pengin pindah ke bulan aja, cari temen alien."

"Yang aneh itu lo! Nyadar gak sih? Ada gitu orang mau hidup di bulan, temenan sama alien lagi? Lo doang itu."

"Apanya yang aneh kak Jeno? Jisung juga kadang pengin ke bulan aja, pengin punya temen alien."

"Kalian dan imajinasi kalian bener-bener deh. Aneh."

"Kata Jisung, alien itu bentuknya kaya apa?"

"Kalo dari yang aku tonton di Shaun the sheep sih warna nya hijau kak, punya mata satu, gemesin deh."

"Ihhh sama! Kakak juga nonton tuh episode Shaun the sheep yang ada alien nya, apa ya judulnya lupa."

"The visitor kak"

"Nah iya itu! Yang ceritanya pesawat UFO nya rusak kan, terus dibantuin sama si Shaun."

"Iya terus habis itu mereka foto bareng malah, alien nya baik."

"Ah jadi pengin foto bareng alien. Alien bakalan kesini gak ya, pengin ketemu deh."

"Halah nanti kalo ketemu terus ternyata aliennya gak sesuai ekspektasi lo nangis, lagian ya mana ada alien sih?"

"Alam semesta tuh luas, planet juga banyak tuh masa iya cuma bumi aja yang dihuni makhluk hidup."

"Ada buktinya?"

"Banyak tuh di internet gue cari."

"Alah hoax tuh hoax."

"Emang nya lo tahu itu hoax?"

"Tahu lah! Alien tuh gak ada."

"Ada, tuh tanya Jisung ada kan sung?"

"Jisung percaya pasti ada."

"Gak ada!"

"Udahlah males gue temenan sama lo!"

"Kenapa?"

"Kita beda keyakinan."

"Jadi pertemanan kita yang terjalin bertahun-tahun putus gitu aja, cuma karena lo percaya alien dan gue nggak?"

"Iyalah! Ngapain dipertahankan kalo udah beda. Kita musuhan malam ini!"

"Emang udah gak waras ini anak. Dah lah gue mau pulang aja."

Jeno sudah berdiri dari kursinya dia bersiap untuk pulang, sedang jaemin, Hana dan juga Jisung sedari tadi diam menonton pertengkaran antara dua teman, lumayan hiburan gratis.

"Tunggu!"

"Apaan?"

"Gue ikut!"

"Katanya kita musuhan gimana sih?"

"Gak jadi deh, musuhan nya kapan-kapan aja. Gue gak ada temen pulang."

"Yaudah ayo!"

Pertengkaran mereka kini selesai dengan akhir bahagia, dimana Renjun dan Jeno tidak jadi musuhan mereka malah pulang bersama dari rumah Hana, tentu saja hal ini membuat Hana sedikit tertawa.

Tak lama setelah Jeno dan Renjun pulang, Jisung memutuskan untuk masuk kedalam rumah ketika minuman coklat panas miliknya habis, ia juga sudah mulai mengantuk sebab jam pada ponsel miliknya sudah menunjuk pukul sepuluh malam. Kini hanya tersisa Jaemin dan Hana dengan ditemani terpaan angin malam.

"Hana."

"Hmm?"

"Aku pikir Jisung adalah anak yang lucu, dia baik juga gemesin. Jika saja aku punya adik, aku mau adik seperti Jisung."

"Ya, dia memang anak yang baik."

"Maka dari itu kamu harus sayang sama dia ya?"

"Hah?"

"Aku tahu, Renjun bercerita tadi siang saat kita bermain game bersama. Dari kasus itu adik mu jelas gak salah Hana. Jangan membencinya itu hanya akan menyakiti mu."

"Aku sedang berusaha Jaemin, kata ibu, saudara itu sudah seharusnya saling menyayangi kan? Aku juga sudah gak mau lagi menyakiti diri sendiri dengan kebencian itu."

"Bagus! Itu baru gadis ku."

Tolong ingatkan Jaemin bahwa Hana masih belum menjadi gadisnya, meski begitu Hana merasa malu, wajahnya semakin merah merona.

"Dingin?"

"Lumayan."

"Mau peluk?"

Hana mengangguk dan setelahnya Jaemin merengkuh tubuh Hana dengan erat, memberi kehangatan yang tubuh Hana butuhkan, dalam pelukan jaemin, hatinya menghangat dan tak bisa dipungkiri bahwa ia kembali jatuh cinta pada Jaemin.

"Jaemin."

"Hmm?"

"Benar kata Renjun, bulan nya indah banget deh."

"Iya memang, sama seperti kamu. Kamu juga indah bahkan lebih indah dari bulan di langit sana."

"Kalau aku bulan, kamu mau jadi apa?"

"Jadi apapun yang penting ada di dekat bulan, karena aku gak kuat jauh-jauh dari kamu."

Mendengar jawaban Jaemin, Hana semakin mengeratkan pelukannya. Ia sadar cinta nya pada laki-laki itu tumbuh semakin besar. Terkadang ia takut, takut porsi cinta nya untuk laki-laki itu menjadi perasaan yang tak pernah ia inginkan. Perasaan sakit. Sebab Hana paham, konsekuensi dari jatuh cinta adalah sakit.

"Untukmu laki-laki yang tengah ku serahkan hati ku, aku titip pesan, jaga hati ku baik-baik ya, jangan di lukai, sebab hati ku nanti akan menjadi rumah untuk orang yang ku cintai, dan aku harap orang itu kamu. Na Jaemin."

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

281K 21.9K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1M 61K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
95.2K 11.7K 37
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
Oneshoot Nomin Beyith. द्वारा

फैनफिक्शन

400K 7.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.