FAR

By SyifaZali

119K 18.8K 1.6K

Mungkin beginilah rasanya menjadi istri yang tak diinginkan. Menjadi pasangan yang tidak pernah didamba. Aku... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Epilog
Free Chapter 🙊
INFOO

Chapter 24

2.2K 395 67
By SyifaZali

Sebuah langkah perubahan
---

POV Alfarez :

Lama banget nungguin monyet satu balik. Gue terpaksa nungguin ruang kerjanya. Mana ruangannya gak ada kasurnya. Apa yang mau gue mainin, hape gue kan ketinggalan dirumah itu. Gue mengambil salah satu buku dimeja Aufar.

"Buku apaan nih? Menjadi suami yang baik?" Gue membuka-buka buku itu. Gue yakin buku ini pasti pemberian wanita yang sekarang menjabat sebagai istrinya. Tidak mungkin jika dia yang membelinya.

Gak habis fikir gue, kalo gue jadi Maida, gue gak bakal betah serumah bahkan harus menjadi istri Aufar. Bayanginnya aja udah ngeri.

Braak

"Ngagetin aja lu, nyet!" Gue berdecak ketika Aufar membuka pintu dengan keras. Dia ini tidak bisa apa sehari tidak memakai emosinya. Aufar mengacak rambutnya lalu menyodorkan hape gue.

"Thanks, bro!" Gue mengambilnya lalu memainkannya. Aufar duduk kembali dikursinya, melepas jasnya.

"Kenapa sih, Lo? Kek orang banyak hutang aja?!" Cicit gue tanpa menatapnya. Gue membuka Instagram milik Maida. Instagramnya hanya ada satu fotonya saat bersama Abinya.

"Eh, ini buku Lo?" Tanya gue sambil mengangkat buku tebal itu. Aufar membulatkan mata.

"Bukan!" Jawabnya cepat lalu mengambil buku itu dari tangan gue, "Punya bokap kayaknya. Nemu di laci." Lanjutnya lalu memasukkan buku itu kedalam laci lagi. Gue tertawa melihat ekspresinya.

"Heleh." Cibir gue.

"Heleh apa?!"

"Gak." Aufar mengusap wajahnya gusar. "Gue gak tau ini waktu yang tepat atau enggak. Tapi gue mau ngomong." Katanya lalu duduk disamping gue.

"Lo apaan sih. Kayak orang mau nyatain cinta aja!" Gue mengedikkan bahu seakan berbicara,"jijik". Aufar menghela nafas berkali-kali, dia seperti mempersiapkan dirinya sebelum membuat gue jantungan.

"Gue mau belajar agama." Gue membulatkan mata, mengerjap-ngerjapkan berkali-kali.

"What?!"

"Lo diem aja, ya? Gue malu." Dia menutup wajahnya membuat gue tertawa.

"Ngapain malu? Kalo lo ngelakuin kebaikan harusnya Lo percaya diri, Lo aja mabuk-mabukan percaya diri." Gue terkekeh membuatnya menjitak kepala gue.

"Sialan Lo!" Pria itu tersenyum tipis.

"Ada yang mengetuk pintu hati gue, dan gue mempersilahkannya masuk. Dia membenahi segala hal yang berantakan disana dengan hati-hati dan penuh kesabaran. Gue pikir, dia sama dengan orang-orang yang sudah masuk ke hati gue, tapi dia berbeda.

Dia gak pernah ngebiarin gue ngelakuin hal buruk, gak pernah bales perkataan-perkataan kasar gue. Kalau yang lain menjadi penyakit, dia justru datang menjadi obat." Gue menatapnya tak percaya. Seorang Aufar bisa melankolis seperti ini.

"Gila Lo bro. Kesambet apaan?!" Gue menepuk-nepuk pundak Aufar. Aufar tersenyum tipis. Gue sudah menduga jika Maida bisa membantunya melewati masa-masa terpuruknya.

"Maida?" Tanya gue, pria didepan gue itu menatap gue. Dari sorot matanya gue sudah tahu jawabannya.

"Gue gak yakin perasaan gue. Tapi gue mau berubah. Gue mau belajar agama bukan hanya karena cewek itu." Gue bertepuk tangan, tak menyangka jika secepat ini. Ini baru bulan ke lima mereka resmi menikah.

"Gila Lo. Daebak! Oke gue bantu." Gue tertawa. Selama bertahun-tahun gue gak pernah berhasil buat dia tertarik sama agama, tapi Maida berhasil hanya dalam beberapa bulan. Iri gue. Ngerasa gagal jadi cowok.

"Emang lu bisa?" Gue mencibir. Dia gak pernah tau kalau gue mantan ustadz. Dasar cowok temperamen. Gue menggulirkan ponsel membuka WhatsApp lalu menemukan kontak seseorang.

Beliau adalah ustadz gue dulu, dan sekarang akan gue minta mengajar Aufar.

***

"Lama amat sih. Masih jauh?" Pertanyaan yang udah berkali-kali gue denger dari mulut Aufar membuat gue Gedeg. Gue yang nyupir dan anak itu sedari tadi hanya makan dan memainkan ponselnya.

"Mau gue ceritain gak? Itung-itung buat nambah pengetahuan Lo tentang Islam." Gue membuatnya penasaran. Dia meminum airnya lalu berkata, "Apa?" Gue tersenyum miring.

"Jadi dalam Islam ada 25 nabi dan rasul. Kalo Lo gak tau, nabi dan rasul itu—"

"Gue tau. Bokap gue pernah cerita tentang adanya 25 nabi dan rasul." Gue tertawa mendengarnya memotong kalimat gue. Gue menghela nafas lalu membelokkan setir ke jalan yang lumayan sempit.

"Diantaranya ada yang bernama nabi Musa. Nabi Musa ini merasa dirinya sangat pintar, Terus si Nabi Musa ini tanya ke Allah. 'Ya Allah, adakah Nabi yang lebih pintar dariku? Jika ada aku ingin berguru kepadanya'

Allah menjawab, 'ada, namanya Nabi Khidir. Dia sangat pandai.'

'bagaimana cara bertemu dengannya ya Allah?' tanya nabi Musa. Allah menjawab, 'ikutilah ikan itu maka kamu akan bertemu dengannya.'

Singkat cerita, nabi Musa ngikutinlah ikan itu sampai beliau bener-bener ketemu sama yang namanya nabi Khidir." Aufar menyimak cerita gue dengan seksama.

"Tanya lah nabi Musa kepada nabi Khidir, 'apakah aku boleh menjadi muridmu?'. Nabi Khidir menjawab, 'Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Bagaimana engkau bisa bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?'." Gue menghela nafas. Cerita itu sebenarnya gue lupa-lupa inget karena udah lama juga gue gak baca.

"Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa pun dimulai. Nah, si Nabi Khidir ini minta biar nabi Musa gak nanya apapun sampai nabi Khidir sendiri yang ngejelasin maksud dari apa yang beliau lakuin."

"Yah gak seru dong." Protes Aufar membuat gue tertawa.

"Akhirnya berjalanlah keduanya. Keduanya melihat perahu, lalu nabi Khidir melubangi perahu itu. Bertanyalah nabi Musa, gaulnya gini, 'kok dilubangi? Nanti perahunya tenggelam, terus penumpangnya gimana?' Nabi Khidir menjawab, 'Sudah kukatakan kamu tidak akan tahan bersamaku.' "

"Daebak! Bener juga sih. Trus apa alasan Nabi Khidir?"

"Dengerin sampe akhir!" Gue membelokkan mobil itu kekiri. Lalu mengingat kejadian kedua antara Nabi Khidir dan Nabi Musa.

"Berjalan lagi mereka berdua lalu bertemu seorang anak muda. Nabi Khidir tiba-tiba ngebunuh si anak itu. Kagetlah nabi Musa, 'Kenapa dibunuh? Kasihan itu anak muda lho.' Kurang lebih nabi Musa bilang gitu. Terus nabi Khidir bilang lagi, 'sudah kubilang kami tidak akan kuat bersamaku.' "

"Emang gak dosa bunuh orang?"

"Y-ya, Lo mah. Kalo buat kita orang biasa yang ilmu nya dangkal se mata kaki dosa. Kalo Nabi Khidir beda lagi. Ilmunya udah tinggi kali." Aufar mengangguk-angguk.

"Mau tau kelanjutannya kagak?"

"Trus?"

"Terus Mereka berjalan nih disebuah kota. Mereka minta di jamu oleh penduduk kota itu, tapi penduduk kota itu gak ada yang mau ngejamu mereka. Terus nabi Khidir ngelihat ada dinding rumah yang hampir roboh terus Nabi Khidir membenarkannya."

"Nabi Musa bertanya lagi, 'kenapa dibenerin, sih? Kan gak dapet apa-apa?'
Mendengar hal itu Nabi Khidir bilang, 'Sudah tiga kali kamu bertanya tentang apa yang ku lakukan. Padahal perjanjian diawal kamu tidak boleh bertanya sebelum aku menjelaskannya.'

'Sekarang aku akan menjelaskan kepadamu,Perahu yang tadi aku lubangi adalah perahu milik orang miskin, sedangkan didepannya terdapat perompak yang akan merampas setiap perahu. Lalu aku membunuh anak muda itu karena dia aalah seorang kafir sedangkan orang tuanya mukmin, takut-takut jika nanti dia membawa kedua orang tuanya kedalam kekafiran.'

'Jika Allah menghendaki, Orang tua itu akan mendapat anak yang lebih baik.
Dan terakhir, dinding rumah yang aku perbaiki. Rumah tersebut miliki dua anak yatim dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua.

Ayahnya merupakan orang yang soleh. Allah SWT pun menghendaki agar saat dewasa dapat mengeluarkan simpanan tersebut dalam rumah yang aman. Makanya aku memperbaikinya.'

Nah setelah bilang begitu, nabi Khidir meminta berpisah sama nabi Musa karena nabi Musa tidak memenuhi perjanjian." Aufar mengangguk-angguk.

"Gilee, sampe situ ya mikirnya. Gue sampe mangap ini." Gue tertawa mendengar lelucon Aufar. Dia tidak pernah tertarik mendengar cerita-cerita islami seperti ini sedari dulu.

"Terus intinya?" Tanyanya membuatku menggeleng-gelengkan kepala. Anak SD aja mungkin tau kesimpulan dari cerita itu.

"Ya kalo Lo sabar, Lo bakal nemuin banyak banget hal-hal yang gak Lo ketahuin. Intinya sabar, Gak usah terburu-buru. Gue aja sabar gak nikah-nikah!" Gue tertawa lalu menghentikan mobil itu tepat dipinggir jalan lumayan besar itu.

"Sebenernya cewek yang mau dinikahin sama Lo banyak cuma Lo aja yang sok jual mahal."

"Gak tipe!" Tandas gue.

"Terus tipe Lo yang kayak apa?"

"Kayak istri Lo!"

"Monyet Lo!" Aufar menjitak kepala gue keras. Gue tertawa, mungkin dia menganggap apa yang gue katakan itu lelucon. Tapi sungguh, Maida adalah tipe istri idaman gue.

"Masih jalan jauh ini?" Tanya Aufar saat kami mulai memasuki gang kecil. Gue mengangguk.

"Dikit lagi. Sabar Napa!" Gue mengingatkan.

"Gue kayak gak asing sama lingkungan ini." Aufar mulai menebak-nebak.

Sampailah gue dan Aufar didepan masjid berukuran sedang itu. Masjid berwarna hijau itu masih berdiri kokoh. Masjid yang dulu tempat gue berteduh bersama keluarga gue. Gue berjalan masuk.

"Assalamualaikum!" Pria yang sedang mengepel teras masjid itu menoleh, mengerjap-ngerjapkan matanya. Wajahnya sudah tidak sesegar dulu.

"Waalaikumussalam! Hah? Al? Ini beneran Al???" Pria itu menaruh alat pel nya lalu berjalan ke arah gue. Gue mau nangis tapi gak lucu karena Aufar ngelihatin gue.

Gue memeluk pria paruh baya itu.

"Iya ini Al, Al pulang, pak." Aufar mengerutkan keningnya. Gue tau banya pertanyaan yang akan dia lontarkan setelah ini. Makanya sebelum ini gue ceritakan kisah nabi Musa dan nabi Khidir biar dia gak banyak tanya.

"Lama banget, Al. Bapak kangen!" Pria itu masih memeluk gue. Seolah gue adalah sebab rindunya hilang. Gue tersenyum tipis.

"Al bawa temen. Namanya Aufar." Bapak gue menatap Aufar. Mengerjap-ngerjapkan matanya. Kenapa tatapan bapak malah seperti orang yang sudah mengenali Aufar?

"Loh? Ustadz Ridwan bukan?" Bapak gue tertawa.

"Oo nak Arga bukan? Udah gede kamu nak! Apa kabar?" Gue mengerutkan kening. Sekarang justru gue yang ingin melontarkan banyak pertanyaan kepada pria misterius ini.

Sebenarnya, apa rencana Allah mempertemukan kami.

****
Woi bukan ustadz Ridwan DBHU ye😭🤣

Ada yang bisa nebak part selanjutnya? Agagagagag.

Alhamdulillah bisa update hari ini ❤️

Semoga sukaaa!! Aamiin aamiin aamiin.

Jangan bosen-bosen yaa!

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

521K 39.3K 45
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
9.4M 392K 63
On Going (Segera terbit) Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di ke...
691K 20.3K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
398K 28.2K 27
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...