FAR

Autorstwa SyifaZali

118K 18.7K 1.6K

Mungkin beginilah rasanya menjadi istri yang tak diinginkan. Menjadi pasangan yang tidak pernah didamba. Aku... Więcej

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Epilog
Free Chapter 🙊
INFOO

Chapter 22

2.1K 391 17
Autorstwa SyifaZali

Anak-anak panti
---

"Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah!" Aku mengangkat plastik berisi cat itu membawanya kedalam. Plastik itu tidak terlalu berat, mungkin karena dulu, aku sering membawa satu karung jajanan untuk diisi diwarung.

"Sini gue aja!" Tawar pria itu sambil membawa tas kresek yang berisi bukunya. Aku menyerahkan kresek berisi 2 cat itu kepadanya. Sedangkan aku hanya membawa satu.

Rumah besar ini benar-benar terasa sepi bagai tak berpenghuni. Sejujurnya, lebih baik memiliki rumah sederhana namun ramai, daripada besar dan sepi. Aufar menaruh cat itu didepan kamar dekat pintu.

"Taruh sini dulu." Perintahnya, aku mengikutinya, lalu meletakkan cat yang kubawa di dekat cat yang Aufar letakkan.

"Capek banget!" Lirihku sambil meregangkan badanku. Pria itu hanya menoleh sebentar kearahku, lalu menuju sofa. Dia membuka buku yang baru dibelinya dengan semangat.

Aku merebahkan badanku dikasur berseprei putih itu.

"Mau tidur tapi udah sore, udah mau Maghrib." Keluhku lalu mengambil ponsel dari saku gamisku. "Emang kenapa kalau tidur sore?" Tanya Aufar yang masih sibuk membuka bukunya.

"Yaa gak baik. Itu termasuk tidur yang dilarang dalam Islam!" Jawabku. Dia berhenti membuka buku itu lalu beralih menatapku.

"Emang tidur yang dilarang tu kapan aja??" Tanyanya penasaran. Aku mengingat-ingat perkataan Umi saat melarang ku tidur selepas ashar dulu.

"Ada 5 sih. Tidur setelah shubuh, tidur habis ashar atau menjelang Maghrib, terus tidur sebelum isya atau tidurnya pas belum sholat Isya', terus... Tidur setelah makan, sama tidur seharian penuh." Jawabku, pria itu mengangguk-angguk.

"Tapi, kalau tidur seharian penuh, kan bisa mengurangi maksiat? Nah mengurangi maksiat sama aja mengurangi dosa." Dia terkekeh mengutarakan pendapatnya.

"Terus kamu gak mau cari pahala?"

"Loh katanya tidur itu ibadah, kok. Berarti berpahala." Jawabnya mengeles.

"Iyaa, tidur dinilai ibadah kalau kamu tidurnya diwaktu yang tepat. Kalau kamu tidur seharian, meninggalkan kewajiban untuk sholat, ya sama aja Bambang!"

"Gue bukan Bambang!" Protesnya membuatku terkekeh.

"Kecuali kalau sakit. Itu beda lagi." Lanjutku lalu bangkit dari kasur. Pria itu mengangguk-angguk lucu.

Tringggg

Ponselku berdering, ada satu panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Aku segera menggeser panel hijau siapa tau panggilan itu penting.

"Assalamualaikum?" Sapaku setelah telepon tersambung.

"Waalaikumussalam, ah, non. Akhirnya saya bisa menghubungi non." Suara bi Suni terdengar.

"Oh ini bi Suni?! Waah, apa kabar, bi? Sehat??" Tanyaku menyambutnya ramah. Sebelum pulang, memang bi Suni sempat meminta nomor ponselku. Mungkin baru ini kesempatannya untuk menelponku.

"Alhamdulillah, baik. Non gimana?"

"Saya juga baik, bi." Setelah mengobrol panjang lebar, lalu bi Suni mematikan teleponnya karena harus mengantarkan anaknya berjalan-jalan. Aku tersenyum beberapa saat kemudian Adzan Maghrib berkumandang.

Aku segera menuju kamar mandi lalu berwudhu. Aufar masih sibuk membaca buku sambil mengenakan headset seakan tidak mendengar adzan yang berkumandang.

Aku mendekatinya setelah menggunakan mukena. Setelah jarak kami dekat, aku langsung melepas headsetnya.

"Adzan. Buruan sholat!" Perintahku, Masalahnya waktu Maghrib adalah waktu yang paling singkat.

"Nanti, deh. Lagi asyik." Aku menggelengkan kepala. Dia menutup bukunya lalu menatapku.

"Tangan Lo udah gak papa?" Tanyanya melihat tanganku yang masih terperban. Tadi saat berwudhu memang tangan ini tidak kubasahi. Ini hanya pengecualian untuk orang yang memiliki sakit jika terkena air di daerah yang seharusnya dikenai air wudhu.

A

ku menggeleng. "Gakpapa." Jawabku sedikit berbohong karena sebenarnya tangan itu masih terasa sakit. Jika malam itu Aufar tidak juga melepas pisaunya, mungkin tanganku sudah terpotong karenanya.

Aufar mengangguk, "Kalau ada apa-apa bilang."

"Hah?"

"Kalau ada apa-apa sama tangan Lo." Lanjutnya membuatku mengangguk. Dia memang seharusnya bertanggung jawab atas tanganku ini.

"Yaudah aku sholat duluan." Kataku setelah berbincang.

"Yoi."

"Jangan lupa sholat!" Peringatku lalu bergegas menuju mushola.

***

"Iya, rez. Sekalian beli papan tulis ya. Aku lupa beli soalnya." Pesanku lewat telepon pagi itu. Pagi itu aku sibuk membereskan ruang tamu untuk dijadikan ruang belajar untuk anak-anak itu.

"Oiya, sama buku-buku sih. Jumlah mereka ada berapa,ya, rez?" Farez berdehem memberi tanda dia masih terhubung ditelepon itu.

"14 deh seinget gue. Tapi gue beliin 20 deh, siapa tau kurang." Aku mengangguk-angguk.

"Makannya udah?" Tanya Farez.

"Udah. Bentar lagi mungkin Dateng." Jawabku lalu melirik pria yang sudah siap dengan jas hitam dan celana hitamnya.

"Lagi ngapain, sih? Sibuk amat." Komentar pria yang sudah siap dengan jasnya itu. Aku hanya tersenyum tipis. Pria itu malah mendekat, "bentar ya, rez." Aku menjauhkan ponselku dari telinga.

"Kenapa?"

"Pamit. Di buku katanya suami kalau keluar harus salaman sama istri." Aku tertawa. Dia selalu mematuhi apa yang dikatakan buku yang ia baca. Dia menyodorkan tangannya.

Aku jadi teringat saat pertama bertemu. Aku mengambil uluran tangannya lalu menciumnya. Tangan lainnya terulur lalu mengelus kepalaku pelan. Jantungku berdebar kencang.

Aku menatapnya, dia tersenyum tipis. "Di buku juga harus Elus kepala istri biar istri bahagia." Dia meringis, menunjukkan sederet gigi putihnya kepadaku. Aku tau, mungkin dia tidak benar-benar tulus melakukan semuanya, tapi tidak apa-apa.

Selama itu baik, kenapa dilarang. Aku mengangguk.

Setelah itu dia melambaikan tangannya berjalan menjauh. "Waalaikumussalam!" Teriakku mengingat dia belum mengucapkan salam. "Halo-halo, da?!" Suara dari telepon berkali-kali memanggilku.

"Iya, rez. Sorry—"

"Lo tadi ngomong sama Aufar?" Aku berdehem mengartikan jawaban Ya dari pertanyaannya.

"Gila Lo—"

"Udah gak usah bahas itu kita fokus bahas ini." Potongku cepat. Jantungku masih berdebar sedari tadi. Farez pun akhirnya kembali membahas tentang anak-anak panti itu.

***

Aku menyambut anak-anak yang mulai berdatangan. Mereka datang menggunakan sepeda, padahal, jarak rumahku dan panti itu cukup jauh, tapi mereka tetap tepat waktu sampai disini. Wajah mereka terlihat lelah.

Mereka pun berkali-kali mengatur nafasnya. Aku tersenyum.

"Ayo masuk dulu!" Ajakku melihat beberapa anak laki-laki masih menyelonjorkan kakinya diteras depan rumah. Farez yang sedari tadi berada di dapur untuk mengambilkan minum itu akhirnya datang.

"Woi gak ada yang mau nih!" Farez menunjukkan es batu serta Air berwarna kuning, sepertinya itu air sirup. Anak-anak berhamburan mendekatinya lalu mengambil gelas yang sudah disediakan dimeja.

"Habis minum nanti kesini ya!" Kata Farez membuat anak-anak mengangguk. Farez berjalan kearahku yang sedang menggunting-gunting kertas Asturo untuk dijadikan papan nama.

"Jadi gimana Aufar?" Tanyanya setelah duduk disampingku. Jarak kami tidak terlalu dekat. Aku tersenyum tipis, "gak gimana-gimana, cuma sekarang lebih enak aja diajak ngobrol." Jawabku seadanya.

Farez mengangguk-angguk.

Seorang anak kecil berbaju merah menghampiri kami dan duduk didepan kami. "Cie cie kak Kevin PDKT." Aku tertawa mendengarnya. Anak ini memiliki sedikit rambut. Hampir dikatakan botak.

"Apa Dimas? PDKT itu emang apa coba? Kamu ini masih kecil udah tau begituan!" Cericos Farez lalu mencubit pipi anak itu. "Kamu namanya Dimas?"

"Iya aku Dimas. Dimas beck." Dia tertawa Sambil memperkenalkan dirinya.

"Iya, gantengnya sama kayak Dimas beck." Balasku, dia tertawa terbahak-bahak. "Aku jadi malu." Aku tertawa melihat ekspresinya. Farez hanya geleng-geleng melihat kelakuan bocah yang duduk didepan kami.

Beberapa anak kemudian datang lalu kami membentuk lingkaran. Wajah mereka nampak bersemangat. Farez membukanya dengan salam dan perekenalan.

"Ayok perkenalan dari siapa ya. Dari kanan aja deh." Tunjuk Farez mengetahui sisi kanannya adalah Dimas. Dimas meringis.

"Tadi kan udah kenalan." Anak itu membuat yang lain tertawa. "Yaudah yaudah. Sebelahnya Dimas. Ayo Mandaka!" Perintah Farez. Anak yang ditunjuk Farez ini sepertinya pendiam.

"Nama saya Mandaka Wisnu. Semoga saya bisa menjadi murid yang baik." Anak-anak yang lain sedikit menahan tawanya. Wajah Mandaka yang malu-malu membuat yang lain menertawakannya.

"Nama saya Tika. Hobby saya makan makanan. Makanan apa aja saya makan!" Anak perempuan yang sedikit gendut itu malah menyebutkan hobbynya membuat anak-anak langsung menyorakinya. Dia membentuk jari peace yang memiliki arti damai.

"Nama aku Candra. Boy Candra!" Anak-anak ini suka menyebutkan dirinya seperti artis. Mungkin, mereka memiliki impian menjadi sukses seperti artis yang mereka sebutkan.

"Wah kak boy Candra minta tanda tangan dong!" Anak berkulit sawo matang itu menutup wajahnya ketika aku bilang seperti itu.

"Nama saya Anna. Bukan Anna yang di Frozen." Anak-anak lain tertawa.

"Saya Daffa."

"Saya Jamil."

Anak-anak yang berjumlah 14 itu berkenalan. Saling menyebut namanya dan embel-embel yang unik.

"Dulu aku juga sempet ngajar di TPA sih. Tapi murid-murid nya lebih pendiem dari kalian." Ceritaku kepada mereka untuk pembukaan. "Kalau sama kita gak gitu, kak. Gak ada namanya pendiem!" Lelaki bernama Aldi itu langsung menjawabku.

Aku tertawa, "iya, emang gak boleh diem-diem an. Ngomong-ngomong kalian udah laper?" Tanyaku sambil melihat pesan teks yang baru saja muncul dilayar pop up. Pesan teks berisi catering akan segera detang.

Aku memesan catering karena tidak ada bi Suni. Jika ada bi Suni, mungkin bi Suni yang akan memasaknya.

"Udah kak!" Jawab Tika bersemangat. Sorakan dari teman-temannya membuatnya malu-malu. Farez melirikku, "Udah Dateng emang?" Tanyanya sambil sedikit melirik ponselku.

"On the way." Jawabku. Beberapa saat kemudian bunyi klakson itu terdengar dari depan rumah. Farez langsung mengambilnya, lalu membagikan kotak-kotak makanan itu kepada anak-anak.

"Oiya, ini nanti diisi nama kalian, ya. Biar aku ceper hafal." Aku membagikan kertas Asturo yang tadi aku gunting membentuk persegi panjang. Mereka mengangguk-angguk lalu memakan makanannya. Farez menemani mereka makan, aku yang tidak lapar hanya memainkan ponsel.

Memotretnya beberapa kali untuk dikenang.

"Mandaka kenapa gak dihabisin makanannya?" Tanyaku melihat seorang anak yang hanya memakan separuh nasi dan separuh ayamnya. Anak itu bernama Mandaka, Mandaka Hastu.

Mandaka menggeleng. "Buat nanti sore. Jarang-jarang makan ayam, hehe." Dia meringis, namun aku justru ingin menangis.

"Habisin aja, Mandaka. Nanti boleh ambil lagi. Ini masih ada sisa." Tawarku Sambil mengelus punggungnya. Anak-anak menoleh kearahku.

"Dia emang gitu, kak. Anak paling hemat se panti. Udah hemat pinter lagi." Celetuk seorang anak bernama Daffa. Melihat wajahnya saja, sudah tertebak bahwa dia anak yang seperti itu.

Hari ini, aku mendapat pelajaran baru. Bahwa terkadang, hal-hal kecil yang sering kita anggap biasa bisa menjadi sesuatu yang luar biasa bagi orang lain.

***

To be continued!

Scene Maida sama Aufar disini dikit. Wkwk. Karna judulnya emang anak panti.

Makasih buat yang udah baca, semoga sukaa, aamiin, aamiin aamiin. <3

Oiya, menurut kalian siapa si yang cocok jadi visualnya Maida?! 😭

Aku mikir mbak Ayana. Wkwkw menurut kalian??

Saran dan kritik di persilahkan lhoo🥰

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

1.6M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
4.2M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
340K 15.5K 29
Valerie Grazella Margaretta adalah gadis yang bebas melakukan apapun semau dia. Pakai rok mini? Boleh. Mabuk? boleh. Punya banyak pacar? Kenapa tidak...
1.1M 18.8K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+