Sugar Home「TERBIT」

By Imgyumin

1.1M 206K 137K

❝Pokoknya Jay ndak mau dongsaeng lagi! ❞ Kisah Heeseung si duda bareng lima anaknya dan satu anak tetangganya... More

awalnya
adik lagi?
shopping
mini tour
happy birthday baby wonie!
Sunoo's new family
perkara "ddeonu"
tetangga baru, ni-ki
mengasuh adik
one day with Heeseung's family
jake vs ni-ki
holiday with lee family [1]
holiday with lee family [2]
mama baru?
( mengusir ) 'mama baru'
meet grandpa n grandma
fever
shooting and acting
bukan update (cukuv woi jariku keriting)
Open QnA! (✖ closed ✖)
QnA spesial 50k (pt.1)
QnA spesial 50k (pt.2)
ice skating
swimming
pet
happy birthday ddeonu
school
wedding photo
guide how to be Lee Family's mom
night talk with hyung
mati lampu
sick
school (2)
camping
when papa is not yet home
meet songyeon
Jay's Mama
rumah Jungmin
pilihan dan pengadilan
the past : two
new bedroom
Gom-se-ma-ri
handphone
masih tentang handphone
menginap
pindah
Hoonki's prank
detektif ddeonu
number one
dream
say no!
Jungwon's parents
the past : three
Papa, selamat ulang tahun.
flowers
visualisasi
good boys
Spesial Chapter : Give up
bodyguard atau pengasuh?
dilemma
girl
behind the scene Lee Hunnie
Fathers day
Announcement
bertemu
The Past : Final
just a little bit
tidak peka
Special 1st Anniv Enhypen : Moment at school
tamu dadakan
taman hiburan
menyelamatkan Heeseung
jurnal sunoo
bad dreams
protect
hospital
searching
struggle
lie
sorry
Jake's room
after
Happy birthday, Jake Hyung.
Yongmasan mountain
wedding
akhirnya
epilog : Sugar Home
Spesial Chapter : Shooting star
Imgyumin bertanya
Homiest bertanya (closed)
Imgyumin menjawab
PENGUMUMAN TERBIT
VOTE COVER
FINAL COVER
SPOILER HARGA
OPEN PRE-ORDER
Blurb + Sneak Peek

the past : one

12.4K 2.3K 1.6K
By Imgyumin

Bismillah,

SEKALI LAGI AJA GAES, PLEASE PLAY A SAD SONG. Direkomendasikan lagu I'm Missing You - Sunjae (OST. True Beauty)

So, mamanya jay sama eomma nya jake+hoon kemana? Kenapa? Udah meninggal? Selingkuh? Heeseung beristri dua? Poligami lalu salah satunya bundir?

Walau aku gak yakin ini sad dan ngefeel, but

Welcome to the past of Lee Family.


flashback, 6 tahun lalu.

"Heeseung-ie.. ayo bangun."

Heeseung membuka matanya, tersenyum melihat sang istri berdiri disampingnya.

Heeseung duduk, mengacak rambutnya yang sudah berantakan, "Kenapa tidak membangunkan aku sejak tadi,hm? " katanya sambil menarik wanita itu duduk di ranjang.

Songyeon, istri kedua Heeseung menggelengkan kepala, "Kamu sudah bekerja seharian Seungie, lagipula aku terbangun karena Hoonie tiba tiba ingin minum susu."

"Ah, Sunghoonie." Heeseung menyentuh perut Songyeon yang membesar, seorang bayi tumbuh dalam perutnya , "Kenapa kamu merepotkan Eomma-mu hm? " tanya Heeseung.

Sunghoon yang masih berada di dalam perut merespon dengan menendang perut sang ibu , Heeseung dan Songyeon tertawa bersama.

Yaallah, sebentar, sweet banget hiks.

"Hoonie akan lahir sebentar lagi, " kata Songyeon, "aku takut."

Heeseung duduk, menggenggam tangan Songyeon, "Ada sesuatu mengganggumu? "

Songyeon mengangguk, "Aku hanya tidak siap untuk melahirkan lagi seperti saat mengandung Jaeyoon-ie, aku takut terjadi sesuatu-akh. " Sunghoon tiba tiba menendang lagi, seakan enggan kalau sang ibu mengatakan itu.

Heeseung mengusap perut istrinya, menenangkan Sunghoon. "Jangan berkata seperti itu Yeonie, Sunghoonie tidak suka. Lebih baik berdoa agar lancar ya? " Ia tersenyum tipis pada Songyeon.

Songyeon hanya diam, membiarkan telapak tangan Heeseung mengusap perutnya.

"Eomma..." Seorang anak dengan piyama beruang masuk ke kamar sambil mengusak matanya.

Songyeon merentangkan tangan, "Jongseongie, kemari sayang."

Jongseong berjalan menuju ibunya, memeluk perutnya, "Telamat pagi Eomma, Papa, Hoonie."

"Jaeyoon dimana Seongie? " tanya Heeseung pada anak berumur tiga tahun itu.

Jongseong berdiri, "Tadi Jaeyoonie menangith, kalena itu Jongie kemali. "

Ya, Jongseong memiliki cadel, sehingga kesulitan menyebut namanya sendiri dan memilih menggunakan kata pertama.

"Jaeyoon menangis? " Heeseung berdiri, menuju kamar Putra keduanya, tidak, Jaeyoon tidak menangis, tetapi tengah memainkan bola kecil ditangannya.

Jaeyoon mendongak, menemukan sang ayah, "Pa! Pa! " katanya sambil tersenyum lebar.

Heeseung menggendong Jaeyoon, "Anak Papa sudah bangun? Tidak menangis? "

Jaeyoon menggelengkan kepala, "Nda! "

Tawa Heeseung terdengar, "Anak pintar. "

Songyeon keluar kamar ketika Heeseung juga keluar kamar, keluarga kecil itu menuju ruang makan.

"Jaeyoonie mau makan? " tanya Songyeon.

Jaeyoon menggelengkan kepala, "Ntiii! "

Kemudian Heeseung menurunkannya di karpet bersama mainannya.

"Heeseung, jaga Jaeyoon sebentar, aku akan menyuapi Seongie dulu. "

Heeseung mengangguk, sarapan sembari memperhatikan Putra keduanya.

Selepas makan, Jongseong turut bermain dengan Jaeyoon. Bola kecil itu saling dioper bergantian.

Namun, lemparan dari Jaeyoon tak bisa didapatkan Jongseong, Jaeyoon hendak mengambilnya sambil merangkak namun bola lain ikut tertendang kakinya.

"Seungie! Aku butuh-"

Songyeon yang hendak memanggil Heeseung berjalan tanpa menyadari ada bola dilantai, ia tak sengaja menginjaknya dan terjatuh, menimbulkan suara yang keras .

Sepersekian detik, darah mengalir ke lantai, Jongseong langsung panik, memanggil ayahnya, "PAPAAA!!!! "

Heeseung yang tengah bekerja di ruangannya terkejut, berlari dan terkejut melihat Songyeon, "Songyeon!! "

Ia menghampiri istrinya, Songyeon tampak meringis, perutnya berdenyut amat sakit. "H-heeseung.. "

"Tunggu sebentar Songyeon." Tak berbasa-basi lagi, Heeseung menggendong Songyeon, membawanya ke mobil , sebelum itu ia berkata pada Yeonjun, "Yeonjun-ssi, bawa anak anakku ke rumah sakit. "

Yeonjun mengangguk, masuk kedalam rumah dan menggendong Jaeyoon serta membawa Jongseong untuk mengikuti Heeseung kerumah sakit.

Songyeon telah diambil alih oleh tim medis dan dibawa ke ICU untuk ditangani. Heeseung berdiri di depan ruangannya dengan wajah cemas. Tangannya mengusak frustasi rambutnya.

"Papa! " Jongseong berlari kecil menghampiri Heeseung, "E-eomma, eomma kenapa? " tanyanya.

Heeseung tersenyum paksa, mengangkat dan menggendong Putra sulungnya, "Eomma akan baik baik saja, Jongseong tunggu saja ya. "

Jongseong merengut, "Kalau tetuatu teljadi pada Eomma, temuanya talah Jaeyoon! "

Heeseung mengernyit, menatap Jaeyoon yang tengah digendong Yeonjun tak jauh darinya, "Bukan Seongie, ini bukan salah Jaeyoon. Ini salah Papa karena tidak memperhatikan Eomma mu. "

Jongseong mendengus, menatap jendela buram di depannya, ingin ia masuk dan bertemu ibunya.

Seorang dokter keluar dari ruangan, Heeseung langsung menurunkan Jongseong, "B-bagaimana keadaan Songyeon?" tanya Heeseung.

Dokter menghela nafas, "Buruk, kandungannya kini berbahaya untuk dirinya. Anda harus segera memutuskan, mana yang akan diselamatkan.

Istrimu, atau bayi dalam kandungannya. "

Kata katanya singkat, namun terdengar berat di telinganya.

Dokter mengerti itu adalah pilihan yang sulit, "Akan saya beri waktu, namun jika istrimu kontraksi lagi, Anda harus segera memutuskan. "

Ya Tuhan, tidak bisakah dia menyelamatkan keduanya saja?

Heeseung ingin istrinya selamat, tetapi bagaimana dengan bayi yang telah mereka nanti-nanti kehadirannya?

Tetapi jika ia menyelamatkan bayinya, bagaimana dengan istrinya? Tolong, ia tak mau kehilangan wanita yang ia cintai lagi.

Setelah beberapa detik, Heeseung diperbolehkan masuk untuk berbicara sebentar dengan Songyeon. Hanya saja, baru dua langkah dari pintu, Songyeon mengerang kesakitan. Tim medis segera bergerak cepat dan menyuruh Heeseung keluar.

"Mohon kepada Anda untuk segera keluar, " kata salah satu tim medis.

Heeseung tak mengerti, ia belum memutuskan apapun, kan?

Namun pintu langsung di tutup, sebelum itu, ia melihat Songyeon tersenyum paksa, menggerakkan bibir berkata, 'saranghae'

Tidak, jangan bilang kalau Songyeon ingin menyelamatkan Putra mereka.

Heeseung menggedor pintu, "Yak ! Aku belum memutuskan apapun! Buka pintunya!! "

Jongseong kebingungan, ia sempat mengintip di pintu dan hanya menemukan ibunya sedikit melambaikan tangannya pelan.

"Papa... Eomma kenapa..? " tanya Jongseong.

Heeseung sudah hampir menangis kalau tak ingat ada dua Putra nya disini. Ia berjongkok di depan Jongseong, sekuat tenaga menahan tangisnya.

"Eomma mu.. " Heeseung tak sanggup, bibirnya bergetar, "Dia baik baik saja, Dokter hanya mengecek Sunghoonie. Seongie jangan khawatir, " selesai satu kalimat, Heeseung tanpa sadar menitikkan air mata.

Bagaimana bisa ia menyuruh Putranya untuk tidak khawatir sementara hatinya khawatir setengah mati?

Jongseong mengusap air mata itu, "Tapi Papa menangith, Jongie jadi khawatil.. "

Heeseung tersenyum lebar walaupun terpaksa, "Lihat, Papa tersenyum kan? Jadi Seongie jangan khawatir. "

Kemudian, rengekan Jaeyoon terdengar, "Ungg.. Pa! Pa! " Ia terus menunjuk Heeseung.

Yeonjun menimang-nimang Jaeyoon, "Nanti ya, Papa mu sedang banyak pikiran. " Tak bisa dipungkiri kalau ia juga turut khawatir.

Jaeyoon menggelengkan kepala, "Pa! Pa! "

Heeseung mendekat, mengambil alih Jaeyoon, "Kenapa sayang? "

Jaeyoon memeluk leher Heeseung, mendusal di bahunya, "Eo-mma... " katanya sambil melihat pintu dimana ibunya berada.

Heeseung dengan tulus mengusap lembut punggung Jaeyoon, "Eomma akan baik baik saja... ya.. Baik baik saja. " Sejujurnya, ia sedang mensugesti dirinya sendiri agar tak terlalu khawatir.

Setelah hampir empat puluh menit, suara tangisan bayi terdengar. Heeseung menoleh terkejut.

Tolong, katakan kalau Songyeon dan Sunghoon selamat.

Pintu dibuka setelah beberapa detik, tak perlu menunggu lama untuk Heeseung menerobos masuk.

Songyeon ada disana, berbaring dengan seorang bayi berada di dadanya. Bayi yang masih merah itu menangis, sebab,

detak jantung sang ibu yang menenangkan, tak ia dengar.

"Heeseung-ssi, " panggil Dokter.

Heeseung menoleh, berharap kalau kabar keduanya selamat yang ia dengar.

"Aku minta maaf.. "

Senyum Heeseung pudar, ini tidak mungkin, ini tidak mungkin.

Heeseung menarik kerah sang dokter, melupakan Jaeyoon yang ia gendong, "Katakan kalau ini hanya kebohongan.. " Suaranya memberat.

Dokter menggelengkan kepala, "Ia kehilangan banyak darah, dan tak bisa diselamatkan ketika tim medis akan mengambilkan kantung darah. "

"Eomma!! " Jongseong mendekat, menggoyangkan tangan sang ibu, namun tak kunjung bangun, "Papa, eomma kenapa? Papa, apa eomma tidur? " tanyanya.

Heeseung tak menjawab, menurunkan Jaeyoon di bangsal yang terdapat sang ibu disana.

Sunghoon dibawa tim medis untuk dibersihkan dari darah yang menempel di kulitnya, Heeseung hanya bisa terdiam.

Jaeyoon memegang pipi ibunya yang pucat, "Eo-mma! " Ia menekan-nekan pipinya, "Eo-mma!!! " panggilnya.

Jaeyoon menoleh pada sang Ayah, "Eo-mma, bo-boo?"

Tidak, Heeseung tak sanggup melihat mata Jaeyoon yang bulat dan polos, mengharapkan jawaban darinya.

Tak mendapatkan jawaban, Jaeyoon menatap sang ibu, memainkan wajahnya, "Ngun! Eo-mma, nguun!" Ia berharap sang ibu bangun untuk memeluknya.

Jaeyoon menyerah, ia memeluk ibunya, "Eo-mma... Huweee.."

Dokter menepuk-nepuk bahu Heeseung , "Aku tahu ini berat, tapi pemakaman akan dilakukan sebentar lagi. "

Heeseung tak bisa berkata apa apa lagi, sebelum seorang tim medis memberikannya bayi yang telah dibersihkan itu.

Heeseung tersenyum pedih, mengusap pipi si bayi, "Sunghoonie.. "

Ia semakin tersenyum ketika melihat sebuah titik di hidung Sunghoon, "Hoonie, kamu benar benar mencetak wajah ibumu ya? "

Heeseung mendekati Songyeon yang terbaring, tanpa nyawa. "Songyeon, apa kamu tak mau melihat Sunghoon? Dia sangat tampan, seperti aku ya? "

Satu tangan Heeseung mengusap punggung Jaeyoon, "Jaeyoon, lihat dongsaeng mu. "

Jaeyoon menoleh, bibirnya mengeluarkan suara isakan, "S-saeng? " Ia melihat Sunghoon yang digendong Papanya, "Saeng.. "

Heeseung baru melihat kalau punggung Jongseong bergetar, "Seongie.. "

Jongseong mendongak dengan mata menangis, "Papa, kenapa Eomma ndak bangun? Kenapa Eomma ingin tidul teluth. "

"Seongie, " panggil Heeseung. "Eomma mu ingin beristirahat, Eomma mu sudah lelah, jadi dia akan beristirahat ... Untuk selamanya."

Jongseong menatap bingung, "Telamanya ? E-eomma ndak akan bangun agi? "

Gelengan kepala Heeseung menjadi sebab Jongseong menangis kencang, ia menggoyangkan tangan ibunya, "Huwee....Eomma! Eomma! Ayo bangun! Jongie ingin dipeluk Eomma! Eomma ayo bangun! "

"Mohon maaf mengganggu, tapi Songyeon-ssi akan dikebumikan. "

Heeseung mendekat pada Songyeon, mencium dahinya lama, mencoba untuk tak menangis, "Songyeon, terimakasih telah menghadirkan Sunghoon untuk kami. Beristirahatlah dengan tenang, ya? " bisiknya walau lagi lagi bibirnya bergetar menahan tangis.

"Ndak! Ndak! Eomma!! " Jongseong berteriak memanggil ibunya yang bangsalnya ditarik, Yeonjun yang tengah menggendong Jaeyoon juga menarik Jongseong untuk tidak mengejar sang ibu.

••••

Kini, Heeseung berada di depan sebuah peti, terbaring seorang wanita yang nyawanya telah meninggalkan raganya. Untuk menyelamatkan Putra yang ia kandung.

Yeonjun masih setia menggendong Jaeyoon sebab Heeseung tengah membawa Sunghoon ditangannya, ia mendekat ke peti setelah dipersilahkan.

Jaeyoon menatap bingung kepada semua orang yang nampak sedih, ia menunduk, menatap sang ibu yang terbaring dengan kulit pucat, pakaiannya telah diganti menjadi dress putih yang cantik, seperti wajahnya.

"Eo-mma... ? " Jaeyoon menatap Yeonjun sambil menunjuk sang ibu.

Yeonjun mengangguk, Jaeyoon kembali melihat ibunya. "Ma! Eo-mma! " Jaeyoon menepuk pipi Songyeon, menyuruhnya untuk bangun. Kenapa ia harus berbaring di dalam sebuah kotak?

Bodyguard Heeseung itu menoleh kebelakang, Boss nya terlihat menunduk dan tak ingin melihat mereka. "Jaeyoon, Eomma mu ingin tidur selama-lamanya, Jaeyoon mau mencium Eomma sebelum pergi? "

Jaeyoon mengerti, ia mendekat pada wajah sang ibu, mencium pipi nya lama. "Eomma.. " panggilnya berharap sang ibu akan bangun.

Namun itu tak terjadi.

Yeonjun mundur, Jaeyoon terisak, naluri nya berkata kalau ia tak akan bertemu ibunya lagi.

Sunghoon dibaringkan diatas dada Songyeon, bayi yang belum genap satu hari itu telah kehilangan ibunya. Ia tersenyum, batinnya merasa aman dan nyaman berada di dekat Songyeon.

Tangannya bergerak kecil, menekan dada atas Songyeon. Mungkin, berusaha membangunkan ibunya. Sebab ia ingin direngkuh sang ibu, ia ingin merasakan hangatnya pelukan sang ibu, ia ingin sang ibu menimang nya, ia ingin dimanja juga sebagaimana seorang ibu memanjakan putranya.

Tapi itu tidak akan terjadi, jiwanya telah tenang di alam sana dan tak mungkin kembali.

Sunghoon tiba tiba merengek, bergerak gelisah sebab sang ibu tak kunjung merespon, atau bahkan menyadari kehadirannya.

Heeseung mengepalkan tangan, "Sunghoonie.. " Ini sakit, hatinya merasa sakit. Bayi yang seharusnya merasakan perhatian dan kasih sayang dari ibunya, malah harus merasakan kehilangan.

Dengan tangan bergetar, Heeseung mengangkat Sunghoon dan menggendongnya, Sunghoon langsung menangis kencang, ia tak mau dijauhkan dari ibunya.

Heeseung memeluk Sunghoon, "Hoonie.. Jangan menangis.. Kamu anak laki laki, kamu harus kuat... Ya? "

Namun itu tak menghentikan tangisan Sunghoon, cara apapun yang dilakukan Heeseung akan sia-sia . Ia hanya ingin ditenangkan oleh suara halus sang ibu. Atau minimal, suara detak jantung ibunya yang menenangkan.

Sunghoon diambil alih oleh ibunda Heeseung, berharap tenang didalam gendongannya.

Kini giliran Heeseung.

Sejak awal, bibirnya ia gigit, ia tak boleh menangis, ada tiga Putranya yang juga bersedih, bagaimana ia bisa menangis sementara ketiga anak laki lakinya menangis juga?

Heeseung membenarkan rambut Songyeon yang sempat disentuh Jaeyoon sampai berantakan, ia menatap wajah cantik istrinya yang telah tiada.

"Songyeonie, " Heeseung menarik nafas, "Kamu adalah orang terbaik yang pernah aku kenal. Kamu satu satunya wanita yang menyembuhkan luka hatiku. Tapi kenapa, " Heeseung menghentikan ucapannya, setitik air mata menuruni pipinya, "Kenapa harus secepat ini? Kita belum membesarkan tiga Putra kita, Songyeon. Kenapa kau pergi lebih dulu? "

Heeseung kemudian mencium kening Songyeon, "Gwaenchana, aku tak yakin tapi ... aku akan membesarkan anak anak sendirian. Aku akan membuktikan kalau aku Papa yang hebat. Sekarang, tenang lah disana, aku mencintaimu, Lee Songyeon."

Heeseung mundur beberapa langkah. Peti hendak ditutup.

"EOMMA!!!! " Jongseong berlari dari arah belakang, terlihat HueningKai mengejarnya.

Heeseung sengaja, sebab ia tahu kalau Jongseong tak akan mau melepaskan Songyeon. Namun, Putra sulungnya itu terlanjur menyayangi ibunya sepenuh hati, walaupun bukan ibu kandung nya.

"ANDWAEE! AKU INGIN MEMBANGUNKAN EOMMA!" Jongseong berteriak histeris, tubuhnya dipeluk dan ditahan Heeseung.

"Jongseongie, tenang ... biarkan Eomma beristirahat.." bisik Heeseung.

Jongseong menggeleng, "NDAK! JONGIE NDAK MAU KEHILANGAN EOMMA LAGI! EOMMA HARUS BANGUN! " Ia mencoba lepas dari Heeseung.

Putra Sulung Heeseung itu semakin menangis ketika peti ditutup, ia sungguh tidak ingin kehilangan ibunya untuk yang kedua kalinya.

"Andwae... " Jongseong masih menangis di pelukan Heeseung bahkan saat tanah telah menimbun peti mati berisi ibunya.

Heeseung membalikkan tubuh Jongseong, memeluknya erat, "Seongie anak yang kuat, Seongie anak yang baik, Seongie anak hebat.. Jangan menangis terus hng? Eomma sedang beristirahat, Seongie harus ikhlas. "

Jongseong menggeleng, "Eomma.. hiks. " Hatinya terluka, luka lama saat ditinggalkan ibu kandung nya kembali terbuka. Di usianya yang baru tiga tahun, ia mengalami kehilangan dua kali.

Heeseung mengerti, ia dan Jongseong sama sama baru menyembuhkan luka lamanya dengan kehadiran Songyeon.

Namun takdir ingin bermain main, Songyeon tiada, menambahkan luka yang baru saja sembuh.

"Seongie, hati Papa juga sakit, " lirih Heeseung.

Jongseong kembali terisak, "Ini temua talah Jaeyoon!"

Heeseung menatap terkejut, "Tidak Seongie, ini bukan salah Jaeyoon. Ini sudah takdir. "

Namun, Jongseong tetaplah anak anak yang belum mengenal sekeras apa dunia, ia menggelengkan kepalanya, "Ini talah Jaeyoon! Jongie benci Jaeyoon!"

"ANDWAEE!!! "

Jake terbangun, keringat dingin membasahi tubuhnya, nafasnya memburu.

Mimpi itu, kenangan itu, kembali ia ingat.

Jake menangis dalam diam, mimpi buruk itu lagi-lagi menghantuinya. Hatinya kembali sakit dan merasa bersalah, penyesalan tak berujung memenuhi raganya.

Kalian tahu? Punya otak kelewat cerdas kadang adalah sebuah kesialan.

Karena, memori saat ia berumur satu tahun itu,

Masih utuh dan jelas di ingatannya.


Hai.. Aku-aku nangis 😭 huhu anak anak ku😭😭

I'm sorry, kayaknya aku lebay bgt sampe nangis pas ngetik. I can feel what they feel 😭

Mana tulisannya alay dan flop banget lagi. Hiks.

Jadi, ini dia hal yang membuat Jay agak bermusuhan sama Jake. Jake tahu kenapa Jay benci dia, karena otak kelewat cerdasnya masih bisa ngingat jelas kesalahan yang dia buat dulu.

Baby it's not your fault ╥﹏╥

And, ini yang buat Heeseung punya trauma sama wanita, dia udah dibuat sakit dengan kepergian dua orang yang dia cintai. Karena itu , daripada ngebuat luka lama kebuka lagi, lebih baik mencintai anak anaknya.

Heeseung best daddy ever :( ❤

Ah ya, tentang Mama Jay. Aku nggak berniat buat buka masa lalu lagi, memang kalian mau terus terusan dikasih konflik? Mau cepet tamat book nya?

Mari tamatkan book ini perlahan ❤ aku nggak mau kehilangan book ini dulu. Masih mau ngetik gemes gemesan xixi.

Minggu depan kita bermanis-manis lagi ya.

SEE YOU MINGGU DEPAN HOMIEST! MARI AKHIRI ARC 1 INI DENGAN MENGUCAP, ALHAMDULILLAH.

A lots love,
Imgyumin.

Continue Reading

You'll Also Like

21K 1.7K 68
𝑲𝒆𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒈𝒂𝒌 𝒂𝒃𝒂𝒅𝒊 -adhivano Niki alvariski
10.2K 1.9K 22
¡[ Tak ada yang mengasihi mereka, mereka berjuang melawan diri mereka sendiri. Memimpikan sesuatu yang sangat mustahil. Kasih sayang serta kebahagiaa...
247K 19.5K 30
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Sinopsis : Dark, Cowok tinggi ideal berwajah tampan puca...
70.3K 11.2K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...