Aku di Sini, Se!

بواسطة writerdea

2.3K 861 3.9K

[ Selamat bengek eh- Selamat membaca ] ⚠️❗CERITA INI MENGANDUNG UWU-UWUAN, UNSUR BENGEK NGIK-NGIK, KEKERASAN... المزيد

🎬# PROLOG
🎬# CAST
🎬# OLLUX
🎬# ALANKAA NGAMBEK
🎬#GELISAH
🎬# STOP PACARAN!
🎬# TERCIDUK
🎬# AMBIGU?!
🎬#KELAI TEROS!
🎬#COWOK MANJA
🎬#KONSER BLACKPINK
🎬#SOFFAN KAH BEGITU?
🎬#PUSYING

🎬# BERGELUD

93 34 115
بواسطة writerdea

Part ini Alankaa bakal ngeluarin jurus karatenya 😎

ALANKAA DI MATA ORANG

  ALANKAA DI MATA SEA

— GEMBIRA READING —

"Ini tentang Alankaa."

Mendengar nama cowok itu disebut, Sea semakin ingin tahu apa yang akan dibicarakan oleh gadis yang memiliki gelar most wanted itu.

"Gue tahu dan gue percaya kalau Alankaa suka sama gue, tapi gue merasa ...."

Sea menunggu dengan setia mendengarkan kalimat selanjutnya. Gita sendiri bingung harus memulai dari mana.

Gita melihat ke arah langit, "Gue merasa perasaan Alankaa itu nggak cuma buat gue seorang." Menuturkan kalimat itu membuat dada Gita mendadak sesak.

"Maksud lo Alankaa suka sama yang lain?"

"Ya."

"Siapa?"

"Lo."

Sea berhenti bergerak. Sebentar, otaknya loading. Kesunyian sempat terjadi dan sampai akhirnya Sea kembali membuka suara dengan tawa kecilnya.

Kening Gita berkerut bingung. "Kenapa?"

"Lo jangan ngelantur deh."

"Gue serius."

"Hei, itu nggak benar. Buang jauh-jauh pikiran lo itu, Gita."

"Tapi-"

"Alankaa itu setia. Dia nggak akan menduakan perasaannya. Gue kenal dia, Git. Dan ya, lo cantik, pintar, dan berbakat, nggak mungkin Alankaa bisa oleng ke orang lain ...."

"Apalagi ke gue yang tomboi begini? Nggak mungkin," tambah Sea.

Gita menghembuskan napasnya. "Perasaan dia, hanya dia yang paling mengerti."

Sea tersenyum menatap Gita yang kini telah gundah. Ia menggenggam erat tangan perempuan itu. "Gue dan Alankaa saling menyayangi, tapi hanya sebagai sahabat."

Gita menatap miris Sea, "But, I see more."

"Git, gue sama Alankaa cuma sahabat."

"Fine, gue pegang kata-kata lo."

Jelas, Sea bingung mengapa Gita yang dihadapannya seperti berbeda dari yang ia kenal. Di sini, Sea seperti menjadi orang ketiga.

"Gue boleh minta sesuatu?"

Sea mengangguk dengan ragu.

"Jaga jarak dengan Alankaa, bisa?"

....

Matahari hampir terbenam, OLLUX menyudahi latihan mereka hari ini. Seluruhnya duduk dengan formasi acak di atas lantai yang bersemen. Gadis bernama Sea itu tengah menatap kosong botol minumannya, sampai ia tidak mendengar panggilan Alankaa.

"Sea." Alankaa mendekat pada Sea. "Sea!" Kali ini suaranya lebih keras, tapi Sea tidak kunjung merespon.

"Anjir keserupan!" jerit Woo yang duduk bersebrangan dengan Sea, langsung berlari entah ke mana.

"Sea Alessara Seema!"

"SEA!"

Sea tampak salah tingkah mendengar suara seperti ledakan dari mulut Alankaa. Jantungnya berpacu kuat, melihat kehadiran Alankaa yang sudah berada di dekatnya.

"Kamu kenapa?"

"Hah?" tanya Sea masih dalam setengah sadar. Ia melihat ke sekelilingnya dengan acak.

"Kamu kenapa ngelamun sampai nggak dengerin aku?"

"Em-emang kamu ngomong apa?"

Alankaa memutar bola matanya malas. "Aku ajak kamu latihan bela dirinya sekarang."

"Sekarang?"

Alankaa menggangguk.

Cewek itu melirik ke arah Gita yang tengah membuang wajahnya. Tampak ada ekspresi cemburu dan tidak suka. Alankaa kembali memanggilnya dan membuat Sea menatap kepada cowok itu. Tangan Alankaa terdorong ke depan Sea, menunggu cewek itu menggenggamnya. Namun, apa yang dilakukan Sea berbeda dari ekspetasinya.

"Nanti aja, Kaa." Sea menepis pelan tangan itu.

"Tadi situ yang paling semangat mau bela diri," cibir Alankaa pada akhirnya mendaratkan pantatnya ke lantai, samping Sea.

"Belajar aja, Se. Lumayan loh. Setidaknya lo bisa lawan orang jahat yang mau mencelakai lo," dukung Raka dan diangguki oleh teman-temannya.

"Mumpung ada waktu luang, Se," tambah Alankaa membuat Sea gundah. Sea ingin sekali belajar bela diri sebagai benteng pertahanannya.

Akan tetapi, kata-kata Gita terus memenuhi pikirannya. Jaga jarak dengan Alankaa. "Lain kali aja. Gue lelah. Gu—"

Kalimat Sea terpotong kala Alankaa memeluknya dan menenggalamkan tubuhnya di dalam dekapan itu. Tangan Alankaa terasa sangat erat menahan punggung Sea.

BYUR! Siraman air tumpah tepat di punggung lebar ketua OLLUX itu. Mereka semua terdiam dengan mulut terbuka melihat kejadian secara cepat tadi. Woo menyiramkan air dari ember kecil. Alankaa menoleh ke arah Woo yang tengah terdiam, mengumpat dalam hati.

"Maksud lo apa, anjing?!"

Woo terlihat kelimpungan, "Ma-maaf, Bos."

"Lo ngapain nyiram Bos Lan, Woo?" tanya Bromo bingung.

"Maksud gue bukan ke Bos Lan awal—"

"Ke Sea?!" gertak Alankaa mencengkeram kerah baju Woo. "Maksud lo apa?" Alankaa masih menahan emosinya. Tidak peduli baju dirinya basah kuyup.

"Ta-tadi gue kira Sea kesurupan, mak-makanya gue mau siramin air bi-biar sadar," kata Woo terbata-bata. Sangat menyeramkan melihat tatapan elang Alankaa . Alankaa melepaskan cengkeramannya dengan kasar.

Bromo melempar botol plastik mineralnya tepat kepada kepala Woo. "Stupid lo!"

"Hadeuh," hela Raka dan Dimas mendengar ide bodoh Woo. Mereka lupa otak Woo itu beda dari yang lain.

Jengjeng tertawa melihat ketakutan sepupunya itu. Ternyata otak mereka hampir sama, sangat kecil tapi limited edition. "Woo Martin Anda telah sah menjadi pengikutku!"

"Ngapain jadi pengikut lo. Sesat!"

"Sesat ketemu sesat menjadi ...." Jengjeng menggantungkan ucapannya, menunggu yang lain menjawab. Sementara, mereka sibuk berpikir.

"Musibah?" tanya Dimas menggaruk tengkuknya.

"Bukan."

"Apa?"

"Nyerah?" tanyanya pada semua.

"Iya."

"Gue juga nggak tahu," jawab Jengjeng dengan lugunya dan wajah tanpa dosa. Dengan kesal, semua anggota OLLUX menyerang perut Jengjeng. Menggelitik sang empu. Woo segera menahan kaki Jengjeng agar tidak bergerak, sedangkan dua anggota lain memegang kedua lengan Jengjeng.

Sisanya mulai menggerakkan jemari mereka pada tubuh Jengjeng.

"MAMAK SAYA TIDAK PERAWAN LAGI!"

Kembali pada Alankaa. Ia telah membuka kaos luarnya, hingga tersisa kaos dalam berwara putih saja. Menggeleng-geleng melihat tingkah Jengjeng yang merasa sedang diperkosa oleh cowok-cowok itu.

"Maaf, Kaa," lirih Sea melihat Alankaa yang sudah basah kuyup.

"Untuk?" tanya Alankaa tidak mengerti.

"Kamu jadi basah gini."

Alankaa tersenyum kecil sembari menarik lengan Sea lembut. Tatapan hangat cowok itu membuat Sea tidak bisa berhenti menatap.

"Itu udah tugas aku untuk ngelindungin kamu. Kamu itu sahabat aku, Se. Aku say—"

"Lan, nggak mau pulang aja? Baju dalam lo juga basah kuyup gini, nanti masuk angin," tutur Gita sembari mengeringkan rambut Alankaa dengan lap. Gita sengaja mencela ucapan Alankaa untuk selanjutnya.

Alankaa mengalihkan pandangannya ke sang pacar. "Hm, kayaknya gue mau pulang sekarang."

Alankaa pun mengambil jaket dan tasnya, begitu juga dengan Sea.

"Gue cabut!"

Mereka yang masih sibuk menggelitik Jengjeng langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Oke!"

"Bos cabut, gue cabut dah."

"Gue juga."

"Babay, BosLan, muah!" Jengjeng melayangkan jari yang berbentuk cinta. Semuanya bergidik ngeri.

Mereka cepat-cepat membereskan segalanya, meninggalkan Jengjeng yang sudah acak-acakan.

"WOI TUNGGU AKOH!"

"Males ngadepin orang miskin akal," lontar Dimas dengan nada khas datarnya.

"LARI ADA ORANG GILA!" teriak Woo saat Jengjeng berusaha menggapai kaki dirinya.

"NGACA BUNDAH!"

Alankaa dan teman-temannya mengambil sepeda masing-masing.

"Git, yok!" ajak Bromo. Gita mau menolak, tapi tidak jadi setelah Bromo melanjutkan kata-katanya. "Rumah gue sama lo searah. Gue antar."

Ia hanya pasrah. Lagipula, Gita yakin bahwa Alankaa akan menggonceng Sea, karena rumah mereka hanya bersebrangan. Gita mendekat pada Sea, lebih tepatnya ke telinga cewek itu.

"Bisa kan nggak pake 'aku-kamu' ngomongnya?"

Sea mengerti maksud Gita tadi. Ia hanya mengangguk pelan.

...

Alankaa berdesis pelan melihat pesan dari seseorang.  Belum menyerah juga. Tangannya terkepal kuat, menahan emosi yang muncul. Cowok itu membuang ponselnya ke samping dirinya yang tengah berbaring di kasur king size. Otaknya mulai menjelajahi pikiran, mencari jawaban untuk pesan itu. Di pesan itu terdapat video yang menampilkan jalanan tengah malam yang dipenuhi anak-anak geng. Salah satunya adalah Geng JAVAZOS.

"Katanya geng teladan, tapi nggak pernah tawuran!"

"Katanya geng pemberani, tapi nggak pernah adu jotos!"

"Cuma omongan doang, dasar anak mami!"

"Geng OLLUX anak mami!"

"Geng OLLUX anak mami!"

Begitu seterusnya.

Suara ponsel Alankaa kembali berdering. Kali ini bukan sebuah pesan, tapi sambungan telepon. Di sana tertera nama Skala, si penelepon.

"Gimana?"

"Maksud lo apa, huh?"

"Maksud gue? Thinkin' sendiri."

"Lo kalau punya masalah sama gue, nggak usah bawa-bawa nama geng gue!" gertak Alankaa dengan rahangnya yang sudah mengeras. Senyuman miring tercetak di sana, "Cemen banget lo!"

"Geng lo yang cemen!"

"Punya masalah pribadi kok bawa-bawa pasukan cih."

Sekarang Skala yang menahan emosi. "Oh, jadi lo mau duel sama gue hah?"

"Bisa dicoba," jawab Alankaa dengan nada menantang. Ia punya firasat, Skala akan kalah karena dirinya lebih mampu bela diri.

"Oke. Sekarang. Di samping basecamp JAVAZOS. Gue tunggu."

Alankaa tidak merespon lagi. Ia segera bersiap-siap mengambil jaket dan kunci motornya. Kemudian, langkahnya keluar dari kamar menuju ke lantai bawah.

"Lan, mau ke mana?" Suara itu berasal dari papanya. Siapa lagi kalau bukan Ankaa, yang dulunya adalah cowok yang mempunyai trauma pada cewek.

"Mau pergi sebentar, Pa," jawab Alankaa mengambil tangan Ankaa, lalu mencium lengan Ankaa.

Ankaa melihat jam dinding di sana. "Jam segini?"

"Iya. Alan mau ketemu Skala," jawabnya sembari membuka garasi untuk mengambil motor hitam.

Ankaa mengerti. Ia pun membiarkan Alankaa menemui Skala. Toh Skala adalah anak dari sahabatnya juga, Alexian Mahendra.

"Assalamualaikum mantan pacarnya mama!"

Mata Ankaa terbelalak. "Sembarangan. Mama sama papa kamu nggak pernah pacaran tahu."

Alankaa terkekeh. "Iya, iya, yang langsung dihalalin."

Alankaa pun menghidupkan motornya dan mengecek takut ada yang rusak. Kepalanya menoleh pada Ankaa. Ia tersenyum jahil dan melesat kecupan di pipi kanan papanya.

"Dadah, Papa Ganteng!" Alankaa langsung menancapkan gas sebelum bapak negara mencak-mencak.

"ALANKAA!"

...

Di sebuah bangunan berlantai dua dengan luas tanah yang tidak terlalu panjang, seorang cowok tengah duduk di sana. Ia menatap seseorang yang berada di foto bingkai. Seorang perempuan cantik sedang tersenyum manis sembari memeluk dirinya dari samping. Perempuan itu sekarang hanya tinggal nama. Raganya telah terkubur, dan jiwanya telah pergi.

Suara deruman motor menyadarkan dirinya yang tengah tenggelam dalam kesedihan. Skala segera menaruh kembali bingkai foto itu ke dalam laci. Dari jendela, ia bisa melihat Alankaa telah tiba.

"Berani juga lo. Gue kira bakal kabur." Skala tertawa licik setelahnya.

Alankaa membalas tatapan Skala tidak kalah sengit. "Berani juga lo. Gue kira bakal bawa anak buah."

Kedua cowok itu tidak lanjut berbicara. Mereka membuka jaket dengan logo geng yang berbeda, menyisakan kaos yang mereka pakai. Namun, beda dengan Skala yang juga membuka kaos putihnya itu hingga tercetak jelas tubuh kekarnya.

Sebelum memulai, mereka mengambil ancang-ancang. Tidak perlu menunggu, Skala mulai memberikan pukulan pada tubuh Alankaa. Hal itu berhasil membuat Alankaa terdorong dengan mulut yang sedikit mengeluarkan darah. Namun, Alankaa malah memberikan senyuman meremehkan. Dengan cepat Alankaa mulai mengeluarkan jurus karatenya mulai dari gerakan shuto. Ia menyerang titik lengan dan kaki Skala sangat cepat.

Tidak mau kalah, Skala pun membalasnya memberikan pukulan pada perut Alankaa. Terjadi pertarungan sengit. Dua remaja itu sama-sama tidak mau kalah. Alankaa mengeluarkan teknik Ippo-Ken, yaitu menyerang hidung lawan dengan pukulan kepalan satu jari tajam.

"Shhh ...."

Skala menatap darah di tangannya. Darah itu berasal dari hidung dirinya. Emosinya semakin terpancing. Ia mendorong keras Alankaa sampai terjatuh. Kini tubuh Skala menimpa Alankaa. Alankaa lagi-lagi bisa membalikkan keadaan. Nyatanya sekarang, Alankaa yang menimpa tubuh Skala.

Tangan Alankaa terhenti sendiri kala ingin menghabisi wajah Skala yang sudah tidak karuan.

"Kenapa berhenti huh?! Pukul gue!"

Alankaa menurunkan lengannya sendiri. Ia memejamkan matanya sebentar. "Gue nggak akan nyakitin lo, kalau lo nyerah sekarang."

Skala meludah ke samping, mengeluarkan segumpal darah. "Kenapa? Kasihan sama gue?!"

Bugh! Skala berhasil memberikan bogeman kepada Alankaa yang sedang terlena. Skala menahan sakit di bagian tempurungnya karena sempat terhantam aspal. Bukan Skala Roberts namanya jika menyerah tanpa lawan belum terkapar. Dengan tenaganya, ia keluar dari kurungan Alankaa dan memberikan bogeman pada pipi Alankaa berkali-kali.

"Gue nggak akan nyerah, sebelum lo nyerah!"

"Gue nggak mau nyakitin lo ... karena lo anak dari sahabat papa gue!"

"BULLSHIT!"

Satu tamparan keras berhasil mengarahkan wajah Alankaa ke kiri.

Dua cowok itu berhadapan dengan jarak dekat. Mata yang bisa disebut mata elang itu seperti saling membalas tajam. Tidak peduli dengan anggota tubuh mereka yang linu dan perih. Serang-menyerang terjadi.

"Lo nyelakain perempuan yang gue sayang, brengsek!" Skala berlari dan melompat untuk memberikan pukulan telak.

Melihat itu, Alankaa langsung menyingkir agar tidak mengenai pukulan tersebut.

BUGH!

Deg!

Pukulan Skala memang tidak mengenai Alankaa, tetapi mengenai perempuan yang tadinya di belakang Alankaa. Dua cowok itu mematung seketika. Berharap ini mimpi, tapi ini kenyataan.

— GANTUNG —

NEXT GA?

JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN COMMENT SEBANYAK-BANYAKNYA OKEE

SHARE JUGA KE TEMEN-TEMEN KALIAN 🥰

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

MAHESA بواسطة anotherfavgirl23

أدب المراهقين

3.3M 207K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
My Sexy Neighbor بواسطة F.R

أدب المراهقين

4.3M 97.8K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.7M 73.4K 52
"Jangan deket-deket. Mulut kamu bau neraka-eh, alkohol maksudnya!" Ricardo terkekeh mendengarnya lalu ia mendekatkan wajah mereka hingga terjarak sat...
815K 59.6K 62
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...