3 SOMETHING ABOUT LOVE

By diviana90

112K 14.5K 962

(Cerita sudah lengkap, silahkan follow untuk membaca) ⚠️ WARNING!!!!! 21+ ⚠️ (Cerita ini merupakan CERITA DE... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
⚠️ Bab 19 ⚠️
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
END
DITA X RAGA STORY

Bab 7

3.3K 446 13
By diviana90

Sebelum lanjut, tap VOTE dulu ya

*****

Naura tak menyangka ia butuh waktu lama untuk mempersiapkan dirinya, tapi masa bodoh. Biarkan saja Arga menunggunya. Biar tahu rasa. Naura juga menunggu kabar darinya lama kemarin.

Astaga, Naura... kau dendam?

"Aish. Nggak baik deh menyimpan dendam begini," gerutu Naura pada dirinya sendiri.

Ia sengaja tak memoles lipstick di bibirnya karena kalau Arga tahu Naura berdandan, pria itu bisa saja merasa menang kan? Atau ya minimal Arga akan menyangka Naura tampil oke untuknya. Ha! Mana ada. Wanita berdandan untuk dirinya sendiri.

Tapi masalahnya memang Naura kan tidak mau membuat Arga salah paham. Atau malah dirinya sendiri yang ingin menciptakan kesalahpahaman?

"Tuh kan belum apa-apa udah overthinking," gumam Naura lagi.

Ia memastikan penampilannya sekali lagi. Tersenyum karena merasa dirinya cukup baik, Naura berjalan menuju smoking room dan duduk di depan Arga tanpa aba-aba.

"Udah?" tanya Arga.

Naura menganggukkan kepalanya. Ia menatap meja yang di tempati Arga masih kosong.

"Lo belum pesen makanan?" tanyanya.

Arga mematikan rokoknya kemudian mengangkat botol minum tinggi-tinggi, "Baru pesen air mineral doang. Sengaja, nungguin lo rekomen menu favorit di café ini," katanya.

Naura mendengus, "Nanya sama waitress kan bisa?"

Arga menggeleng, "Beda. Gue lebih pengen nanya sama lo. Bisa aja jadi bahan obrolan buat seharian ini kan?"

Ucapan Arga membuat Naura menggelengkan kepalanya.

"Lo tuh bisa aja ya bikin orang terkejut," kata Naura.

Arga mencondongkan tubuhnya dan berkata, "Gue bisa anggap ini pujian?"

Naura mengedikkan bahunya, "Tergantung bagaimana lo menangkap ucapan gue sih," katanya.

"Ya udah, gue anggap pujian aja," putus Arga. Ia menatap Naura dengan seksama. Gadis itu terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun sebenarnya Arga sempat terdiam melihat Naura berkeringat dan sedikit berantakan. Namun Naura yang rapi begini terlihat cantik juga untuknya. Bahkan tanpa polesan lipstick di bibirnya, Naura terlihat mempesona. Sungguh.

"Jadi menu rekomendasinya adalah?"

"Cireng salju," sahut Naura.

Arga mengerutkan keningnya, "What?" katanya tak percaya.

"Di menu ada pasta, ada Sandwich, Italian food, Turkey food, bahkan Indonesian food tapi dari semua jajaran menu ini... lo rekomendasiin cireng?"

Naura mengangguk dengan percaya diri, "Yang enak bumbunya. Coba dulu, baru lo boleh komen," ucapnya.

"Yah. Oke, gue coba. But... cireng?"

Naura tertawa, "Bentar ya, biar gue bawain dulu," katanya.

****

Arga tidak menyangka kalau rekomendasi Naura ternyata memang benar-benar patut diperhitungkan karena... hey! Bumbunya memang enak. Selain itu, cirengnya juga renyah dan Arga terpaku karenanya. Ia bahkan sampai memesan piring ketiga saking enaknya.

"Nah kan, ketagihan," ucap Naura.

Arga masih sibuk dengan makanannya. Ia menganggukkan kepalanya dengan mulutnya yang penuh dengan makanan namun pria itu sedikit kewalahan karena mengunyah cireng yang masih panas. Astaga. Tidak sabar sekali.

"Serius. Beneran enak," puji Arga untuk kesekian kalinya.

Naura menyodorkan bumbunya ke hadapan Arga, "Ini gue yang racik bumbunya," katanya.

"Sumpah?" tanya Arga tak percaya.

Naura mengangguk, "Butuh percobaan beberapa kali sampe dapet racikan yang pas dan enak begini. Rasanya beda kan dari bumbu cocol lain."

Arga mengacungkan jempolnya, "Padahal Cuma cireng sih tapi bumbunya memang mantep banget. Eh jangan-jangan makanan lain lo juga yang racik?"

"Nggak lah. Ada chef kan di sini. Makanan lain gue cicip aja," kekehnya.

"Lo bisa masak ya?" tanya Arga tiba-tiba.

"Tentu bisa. Dari semua hal yang bisa gue banggakan dari diri gue, nomor satu adalah masakan gue. Bukan gue yang bilang sih, temen-temen gue."

"Jadi penasaran," kata Arga.

"Apaan?" tanya Naura.

"Cobain masakan lo tentu saja," jawab Arga.

Naura mengerjapkan matanya. Kalau Arga mencoba masakannya... sebentar. Ini bagaimana ya cara mengaturnya. Kalau masak, Naura harus ada di dapur kan? Dan tidak mungkin ia memasak di sini demi seorang pria karena tentu saja akan jadi bulan-bulanan satu café. Tapi kalau Naura memasak di rumahnya, itu berarti Arga harus mampir ke rumahnya? Begitu?

Apa-apaan!

"Kapan-kapan gue bawain lo masakan gue kalau gitu," ucap Naura.

Arga menatapnya dengan tatapan yang sulit ia mengerti.

"Gue kira lo mau ngundang gue ke rumah."

Nah kan! Mulai lagi pria-yang-langsung-pada-intinya ini.

"Hmm, rumah gue berantakan. Malu soalnya," dalihnya.

Benar. Rumah Naura memang berantakan. Berantakan dengan isi kenangannya bersama Radhi di sana. Shit. Bisa-bisanya kepikiran pria itu lagi.

"For your information, gue berbakat banget beresin rumah yang berantakan."

Ucapan Arga membuat Naura menatapnya lama. Kalau sudah begini bukankah Naura terjebak dengan omongannya sendiri?

Ah Naura. Kenapa kau bodoh sekali sih?!

****

"Tiga jam itu bisa bersihin café, cari konsumen, bikin laporan keuangan, bahkan sampe ke Bandung loh Naura," kata Dita begitu Naura masuk ke dalam ruangan setelah tiga jam pergi untuk mengobrol bersama pria tadi di smoking area.

Raga ikut-ikutan, dia berdiri dan menatap Naura lalu menggodanya, "Tiga jam bahkan bisa jadi acara akad nikah sampe pengantinnya ganti baju dan siap-siap resepsi."

Naura mencebikkan bibirnya. Menatap kedua temannya dan protes, "Kenapa sih? Nggak bisa banget ya lihat temennya seneng?" katanya.

Dita dan Raga menyorakinya secara bersamaan, "Whoooaaaa..."

"Jadi Naura lagi seneng ya?"

"Ya gimana nggak seneng. Orang yang ditemuinnya aja udah oke gitu."

"Mana mobilnya Range Rover."

"Mana cakep banget lagi. Dia hairy tapi malah Sexy jatohnya."

"Kalau gue jadi lo sih gue nggak mau balik lagi ke ruangan ini. Mending fokus aja prospek dia."

Mendengar godaan-godaan dari temannya membuat Naura melotot dan berteriak, "Kerja nggak?! Kerjaan kalian banyak kan! Ayo kerja! Kita punya deadline!"

Mengerucutkan bibirnya, Dita duduk di tempat duduknya dan mendumel, "Males ah. Jadi bos begitu ya, mengalihkan pembicaraan dengan pekerjaan. Nggak banget."

Sayangnya, orang yang Dita bicarakan malah sedang sibuk dengan ponselnya sekarang. Naura menatap pesan yang masuk ke dalam ponselnya dan tersenyum. Benar-benar tersenyum sampai sudut bibirnya bahkan bisa tersambung ke telinganya. Selebar itu! Naura juga tidak mengerti sih, tapi pesan yang masuk ke dalam ponselnya berasal dari Arga, dan isinya juga luar biasa.

Dear Mbak Naura,

Perkenalkan nama saya Galang Arga Mandala. Saya ingin menghubungi mbak Naura secara pribadi. Mohon maaf, apakah mbak Naura berkenan untuk memberikan saya nomor pribadinya? Mengingat nomor ini hanya dipergunakan untuk keperluan bisnis saja.

Demikian saya sampaikan.

Terima Kasih.

Regards,

G. Arga Mandala.

"Halooo Nawnaw..."

Panggilan dari Dita membuat Naura mengalihkan perhatiannya dari ponselnya. Ia menatap Dita dan Raga bergantian, "Guys, sorry. Tapi... kalian punya nomor baru nggak ya?" tanya Naura tiba-tiba.

"Buat apaan?" tanya Dita.

"Urgent nih," sahut Naura sekenanya. Memang urgent kan? Tidak ada yang lebih mendesak lagi bagi Naura selain menghubungi Arga sekarang.

Raga menghela napas. Ia membuka laci meja untuk meraih sebuah kartu perdana dan menyodorkannya pada Naura, "Adanya tri. Kalau mbak cari simpati, coba gabung ke Malaysia karena di sana menyimpan simpati dan harapan... engkau pastinya tersenyum dengan pengunduran diriku tetapi—"

Bugh!

Sebuah sandal terlempar tepat ke kepala Raga dan membuat pria itu menatap Dita dengan penuh perhitungan.

"Diem nggak lo?!" ancam Dita.

Keduanya lanjut bertengkar sementara Naura—gadis itu tak mempedulikan mereka. Ia malah sibuk dengan kartu perdana yang Raga berikan padanya dan segera mengaktifkannya. Saat ini yang paling penting adalah membalas pesan Arga. Sementara Dita dan Raga... biarkan saja, sepuluh menit lagi juga mereka akan kembali solid seperti biasa.

****

Ini nomor pribadi gue.

Naura membuka pagar rumahnya seraya menatap pesan yang ia kirimkan pada Arga. Belum ada balasan apa-apa dari pria itu. Tapi kemudian Naura melihat pesannya sudah dibaca oleh Arga. Alih-alih membalas pesannya, pria itu malah menelponnya.

Naura menunggu waktu beberapa detik sebelum ia mengangkat telpon Arga. Tepat pada deringan keempat Naura mengangkatnya.

"Halo?" sapa Naura.

"Hai Naw!" sapa Arga balik.

"Lo udah di rumah?" tanya Arga di sebrang sana.

"Hmm... baru sampe nih, baru banget masuk ke rumah," sahut Naura.

"Mau istirahat dulu baru gue telpon lagi atau gimana?"

Naura mengerutkan keningnya. Gerakan tangan kirinya yang sedang melepas kaos kakinya terhenti. Di saat begini biasanya laki-laki akan mengatakan, 'Aku ganggu nggak?' atau 'Aku nelpon kamu jam segini ada yang marah nggak?' begitu kan, tapi Arga malah bertanya tentang kesediaannya menerima telpon darinya. Wow! Satu poin plus tambahan untuknya.

"Nggak apa-apa sih gue bisa ngomong sekarang, sambil rebahan dulu bentar," jawab Naura.

"Kalau gitu gue nggak akan lama deh ngobrolnya. Lo besok kemana?"

Kan. Lagi dan lagi. Bukankah Arga pemilik EO ya? memang dia tidak berbasa-basi kalau bertemu dengan klien nya? Eh lupa, tapi Naura kan bukan klien. Memangnya Naura mau kalau Arga menganggapnya klien nya? Tentu saja tidak!

"Besok ada acara sih di café, sampe sore gue stand by. Kenapa?"

"Padet banget nggak kegiatan besok?" tanya Arga.

"Nggak sih, soalnya gue stand by aja."

"Okay then. Lo mau nggak kalau malemnya jalan sama gue? Gue jemput nanti ke café."

"Jalan kemana?" tanya Naura.

"Kemana aja boleh, kita night drive juga nggak apa-apa. Keliling Asia Afrika misalnya, kalau-kalau lo mau lihat pocong dikafanin seprei."

"Atau kalau lo mau ditanya sama Mbak-mbak yang jualan Thai Tea dua puluh ribu, 'Permisi kakak, boleh minta waktunya? Kita bukan orang jahat kok!' semacam itu."

Naura tertawa, bahkan tawanya lebih pecah saat mendengar candaan Arga yang tak seberapa dibanding candaan Raga yang sebetulnya jauh lebih baik—kadang-kadang. Tapi memang segala tentang Arga berbeda baginya sehingga candaannya saja membuat Naura seperti ini. Dasar gila!

"Lo korban mereka ya Ga?" tanya Naura.

Di sebrang sana Arga tertawa.

"Kalau gitu lo boleh jemput gue di café, jam tujuh aja ya?"

"Wow! Yeay! Thanks ya Naw!" ucap Arga di sebrang sana.

Sorakan Arga atas jawabannya membuat Naura tersenyum. Hey. Dia tidak salah dengar kan? Kalau begini berarti Arga juga tidak sabar kan bertemu dengan Naura?

Ha... apa katanya? Tidak sabar? Naura ini kepedean atau bagaimana ya? 









To Be Continue

******

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 52.3K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
3.5M 33.9K 5
Revan, seorang petugas jaga pintu bis Trans Jakarta tampan yang menyukai salah satu penumpang tetap bisnya. Sedangkan Demetra, gadis galak dan cuek d...
3.7M 39K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
520K 3.6K 2
Jatuh cinta itu mudah. Bagian tersulitnya adalah menemukan orang yang tepat untuk jatuh cinta sepenuhnya. Catatan Cerita ini sudah diterbitkan o...