Dear, KKN

By bluubearies

111K 13.9K 1.2K

Kisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selam... More

CAST - Keanggotaan KKN Desa Weringin
PROLOG - Kuliah Kerja Nyata
O1. Pembagian Kelompok
O2. First Meet
O3. Survei Pertama
O4. Tentang Desa Weringin
O6. Proposal & Dana
O7. Bimbingan Proposal
O8. Survei Kedua
O9. Posko KKN
1O. [ H-3 ] Keberangkatan
11. Keberangkatan KKN
12. Hari Pertama
13. Acara Syukuran
14. [ H-1 ] Penyuluhan Bank Sampah
15. [ D-Day ] Penyuluhan Bank Sampah
16. Musibah Tak Terduga
17. Khawatir
18. Sakit
19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah
20. Penghuni Lama
21. Progker Dulu, Liburan Kemudian
22. Kenangan Manis
23. Huru-hara Bendahara
24. Letupan Bahagia
25. Tom & Jerry
26. Yang Malang
27. Cerita Tentang Hari Ini
28. Tamu Tak Diundang
29. Berita Besar
30. "Lo Juga Cantik."
31. One Step Closer ✨
32. Hari Peresmian Perpustakaan
33. Kembali Pulang
34. Dana Gebyar KKN

O5. Program Kerja

3.7K 575 18
By bluubearies

Di sinilah mereka berada saat ini. Di sebuah tempat makan lesehan yang menyediakan berbagai macam menu bakaran. Letaknya cukup jauh dari Desa Weringin. Kira-kira kalau ditempuh dengan sepeda motor membutuhkan waktu 20 menit. Awalnya mereka ingin mengisi perut sekalian membahas program kerja. Mumpung masih berkumpul seperti ini, kan. Pasalnya kalau bertemu lagi akan susah untuk mencocokkan jadwal.

Sembari menunggu makanan yang mereka pesan datang, sesekali mereka bersenda gurau atau sekedar mengecek ponsel yang belum sempat tersentuh.

"Nanti kalau udah selesai makan, kita bicarain soal progker."

Semuanya menganggukkan kepalanya setuju, "emang mau ambil apaan?" ucap Yusuf penasaran.

"Eett dah, kan Renan udah bilang, nanti. Nanti habis makan. Buru-buru banget," Hilman menyahut dengan tangan yang masih sibuk mengaduk es teh.

"Oh iya, lo udah catetkan apa yang dibilang sama Pak Jepri tadi?" ucap Renan kepada Karin, cowok itu mencoba memastikannya kembali.

Mendengar pertanyaan yang ditunjukkan kepadanya, Karin langsung mengalihkan fokus kepada Renan. Perempuan itu lalu menunjukkan beberapa catatan kecil di bukunya.

‎      ‎    ‎

Hari sudah semakin sore, namun rombongan KKN Desa Weringin masih asyik duduk-duduk santai sembari menikmati jajanan ringan. Renan berdehem pelan, laki-laki itu mencoba untuk menginstrupsi teman-temannya agar mulai fokus pada obrolan selanjutnya.

"Khem, karena udah pada selesai semua. Ada baiknya sekarang kita bahas tentang progker. Gue tadi udah nangkep sih kira-kira kita bakal ambil apa. Kalau misalkan kalian ada yang belum paham atau mungkin lupa, kalian bisa baca ulang catetannya Karin."

Semuanya terdiam, beberapa dari mereka ada yang mengingat-ingat tentang ucapan Pak RT waktu itu, ada juga yang menuruti ucapan Renan dengan membaca ulang catatan milik Karin.

"Di sini Pak Jepri bilang tentang sampah yang sempet kita lihat di persimpangan. Terus sama pendidikan anak-anak. Tapi kita nggak mungkinkan nyekolahin mereka satu-satu?" ucap Jendra melihat satu persatu teman-temannya. Ia tidak yakin dengan ucapannya tersebut.

"Enggak mungkin. Lagi pula mereka nggak mau sekolah kan karena milih buat bantu orangtuanya kerja di sawah," Karin masih ingat saat Pak Jepri bilang hal itu. Entah ia harus bangga karena sikap berbakti anak-anak terhadap orang tuanya atau justru bersedih karena mereka tidak melanjutkan sekolahnya.

"Emang progker wajib sama nggak wajibnya apa aja?"

"Kayaknya progker wajib itu tentang alam deh. Kalau progker nggak wajib itu tentang kegiatan sosial," sahut Sella ragu-ragu.

"Iya bener. Rencananya terkait kegiatan alam gue kepikiran buat program bank sampah. Gimana? Ada yang setuju? Kita bisa rembukin ini sama-sama."

Renan sudah terpikirkan hal tersebut sejak Pak Jepri mengungkit masalah sampah yang masih kurang penanganan. Selain bermanfaat untuk lingkungan, bank sampah ini nantinya juga bisa menambah kas desa. Meskipun tidak banyak tapi uangnya masih bisa digunakan untuk keperluan mendesak.

"Bank sampah itu yang sampahnya didaur ulang, bukan?" Laki-laki dengan kamera di tangannya tersebut masih asing dengan nama bank sampah. Ia juga tidak paham dengan konsep yang akan mereka jalankan jika nantinya jadi melaksanakan progker yang diusulkan Renan.

"Iya, kita bisa menggolongkan sampah jadi dua bagian. Sampah basah dan sampah kering. Sampah basahnya bisa diolah jadi pupuk, sementara sampah keringnya bisa diolah jadi kerajinan tangan atau kayak kaca, kertas, botol itu juga bisa diloakin. Terus duit hasil penjualan itu bisa digunain buat keperluan desa," ucap Jendra menambahkan.

"Bentar, gue masih bingung. Ini kan sampahnya membludak dan baunya nyengat. Terus cara ngatasin itu gimana? Tempatnya juga nggak terlalu luas. Apalagi itu tempatnya di ruang terbuka."

Walaupun Hilman mendengarkan dari tadi, namun laki-laki itu rupanya masih kurang paham. Mungkin maksudnya lebih kepada tindakan yang harus dilakukan pada lahan pembuangan sampah di Desa Weringin.

"Jadi gini, Man. Sampah yang ada di persimpangan jalan bau banget, kan. Sebabnya mungkin karena terlalu lama menumpuk, inget nggak kata Pak Jepri kalau penanganannya terlambat banget. Dan untuk waktu satu bulan itu emang terlalu lama. Nah buat ngurangin baunya kita manfaatin program bank sampah ini. Jadi nanti warga kita arahanin buat misah antara sampah basah dan sampah kering. Sampah basahnya mungkin bisa diolah menjadi pupuk sedangkan sampah keringnya bisa didaur ulang buat kerajinan tangan atau bisa saja dijadikan sebagai biogas. Jadi seenggak sampah-sampah yang kita lihat waktu itu nggak terlalu menumpuk dan menimbulkan bau, gitu," Yesmin membantu Jendra untuk menjelaskan tentang cara kerja bank sampah kepada Hilman. Perempuan itu setidaknya sedikit tau karena sempat menjalankan program tersebut bersama anak karang taruna.

Hilman mengangguk mengerti, sementara Shasha yang sedari tadi hanya menyimak tiba-tiba mengeluarkan suara, "berarti kita butuh dana juga dong buat itu?"

Pertanyaan Shasha yang terdengar seperti sebuah pernyataan sukses membuat semuanya diam. Dari awal berkumpul hingga detik ini, mereka semua belum membahas dana sama sekali. Dari pihak kampus juga sepertinya masih belum mengumumkan soal dana.

"Apa kita tanyain aja ke Pak Jarot?" Talia mengetuk-ngetuk jarinya diatas meja. Mencoba untuk memberikan saran kepada yang lain.

"Kayaknya nggak usah deh. Pendanaan kan datangnya langsung dari Universitas. Pak Jarot cuma bimbingin kita buat proposal plus program selama kkn..."

"...kita nunggu aja dulu di base kampus atau pantengin tuh grup angkatan. Siapa tau bentar lagi bakal diumumin, kan. Bentar gue cek dulu," Seno segera menggulir layar ponselnya. Mengecek base dan grup angkatan karena siapa tau pihak kampus baru saja mengumumkannya.

"Gini deh, kita bahas program kerjanya dulu. Tadi masih bank sampah, kan? Semuanya setuju nggak kalau kita ambil itu? Kalau iya, kita lanjut aja ke program nggak wajibnya tentang kegiatan sosial."

"Yang dibilang Sella bener, gue juga sempet kepikiran buat mendirikan perpustakaan desa. Jadi nanti buku-bukunya kita beli pake dana dari kampus atau bisa juga pake buku pengetahuan sd punya kita, adik, sodara lo nggak kepake."

"Berarti Ren, kalau perpustakaan gitu kita butuh tempatnya. Kira-kira kita bakal pake tempat yang kayak gimana?"

"Mungkin kita bisa tanya dulu Jen ke Pak Lurah kalau kita udah ajuin proposalnya. Kalau memang beneran ada kita bisa pake itu, buat surat peminjamannya nanti gampang lah, ntar gue copy-in dari file organisasi gue."

"Kalau nggak ada?"

"Kita bisa pake balai RW. Lo inget nggak jalan yang mau ke rumah Pak Jepri tadi, yang sebelahnya ada pos ronda. Tepatnya lumayan luas sih dan ada satu ruangan lagi yang kayaknya kosong. Lagian balai RW kan cuma buat rapat-rapat doang. Bolehlah dipakai buat perpustakaan desa..."

"...Kalau kalian setuju selanjutnya kita tinggal bikin proposal sekalian bimbingan ke Pak Jarot."

Renan bisa bernapas lega saat satu persatu dari mereka menyetujui usulannya. Untungnya teman barunya ini bisa diarahkan dan diajak kerjasama dengan baik. Jadi sekalinya mereka bertemu pembahasan tersebut sudah langsung menemukan keputusan bersama. Lagi pula mereka tidak bisa memerlukan banyak waktu, mengingat keberangkatan KKN tinggal sebentar lagi.

Sebagai sekretaris KKN Desa Weringin, Karin memiliki tugas mencatat setiap hasil rapat dan membagikannya kepada yang lain. Jadi setelah selesai merangkum semuanya, perempuan itu segera menyampaikan hasil rapat yang baru saja diputuskan.

"Hasil rapat kali ini ada tiga poin. Yang pertama tentang progker wajib. Kita sudah putuskan untuk mengambil bank sampah, penjelasannya sama persis seperti yang dijelasin Yesmin kalau hasil dari penjualan daur ulang tersebut bisa menambah kas desa atau untuk keperluan mendadak. Yang kedua program tidak wajib, perpustakaan desa. Jadi rencananya kita pinjam salah satu tempat yang sekiranya tidak digunakan untuk dijadikan perpustakaan. Tujuannya agar anak-anak di Desa Weringin bisa belajar secara gratis dan kapan saja. Sedangkan untuk poin yang terakhir, selagi nunggu informasi mengenai dana, kita bisa bikin proposal. Lebih tepatnya gue yang bikin. Tapi kalau kalian bantu juga gapapa," jelas Karin disertai dengan kekehan ringan.

"Oh iya satu lagi..." intruspi Renan saat ia baru ingat ada yang belum disampaikan.

"Tal, gue minta tolong buat lo bikin reng-rengan dana buat dilampirkan di dalam proposal nanti. Lo sanggup, kan? Kalau sekiranya kalian mengalami kesulitan bisa minta bantuan sama gue atau yang lainnya."

"Santai, Ren. Kalau cuma reng-rengan mah gampil."

Ucapan Talia menjadi penutup pertemuan kali ini. Setelah selesai membayar semua makanan, mereka memutuskan untuk langsung pulang menuju kampus. Mengingat hari sudah semakin gelap dan beberapa dari mereka ada yang rumahnya jauh. Apalagi anggota perempuan yang harus pulang sendirian menggunakan motor atau angkutan umum. Itu cukup berbahaya.

‎      ‎    ‎

‎      ‎    ‎
"Ren, kita mau kemana?"

"Pulang."

"Tapi ini bukan arah kampus."

"Rumah lo masih sama, kan?"

"Ma-masih. Tapi, gue bisa pulang sendiri naik bus. Lo nggak perlu repot-repot kayak gini."

"Rumah lo jauh---"

"Ya karena itu mending lo---"

"Nggak baik cewek pulang malem-malem sendirian. Udah, pegangan. Gue mau ngebut."

Benar saja, Renan langsung melajukan motornya jadi semakin cepat. Hawa dingin malam membuatnya sedikit kedinginan. Renan baru ingat kalau perempuan yang ada di boncengannya tidak mengenakan jaket. Apa ia harus melepas jaketnya untuk perempuan itu atau justru membiarkannya?

"Tangan lo masukin ke saku jaket gue. Hawanya dingin, gue nggak mau proposalnya jadi nggak jalan gara-gara lo yang sakit."

‎      ‎    ‎
‎      ‎    ‎

To be continued...

‎      ‎    ‎

***

Stay safe ya gais, jangan lupa minum vitamin. Tetap patuhi protokol kesehatan. Kalau sekiranya nggak punya kepentingan mending tetap di dalam rumah aja. Jauhi kerumunan juga yaa❤️

Salam hangat,

‎      ‎    ‎

Dia.

Continue Reading

You'll Also Like

189K 559 45
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
2.2K 452 18
"Kalau mau nyaingin Elon Musk bukan begini caranya, MI!" Update sesempetnya, Bukan buat yang pengen buru-buru Mengandung bahasa kasar 🫰🏻😸
33.6K 3.9K 33
"Kami datang untuk menyapa alam lepas, lalu pulang untuk mengharumkan nama Universitas." Gunung Lawu, perbatasan Jawa Tengah dan Timur. Start : 16 D...
Ruber 00l By 131

Fanfiction

27.7K 2.9K 60
Sekumpulan mahasiswa semester 4 yang udah nyaman dari maba belajar online dan mager mau cari kosan.Waktu maba mereka udah dapet kosan di sekitar kamp...