Memories

By Puputtherise

54 6 0

Ini kisah ku. Mau baca?. Meski cerita ini begitu rumit. Aku hanya berharap agar selama kata demi kata terus t... More

Prolog

MONsterDAY!!

24 3 0
By Puputtherise

Hari Senin selalu menjadi hari yang melelahkan. Pagi-pagi saat semua orang masih menguap dan masih ingin bersembunyi di balik selimut serta berkutat dengan mimpi, Aleta harus mengikuti praktikum analisis yang sungguh menguras tenaganya pagi ini. Praktikum seperti salah satu kewajiban seorang mahasiswa teknik di kampus ini, mau tidak mau Aleta harus merelakan dan harus tetap setia mengikuti kegiatan yang membuatnya benar-benar tak rela harus bangun. Di tambah mimpi yang terasa sangat indah harus lenyap akibat cahaya matahari yang menembus tirai di kamar nya, membuat nya semakin terpaksa membuka mata.
MONsterDAY!! 
Saat melihat jam, Aleta pun langsung terseok-seok mengambil handuk, lalu berjalan ke kamar mandi. Setelah beberapa menit gadis cantik itu pun telah siap dengan jas lab putih lengan panjang yang lebih sering ia gulung setengah serta semua atribut lengkap yang diwajibkan dibawa saat praktikum. Terakhir, tas biru tua pun telah dengan cantik tergantung di punggungnya. Baru beberapa langkah keluar kamar Aleta kembali ke dalam kamar, parfume.

Aleta memang bukan gadis yang sangat memperhatikan penampilan atau terkesan cuek, tetapi menyemprotkan parfume di jam terakhir praktikum adalah hal wajib. sebab tubuhnya akan ter kontaminasi aroma zat zat yang tidak sedap dihirup. Lalu ia pun berlari menuruni anak tangga dan mengambil sandwich yang telah disiapkan adiknya dan kembali berlari menuju pintu keluar.

"KAK!" Ara yang sedang melahap sandwich buatannya sendiri membulatkan matanya ketika kakaknya itu seperti orang terburu buru melihat setan.

"Kakak telat, kakak telat."

"Kakak jadi kan jemput Ara??" teriak Ara.

"Jadi!"

"Jangan telat ya!!"

"Oke sistaaa!"

Ara menggidikan bahunya ketika kakaknya sudah bersikap alay seperti itu.

***

Ilham melajukan mobil keluar dari garasi rumah, kuliah pagi adalah perjuangan yang berat bagi seseorang seperti Ilham. Mata kuliah yang punya bobot satu sks itu membuatnya berusaha sekuat tenaga untuk bangun pagi. Terlebih sang papa yang sering kali protes karena aktivitas yang dia ikuti sering dianggap mengganggu perkuliahan, padahal seni adalah bagian dari hidupnya. Papa nya selalu menganggap Ilham membuang waktu yang sia-sia, padahal Ilham termasuk mahasiswa dengan IPK tertinggi di kelasnya. Ilham satu diantara ribuan mahasiswa Universitas Merdeka yang paling populer karena ia mahasiswa yang paling kritis. Ilham sangat mudah untuk dikenali hampir di setiap sudut kampus karena sifatnya yang begitu dingin dan tidak banyak bicara.

Dengan sigap Ilham mengambil buku dan tas yang ada di jok mobil samping sesaat setelah dia berhasil memarkirkan mobilnya, ia membuka pintu mobil dan memencet tombol kunci sambil terus bergumam pada dirinya sendiri.

"Kok bisa sih gue telat? Padahal tadi kayanya udah bangun pagi deh." Ilham agak berlari sedikit menyusuri jalan kampus sambil sesekali menerima sapaan kawan-kawan yang memberikan lambaian salam hangat buatnya, itu sudah menjadi kebiasaan jika sedang berada di kampus atau bahkan ketika sedang asyik nongkrong di cafe langganan nya, dan yang Ilham lakukan hanyalah memberi mereka dengan satu buah senyum.

Di depan lift kampus sesekali dia membuka buku memeriksa apakah ada yang tertinggal atau malah ada yang kurang?. Sampai saat pintu lift terbuka matanya terinterupsi oleh sosok gadis cantik berambut panjang yang memakai jas berwarna putih berdiri di depan lift, gadis dengan kemeja krem kotak-kotak dan celana jeans biru se irama juga terkejut melihat Ilham ada di depan lift. Gadis itu segera menarik lengan ilham menjauhi lift.

"Ehh..ehh.. ehh." Ilham yang merasa terseret-seret mencoba menahan langkah kakinya.

"Al!" nada keras Ilham berhasil membuat langkah mereka berdua berhenti di koridor.

Aleta memutar kedua bola matanya "Lab kebakaran." Ilham terkejut mendengar perkataan Aleta.

"Gak baca line angkatan?" Ilham menggeleng "Oh iya, aku lupa, kamu kan alergi sama sosial media."

"Terus?" tanya Ilham penasaran. Namun sama sekali tidak dapat jawaban.

"Mau kemana?" tanya ilham masih dengan polos, wajah polosnya sama sekali tidak mengurangi itikat Ilham sebagai manusia paling tampan di kampus.

"Aku sih mau menyelamatkan diri, lagian kamu ngapain sih ke lantai lima? Bukannya kelas fakultas seni di depan?"

"Aku mau ambil buku absen dulu, di tata usaha." ruang tata usaha yang berada di lantai lima membuat Ilham harus mengambil absen sebelum ia memasuki kelas.

"Emang kebakarannya separah itu?" Ilham melepas genggaman tangan Al, kemudian menuju koridor A yang sama sekali tidak beratap, kepalanya ia dengakkan ke atas untuk melihat apakah ada asap kebakaran seperti yang Aleta bilang.

Tidak ada.

"Ham, mendingan anter aku makan di kantin, mau gak?" ajak Aleta.

Aleta satu satunya teman yang Ilham punya, bukan berarti Ilham tidak punya teman, namun dirinya sangat tertutup dengan yang lain, saat berteman dengan Aleta, Ilham merasa hanya Aleta yang mampu memahami sifat dinginnya itu. Belum lagi ketika Aleta tahu bahwa Ilham adalah manusia serba berkecukupan, ia bukan seperti teman teman wanita yang lainnya, mengharapkan sesuatu ketika berteman dengan Ilham, berharap Ilham membalas cintanya. misalnya. Ahhh.. sungguh menyebalkan Ilham harus setiap hari melihat teman teman wanitanya yang berpoles wajah palsu dengan dempul bedak di wajahnya.

"Aku ada kelas."

"Ya Tuhan.. Gak percaya banget sama aku, gitu? Yaudah sana ke lantai lima! Aku mau ke kantin lapar! Bersyukur hari ini gak jadi praktikum."

Ucapan Aleta yang menurutnya begitu panjang membuat Ilham tetap melangkahkan kakinya ke arah lift.

"Ham!!" Aleta berhasil kembali meraih lengan tangan ilham "Gak usah ke lantai lima, di bilangin gak percaya banget sih!"

Mata tajam Ilham mengintimidasi Aleta, bukan sekali ia berbohong agar Ilham tidak masuk kelas hanya karena untuk menemaninya makan di kantin. Setelah Pintu lift terbuka pria dengan kulit putih dengan batang hidung yang mancung itu tetap masuk ke dalam meninggalkan Aleta sendirian di luar lift.

Pintu lift kembali tertutup membawa Ilham naik ke lantai lima.

"Sebenarnya Ilham itu manusia apa mumi sih? Kok gak ngerti sama bahasa manusia," oceh Aleta sendirian.

***

"Sayang, aku hamil." wajah Saga begitu kaget mendengar perkataan yang keluar dari kekasih cantiknya Erina.

"Hahaha." Gadis dengan rok jeans selutut yang sekarang tengah merangkul Saga penuh mesra itu merasa senang melihat wajah pacarnya hampir pucat pasi . Saga menghembuskan nafas beratnya, tahu bahwa ia sedang di goda.

"Bukan sama aku kan?" tanyanya dengan polos, lagi lagi Erin tertawa

"Ya sama kamu lah sayang, kita melakukan itu, di hotel kan?" Lama lama Saga menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa kampus yang sedang membaca buku di sudut taman perpustakaan, di situ lah mereka sekarang.

Saga melepas rangkulan Erin, ia mulai risih.

"Ya ampun, kan bercanda sayang." wajah Erin mulai ia tekuk, wajahnya yang muram sama sekali tidak menghapus fakta bahwa Erin adalah primadona di Kampus Indesco.

"Aku pusing, mau rapat. Ke kantin yuk!" ajak Saga tanpa menanggapi candaan Erin.

"Ke Cafe kopi depan kampus aja gimana?" tawar Erin. baginya kantin kampus sama sekali tidak membuatnya nyaman. Belum lagi banyak mahasiswa kalangan bawah yang di anggap Erin sungguh mengganggu.

Saga melirik arloji bermerek yang menempel pada tangan kanannya "Tapi bentar lagi aku rapat, sayang."

Wajah cantik Erin kembali ia tekuk "Ayolah, sayang. Apa enaknya sih kantin?" sambil terus merayu Saga, akhirnya Saga luluh juga. Mereka menuju cafe kopi yang Erin maksud.

Baru saja pasangan populer itu menuju parkiran mobil, Saga di tarik seorang wanita berpostur pendek dengan pakaian serba jeans.

Gadis itu mengetuk ngetuk jam tangan biru muda yang melingkar pada tangannya sendiri "Setengah jam lagi rapat," katanya sambil sedikit melirik tidak suka pada wanita yang berada di samping Saga.

"Iya tau, cuma ke depan doang Li," ucap Saga.

"Kedepan mana? Ha?" Gadis superaktif itu akan terus melarang Saga jika ia tahu Saga akan pergi bersama wanita sok cantik di sebelahnya. Padahal Erina memang cantik, tapi bagi gadis kecil bernama Adelia itu, cantik bukan sebagai tolak ukur pribadi yang baik.

"Gue butuh minum yang fresh. Kedai kopi depan doang. Elahh." kata Saga lagi.

"Di kantin kan ada. Gak perlu nyetir nyetir mobil lo, Bang! Sayang bensinnya tau! Bensin tuh mahal!" perkataan Adelia membuat Erina geram di buatnya.

"Heh! ya ampun. Please ya! Cuma kedepan doang lo gak usah lebay!"

"Apa sih? Gue kan lagi ngobrol sama Bang Saga." dengan wajah menyebalkannya ia mencoba memancing emosi Erina semakin naik.

"Bang Saga, Bang Saga! Lo pikir pacar gue abang abang tukang bakso!"

"Ih ya ampun, Bang!" Adelia yang biasa di panggil Lia itu memasang wajah yang tiba tiba sedih "Gue murni loh manggil lo dengan sebutan Abang, kok pacar lo tega sih bilang lo abang abang tukang bakso??"

Erina semakin ingin menghabisi anak kecil yang sekarang telah mengganggunya "Heh!--"

"Udah! udah!" Kepala Saga sungguh ingin pecah sekarang mendengar perdebatan mereka berdua, dari dulu Lia selalu saja mencari gara gara bersama Erina, dan mereka tidak akan berhenti sampai Saga sendiri yang melerainya.

Saga mengusap wajahnya dengan kasar "Gue mau langsung ke ruang rapat aja!" Saga menjauh dari dua gadis yang membuatnya bertambah sakit kepala.

Adelia tersenyum penuh kemenangan hari ini, ia mengikuti langkah kaki Saga sambil menoleh ke arah Erina, memberi salam jari tengah untuknya.

Its a bad day! Bagi Erina.

***

Setelah mutasi dari kampus, jarak menuju kosan Aleta melar sampai 30 menit perjalanan, Aleta dan adiknya yang berasal dari Bandung sama sama di terima kuliah di Jakarta. Dengan kampus yang berbeda membuat Aleta harus mengantar adiknya kemana mana. Aleta sudah lebih dulu tahu tentang kota Jakarta ketimbang adiknya.

Hari ini Jakarta macet banget membuat Ilham lesu memegang kendali mobilnya. belum lagi jalanan yang sangat tidak bersahabat dengan pengendara motor berubah menjadi jalan amburadul dipenuhi kendaraan-kendaraan roda dua yang terus membuat Ilham harus menginjak rem beberapa kali. Hari yang menjengkelkan!

"Ham" Aleta mendapat informasi dari sosial medianya bahwa hari ini ada pawai di depan bundaran HI, pantas saja jalanan seramai ini.

"Ada pawai. pantas macet banget ya."

"Pawai apaan?"

"Gak tau nih, mau ke sana?" ledek Aleta, padahal gadis itu sudah tahu bahwa Ilham akan menolaknya mentah mentah.

"Kamu aja, Aku turunin di sana mau?"

"Dih, jahat."

Aleta mengedarkan pandangan ke depan jalanan yang sekarang macet total, mobil Ilham lambat jalan merayap "Ham, gak ada niatan gitu, pakai whatsapp?" Salah satu aplikasi yang sudah hampir 90% orang Indonesia pakai menjadi bahan obrolan Aleta hari ini.

Kalian akan menganggap bahwa Ilham lahir dari manusia purba yang sampai saat ini sama sekali tidak menggunakan media sosial mana pun. Padahal Aleta sudah berkali kali mengatakan bahwa hidup di jaman sekarang sudah sangat penting berteman dengan era digital yang semakin canggih. Percayalah sampai saat ini Aleta masih harus kesal karena komunikasinya dengan Ilham hanya sebatas lewat SMS.

Memang ada sebagian orang yang sangat anti dengan media sosial yang kadang dapat merubah suasana hati seseorang, tapi bukan berarti tidak penting, apalagi Ilham salah satu mahasiswa berprestasi, gak lucu kan kalau tiba-tiba ada informasi di grup sosial media kalau Ilham dapat piala organisasi atau menang undian, tapi yang punya piala atau uangnya gak tau info apa apa.

"Enggak," jawab ilham dengan mudahnya.

"Kenapa sih?" Ilham akan menjawab pertanyaan Aleta jika di anggapnya penting.

Mumpung jalanan sedang macet, Ilham mengambil ponselnya kemudian menekan tombol memanggil seseorang. Aleta memperhatikan Ilham yang duduk di sampingnya dengan tangan kanan menempelkan ponsel di telinga kanannya.

"Hallo, pulang jam berapa? Jalanan macet. Nanti putar arah aja."

***

"Iya." Saga menutup ponselnya dengan malas, tiba tiba wajah mungil sudah berada tepat di hadapannya sambil menopang dagu dengan kedua tangannya.

"Kakak ganteng gue telepon ya, Bang?"

Saga mendecak, hari ini Saga merasa moodnya buruk, tapi sepertinya memang hampir setiap hari adalah mood yang buruk bagi Saga, apalagi dirinya adalah ketua Senat mahasiswa psikologi yang terpilih begitu saja. Pekerjaan yang melelahkan, harus rapat hampir setiap minggu membuat mood Saga kadang lebih sering memburuk.

Adelia mengedipkan matanya berkali kali sambil menatap Saga. Adelia adalah mahasiswi aktif lainnya yang terpilih menjadi dokumentasi Saga, setiap moment rapat akan Adelia abadikan lewat camera SLR yang terus menggantung di lehernya semakin menambah kesan manis pada gadis itu.

"Kakak ganteng gue perhatian banget sih sama lo, gue jadi lapar," katanya tidak nyambung.

Saga kembali menghembuskan nafasnya yang berat "Cepetan ah, mana sih? Jadi rapat gak sih??" sudah setengah jam yang lalu dirinya di ruang rapat namun belum ada mahasiswa lain yang tiba.

"Makan kacang rebus enak ya Bang, beli yok!" Lia mengabaikan ucapan Saga yang sudah merasa bosan setengah mati.

"Gak," tolaknya mentah mentah.

"Gue minta uang dong, pengen kacang rebusnya Mpok Siti noh! Di kantin, Bang! Laper!"

"Yaudah sana."

"Minta uang kek!" Saga mengeluarkan dompet berwarna hitam dari saku celananya, ia mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah untuk diberikan pada Lia, bagi Saga, Adelia adalah adik tingkat yang menyenangkan meski sering membuatnya pusing tujuh keliling namun tanpa Lia hidup Saga mungkin tidak akan hidup.

***

"Siapa?" tanya Aleta pada Ilham setelah pemuda itu menutup panggilannya.

"Saga."

"Siapa Saga?"

"Adik." mata Aleta berbinar.

"Mana liat?" Ilham menoleh sesaat melihat Aleta yang sedang sumringah mendengar kata 'adik'.

"Liat apa?" tanya Ilham.

"Saga."

"Di rumah."

Aleta menarik napasnya dalam dalam dan menghembuskannya kencang kencang "Gak ada foto gitu??" mengapa Ilham sepolos itu. Benar benar menguji kesabarannya.

"Ada."

"Liaaat Ham, liaatt." Aleta menyentuh pergelangan tangan Ilham yang sedang mengemudi.

"Apa sih?" kata Ilham mulai terganggu.

"Liat! Liat Sagaaa! Liaatt!"

"Liat apa sih?" masih berusaha agar fokusnya tidak hilang kendali Ilham kembali mengeluarkan ponselnya, memberinya pada Aleta yang masih terus merengek sampai ia berhasil melihat Saga, adiknya Ilham.

Aleta menerima ponsel Ilham menekan tombol lockscreen, bola matanya membesar ketika melihat wallpaper Ilham bersama seorang pria tampan dan wanita cantik di samping kanannya.

"Ini Saga??" tebak Aleta.

"Iya."

"Ini?" tanya Aleta yang sebenarnya yakin itu adalah mama mereka berdua.

"Mama."

"Papa?" tanya Aleta.

"Gak punya" jawab Ilham dengan nada sumbang.

"Gak punya foto berempat?" tanya Aleta lagi, Ilham hanya menggeleng. Aleta kembali memperhatikan Saga, tidak bisa di pungkiri keduanya sama sama punya pesona yang rupawan. Pantas banyak sekali yang mendekati Ilham, apalagi adiknya Saga, pasti tak kalah populer dengan Ilham.

"Kuliah di mana Ham?" Aleta semakin ingin tahu tentang Saga.

"Indesco."

"Wuih! Jurusan apa?"

"Psikolog."

"Wahh!" lagi lagi Aleta terpesona "Aku jodohin ah sama adik aku," tawanya seketika terpancar lebar.

"Ara?" tanya Ilham tiba tiba.

"Kok tau??"

"Kan kamu pernah cerita."

"Masa sih? Iya iya Ara, jodohin ya Ham haha," katanya lagi penuh semangat.

"Udah punya cewek," perkataan Ilham membuat tawa Aleta hilang bak di sambar petir.

"Saga udah punya cewek?"

"Udah."

Aleta kembali menimbang nimbang sesuatu, pikirannya melayang ntah ke mana "Gapapa lah, selama janur kuning belum melengkung, boleh kan Ham? Haha."

Ilham menggeleng gelengkan kepalanya, mengakui bahwa Aleta memang wanita yang unik. 

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 189K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...
674K 18.8K 54
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
907K 83.3K 31
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...
2.5M 186K 64
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...