Dear, KKN

By bluubearies

122K 14.4K 1.3K

Kisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selam... More

CAST - Keanggotaan KKN Desa Weringin
PROLOG - Kuliah Kerja Nyata
O1. Pembagian Kelompok
O2. First Meet
O3. Survei Pertama
O5. Program Kerja
O6. Proposal & Dana
O7. Bimbingan Proposal
O8. Survei Kedua
O9. Posko KKN
1O. [ H-3 ] Keberangkatan
11. Keberangkatan KKN
12. Hari Pertama
13. Acara Syukuran
14. [ H-1 ] Penyuluhan Bank Sampah
15. [ D-Day ] Penyuluhan Bank Sampah
16. Musibah Tak Terduga
17. Khawatir
18. Sakit
19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah
20. Penghuni Lama
21. Progker Dulu, Liburan Kemudian
22. Kenangan Manis
23. Huru-hara Bendahara
24. Letupan Bahagia
25. Tom & Jerry
26. Yang Malang
27. Cerita Tentang Hari Ini
28. Tamu Tak Diundang
29. Berita Besar
30. "Lo Juga Cantik."
31. One Step Closer ✨
32. Hari Peresmian Perpustakaan
33. Kembali Pulang
34. Dana Gebyar KKN

O4. Tentang Desa Weringin

4.4K 626 33
By bluubearies

Berhenti di sebuah warung salah satu rumah warga, Jendra dan kawan-kawan memutuskan untuk membeli beberapa botol minuman untuk melepas dahaga. Mengingat selama perjalanan mereka semua tidak mengistirahatkan diri untuk sekedar melepas penat.

Tadi sewaktu mereka melewati gapura yang bertuliskan 'Selamat Datang Di Desa Weringin' seketika membuat banyak pemikiran muncul di kepala mereka. Mulai dari akses jalan yang masih sempit sehingga hanya sepeda motor saja yang bisa masuk--untungnya Jendra sempat menyarankan untuk tidak membawa mobil. Hingga penerang yang terdapat pada setiap sisi jalan.

Jika pemukiman pada umumnya sudah memiliki lampu sebagai penerangan, berbeda sekali dengan tempat yang saat ini sedang mereka tuju. Di sepanjang sisi jalan justru banyak sekali obor bekas pakai. Kemungkinan besar obor tersebut digunakan sebagai sarana penerangan. Itu artinya desa ini masih jauh tertinggal.

"Permisi, Bu. Kita jadi ambil airnya 11 botol. Harganya berapa?"

"Tiga puluh tiga ribu, nak totalnya."

"Ini, Bu." Jendra menyerahkan satu lembar uang 50.000 dari dalam dompetnya.

"Ini kembalianya tujuh belas ribu yaa. Oh iya, ini kalian asalnya dari mana? Soalnya kalau ibu lihat-lihat kalian bukan berasal dari daerah sekitaran sini."

Saat ini yang bertugas untuk membeli minuman hanya Jendra dan Yesmin, sementara yang lain menunggu di tepian jalan dekat pohon rindang. Katanya biar sekalian istirahat.

"Iya, Bu. Kita memang bukan dari sini. Kita dari kota. Rencananya kita ke desa ini untuk survei lokasi," sahut Yesmin dengan seulas senyum di bibirnya.

"Survei apa ya?"

"Kkn, Bu."

"Oh, mahasiswa dari kota itu? Kemarin-kemarin sempat heboh di sini, katanya bakal ada anak KKN. Ibu pikir itu berita bohongan. Ternyata memang beneran ada. Soalnya bukan apa-apa, Nak. Dulu sempat ada berita anak KKN begini. Tapi ternyata nggak jadi. Jarang-jarang desa ini dijadikan sebagai lokasi KKN."

"Hehe, iya. Kita memang rencananya tidak bertemu lebih dulu dengan Pak Lurah. Niatnya mau nanya-nanya langsung sama warga sekitar."

"Kalau begitu kalian bisa tanya-tanya sama suami ibu dulu..." tawar pemilik warung yang baru diketahui bernama Ibu Mawar.

"...ayo sini masuk, sekalian ajak temen-temennya."

Mendengar penawaran dari Ibu Mawar membuat Yesmin yang berdiri di samping Jendra meminta ijin untuk menghampiri yang lain.

Dengan membawa beberapa botol minuman di tangannya, Yesmin menghampiri mereka dan segera mengatakan kalau saat ini sudah ada warga yang bersedia ditanyai lebih lanjut tentang keadaan Desa Weringin. Mereka semua tentu saja senang, ini seperti sekali dayung dua pulau terlampaui, membeli minum dapat sekalian juga warganya.

‎      ‎    ‎

Di dalam ruang tamu yang berukuran tidak lebih besar dari 4x6 m telah berkumpul sebelas mahasiswa dan pemilik rumah. Renan selaku ketua KKN berinisiatif untuk membuka perbincangan kali ini.

"Bu, sebelumnya kami ingin meluruskan terlebih dahulu maksud kedatangan kami ke sini yaitu untuk survei lokasi kegiatan wajib kampus, KKN. Sebelum kita menghadap ke Pak Lurah, kita berniat untuk menanyakan sebagian besar tentang keadaan, kekurangan atau sekiranya yang ingin desa ini capai kepada warga sekitar. Dan kebetulan sekali Ibu berkenan untuk kami tanyai lebih lanjut tentang desa ini," jelas Renan. Sementara yang lain menyimak dengan tenang.

"Kebetulan suami ibu di sini itu ketua RT. Jadi lebih enak kalau kalian bicara sama beliau."

"Wahh, kebetulan sekali kalau begitu," Seno berseru senang dan diangguki oleh yang lain.

"Tapi suami saya sedang tidak ada di rumah. Lagi ke sawah, palingan sebentar lagi juga pulang. Kalian bisa tunggu di sini sekalian istirahat..."

"...Oh iya ini dimakan. Maaf, karena adanya ini. Ayok, jangan sungkan-sungkan," Bu Mawar menyodorkan beberapa kue yang sudah ia letakkan di atas piring.

"Iya Bu, nanti akan kita makan. Sebelumnya terimakasih karena sudah diberi kesempatan seperti ini."

"Sama-sama, selagi menunggu suami saya pulang. Ibu tinggal dulu ke dalam ya. Kalau ada apa-apa kalian tinggal panggil ibu aja."

Sepeninggalan Bu Mawar, Hilman dan Shasha segera mengambil beberapa potong kue yang sudah menggoda keduanya sedari tadi. Tanpa rasa sungkan mereka membawa makanan tersebut menjadi semakin dekat. Jendra yang melihat tingkah mereka hanya menggelengkan kepalanya. Sementara Jev yang tidak ingin kehilangan momen segera mengambil kamera untuk memotret momen yang terjadi saat ini.

"Jev, nggak usah foto-foto dong!" kesal Shasha saat flash dari kamera milik Jev berkilat ketika ia sedang menganga.

"Anjirr, lucu tau, Sha. Ntar kalau udah selesai KKN bakal gue bikinin buku kenang-kenangan."

"Ya tapi nggak pas gue mangap juga!"

"Gapapa kali, Sha. Kapan lagi kan lo foto mangap begini."

"Gue mau liat," Sella berseru dengan semangat.

"Nih. Jangan diapus. Awas aja kalau diapus."

Sella melihat dengan Seno yang ada di sebelahnya. Ternyata bidikan Jev cukup bagus untuk ukuran mahasiswa yang bukan berasal dari bidangnya. Sella juga tanpa sengaja berseru wow waktu melihat beberapa foto yang lewat, "lo jadi sie dokumentasi kayaknya cocok deh. Jepretan lo bagus semua."

"Mumpung ada kameranya juga kan," sahut Yusuf setelah meneguk minumannya.

"Iya. Jadi kita nggak perlu nyewa kamera buat dokumentasi biar pengeluarannya nggak banyak juga," kini gantian Talia yang menimpali. Rupanya perempuan itu memikirkan tentang perduitan. Makhlum kan saja, jiwa bendaharanya sedang bergejolak.

"Padahal bisa pake hp."

Yang dibicarakan justru tidak menggubris ucapan teman-temannya, ia malah mencari signal yang tidak tau kenapa tiba-tiba menghilang, "nggak ada signal anjir!"

"Wajar, kan daerah pegun--" ucapan Yusuf terpotong saat ada sosok pria yang kira-kira berusia 40 tahunan masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," ucap mereka serempak sembari beranjak dari duduknya.

"Eh ada tamu. Cari siapa ya?"

Mereka menyalami Pak Jepri satu persatu, "kami ingin bertemu sama Bapak, tadi juga sudah memberitahu maksud kedatangan kami ke Bu Mawar," Jendra tersenyum simpul.

"Bapak sudah pulang? Ini ada teman mahasiswa mau survei lokasi ke desa kita. Kebetulan tadi ibu sempet ngobrol dikit-dikit, dan ibu saranin buat ngobrol sama bapak langsung," ucap Bu Mawar setelah datang dari arah dapur. Berniat memberitahukan kepada suaminya.

Pak Jepri tersenyum sembari menyuruh mereka semua untuk kembali duduk. Sementara Bu Mawar yang berdiri tak jauh dari suaminya segera berlalu setelah berhasil mengambil topi dan rantang yang sedari tadi suaminya bawa.

"Hmm, mungkin kita langsung aja ya, Pak--"

"Pak Jepri. Nama saya Jepri."

"Iya Pak Jepri, niatnya kita ingin survei lokasi KKN ke desa ini. Kita mau menanyakan, kira-kira apa yang kurang dari Desa Weringin?"

"Banyak kurangnya mas. Desa ini termasuk ke dalam desa yang sangat membutuhkan bantuan pemerintah. Dulu sempat ada beberapa penyuluhan,  tapi yang namanya warga yang pendidikannya cuma tamatan SD jadi ya susah buat nerapinnya."

Renan melirik Jendra yang tak jauh darinya. Laki-laki itu mempersilahkan Jendra untuk menanyakan beberapa hal. Sementara Jendra yang tau maksud Renan segera mengangguk tanda mengerti.

"Kalau boleh tau, tadi di persimpangan yang ada di ujung jalan sana ada tempat pembuangan sampah dan mohon maaf, itu baunya cukup menganggu," Jendra berucap dengan sedikit canggung, pasalnya laki-laki itu takut menyinggung perasaan Pak Jepri.

"Hahaha, tempat itu awalnya milik salah satu warga yang lahannya menganggur. Orangnya juga nggak masalah kalau lahannya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Hanya saja, warga taunya cuma membuang dan akhirnya dibiarkan menumpuk sampai baunya kemana-mana. Kita selaku pengurus dusun sudah membicarakan itu ke Pak Lurah, tapi sampai detik ini masih belum ada kejelasan," Pak Jefri menghembuskan nafasnya berat. Menandakan kalau beliau juga cukup risau dengan adanya masalah tersebut.

"Rin, Karin catet, buat bahan pertimbangan," Renan yang duduk di sebelahnya berbisik, menyadarkan perempuan itu karena terlalu hanyut dalam pembicaraan. Karin yang tersadar pun segera mengiyakan perintah Renan dan mengambil buku dari dalam tasnya.

"Saya juga bingung gimana kedepannya nanti. Kalau dibiarkan menumpuk begitu akan jadi sarang penyakit. Sebenarnya setiap satu bulan sekali ada yang mengangkut untuk di pindahkan ke pembuangan akhir. Tapi kalau untuk waktu satu bulan itu terlalu lama. Maksud saya pihak kelurahan mengatasi pengangkutannya setidaknya satu minggu sekali. Apalagi warga di sini terbilang cukup banyak menggunakan limbah plastik."

"Selain masalah sampah, kira-kira ada lagi keluhan warga di sini, Pak?"

"Penerangan jalan. Tapi untuk penerangan ini syukurnya sudah ada itikad baik dari pemerintah. Dengar-dengar pengerjaannya akan dimulai beberapa bulan lagi."

"Syukur alhamdulillaah kalau begitu," ucap Renan disetujui dengan yang lain.

"Masih ada satu lagi yang sangat saya ingin sampaikan pada kalian. Ini soal pendidikan di desa ini. Banyak anak-anak yang tidak melanjutkan ke jenjang sekolah. Mereka lebih memilih ikut kerja di sawah bersama orang tuanya. Jadi kebanyakan mereka hanya tamatan SD. Bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali."

"Tapi untuk sekolahnya di sini ada?"

"Ada. Mulai dari TK, SD, SMP tapi untuk SMA harus ke kota dulu dan jaraknya cukup jauh."

Renan memandang semua temannya satu persatu seperti sedang mentransfer isi pemikirannya kepada mereka. Renan tau apa yang akan ia ambil untuk program kerja KKN di desa ini. Dan kebetulan sekali, bahwa salah satu kekurangan desa yang baru saja dijelaskan oleh Pak Jepri termasuk ke dalam program kerja wajib--yang artinya harus dilaksanakan.

‎      ‎    ‎

To be continued...

***

Hallo, di chapter ini aku nyinggung soal program kerja anak KKN. Waktu di AU dulu program kerja mereka tentang hidroponik dan satu lagi--ettt rahasia, hehe. Tapi kayaknya aku nggak bakal pake hidroponik. Aku ganti dengan yang lain, yaa

Kenalan yukkk...

Pak Jepri
Ketua RT di salah satu dusun yang ada di Desa Weringin.

"Assalamualaikum..."

"...eh ada tamu, mau cari siapa?"

‎      ‎    ‎

Bu Mawar
Istri tercinta dari Bapak Jepri

"Eh bapak udah pulang, ini ada teman-teman mahasiswa..."

‎      ‎    ‎

Hayo kira-kira siapa yang mau jadi warganya Bapak Jepri????

‎      ‎    ‎

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Stay safe❣️

Salam hangat,

‎      ‎    ‎

Dia.

Continue Reading

You'll Also Like

Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

532K 18.1K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...
DEWASA II [21+] By Didi

General Fiction

174K 345 58
[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. 🔞🔞🔞🔞🔞
Segalanya💞 By xwayyyy

General Fiction

68.8K 10.3K 34
hanya fiksi! baca aja!
1.9M 46.8K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...