BCS : RAGALATIFA (KIM JUNGWOO)

By dentaraaa_

855K 78.7K 4.5K

[TAHAP REPUBLISH] FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE KE SOSIAL MEDIA KAMU YA β™₯️ Cover m... More

PENGUMUMAN UNPUBLISH UNTUK REVISI
PEMBUKAAN
Prolog
1. JADI PACAR GUE
2. HAK MILIK
3. Siap bersaing
4. Teror Raga
5. Utang Budi
6. Abi sakit
7. Modus
8. Metana atau Latifa?
9. Jalan bareng Aldo
10. Abi gak salah, orang tuanya yang salah
11. Perdebatan malam
12. Awal pada masa itu
13. Ketemu Raga dan Abi
14. Jangan Hina Abi
15. Gelisah
16. Mau jadi pacar gue?
17. Pembelaan
18. Boomerang
19. Runtuhnya kepercayaan diri Raga
20. Berbeda
21 . Tentang Rasa
22. Perasaan yang tertinggal
23. Rindu
24. Taxi online
25. Airlangga Festival
26. Airlangga Festival (2)
27. Ungkapkan
28. Terpesona
29. IRI BILANG BOS
30. PATAH
31. Bunda, Latifa jatuh cinta sama Raga
32. Pelan-pelan Ga
33. Permintaan Maaf, ditolak
34. Dalam dekapan
35. Canggung
36. Dijodohin
37. Tolong tinggalin Raga, Fa
38. Bisa pergi?
39. Dia millik gue sekarang
40. Latifa boleh nginep disini?
41. Curiga
42. Quality Time
43. SAH
44. Kehidupan Baru
45. Trauma
SPESIAL PART
46. BELIIN GUE SKINCARE BARU. TITIK
47. Babak Belur
48. Kesempatan dalam Kesempitan
49. Jangan Menyerah
50. Rahasia masa lalu
51. Mencari Tersangka
52. Alamat Palsu
53. Belakang Sekolah
54. Kamu percaya aku kan?
55. Aku masih marah ya!
56. Hilang
57. Diculik
58. Kenyataan yang penuh luka
59. Abi, Maafin mama
60. Dia pergi
61. Hari yang menyakitkan
Epilog
Extra Part
Extra part ~ 2 ( Bara dan Metana )
Extra Part ~ 3 ( Kenan dan Aurora )
Extra part ~ 4 ( Pertama Jatuh Cinta-Raga)
BARA TAKE OVER

62. Perjanjian terakhir

15.1K 1K 84
By dentaraaa_


Jangan lupa untuk tetapkan komentar terbaik kalian tentang cerita ini

Sudah siap?

****

Pada akhirnya, semua akan kembali kepada tempatnya masing-masing

Ayo pacaran by Dentara

****

Cici mengelus puncak kepala Latifa yang tidak berhenti menangis sejak tadi. Harusnya hari ini hari pembagian hadiah untuk juara classmeeting. Namun saat Cahyo menelfon Latifa, Raga memberikan kabar ini, jadilah Cahyo dan beberapa teman mereka yang masih dibingungkan dengan keadaannya datang kemari.

Raga juga tidak mempermasalahkan jika teman sekolahnya mengetahu pernikahannya dengan Latifa.

Genta nyandar di bahu Cahyo, cowok itu ikutan nangis karena tidak kuat melihat kondisi ketua OSISnya itu.

Latifa yang sangat ceria, menunjukan senyuman lebar dan kegarangannya yang macam macan, kini harus meraung, menangis kesakitan.

Latifa masih termenung, memperhatikan Raga dengan telaten mengamankan jenazah Abi yang sudah berada dibawah tanah.

Raga turun bersama Yoga, Mario, Kenan dan Bara. Setelah selesai dan memasangkan beberapa papan. Raga menghela napasnya berat. Raga kembali menunduk.

"Abi, jagoan papa. Papa pulang ya. Abi baik-baik disana. Jaga adiknya ya sayang. Papa sayang sama Abi."

Raga menghampus bekas air matanya, agar Latifa tidak melihat dirinya menangis.

Yoga membantu Raga keluar dari lubang Pemakaman karena akan ditimbun dengan tanah.

Raga menatap istrinya, kondisinya tidak baik, semakin banyak lingkaran hitam Dimata perempuan itu, hidungnya memerah yang bisa Raga yakini hidung Latifa tersumbat.

Raga menepi sebentar untuk mencuci tangannya, membersihkan sisa tanah yang menempel untuk kembali menemani istrinya.

Lantunan doa telah selesai, kini tinggal menaburkan bunga dan air mawar untuk penghantaran terkahir.

Latifa turun dari kursi roda, duduk lesehan di samping papa nama berwarna putih.

Mengelusnya pelan.

Tangisnya kembali pecah, "A-bi," panggilnya dengan pilu, Cici mengelus punggung sahabatnya itu untuk menenangkan.

"Fa, udah ya. Jangan nangis lagi. Harus kuat. Demi Abi, demi Raga. Demi bunda smaa Ayah Lo harus bisa kuat. Kasihan mereka khawatir sama Lo."

"Ci, Abi udah gaada ci. Nanti siapa yang gue gendong ci, nanti siapa yang manggil gue mama lagi ci."

"Stttttt."

Resi mengelus puncak kepala Latifa, "Sayang sudah ya. Kita pulang. Biarkan Abi istrirahat dengan tenang."

Beberapa pelayat yang ikut menguburkan sudah membubarkan diri dan memutuskan untuk kembali kerumah masing-masing.

Hanya tersisa kerabat dekat yang masih menemani Latifa.

Raga meraih tangan Latifa lembut, membantu Latifa menaburkan bunga diatas gundukan tanah yang baru saja selesai dibuat.

"Jangan nangis sayang, ini pengantaran terakhir kita untuk Abi. Jangan bikin dia sedih ya. Kamu harus senyum."

Latifa menatap Raga, ia melihat kekosongan Dimata suaminya itu. Latifa sadar, harusnya dia tidak egois, dibandingkan dengan dirinya. Mungkin saja Raga yang lebih merasa kehilangan sosok Abi.

Latifa mengikuti Raga, menaburkan bunga. Dengan perlahan.

Tatapan Latifa terhenti, "Yang itu makam siapa Ga? Kenapa bintinya nama kamu disana?"

Raga memeluk Latifa erat-erat, "Itu anak kita sayang, tapi dia lebih sayang sama Abi. Jadi dia pergi bareng Abi sebelum bisa kita peluk."

"Anak kita?"

"Aku hamil? Dan keguguran?" Latifa menatap Raga dengan tatapan yang kebingungan.

Raga mengangguk, "Gapapa sayang. Belum rezeki. Nanti kalau sudah rezeki tuhan pasti menggantikannya lagi. Yang penting kamu sehat, selamat dan ada disamping aku itu udah cukup."

Latifa kembali terisak, "Maafin aku Ga, aku gabecus jadi seorang ibu. Aku ga becus ngurus anak-anak kita. Maafin aku."

"Udah ya gapapa. Kita selesaikan ini dan pulang. Kamu harus kembali kerumah sakit. Kondisi kamu belum pulih."

Bukan saatnya Latifa bisa menolak, tubuh perempuan itu sudah sangat lemah tak berdaya. Hanya bisa menuruti apa yang suaminya katakan padanya saat ini.

****

"Mas Raga, ada yang cari didepan." Mbak Delima mengetuk pintu kamar Raga yang terbuka sedikit. Sepulang penguburan, Raga menemani Latifa untuk makan dan istirahat. Raga bangun perlahan, agar Pergerakannya tidak membuat Latifa terbangun.

"Mbak, tolong jagain Latifa dulu sebentar ya." Mbak Delima mengagguk paham. Lantas Raga keluar menghampiri orng yang mencarinya.

"Pah, tadi Mbak Del bilang ada yg cari Raga? siapa yang cari?" Yoga yang sedang duduk menyandar tembok dibawah sambil memijat kepalanya pun menoleh.

Pria itu hanya menunjuk seseorang yang berada dibelakang Raga dengan dagunya.

"Ga."

Rahang Raga mengeras, ia menarik kerah baju Bara dengan kencang, "KENAPA BARU DATANG! KENAPA BARU SEKARANG LO MUNCUL!"

"Ga, please. Gue cuma ga paham sama keadaannya."

Bugh ...

"Kalo aja Lo Dateng lebih cepet, mungkin Abi masih hidup sekarang." Melihat Raga lepas kendali membuat Kenan datang menengahi.

"Udah Ga. Gak ada gunanya juga Lo kaya gini. Abi udah gaada. Dan gak akan pernah kembali lagi." Kenan membentak, bukan untuk mengomeli, tapi untuk membuat Raga menumpahlan seluruh kesedihan pria itu, Kenan tahu Raga kesakitan, kesedihan karena kehilangan Abi mampu membuat Raga kehilangan arah. Tapi pria itu menahan, ia menahan segala amarahnya, menahan segala kesedihannya hanya karena tak ingin Istrinya mengetahui apa yang dia rasakan sekarang.

Bukan ini yang seharusnya Raga pelajari. Latifa dan Raga sudah terlalu jauh menjaga jarak karena perasaan bersalah mereka.

Harusnya mereka menangis dan meraung bersama, saling berbagi kesakitan dan kesedihan, bukan malah saling menahan agar salah satu mereka tidak merasa bersalah.

Bara bangkit, ia menepuk bahu Raga untuk menatapnya.

"Maafin gue Ga." Bara memeluk Raga dengan Isak tangisnya yang kencang, Metana sudah memberitahukan semuanya, bahkan Metana juga sudah menyiapkan hasil tes DNA terbaru dan membeeikannya kepada Bara.

Hancur,

Hati Bara hancur berkeping-keping, hanya dengan satu masalah membuat semua hidupnya terasa kehilangan arah. Persahabatan, cinta bahkan sekarang anaknya pun pergi.

"Gue sayang banget Bar sama Abi. Dia yang bikin gue bangkit dan bikin gue Nerima segala apapun hidup yang Tuhan kasih."

"Maafin gue Ga, ga seharusnya Lo nanggung semuanya sendirian."

"Abi memang pantas dapat bapak kaya Lo. Abi pasti bahagia karena bisa jadi bagian keluarga Lo Ga."

Tangis Raga semakin kencang dan pilu, ia menumpahkan segala kesedihannya kepada Bara, sahabat lamanya yang sangat dia rindukan sejak lama.

"Dimana Rigel?" Raga menatap Bara serius.

"Sama Om Mario di kantor polisi."

Raga mengelap air matanya dan beranjak, mencari kunci mobilnya dengan gusar.

"Dimana kunci mobil!" Cowok itu berteriak sampai membuat semua orang tersentak kaget.

"Raga! Tenang!" Yoga berdiri menatap Raga dengan tatapan datar.

"Mana kunci mobil pah, Raga harus kesana sekarang."

Napas Raga sudah memburu, amarahnya sudah tak bisa lagi dia tahan. Dia akan menghampiri Rigel dan menghabirii cowok itu dengan kedua tangannya sendiri.

Plak

Yoga menampar Raga untuk menyadarkan anaknya, matanya melotot menatap Raga.

"Buat apa! Mengacaukan inspeksi dan membuat keributan disana! Jangan harap papa izinkan."

Raga merogoh saku celana Yoga dengan paksa, wajahnya memelas menatap sang papa, "Pah, Raga mohon. Raga harus bicara sama Rigel."

"Berangkat sama Papa. Jangan macam-macam disana. Kalau kamu mengacaukan semuanya, papa jamin kamu akan menyesal."

****

Plak

"Kurang ajar. Anak tidak tahu diuntung!"

Rigel menatap Ibunya yang datang dan langsung menamparnya. Kedua tangan cowok itu sudah di borgol untuk melanjutkan kelanjutan kasus ini.

Rana menarik napasnya dalam-dalam, "Kenapa kamu kaya gini!"

"Ma, Rigel cuma bales apa yang mereka lakukan ke Kak Shena. Apa Rigel salah!"

"Salah Rigel. Kamu salah besar!"

"Kenapa si, mama selalu belain Raga belain Tante Asri, kenapa mah! Mereka salah sama keluarga kita."

Plak

"Jaga mulut kamu, kamu yang bikin Shena meninggal, Kamu yang nabrak dia Rigel!"

Baik Rigel maupun Raga yang baru saja sampai mendengar ucapan Rana terkejut bukan main.

"Maksud mama?"

"Shena itu cari uang buat sekolah kamu, papa kamu pergi meninggalkan hutang sana-sini. Kalo gak ada Om Yoga, Gak ada Tante Asri gak ada Raga mana bisa kamu sekolah ditempat bagus kaya gitu, mana bisa Haikal berteduh di rumah yang layak kaya sekarang. Shena cuma tidak beruntung saat pulang. Shenna kecelakaan bukan karena bunuh diri, ngerti kamu sekarang Rigel!"

Rigel menatap sang mama dengan tatapan yang sangat sulit diartikan, "Mah, gamungkin kan? Mama bohong kan biar Rigel ngerasa bersalah."

Plak

"Mama malu punya anak kaya kamu Gel, harusnya kamu bersyukur bisa dapat teman seperti Raga. Tapi kamu apa? Melakukan hal sia-sia yang bikin hidup kamu bahkan sekarang terancam hukuman penjara. Tindakan kamu udh bikin cucu Prasetyo meninggal! Siapa yang akan ampuni kamu Rigel!"

"Tapi kenapa Rigel gak inget apa-apa."

"Kamu pikir mama tega ngebiarin kamu setiap malam kebayang sama kecelakaan itu. Mama menghampus memori kamu untuk menghilangkan penyebab kematian Shena. Dan itu juga berkat bantuan keluarganya Raga. Kita gak bisa apa-apa tanpa mereka Rigel!"

"Mama! Kenapa mama NGELAKUIN itu! Kalau memang Rigel yang bikin Kak Shena meninggal, harusnya mama biarin Rigel hidup dalam penderitaan. Kenapa mama malah menghapus ingatan Rigel!"

Plak

"Sadar Rigel, yang Shena butuhkan bukan penderitaan kamu. Tapi perubahan kamu. Kalau dia masih hidup dia juga malu punya adik seperti kamu!"

Rana menepuk dadanya yang terasa sakit, ia gagal. Sangat gagal untuk merawat anaknya. Bukan seperti ini yang Rana harapkan. Rana sangat berharap Rigel bisa hidup dengan baik tanpa melakukan hal yang diluar perintahnya. Rana meninggalkan Rigel yang masih menatap kepergiannya dengan rasa penyesalan tanpa ampun.

Rana menatap Yoga, Raga dan Mario bergantian.

"Saya serahkan kepada kalian. Saya terima keputusan kalian."

****

"Kamu gamau balik kerumah sakit aja?" Raga yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap Latifa yang sedang berbaring dengan tiang infus disampingnya.

"Rawat jalan dirumah aja gapapa kok Ga, biar ga ngerepotin banyak orang juga, disini kak aku juga bisa bantuin hal yang ga terlalu berat."

Raga menggantung handuknya dibelakang pintu kamar mandi, ia menghampiri Latifa yang bersandar di ranjang.

"Maafin aku ya, harusnya hari itu aku gak pergi." Latifa memeluk Raga, membiarkan kepalanya bersandar di dada bidang suaminya. Jantung Raga berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Kamu udah makan?" Raga yang mengelus puncak kepala Latifa pun terhenti, ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali perutnya mencerna makanan.

Namun, Raga menahan, ia mengangguk dan mengatakan bahwa dia sudah makan tadi.

"Bohong, orang bohong konsekuensinya gaboleh tidur disamping aku." Latifa mendanga, ia menatap wajah Raga yang kelelahan, Latifa sudah duga bahwa suaminya itu menahan semua rasaya sendirian. Latifa beralih mengelus pipi Raga dengan ibu jarinya.

"Jangan ditahan sayang, aku tahu kamu sedih. Gapapa kok. Gapapa buat bersikap sedih, cuma ada aku disini." Mata Raga membendung, ia pikir ia tak akan mendapat kesempatan untuk bersedih di dalam dekapan istrinya. Raga memeluk Latifa erat-erat, isakan tangisnya yang tertahan beberapa hari kini tumpah luruh diperlukan Latifa.

"Maafin aku, maafin aku karena aku gabisa jaga kalian. Aku sayang sama kalian. Tapi aku gabisa ngelakuin apa-apa, aku gabisa bikin Abi pulang dengan selamat. Aku bahkan bikin anak kita meninggal. Maafin aku Fa." Latifa mengeratkan pelukannya, memberikan ketenangan serta kenyamanan untuk suaminya. Kini tinggal mereka berdua dalam rumah tangganya. Mereka harus bisa saling menguatkan dan saling introspeksi diri. Bahwa untuk tugas menjaga adalah tugas mereka semua. Bukan hanya saling mengandalkan ataupun tanggung jawab dari salah satu mereka.

Latifa dan Raga harus bisa saling menjaga, untuk bisa membuat hidup mereka lebih baik dan lebih bahagia kedepannya kelak.

"Aku sayang sama kamu, aku mohon jangan gunakan waktu kamu untuk terus meratapi kepergian Abi, aku mau kamu sembuh, aku takut kamu bakalan pergi juga ninggalin aku. Aku gatau harus hidup bagaimana kalau kamu ikutan pergi dari hidup aku Fa." Raga menitkan air matanya, dia mungkin memang kehilangan Abi, tapi dia tidak ingin kehilangan lagi, walaupun Raga tahu setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan, tapi setidaknya tidak sekarang. Tidak secepeat kepergian Abi dari hidupnya.

"Aku juga sayang sama kamu, aku gaakan pernah ninggalin kamu, tapi kamu janji kamu harus bisa cerita semua masa lalu kamu. Supaya kejadia ini tidak akan terulang lagi. Kamu harus percaya kalau aku lebih baik mendengar semua cerita dari mulut kamu sendiri dari pada dengar dari orang lain. Aku lebih percaya kamu Ga. Jadi tolong jangan bikin aku kecewa lagi karena rahasia hidup yang masih kamu sembunyikan dari aku." Raga menciumi kening Latifa berkali-kali, ia sayang bersyukur diberi pasangan hidup seperti Latifa, walaupun Raga tahu, kekesalan istrinya sudah melebihi batas, tapi Latifa masih bisa memberikan dirinya kesempatan untuk berubah.

Malam ini Raga memanfaatkan waktunya bersama Latifa, membahas hal mulai dari yang paling penting hingga hal sepele yang selalu mereka lewatkan, saat Abi masih ada dalam pelukan keduanya.

Kepergian Abi tak akan lagi mereka kenang dengan kesedihan itu perjanjiannya, kepergian Abi salah satu bentuk pengorbanan rasa sayang bocah itu kepada kedua orang tuanya. Sebisa mungkin Latifa dan Raga harus bisa menerimanya dengan ikhlas. Melanjutkan hidup mereka dan membuat semua orang kembali menampakan sinar mereka dengan kehadiran anggota baru dikeluarga mereka kelak.

Terima kasih Abi, telah menemani perjalanan kami selama ini.

Terima kasih Raga telah memberikan banyak pelajaran dari kisah hidupmu.

Terima kasih Latifa telah memberikan kita banyak pelajaran tentang usaha dalam mencintai seseorang.

Dengan ini, dengan segala hukuman yang Rigel dapatkan didalam penjara, dengan segala pengorbanan yang Januar lakukan untuk menyelamatkan hidup Latifa, dengan segala bentuk keikhlasan serta senyum ketulusan yang diberikan Raga dan Latifa.

Kisah ini berhasil terselesaikan sampai disini.

Banyak amanah dalam cerita ini yang Den petik

Tentang takdir yang tak akan pernah bisa dibeli dan dibayar oleh apapun.

Tentang keikhlasan seorang Raga yang rela membuang masa mudanya untuk bersenang-senang dengan teman-temannya dan lebih memilih untuk mengurusi hidupnya dan sang anak.

Tentang ketulusan mencintai walaupun cinta itu tak bisa memberikan balasan untuk kita.

Den juga tidak tahu seberapa baiknya kehidupan pernikahan, tapi yang Den tahu, setelah Den melihat pengorbanan Latifa dan Raga, kehidupan pernikahan bukan hanya tentang orang ketiga, tapi juga bagaiamana caranya menjaga sikap jujur kepada pasangan kita, bagaiamana caranya menceritakan segala keluh masa lalu yang nantinya masa lalu itu bukan sebagai penyebab dari runtuhnya kepercayaan antar pasangan, tapi sebagai bahan pelajaran untuk menyelesaikan masalah dimasa depan.

Dan satu lagi, Den berharap kalian bisa jadi seseorang yang pemaaf, seberapa besar kesalahan orang ke kalian, jangan lupa memaafkannya. Jika sudah memiliki dendam sebesar Rigel maka kamu sendiri yang rugi.

****TAMAT****

Alhamdulillah akhir kata

pada hari Minggu, tanggal 20 Juni 2021

Cerita Ayo Pacaran resmi Tamat 🤭😭😭😭

Den minta maaf untuk ending yang semisalnya tidak sesuai dengan ekspektasi kalian, tapi percaya lah semua sudah berada diporsinya masing-masing. Dan sudah sangat terencana. Dan maaf kalau semisal kecepetan, insyallah akan ada sequelnya tapi gak dalam waktu dekat, masih di rancang.

Masih ada epilog, dan extra part, jadi jangan bernajak dulu ya. Terus juga jangan di lepas dulu ceritanya dari perpus, siapa tahu nanti ada yg neglirik cerita ini dan bisa naik cetak kalian jadi gak ketinggalan kabarnya. Aminn

Doain aja ya.

Percaya sama Den

Percaya sama Raga

Kalau kisah ini akan berakhir bahagia

Btw

Boleh minta kesan-pesannya buat kalian yang udh baca kisah mereka sampai akhir?

Terus juga versi kalian, pelajaran apa yang kalian dapat setelah baca cerita ini?

Yuk dikomen biar aku tahu pesannn yang sebenernya nyampe ga di kalian.

Jangan lupa dikomen yaa dan sampai jumpa di extra part ♥️♥️♥️♥️

Salam sayang

Dentara ♥️ ♥️

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 203 25
"Gue samudra, dan lo langitnya. Setiap gue bergerak, dan apa yang gue lakuin, lo bisa saksi-in dari atas sana. Begitupula sebaliknya. Kita saling pah...
265K 49.6K 39
"Semesta bercanda mempertemukan kita dalam sebuah rasa. Aku yang buta aksara, terkagum padamu yang mengajarkan ku metafora." -Iris Jacinda *** Azam K...
2.4K 393 51
πŸ’œLavenderWriters Project Season 05. ||Kelompok 02|| #Tema; Kenangan Cinta Pertama. β€’Β°Ketua : Gloria. Β°β€’Asisten : Silvi. β€’ β€’ β€’ Elanda Olivia tak bisa...
288K 34.6K 44
"Dalam lakuna, aku mencari kamu yang menyebutku renjana." -Artha Bramansyah *** Artha Bramansyah, seorang siswa sekaligus pria tampan yang paling dig...